Anda di halaman 1dari 4

Mendesak, Integrasi Multi Bencana Dalam Tata Ruang

Sejumlahbencanabesarsepertigempabumi,anginputingbeliung,tsunamibahkanbencanalain
sepertisemburanlumpurakibatgagalnyateknologiskalabesarseakantakhentimenimpanegeriini.
Akankanketenanganitudatangsendiriatauharusdiupayakan?RoslySyamsurizal,mantanstafUNDP
proyekDRRA(PenguranganResikoBencanaAceh)yangkinijadiTAUrbanPlannerdiDMCJawaBarat
mencobamenguraikannyadengantuturpopular,tanpabermaksudmenggurui.

Rentetanbencanayangmelandanegeriiniseakantakkunjungberhenti,sepertiantrimenunggugiliran,
mulaidaribanjirbandang,banjirgenangan,anginputingbeliung,letusangunungapi,maupunbencana
utamagempadantsunamiyangtelahmenciptakanterorbagisebagianwarganegeriini.Ditambahlagi
dengan wabah dan kelaparan, serta bencana akibat gagalnya teknologi skala besar, menjadikan
kejadiankejadianbencanadinegeriinisemakinlengkap.

Kejadian bencana baik skala besar maupun skala kecil seharusnya dijadikan bahan pembelajaran
untuk kejadiankejadian bencana lainnya. Terlepas dari besar atau kecil sebuah kejadian bencana,
kehadirannya tetap akan menyengsarakan masyarakat, merusak lingkungan dan jelas ini akan
menyedotanggarannegarayangsangatbesar.Masihsegardalamingatankitakejadianbencanagempa
dan tsunami di Aceh Dan Nias pada tahun 2004/2005, 2006 tsunami di Pangandaran dan pada tahun
yangsamaGempayangmerontokkanProvinsiDI.YogyakartadanJawaTengah,kemudiankejadianbanjir
tahun2007diacehtengah,aceh utara, sigli,pidiedanlhoksuemawemenyebabkanratusanribuwarga
negara mengungsi. Dan yang barubaru saja terjadi tahun 2009 gempa yang cukup kuat merontokkan
Kabupaten Tasikmalaya dan seterusnya, serta tak terhitung banyaknya kejadian longsor, kebakaran
hutandiwilayahIndonesia.

Lantas apa yang menjadi rujukan terhadap berbagai kejadian bencana, serta bagaimana kita melihat
persoalaninikedepan.Kitaperlumelihatkembaliperanstrategistataruangdalampembangunankota
dan wilayah. Seringkali kali penyusunan tata ruang diselingkuhi secara kolektif, baik oleh penyusunnya,
pelaksana pembangunannya, maupun pembuat aturannya karena berbagai kepentingan sekelompok
yangberbeda.

Sudah menjadi kecenderungan umum bahwa perencanaan dan pengambilan keputusan seringkali
mengabaikanfaktorbencanapadapemanfaatanruang,khususnyadalamprosespenetapanperuntukan
lahan.Dibanyakinstansi,informasiyangberkaitandengankeberadaansuatupotensibencanageologis
tidakpernahdipublikasikansecaraterbukakepadamasyarakatatauapabiladipublikasikantidakpernah
sampai diketahui oleh para pembuat keputusan. Padahal suatu keputusan akan bermanfaat bagi
masyarakat apabila didasarkan atas data dan informasi yang lengkap, akurat dan dalam bentuk yang
mudahdipahami.

Mengacu pada UU no 26 tahun 2007, pasal 5 ayat 2, dijelaskan bahwa penataan ruang harus
memasukkan kawasan rawan bencana, serta diperkuat oleh UU no 27 tahun 2007 pasal 7 ayat 3
mengamanatkan pemda wajib menyusun perencanaan zonasi wilayah pesisir yang berbasis mitigasi
bencana.

Pada dasarnya Tata Ruang adalah salah satu bentuk kebijaksanaan pemerintah dalam pengembangan
wilayah/kota yang mencakup 3 proses utama; perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang pasal 1 (5) UU No 26/2007). Fungsinya menciptakan ruang wilayah
yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Begitu strategisnya fungsi penataan ruang, tidak
aneh kalau banyak oknum yang banyak ingin intervensi terhadap penyusunan tata ruang mengingat
peluangyangdiberikan,tujuandanfungsidaritataruang.

Jika kita cermati, jauh sebelumnya berbagai bencana yang melanda negeri ini, tata ruang sebenarnya
sudah memberikan perhatian yang cukup besar terhadap kejadian bencana yang bisa terjadi di suatu
wilayah/kota, hal ini dilakukan dengan menetapkan kawasan lindung bagi daerah yang berpotensi
bencana,membatasipembangunankawasanpermukimandisepanjangsempadansungai/pantai/danau
serta penetapan ratio bangunan/lantai bangunan (FAR & BCR) terhadap lahan, yang kemudian pasca
bencanabesargempadantsunami,tataruangdiperkuatdenganmitigasibencanagempadantsunami
yang bertujuan mengurangi dampak bencana gempa dan tsunami. Namun dengan semakin
meningkatnya frekuensi dan ragam kejadian bencana serta kompleksitas permasalahan yang
ditimbulkannya, menuntut semakin kuatnya integrasi multibencana kedalam tata ruang yang bisa
memberikan pertimbangan khusus terhadap kerentanan suatu wilayah serta dapat memetakan secara
spesifikagarpemanfaatanruangbisamenyesuaikandengankondisiancamanyangada.

