Peta perekonomian provinsi Kalimantan Barat sejak tahun 1993 hingga saat ini (data BPS, 2008) tidak berubah secara signifikan. Perekonomian provinsi ini masih didominasi oleh 3 sektor utama yakni sektor pertanian, sektor perdagangan, dan sektor industri pengolahan. Sektor pertanian selalu menjadi pemegang pangsa perekonomian terbesar di Kalbar baik sebelum krisis 1997 ataupun pasca krisis ekonomi 1997. Pergeseran pangsa terjadi pada sektor ekonomi dominan lainnya yakni sektor perdagangan yang saat ini menduduki urutan kedua mendominasi perekonomian Kalbar setelah sektor pertanian. Sementara sektor industri pengolahan yang pada tahun 90-an memiliki pangsa nomor dua terbesar terus menyusut pangsanya hingga saat ini berada di posisi ketiga. Perubahan konstelasi ekonomi Kalbar sebetulnya dimulai pada tahun 1998 di mana booming industri perkayuaan sejak tahun 1967 mulai mengalami titik jenuhnya sejalan dengan sumber daya alam hutan yang semakin terbatas. Kondisi ini mengakibatkan pagsa sektor industri pengolahan di Kalbar menyusut dari 25% (rata-rata tahun 1993-1997) menjadi 21% (rata-rata tahun 1998-2008). Walaupun industri pengoahan kayu masih memberikan kontribusi terhadap perekonomian Kalbar, namun dominasinya telah tergeserkan oleh industri pengolahan karet. Kinerja ekonomi Kalimantan Barat pada tahun 2009 mencatat pertumbuhan positif 4,67% (y-o-y), lebih rendah dari pertumbuhan tahun sebelumnya 5,42% (y-o-y). Penyebabnya yakni melemahnya kinerja sektor pertanian, khsusnya subsektor perkebunan, di semester I-2009 akibat efek krisis keuangan global yang terjadi pada akhir 2008. Namun memasuki tahun 2010, perekenomian Kalbar menunjukkan peningkatan sejalan dengan pulihnya perekonomian dunia sehingga mendorong kinerja ekspor dan kegiatan investasi yang ditunjang dari sektor pertanian dan sektor perdagangan. 1,693,461 1,704,485 1,740,903 1,725,750 1,795,236 1,830,244 1,953,938 2,005,027 2,040,767 1,600,000 1,650,000 1,700,000 1,750,000 1,800,000 1,850,000 1,900,000 1,950,000 2,000,000 2,050,000 2,100,000 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Sumber : BPS Provinsi Kalabr (diolah) Tenaga Kerja (orang) Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja Provinsi Kalbar Dari sisi tenaga kerja, jumlah tenaga kerja di Kalimantan Barat dari tahun 2000 hingga tahun 2008 trendnya terus meningkat. Pada tahun 2000, jumlah tenaga kerja mencapai 1.693.461 orang dan pada tahun 2008 jumlahnya mencapai 2.040.767 orang. Lebih dari separuh tenaga kerja (64%) bekerja di sektor pertanian, sementara tenaga kerja di sektor perdagangan dan sektor industri pengolahan masing-masing hanya mencapai 14% dan 4% dari total tenaga kerja di Kalbar (tahun 2008). Meskipun jumlahnya terus bertambah, kualitas tenaga kerja di provinsi ini perlu mendapat perhatian khusus. Data terakhir menunjukan bahwa nilai IPM provinsi Kalbar masih berada di urutan 29 dari 33 provinsi lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa keunggulan komparatif SDM provinsi Kalbar masih sangat rendah Sementara itu, perkembangan kapital provinsi Kalimantan Barat terus menunjukkan perbaikan. Berdasarkan kondisi di lapangan, perkembangan kapital secara umum yang diindikasikan dengan nilai belanja modal APBD menunjukan perkembangan yang searah dengan proksi tersebut. Hal ini dapat terlihat secara nyata dengan terus dibangunnya berbagai infrastruktur termasuk jalan dan jembatan. 