Anda di halaman 1dari 25

1

2
LATAR BELAKANG.
3
Macro-
economic
conditions
Micro-
prudential
conditions
EKSTERNAL
INTERNAL
Global Financial Crisis (GFC):

Macro-
economic
conditions
Micro-
prudential
conditions
4
Menetapkan dan
melaksanakan
kebijakan
moneter.
Mengatur dan
menjaga
kelancaran
sistem
pembayaran
Mengatur dan
Mengawasi Bank baik
Mencapai
Dan
Memelihara
Kestabilan
Nilai
Rupiah
Mikro Makro
Menetapkan dan
melaksanakan
kebijakan
moneter.
Mengatur dan
menjaga
kelancaran
sistem
pembayaran
Pengaturan dan
Pengawasan
Makro Prudensial
Mencapai
Dan
Memelihara
Kestabilan
Nilai
Rupiah
OJK
Tujuan dan Tugas Bank Indonesia
LATAR BELAKANG.
5
LATAR BELAKANG - Mandat Kebijakan Makroprudential
Kewenangan BI terkait Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial tercantum dalam:
Penjelasan pasal 7 UU OJK
Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan, kesehatan, aspek kehati-hatian, dan
pemeriksaan bank merupakan lingkup pengaturan dan pengawasan microprudential yang menjadi
tugas dan wewenang OJK. . Adapun lingkup pengaturan dan pengawasan macroprudential, yakni
pengaturan dan pengawasan selain hal yang diatur dalam pasal ini, merupakan tugas dan
wewenang Bank Indonesia. Dalam rangka pengaturan dan pengawasan macroprudential, OJK
membantu Bank Indonesia untuk melakukan himbauan moral (moral suasion) kepada Perbankan.
Pasal 40 dan Penjelasan pasal 40 UU OJK
Pasal 40
(1) Dalam hal BI untuk melaksanakan fungsi, tugas dan wewenangnya memerlukan pemeriksaan
khusus terhadap bank tertentu, BI dapat melakukan pemeriksaan langsung terhadap bank
tersebut dengan menyampaikan pemberitahuan tertulis terlebih dahulu kepada OJK.
(2) Dalam melakukan kegiatan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BI tidak dapat
memberikan penilaian terhadap tingkat kesehatan bank.
Penjelasan Pasal 40
(1) Pada dasarnya wewenang pemeriksaan terhadap bank adalah wewenang OJK. Namun, dalam hal
BI melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya membutuhkan informasi melalui kegiatan
pemeriksaan bank, BI dapat melakukan pemeriksaan secara langsung terhadap bank tertentu
yang masuk systemically important bank dan/atau bank lainnya sesuai dengan kewenangan BI
di bidang macroprudential.
Macro-
economic
conditions
Micro-
prudential
conditions
6
Well managed
financial
institutions
Sound framework
of prudential
supervision
Safe & robust
payment
system
Financial
Stability
Financial
Resilience
Avoiding
Imbalance/Excesses
Sound framework
of macroprudential
supervision
Stable
macroeconomic
environment
Efficient Financial
Market
LATAR BELAKANG.
7
Kebijakan Makroprudensial :
Bagian dari Kebijakan Utama yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh Bank
Indonesia untuk mencegah dan mengurangi risiko sistemik*), mendorong fungsi
intermediasi yang seimbang bagi sektor perekonomian, serta meningkatkan
akses dan efisiensi sistem keuangan dalam rangka menjaga stabilitas sistem
keuangan, serta mendukung stabilitas moneter dan stabilitas sistem pembayaran
Stabilitas Sistem Keuangan (SSK):
Kondisi dimana institusi keuangan dan pasar keuangan berfungsi secara efektif
dan efisien serta mampu bertahan terhadap kerentanan internal dan eksternal
sehingga alokasi sumber pendanaan atau pembiayaan dapat berkontribusi dalam
mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan
*) Risiko Sistemik adalah potensi terganggunya seluruh atau sebagian dari sistem keuangan yang timbul
karena faktor penularan (contagion) akibat keterkaitan (interconnectedness) antar institusi dan/atau pasar
keuangan dan kecenderungan perilaku institusi keuangan untuk mengikuti siklus ekonomi (procyclical),
yang dapat menimbulkan ancaman terhadap perekonomian nasional
LATAR BELAKANG Cakupan Kebijakan Makroprudential
Mikroprudensial
Mikroprudensial lebih mengarah
kepada analisis perkembangan
individu lembaga keuangan.
Keeping individual financial institutions sound is not enough. A broader
approach is needed to safeguard the financial system.
Makroprudensial lebih mengarah
kepada analisis sistem keuangan
secara keseluruhan sebagai kumpulan
dari individu lembaga keuangan.
Makroprudensial
Kegagalan kebijakan makroekonomi, kegagalan regulasi maupun kegagalan pasar yang
menyebabkan krisis mendorong perlunya kebijakan makroprudensial
8
9
Kebijakan
Moneter
Stabilitas
Sistem
Keuangan
Pengaturan dan
Pengawasan
SIBs
Pengaturan dan
Pengawasan
non-SIBs
makro mikro
Kebijakan Makroprudential
Kebijakan Mikroprudential
Sejalan dengan Borio (2009), maka kebijakan makroprudensial akan:
Fokus pada kebijakan sistem keuangan secara keseluruhan;
Fokus pada risiko secara agregat, misalnya terkait dengan perubahan perilaku institusi
keuangan secara kolektif.