Integrasimultibencanasecaralebihspesifikakandijelaskandalamkajianbencanageologis.Yaitudalam
bentuk konsep perencanaan tata ruang wilayah berbasis mitigasi bencana geologi. Diawali dengan
mengkajikondisigeologinya,baikyangberkaitandenganpotensisumberdayamaupunsumberbencana
kondisi geologinya. Selanjutnya adalah penetapan tata guna lahan yang didasarkan atas pertimbangan
potensisumberdayageologidankerentananterhadapbencanageologinya.Hasildaripenetapanlahan
kemudiandipakaisebagaimasukandalamprosesperencanaantataruangwilayah.

Kemudian dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah, strategi penataan ruang harus didasarkan
kepada arahan yang jelas dan terarah dalam menetapkan kawasan rawan bencana, kawasan budidaya
(permukiman,perdagangan,pusatpemerintahan,pertanian,perkebunan,dll)berbasisbencanageologi,
pengembanganbufferzonedikawasanrawanbencanageologisertapengembanganinfrastrukturyang
mendukungnya. Hal ini juga perlu disertai dengan pedoman pelaksanaan pemberdayaan masyarakat
dengantujuanagarmasyarakatselalusiapdanwaspadaapabilasewaktuwaktuterjadibencana.

Kawasanpesisirdanperbukitan:
Lantasbagaimanamekanismeintegrasimultibencanakedalamtataruang?
Hal itu dapat dilakukan dengan mengelompokan ruang wilayah menjadi 2 kelompok utama guna
memberikanarahanrencanatataruangnyayaitukawasandatar/pesisirdanberbukitbukit:

Programpenataanruangkawasanpesisir:
Menetapkan peruntukan ruang wilayah yang mempunyai tingkat kerentanan terhadap potensi
geologi, peruntukan ruang untuk keperluan berbagai fungsi ruang serta infrastruktur yang
memadai yang berguna terutama dalam proses evakuasi dan tindakan penyelamatan apabila
terjadibencanageologi.
Mendeliniasi wilayah rentan terhadap bencana gempa bumi dengan cara mambuat peta
mikrozonasi yang akan menjadi acuan dalam di dalam pembuatan dan penetapan peraturan
mengenai konstruksi bangunan (building code), menetapkan mengawasi dan melaksanakan
secarakonsistendankosekuensemuaperaturanyangberkaitandengankodebangunan.
Menetapkan garis sempadan pantai, yang diukur dari air pasang tertinggi terhadap jarak
minimalkawasanpermukiman.
Mendeliniasi wilayah rentan terhadap bahaya banjir baik siklus banjir tahunan, lima tahunan,
sepuluh tahunan,hingga banjir25tahundan disertaidengan peraturanyang berkaitan dengan
konstruksi bangunan dan infrastrukturnya, termasuk wilayah rentan terhadap tsunami dengan
cara membuat peta zona bathimetry hingga kearah pesisir dan bagian dataran hingga
ketinggian20meterdiataspermukaanlautyangakanmenjadiacuanpembuatandanperaturan
daerahmengenaizonasikerentananterhadaptsunami.

Sedangkanprogrampenataanruangkawasanperbukitanharusmempertimbangkan:
Menetapkan peruntukan ruang wilayah yang mempunyai tingkat kerentanan terhadap gempa
bumi dan longsoran tanah serta peruntukan ruang untuk keperluan berbagai fungsi ruang
termasuk infrastruktur yang memadai yang berguna terutama dalam proses evakuasi dan
tindakanpenyelamatanapabilaterjadibencanageologi.
Mendeliniasiwilayahrentanterhadapbahayageologidengancaramembuatpetazonasirentan
bencanageologiyangakanmenjadiacuandalampembuatandanpenetapanperaturandaerah
mengenai kode bangunan, melaksanakan dan menetapkan wilayah rentan terhadap bahaya
longsoran tanah dengan cara membuat peta kerentanan longsoran tanah dan kestabilan lahan
yang akan menjadi acuan di dalam pembuatan dan penetapan peraturan daerah mengenai
keamanan terhadap longsoran, menetapkan, mengawasi dan melaksanakan secara konsisten
dan konsekuen semua peraturan yang berkaitan dengan kode bangunan terhadap bahaya
longsorantanah.

Pertanyaan untuk diri kita dan seluruh pelaku RekompakJRF, apakah analisis kebencanaan yang
memperhatikan aspek penataan ruang dan bangunan (RTBL) telah mendapatkan porsi yang cukup
intensif dan serius dalam penyusunan RPP (Rencana Penataan Permukiman)?. Dan, sejauh mana
masyarakat memahami dan terlibat langsung dalam merencanakan serta melaksanakan penataan
lingkungansendirimenujupermukimanyanglebihbaik,sehatdanresponsifterhadapbencana.Penting
jugauntukdipastikanbahwadokumenRPPyangdisusunitupadaprinsipnyaadalahidemasyarakatdan
harus disosialisasikan kembali pada masyarakat, sehingga sesuai dengan pendekatan program kita,
REKOMPAKyangberbasiskomunitas,daridanuntukmasyarakat.

Sumber:RoslySyamsurizal
Jabatan:TenagaAhliUrbanPlannerDMCJawaBarat
Email:rosly_syamsurizal@yahoo.com
Editedby:AH&MT/SosinfoNMCRekompakJRF

Anda mungkin juga menyukai