29,577 29,889 29,626 29,310 30,562 38,385 42,639 46,425 50,215 27,000 32,000 37,000 42,000 47,000 52,000 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 kapital (Rp juta) - 200,000 400,000 600,000 800,000 1,000,000 1,200,000 1,400,000 1,600,000 1,800,000 2005 2006 2007 2008 2009 APBD Prov Kalbar (Rp juta) Perkembangan Kapital (sumber: Proksi data Nasional, diolah) Perkembangan APBD (sumber: Pemprov Kalbar, diolah) Namun apakah alokasi dana APBD selama ini telah dilakukan secara efektif dan efien sehingga menghasilakn dampak maksimal terhadap pertumbuhan ekonomi di Kalbar? Untuk mengetahui seberapa jauh efektifitas pengalokasian dana APBD ini tentu harus terlebih dahulu ditentukan sektor mana yang paling efisien, yang artinya akan memberikan output terbesar dengan input yang .seadanya.. Walaupun secara kasat mata kita bisa menentukan sektor unggulan mana yang paling efisien, namun dengan adanya suatu penelitian terstruktur dan komprehensif tentunya akan menjadi landasan yang lebih kuat bagi penentu kebijakan dalam pengambilan keputusan. Analisis tingkat efisiensi sektoral pada penelitian ini mengikuti model stochastic frontier yang dikembangkan oleh Limam dan Miller (2003) yang memasukan asumsi fungsi produksi Cobb Douglas. Agregat output didapatkan dari agregat input yang berupa agregat kapital dan agregat tenaga kerja. Persamaan dari model tersebut adalah sebagai berikut: Yit = PDRB sektor i pada waktu t Kit = Kapital Stok sektor i pada waktu t Lit = Tenaga kerja sektor i pada waktu t vit = random error uit = technical inefficiency (Batese dan Coelli, 1992) Selanjutnya dalam analisis siklus bisnis sektoral, data diolah untuk menemukan titik-titik balik (turning points) dengan menggunakan algoritma bry boschan. Algoritma yang banyak digunakan pada lembaga resmi seperti OECD dan NBER ini secara garis besar merupakan alat bantu untuk menentukan local maxima (peak) dan minima pada suatu deret waktu. Dari hasil pengolahan maka diperoleh tingkat efisiensi dari 9 sektor dengan urutan tertinggi hingga terendah sebagai berikut: Sektor Rata-rata TE Pertanian 0.9894 Perdagangan 0.7956 Industri 0.7872 Konstruksi 0.5035 Jasa 0.3003 Transportasi 0.2299 Keuangan 0.2166 Pertambangan 0.1156 Listrik 0.0203 Dengan anggaran belanja modal yang terbatas, pemerintah daerah harus dapat menentukan alokasi penggunaan dana yang paling tepat sehingga kinerja sektor ekonomi dominan dapat memberikan nilai tambah yang lebih baik. Berdasarkan hasil tingkat efisiensi sektoral yang diperoleh, maka fokus pemerintah daerah sebaiknya diprioritaskan kepada sektor pertanian, khusunya tanaman perekebunan dan tanaman bahan makanan. Kedua subsektor ini memiliki sumber daya manusia tertinggi namun dengan kualitas yang rendah. Kontribusi kapital juga tergolong rendah dibandingkan dengan sektor lainnya. Kondisi ini tentunya perlu dibenahi agar fungsi produksi Kalimantan Barat dapat menjadi lebih baik meuju arah constant return to scale. Beberapa hal yang dapat dilakukan Pemda adalah sebagai berikut: a. Memberikan bantuan teknologi pertanian tepat guna khususnya yang mampu meningkatkan produktivitas lahan pertanian seperti peralatan pertanian modern, bibit unggul, dan pupuk. b. Meningkatkan kualitas SDM sektor pertanian Kalbar dengan cara memperbanyak sekolah kejuruan dengan jurusan pertanian, memberi insentif pada sekolah yang membuka jurusan pertanian, dan memberikan beasiswa ke jurusan pertanian di universitas terbaik di Indonesia lengkap dengan sistem ikatan dinas. c. Mempermudah ijin pembukaan dan penanaman lahan pertanian baru khususnya yang ditujukan untuk penanaman komoditas unggulan Kalbar seperti karet dan kelapa sawit. d. Mendukung pengembangan agro industri Kalbar melalui pemberian insentif khusus pada investor yang mau membuka industri pengolahan untuk komoditas pertanian Kalbar seperti kemudahan ijin, tarif pajak yang lebih rendah, subsidi pengangkutan hasil produksi, dll. Dengan strategi ini diharapkan semakin banyak investor yang tertarik untuk merintis agroindustri di Kalbar sehingga capital yang masuk nantinya juga meningkat kualitasnya. e. Belanja modal APBD difokuskan untuk memperbaiki infrastruktur pendukung sektor pertanian dan sektor industri pengolahan khususnya irigasi, jalan, dan kelistrikan. f. Bekerja sama dengan perbankan daerah untuk menyediakan kredit murah bagi pelaku usaha dari sektor industri unggulan yang akan melakukan perbaikan atau modernisasi mesin industri. g. Potensi pengembangan tanaman pangan terutama tanaman padi memang masih membutuhkan dukungan sarana dan prasarana (padat modal), baik terkait dengan infrastruktur maupun teknologi. Salah satu alternatif pengembangan teknologi berbasis alam adalah penggunaan pupuk agensi hayati, Trichoderma (organik). Penggunaan pupuk ini terbukti dapt meningkatkan produksi padi hingga 30% dengan biaya sepersepuluh lebih murah dari pupuk organik. h. Sedangkan hasil analisa siklus bisnis ditampilkan pada tabel dibawah ini : PP PT TP TT Pertanian 34.25 16.25 18.00 34.66 Perdagangan 49.33 24.33 25.00 44.50 Industri 30.75 13.50 17.40 29.50 Sektor Rata-Rata Keseluruhan PP PT TP TT Listrik 51.33 26.67 24.67 44.00 Pertambangan 46.50 16.00 25.00 41.00 Konstruksi 56.00 28.00 28.00 52.00 Transportasi 47.67 16.00 27.00 29.33 Keuangan 57.00 20.50 28.67 34.50 Jasa 43.67 19.00 21.75 40.75 Sektor Rata-Rata Keseluruhan Kesimpulannya adalah sektor usaha yang memiliki fase kontraksi yang lebih panjang pada fase kontraksi berikutnya perlu untuk diperpendek melalui kebijakan-kebijakan berkelanjutan dan probisnis yang dapat meningkatkan ketahanan dan menjaga kestabilan ekonomi daerah. Kebijakan tersebut diharapkan dapat : a. Mewajibakan perusahaan yang bergerak di bidang pertanian khususnya subsektor perkebunan untuk mencadangkan dana agar kegiatan replanting dapat dilakukan pada saat tanamannya sudah memasuki masa produktif. Hal ini diharapkan mampu memperpendek durasi fase kontraksi sektor pertanian b. Menumbuhkan sentra-sentra komoditas pertanian baru sehingga perkembangan sektor pertanian Kalbar tidak terlalu tergantung pada satu atau dua komoditas unggulan saja. c. Mengurangi potensi timbulnya tekanan harga akibat gap ekonomi melalui pemenuhan pasokan, operasi pasar, dan kelancaran jalur distirbusi. d. Mengarahkan pelaku usaha untuk melakukan diversifikasi negara tujuan ekspor komoditas unggulan sehingga bila suatu saat kembali terjadi krisis global risiko yang dihadapi sudah termitigasi dengan baik. Mempermudah masuknya investor pada sektor pertanian dan industri pengolahan. e. Mempercepat realisasi proyek infrastuktur yang terkait dengan perbaikan dan penambahan ruas jalan dan jembatan, serta sarana pendukung lainnya seperti pelabuhan laut internasional dan kereta api.