9
Instrumen Kebijakan Makroprudential di Berbagai Negara
Instrumen Negara yang menerapkan
Mitigasi Risiko Kredit :
Pembatasan pertumbuhan
Pembatasan LDR
LTV
Dynamic provisioning

Brazil, Kuwait, UK
Bulgaria, Kroasia, Hongkong, Kuwait, Indonesia
China, Hongkong, Korea, Hungaria, Indonesia
Kolombia, Bolivia, Uruguay, Peru, Spanyol
Mitigasi Insolvency :
Pembatasan debt to income ratio
Leverage ratio
Permodalan

Korea
Canada
Brazil, Saudi, Bulgaria
Mitigasi Risiko Pasar :
Limit posisi valas
Pembatasan kredit valas

Brazil, Kolombia, Mexico, Peru, Indonesia
Hugaria
Mitigasi Risiko Likuiditas :
Minimum liquidity mismatch ratio
Minimum core funding ratio
Reserve requirement
Pembatasan eksposur interbank

New Zealand
New Zealand
Bulgaria, Kolombia, Peru, Rumania
Euro area
10
11
12
1. Loan to Value Ratio (LTV) untuk KPR dan Down Payment (DP) untuk KKB
SE BI No.14/10/DPNP tgl 15 Maret 2012 untuk bank umum konvensional & SE No.14/33/DPbS
tgl 27 November 2012 untuk bank umum syariah. Kalibrasi ulang dgn SE BI No.15/40/DKMP tgl
24 September 2013.
Tujuan: meredam risiko sistemik yg mungkin timbul akibat pertumbuhan KPR yg pada saat itu
mencapai lebih dari 40%, serta tingkat kegagalan nasabah KKB untuk memenuhi kewajiban yg
pada saat itu mencapai hampir 10%.
Pertumbuhan KPR yg terlalu tinggi dapat mendorong peningkatan harga aset properti yg tidak
mencerminkan harga sebenarnya (bubble), sehingga dapat meningkatkan risiko kredit bagi bank-
bank dengan eksposur kredit properti yang besar.
Pokok ketentuan: LTV progresif untuk KPR dan 20% - 30% DP untuk KKB.


IMPLEMENTASI KEBIJAKAN MAKROPRUDENSIAL
13
2. Giro Wajib Minimum (GWM) berdasarkan Loan to Deposits ratio (LDR)
PBI No.12/19/PBI/2010 tgl 4 Oktober 2010, dirubah dgn PBI No.15/7/PBI/2013 tgl 26
September 2013, dan SE BI No.15/41/DKMP tgl 1 Oktober 2013.
Tujuan: meningkatkan ketahanan sektor perbankan dalam menghadapi berbagai risiko,
khususnya terkait dengan risiko kredit dan likuiditas. Sehingga dapat mendukung stabilitas
sistem keuangan sekaligus stabilitas moneter melalui penguatan peran intermediasi bank.
Pokok ketentuan:
a. Bank wajib memelihara tambahan GWM rupiah (selain GWM primer dan GWM
sekunder yang besarnya ditentukan berdasarkan persentase tertentu dari total DPK
rupiah bank) yg nilainya ditentukan berdasarkan angka LDR bank.
b. Apabila angka LDR bank berada dalam kisaran LDR target, yakni 78% - 92%
(sebelumnya 100%), maka besarnya (tambahan) GWM LDR bank adalah 0%.
c. Apabila LDR bank < 78%, maka besarnya (tambahan) GWM LDR bank adalah:
GWM LDR = (78% - LDR bank) x 0,1% (parameter disinsentif bawah)
d. Apabila LDR bank > 92%, maka besarnya (tambahan) GWM LDR bank adalah:
GWM LDR = (LDR bank 92%) x 0,2% (parameter disinsentif atas)
kecuali: bank dgn CAR >14%, maka besarnya GWM LDR adalah 0%.




IMPLEMENTASI KEBIJAKAN MAKROPRUDENSIAL
Kebijakan GWM LDR (SE Ekstern No.15/41/DKMP tgl 1 Oktober 2013)
Kewajiban GWM Sekunder yang saat ini sebesar 2,5% akan dinaikkan :
Menjadi 3% dari DPK dalam Rupiah sejak 1 - 31 Oktober 2013.
Menjadi 3,5% dari DPK dalam Rupiah sejak tanggal 1 November - 1 Desember
2013
Menjadi 4% dari DPK dalam Rupiah sejak 2 Desember 2013.
Penyesuaian dilakukan terhadap batas atas GWM LDR yang diturunkan dari 100%
menjadi 92%, sementara batas bawah tetap sebesar 78%.
Bank diharapkan dapat menjaga LDR mereka pada kisaran 78% sampai dengan 92%.
Disinsentif batas atas dikenakan kepada bank-bank yang memiliki LDR diatas 92%
dengan KPMM (Kewajiban Penyediaan Modal Minimum) atau CAR kurang dari 14%,
sementara disinsentif batas bawah dikenakan kepada bank-bank dengan LDR kurang
dari 78%. Adapun perhitungan disinsentif untuk pelanggaran terhadap batas atas atau
batas bawah dilakukan dengan mekanisme perhitungan yang ditetapkan oleh bank
Indonesia.

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN MAKROPRUDENSIAL
15
3. Transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK)
SE BI No.13/5/DPNP tgl 8 February 2011, diubah dengan SE BI No.15/1/DPNP tgl 15
Januari 2013.
Tujuan:
a. mitigasi risiko kredit melalui persaingan yang sehat pada industri perbankan;
b. meningkatkan good governance & kompetisi melalui market discipline yg lebih baik;
c. mendorong bank untuk menciptakan formulasi suku bunga kredit yg efisien &
akurat;
d. meningkatkan transparansi produk & jasa perbankan, khususnya terkait dengan
perhitungan keuntungan, risiko dan biaya; serta
e. meningkatkan perlindungan nasabah melalui mitigasi assymetric information antara
nasabah dengan bank.
Pokok ketentuan:
a. Bank wajib melaporkan kpd BI dan melakukan publikasi secara rutin atas
komponen SBDK untuk masing-masing kredit korporasi, ritel, konsumsi (KPR dan
non KPR), dan kredit mikro (melalui perubahan SE thn 2013).
b. Komponen SBDK yg wajib dilaporkan adalah harga pokok dana untuk kredit
(HPDK), biaya overhead, dan marjin keuntungan. Sedangkan risk premium tidak wajib
dilaporkan.



IMPLEMENTASI KEBIJAKAN MAKROPRUDENSIAL
16
ISSK pada Desember 2013 menunjukkan Stabilitas Sistem Keuangan berada pada
kondisi normal.
Indeks Stabilitas Sistem Keuangan (ISSK)
17
1. Ketahanan Permodalan
Paska krisis 2008 ketahanan perbankan secara umum membaik,
didukung oleh pemodalan yang cenderung tumbuh meningkat.
Perkembangan CAR Perbankan Perkembangan CAR Per Kelp. Bank
18
Ketahanan Permodalan CAR perbankan
CAR perbankan terjaga dan semakin membaik.
Perkembangan CAR Perbankan
Pola Tahunan CAR Perbankan Pola Tahunan CAR Per Kelp. Bank
19
2. Likuiditas Perbankan Perkembangan Alat Likuid Perbankan
Alat likuid perbankan masih berada pada level aman.
* AL = Kas+OM+SBN+Excess Reserve
NCD = 30% Giro+30% Tabungan+10%Deposito, treshold aman 50%
Komposisi Alat Likuid Perbankan
20
Rp T
21
Pertumbuhan kredit dan DPK mengalami penurunan sejak pertengahan 2012 terkait
perlambatan ekonomi.
3. Perkembangan Intermediasi Kredit dan DPK
Kredit
DPK
21,9%
22
Pertumbuhan Kredit Investasi dan Kredit Modal Kerja yang masih tinggi antara
lain dipengaruhi oleh kredit valas.
Perkembangan Intermediasi Kredit per Jenis Penggunaan
Kredit Per Jenis Penggunaan
Kredit Investasi per Valuta Kredit Modal Kerja per Valuta
23
Pertumbuhan Kredit Investasi dan Kredit Modal Kerja yang tinggi didorong oleh
sektor Pengangkutan, Perdagangan dan Industri.
Perkembangan Intermediasi Kredit Per-Sektor Ekonomi
Kredit Per Sektor Ekonomi
Pertumbuhan Sektor Pengangkutan terutama berasal dari subsektor pengangkutan umum dan komunikasi.
Pertumbuhan Sektor Perdagangan terutama berasal dari subsektor perdagangan dalam negeri dan eceran.
Pertumbuhan Sektor Industri terutama berasal dari subsektor industri minyak bumi, batubara dan lainnya.
24
...Sementara KPR mulai melambat terkait implementasi LTV...
Kebijakan LTV cukup efektif terhadap kredit
KPR.
Disamping itu, terlihat fenomena
announcement effect kebijakan LTV 2012 dan
2013. Kredit KPR meningkat sebagai respon
rencana LTV, dan kemudian menurun saat
kebijakan efektif berlaku.
-10
-8
-5
-3
0
3
5
8
10
0
10
20
30
40
50
J
a
n
-
1
1
A
p
r
-
1
1
J
u
l
-
1
1
O
c
t
-
1
1
J
a
n
-
1
2
A
p
r
-
1
2
J
u
l
-
1
2
O
c
t
-
1
2
J
a
n
-
1
3
A
p
r
-
1
3
J
u
l
-
1
3
O
c
t
-
1
3
YoY
MtM
YoY
MtM
Pertumbuhan Kredit KPR
Sumber : DKMP
Pertumbuhan Kredit KPR
25
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai