Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
I.I. Pendahuluan
Populasi penduduk dunia meningkat secara dramatis dari 6 milyar pada tahun 2000
menjadi 7 milyar pada pertengahan 2012 dan diprediksi akan menjadi 8 milyar pada tahun
2025 (Population Reference Bureau, 2012). Peningkatan tersebut membewa konsekuensi
naiknya permintaan sumber bahan pangan. Udang dan produk perikanan lainnya berpotensi
menjadi sumber bahan pangan karena memiliki nilai protein tinggi, mikronutrien penting
untuk kesehatan manusia dan keseimbangan nutrisi.
Salah satu produk perikanan yang banyak diminati oleh masyarakat dunia adalah
udang. Oleh karena itu, udang menjadi komoditas unggulan perikanan budidaya dengan
prospek yang cerah. Kawasan Pesisir Indonesia memilik ekosistem yang cocok bagi
pengembangan kegiatan budidaya udang di tambak air payau. Saat ini, jenis udang yang
banyak dibudidayakan di tambak air payau adalah udang Vannamei. Hal ini dikarenakan
udang Vannamei merupakan jenis udang yang tidak mudah terserang oleh penyakit.
Udang Vannamei (Litopaneus vannamei) merupakan udang asli perairan amerika
latin. Sejak 4 dekade terakhir budidaya udang ini mulai merebak dengan cepat kekawasan
Asia seperti Taiwan, Cina, dan Malaysia, bahkan kini di Indonesia (Hilman, 2006). Udang
Vannamei masuk ke Indonesia pada tahun 2001. Kehadiran udang vannamei diakui sebagai
penyelamat dunia pertambakan udang di Indonesian. Petambak mulai bergairah kembali
begitu juga dengan para operator pembenih udang. Awal mula pembudidayaan udang
Vannamei dilakukan di Jawa Timur dan memperoleh keuntungan yang cukup memuaskan
sehingga petambak di luar Jawa Timur sangat antusias untuk membudidayakan udang
Vannamei, bahkan hampir 90% petambak mengganti komoditas udang Windu menjadi udang
Vannamei. Hal ini dikarenakan produksi udang Windu yang sedang berkembang pada saat itu
mengalami penurunan karena serangan penyakit dan virus terutama bercak putih (White
Syndrome Virus).
Perkembangan budidaya udang Vannamei juga terjadi di daerah Pantai Selatan Pulau
Jawa khususnya wilayah Bantul. PT Indokor Bangun Desa merupakan perusahaan perintis
budidaya udang pada wilayah ini. Saat ini juga terdapat tambak-tambak rakyat yang banyak
dikembangkan di sekitar pantai.
I.II. Tujuan
1. Meningkatkan pengetahuan mahasiswa teknik budidaya udang putih
(L.vannamei) di tambak air payau.
2. Menigkatkan pengetahuan mahasiswa mengenai sistem dan teknologi budidaya
perairan payau yang digunakan di PT Indokor Bangun Desa dan Tambak Masyarakat
3. Mengetahui sarana dan prasarana untuk kegiatan budidaya udang putih (L. vannamei).

I.III. Manfaat
1. Mahasiswa dapat mengetahui teknik budidaya udang putih (L.vannamei) pada
tambak air payau secara nyata di lapangan.
2. Mahasiswa dapat mengetahui sistem dan teknologi budidaya perairan payau yang
digunakan di PT Indokor Bangun Desa dan Tambak Masyarakat.
3. Mahasiswa dapat mengetahui sarana dan prasarana yang dibutuhkan pada kegiatan
budidaya udang putih (L.vannamei) pada tambak air payau.


I.IV. Waktu Pelaksanaan
Praktikum ini dilaksanakan pada :
Waktu : 31 Mei 2014
Tempat : PT Indokor Bangun Desa dan Tambak Masyarakat di Dusun Kuwaru,
Desa Poncosari, Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul,
Yogyakarta.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kawasan pesisir Indonesia memiliki ekosistem yang cocok bagi pengembangan
kegiatan budidaya udang di tambak air payau. Pengoperasian tambak udang biasanya
dikembangkan di daerah pasang surut. Di kawasan tersebut tersedia air setinggi 0,8-1,5 m
selama periode rata-rata pasang tinggi, yang dapat digunakan untuk budidaya udang dan
untuk pengeringan secara sempurna pada saat diperlukan (BPPT 1995).
Udang adalah komoditas unggulan perikanan budidaya yang berprospek cerah. Udang
termasuk komoditas budidaya yang sudah dikenal dan sangat diminati oleh masyarakat.
Udang Vannamei dikenal sebagai komoditas budidaya air payau. Selama ini, udang
Vannamei yang menjadi salah satu penghasil devisa negara non migas banyak dibudidayakan
di wadah tambak (Fardiansyah, 2012).
Teknik pemeliharaan udang dibagi dalam 2 jenis, yaitu sistem ekstensif atau
tradisional dan sistem intensif. Tambak ekstensif atau tradisional adalah tambak yang sistem
pengelolaannya benar-benar bergantung pada kemurahan alam. Benih udang dimasukkan ke
dalam tambak bersamaan dengan pengisian air tambak. Jadi benih tersebut benar-benar
dijebak dan dibiarkan dalam waktu tertentu kemudian ditangkap/dipanen. Karena itu, tambak
berisi puluhan atau bahkan ratusan spesies udang dan ikan laut. Padat penebaran pada tambak
tradisional ditingkatkan hingga mencapai 15 ekor/m2 dengan persiapan tambak yang baik,
meliputi pengeringan, pembajakan, pemupukan dan pengapuran. Udang dapat diberi pakan
tambahan secukupnya selama 3 4 hari sekali. Hasil panen dapat mencapai 800 900
kg/ha/musim. Sedangkan tambak intensif dibuat dengan ukuran antara 0,2 0,5 ha per
petakan tambak, untuk memudahkan pengelolaan air dan pengawasannya. Budidaya secara
intensif menerapkan padat penebaran tinggi dan pengelolaan optimal. Padat penebaran udang
windu antara 30 50 ekor/m2 dan udang vanname antara 40 100 ekor/m2. Pemberian
pakan dilakukan 4 6 kali sehari. Hasil panen yang diharapkan adalah 6 10 ton/ha/musim
untuk udang Vannamei (Kordi, 2010).
Menurut Wiban dan Sweeney (1991), taksonomi udang Vannamei sebagai berikut:
Phylum : Arthropoda
Class : Crutacea
Sub class : Malacostraca
Series : Eumalacostraca
Super ordo : Eucarida
Ordo : Decapoda
Sub ordo : Dendrobrachiata
Infra ordo : Penaeidea
Super famili : Penaeioidea
Famili : Pemaeidae
Genus : Peneaeus
Sub genus : Litopenaeus
Species : Litopenaeus Vannamei
Udang Vannamei termasuk crustacea, ordo decapoda seperti halnya udang lainnya,
lobster dan kepiting. Dengan kata lain decapoda dicirikan mempunyai 10 kaki, carapace
berkembang baik menutup seluruh kepala. Udang paneid berbeda dengan decapoda lainnya.
Udang Vannamei termasuk genus penaeus dicirikan oleh adanya gigi pada rostrum bagian
atas dan bawah, mempunyai dua gigi dibagian ventral dari rostrum dan gigi 8-9 di bagian
dorsal serta mempunyai antena panjang (Elovaara, 2001).
Tambak biocrete berasal dari kata latin bios dan crete (kata Inggris concrete), artinya
spesi beton atau plesteran. Istilah biocrete ini dimaksudkan sebagai penciri penggunaan spesi
antara ijuk,pasir, dan semen yang dijadikan pelapis penutup dinding lereng pematang
tambak/saluran pada pembangunan tambak udang di lahan berpasir. Sistem tambak biocrete
ini dikembangkan atas dasar beberapa pertimbangan, antara lain :
- Lahan tambak udang di areal hutan mangrove kurang mantap dalam menunjang
kelestarian/kepastian saluran sistem produksi lahan tambak udang ke arena penurunan
kualitas dasar tambak.
- Tanah pasir yang didominasi oleh partikel pasir, pada dasarnya miskin bahan organic serta
bukan merupakan habitat mikroba organic patogen sehingga cukup baik sebagai substrat
tambak udang.
- Tanah pasir umumnya tidak produktif untuk usaha tanaman pangan, maka apabila
dimanfaatkan sebagi lahan tambak akan meningkatkan nilai guna lahan.
- Pengembangan tambak udang di lahan pasir akan membantu dalam mengurangi
kemungkinan tekanan ekologi hutan mangrove akibat dikonversikan sebagai tambak
udang.
BAB III
PEMBAHASAN
III.I. PT Indokor Bangun Desa
A. Keadaan Umum PT Indokor Bangun Desa
PT Indokor Bangun Desa beralamat di dusun Kuwaru, desa Poncosari, kecamatan
Srandakan, kabupaten Bantul. Sebelah selatan perusahaan ini berbatasan langsung dengan
Lut Selatan, sebelah utara dan barat berbatasan dengan dusun Kuwaru, dan sebelah timur
berbatasan dengan dusun Cangkringan. Lokasi perusahaan berjarak 200 m dari garis pantai
dengan elevasi 5 m dari permukaan air laut. Luas area tambak 20 ha dengan lahan yang
sudah dimanfaatkan sebesar 7,5 ha. Kawasan tambak terdapat pada daerah coastal supratidal
dengan sekeliling tambak berupa gundukan pasir dan vegetasi. Vegetasi yang dominan adalah
pohon cemara yang berfungsi sebagai penahan angin dan abrasi. Sebelah utara tambak
terdapat sungai yang pada musim kemarau merupakan lahan tanaman dan pada musim
penghujan akan terisi oleh air.
Lahan yang digunakan merupakan Sultan Ground yang pada awalnya digunakan oleh
penduduk sebagai lahan pertanian. Sebagai kompensasi atas pengalihfungsian lahan yang
awalnya sebagai lahan pertanian, perusahaan memberi ganti rugi sebesar 10% dari laba untuk
bendahara desa dan keluarga yang lahannya tergusur. Ganti rugi ini biasa disebut magersari.
Konstruksi tambak yang digunakan adalah biocrete. Konstruksi ini memadukan antara semen
dan bambu. Bambu digunakan sebagai kerangka yang kemudian diberi semen sehingga
menjadi beton dan digunakan sebagai dinding tambak. Bagian dasar tambak menggunakan
plastic PE (Polyethylene) sehingga tidak terjadi peresapan air laut ke darat.
PT Indokor Bangun Desa merupakan perusahaan yang pada awalnya bergerak dalam
bidang pembenihan dan pembesaran udang putih (Litopenaeus vannamei), namun saat ini
perusahaan ini hanya bergerak dalam usaha pembesaran udang saja. Perusahaan tersebut
membeli benur udang putih (L. vannamei) dari balai benih di berbagai tempat seperti PT
Global Gen Indonesia Situbondo, STP Anyer, BLK (Balai Latihan Kerja) Lampung, dan PT
Prima Larvae Lampung. Komoditas yang dikembangkan pada awalnya adalah udang windu,
akan tetapi setelah banyak penyakit yang menyerang udang windu serta lambatnya
pertumbuhan dan rendahnya padat tebar, maka perusahaan mengganti komoditas usahanya
menjadi udang vannamei.
PT Indokor Bangun Desa merupakan suatu anak perusahaan yang dimiliki oleh PT
Indokor Indonesia. PT Indokor Bangun Desa dibangun tahun 1999 dan selesai serta dapat
berfungsi pada tahun 2000. Sebelumnya PT Indokor Bangun Desa membuat kolam percobaan
di daerah Pantai glagah Kabupaten Kulonprogo dan setelah pembangunan sarana dan
prasarana perusahaan selesai semua aktivitas budidaya dilakukan di PT Indokor Bangun
Desa. PT Indokor Bangun Desa pada awalnya terdiri dari dua divisi, yaitu divisi tambak dan
divisi hatchery yang masing-masing dipegang oleh satu manajer. Divisi tambak memiliki 20
petak tambak ukuran 60x60 m
2
dan 4 petak kecil ukuran 30x60 m
2
, sedangkan divisi hatchery
sudah tidak lagi beroprasi dan 8 petak kolam yang digunakan pada hatchery sekarang
dimanfaatkan sebagai kolam aklimatisasi benih yang didatangkan dari hatchery.
Sarana dan prasarana untuk kegiatan perusahaan meliputi sarana penyediaan sumber
air, sarana produksi, sarana pendukung usaha, serta sarana dan prasarana teknis budidaya.
Sumber air yang digunakan ada dua, yaitu sumber air tawar dan sumber air laut. Sumber air
tawar berasal dari sumur deep well yang terletak di utara SWI (Sea Water Intake) sedangkan
sumber air laut berasal dari pipa yang ditanam di pinggir laut.
B. Kegiatan Budiaya di PT Indokor Bangun Desa
Salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan pertambakan udang adalah
ketepatan pemilihan lokasi. Kekeliruan pemilihan lokasi akan menyebabkan membengkaknya
kebutuhan modal, tingginya biaya operasi, rendahnya produksi dan munculnya masalah
lingkungan. Pengalaman membuktikan bahwa lokasi pertambakan, teknologi yang diterapkan
dan pola sebaran tambak di suatu kawasan pantai akan berdampak luas terhadap mutu
lingkungan, stabilitas produksi tambak dan keuntungan ekonomi usaha pertambakan (BPPT,
1995).
PT Indokor Bangun Desa beralamat di dusun Kuwaru, desa Poncosari, kecamatan
Srandakan, kabupaten Bantul. Sebelah selatan perusahaan ini berbatasan langsung dengan
Lut Selatan, sebelah utara dan barat berbatasan dengan dusun Kuwaru, dan sebelah timur
berbatasan dengan dusun Cangkringan. Lokasi perusahaan berjarak 200 m dari garis pantai
dengan elevasi 5 m dari permukaan air laut. Luas area tambak 20 ha dengan lahan yang
sudah dimanfaatkan sebesar 7,5 ha. Kawasan tambak terdapat pada daerah coastal supratidal
dengan sekeliling tambak berupa gundukan pasir dan vegetasi. Vegetasi yang dominan adalah
pohon cemara yang berfungsi sebagai penahan angin dan abrasi. Sebelah utara tambak
terdapat sungai yang pada musim kemarau merupakan lahan tanaman dan pada musim
penghujan akan terisi oleh air.
Konstruksi tambak yang digunakan adalah biocrete. Konstruksi ini memadukan antara
semen dan bambu. Bambu digunakan sebagai kerangka yang kemudian diberi semen
sehingga menjadi beton dan digunakan sebagai dinding tambak. Bagian dasar tambak
menggunakan plastic PE (Polyethylene) sehingga tidak terjadi peresapan air laut ke darat.
Tambak biocrete berasal dari kata latin bios dan crete (kata Inggris concrete), artinya spesi
beton atau plesteran. Istilah biocrete ini dimaksudkan sebagai penciri penggunaan spesi
antara ijuk,pasir, dan semen yang dijadikan pelapis penutup dinding lereng pematang
tambak/saluran pada pembangunan tambak udang di lahan berpasir. Sistem tambak biocrete
ini dikembangkan atas dasar beberapa pertimbangan, antara lain :
- Lahan tambak udang di areal hutan mangrove kurang mantap dalam menunjang
kelestarian/kepastian saluran sistem produksi lahan tambak udang ke arena penurunan
kualitas dasar tambak.
- Tanah pasir yang didominasi oleh partikel pasir, pada dasarnya miskin bahan organic
serta bukan merupakan habitat mikroba organic patogen sehingga cukup baik sebagai
substrat tambak udang.
- Tanah pasir umumnya tidak produktif untuk usaha tanaman pangan, maka apabila
dimanfaatkan sebagi lahan tambak akan meningkatkan nilai guna lahan.
- Pengembangan tambak udang di lahan pasir akan membantu dalam mengurangi
kemungkinan tekanan ekologi hutan mangrove akibat dikonversikan sebagai tambak
udang.
Teknik budidaya yang digunakan dalam usaha pembesaran udang vannamei di PT
Indokor Bangun Desa yaitu teknik budidaya secara intensif meliputi:
a. Persiapan Tambak
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam persiapan tambak meliputi pengeringan dan
pencucian dasar tambak, penyiangan tumbuhan di dasar tambak, evaluasi plastic dasar dan
pematang tambak, perataan dasar tambak, pembersihan dan penutupan caren, persiapan dan
pembenahan central drainage, pembenahan jembatan bambu, pemasangan skat balk,
pemasangan kincir air, pemasangan screen/saringan pada pipa inlet, pengapuran dan
pemupukan dasar tambak, dan pengisian air pada petak tambak. Berikut adalah perincian
mengenai beberapa hal tersebut :
1. Pengeringan tambak dan pencucian dasar tambak
Pengeringan dan pencucian tambak dilakukan dengan maksud agar bakteri atau
penyakit yang terdapat pada tambak mati. Pengeringan dan pencucian tambak juga
dapat mempermudah dalam pembersihan kolam. Pengeringan dan pencucian tambak
di lahan berpasir sangat mudah dilakukan dibandingkan dengan lahan berlempung
atau liat karena sifat tanah yang porus sehingga pergerakan air lancar dan dasar
tambak cepat kering.
2. Penyiangan tumbuhan yang tumbuh di dasar tambak
Penyiangan tumbuhan yang muncul di dasar tambak dilakukan secara situasional.
Apabila rumput ataupun tumbuhan banyak tumbuh di dasar tambak maka penyiangan
dlakukan karena tumbuhan yang muncul tersebut dapat mengganggu konstruksi
tambak (plastik bocor) maupun kegiatan budidaya. Tambak yang lama terbengkalai
setelah panen biasanya ditumbuhi oleh rumput di dasar tambak.
3. Evaluasi plastik dasar tambak dan pematang tambak
Tambak setelah pemakaian biasanya harus dievaluasi plastik yang digunakan sebagai
pelapis tambak. Lapisan plastik terdiri dari dua bagian, yaitu pada dasar dan
pematang. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui kebocoran plastik ataupun kondisi
plastik setelah dipakai selama budidaya dan akan dipakai lagi. Apabila kebocoran
terjadi maka akan mempengaruhi kebutuhan air budidaya karena terjadi rembesan air
yang cukup banyak. Kebocoran yang terjadi biasanya diakibatkan oleh sobeknya
plastik karena pengaruh lamanya umur pemakaian plastik dan tekanan tang dibesikan
air serta pengaruh kincir. Faktor kebocoran yang lain yaitu tersingkapnya plastik dasar
tambak akibat kincir maupun ketika proses pemanenan. Selain masalah plastik dasar
tambak, masalah lain yang kerap kali muncul yaitu longsornya pematang sehingga
plastik pematang tidak dapat berfungsi dengan baik. Masalah tersebut banyak
terjadiketika musim hujan. Hal itu karena ketika musim hujan pematang banyak
mendapat tekanan air hujan yang mengintrusi ke dalam pematang. Selain intrusi air,
faktor penyebab kelongsoran yaitu adanya gempa bumi atau faktor alam lainnya
seperti yang terjadi pada bulan Mei tahun 2006 kemarin yang mengakibatkan
pematang retak dan akhirnya longsor.
4. Perataan pasir dasar tambak
Kondisi pasir dasar tambak setelah digunakan untuk budidaya biasanya mengalami
pengikisan dan pemusatan pasir serta limbah pada tengah tambak sekitar central
drainage. Perpindahan pasir dan limbah ke tengah tersebut disebabkan oleh
penggunaan kincir air sebagai penggerak badan air dan pensuplai oksigen.
Perpindahan pasir dan limbah tersebut dapat mempengaruhi kondisi plastik dasar
tambak. Apabila pasir yang menutup plastik habis, maka plastik dapat tersingkap
sehingga terjadi kebocoran. Biasanya pasir yang berada di tepi kolam akan mengalami
erosi dan berkumpul di tengah- tengah. Pasir tersebut kemudian diratakan kembali
dan digunakan untuk menutup bagian plastik yang terbuka. Selain untuk menutup
bagian plastik yang terbuka, perataan pasir dasar tambak juga berguna dalam
pembalikan pasir sehingga air dapat masuk ke dalam pasir dan mencuci pasir. Adanya
pembalikan pasir dasar tersebut dapat membantu penyebaran bahan organik sehingga
perombakan berlangsung secara merata dan bagus.
5. Pembersihan dan penutupan caren
Caren merupakan bagian terpenting dalam tambak budidaya. Selain sebagai
pendukung dalam pengeringan kolam juga untuk mengumpulkan udang ketika
pemanenan sehingga dapat terkumpul dan keluar pada output dan kemudian masuk ke
jaring kondom. Persiapan caren biasanya dengan membersihkan caren dari pasir
maupun limbah budidaya. Setelah kondisi caren bersih, kemudian caren ditutup
dengan balok semen sebagai penutup caren. Penutupan tidak dilakukan pada semua
badan caren. Bagian caren yang berhubungan dengan pemecah air yang berada pada
bawah input tidak ditutup karena sebagai jalur masuknya air ketika pengisian
sehingga ketika pengisian, air yang merendam bermula dari tengah tambak.
6. Pembenahan dan persiapan central drainage
Pembenahan dan persiapan central drainage dilakukan untuk mempermudah sirkulasi
air. Pipa paralon (matahari) biasanya ketika panen dilepas untuk dibersihkan karena
banyak sisa moultingan udang. Selain itu, pipa paralon biasanya juga berlumpur dan
berlumut sehingga apabila dibiarkan saja akan menyumbat paralon.
7. Pembenahan jembatan bambu
Jembatan bambu merupakan bagian penting dalam aksesibilitas ke central drainage.
Pembenahan jembatan bambu dilakukan secara situasional. Perbaikan dilakukan
apabila jembatan bambu tidak layak pakai lagi. Pembuatan atau perbaikan jembatan
bambu yaitu dengan menyusun empat buah bambu secara sejajar dan mengikatnya.
Perbaikan dilakukan di jalan pematang tambak maupun lahan yang luas. Setelah
rangkaian jembatan bambu jadi kemudian dipasang pada tiang penyangga berbentuk
huruf T yang terdapat pada tambak.
8. Pemasangan skat balk
Skat balk merupakan bagian yang penting dalam tambak karena berfungsi sebagai
pintu air dan pembendung air. Skat balk terdiri dari dua bagian (skat balk luar dan
dalam) dan tersusun atas beberapa bagian. Bagian dalam merupakan kayu skat balk,
kemudian dilapisi oleh plastik. Setelah pemberian plastik pada lapisan dalam dan
lapisan luar kemudian ditengah-tengah diberi pasir sehingga plastik yang berada
diantara skat balk luar dan dalam dapat tertekan sehingga rapat dan tidak terjadi
rembesan.
9. Pemasangan kincir air
Kincir air ketika panen biasanya ditepikan untuk mempermudah pemanenan.
Persiapan kincir air dilakukan dengan membersihkan kincir air dari lumut sehingga
kincir dapat berputar dengan baik. Kincir yang sudah dibersihkan kemudian dipasang
secara diagonal dan jarak sisi kincir sama sehingga air dapat bergerak memutar.
Pergerakan air dibuat sesuai dengan arah jarum jam sehingga plastik dasar tambak
tidak tersingkap. Pembenahan posisi kincir biasanya dilakukan setelah pengisian air
karena lebih mudah. Setiap petakan tambak biasanya terdapat delapan (8) kincir air.
Apabila dirasa kurang, maka ditambah dua (2) kincir lagi sehingga berjumlah sepuluh
(10).
10. Pemasangan screen/saringan pada pipa inlet
Screen/saringan yang terdapat pada bak tandon biasanya kurang rapat sehingga ada
benih ikan nila yang masuk kedalam perakan tambak. Lumut juga biasanya tumbuh
pada saluran irigasi sehingga dibutuhkan screen/saringan pada pipa inlet. Saringan
tersebut dipasang dan diikat pada pipa sehingga air yang masuk ke petak tambak tidak
membawa kotoran, klekap maupun ikan sehingga budidaya tidak terganggu.
11. Pengapuran dan pemupukan dasar tambak
Pengapuran dan pemupukan dasar tambak dilakukan secara situasional. Apabila
kondisi dasar tambak kurang bagus maka dilakukan pengapuran dan pemupukan, akan
tetapi apabila kondisi dasar tambak masih bagus hanya dilakukan pembalikan tanah.
Pengapuran dan pemupukan awal biasanya menggunakan bahan sebagai berikut:
12. Pengisian air pada petak tambak
Air merupakan media yang penting dalam usaha budidaya. Pengisian air budidaya
harus diperhatikan. Pengisian air biasanya membutuhkan waktu 2 3 hari tergantung
banyaknya stok air di reservoar dan penggunaan air ke tambak yang lainnya. Semakin
banyak stok air yang terdapat di reservoar dan semakin sedikit penggunaan air ke
tambak lainnya maka pengisian semakin cepat. Setiap pengisian air setinggi 10 cm
membutuhkan waktu 4 jam. Pengisian air pada tahap pengisian pertama yaitu
setinggi 0,8 m. Pengisian dilakukan biasanya ketika dekat waktu penebaran. Apabila
pengisian dilakukan jauh-jauh hari sebelum penebaran maka ditakutkan akan tumbuh
lumut dan terjadi drooping plankton.
b. Penyediaan dan Penebaran Benur
Benur yang digunakan dalam usaha budidaya dibeli dari perusahaan hatchery. Awal
pembangunan sebenarnya ada divisi hatchery, akan tetapi karena suatu hal usaha pembenihan
hannya mampu menghasilkan benih sampai tahap naupli saja, kemudian mati. Benur
biasanya dibeli dari PT. WAS Situbondo, TWM Anyer, BLK Lampung dan yang terakhir
membeli benur dari PT Prima Larvae Lampung. Pengangkutan benur dari lampung ataupun
tempat lainnya dilakukan dengan jasa kargo pesawat dan diambil dibandara Adisucipto
menggunakan truk. Pengemasan benur dilakukan pada plastik-pastik yang dimasukkan dalam
stearofoarm yang masing-masing stearofoarm berisi 6 plastik. Ukuran benur yang dibeli
biasanya PL 9 PL 15 dengan salinitas 27-30 ppt. Benur yang digunakan berasal dari BLK
Lampung, TWM Anyer Bali, PT WAS Situbondo dan yang paling baru menggunakan benur
dari Prima Larvae Lampung dengan ukuran benur yang dibeli PL 9 PL 15.

Benur yang sudah datang kemudian dilakukan sampling. Sampling dilakukan dengan
membuka dua (2) buah plastik benur yang diambil secara acak dan dihitung jumlah benur
yang masih hidup sebagai estimasi banyaknya benur pada tiap kantong. Setelah sampling
kemudian dilakukan aklimatisasi benur sebelum ditebar. Aklimatisasi dimaksudkan untuk
adaptasi suhu dan lingkungan yang baru sehingga tidak banyak benur yang mati.
Biasanya salinitas benur tinggi berkisar antara 27 30 ppt sehingga perlu dilakukan
aklimatisasi sebelumnya karena salinitas air tambak berkisar antara 6 ppt. Aklimatiasi
dilakukan selama 7 11 hari tergantung salinitas benur apakah sudah sesuai atau masih
berbeda. Proses aklimatisasi dilakukan dengan cara pengenceran air laut menggunakan air
yang berasal dari reservoar yang nantinya digunakan sebagai media hidup pada tambak.
Aklimatisasi penurunan salinitas dilakukan pada bak berukuran 4 x 4 meter dengan
kedalaman air 90 cm. Sebelum digunakan untuk aklimatisasi air kolam dipersiapkan dan di
treatment sehingga subur dan tidak membahayakan. Setelah benur memiliki salinitas yang
sama dengan salinitas tambak (biasanya 7-11 hari) maka dilakukan pemanenan benur.
Pemanenan benur biasanya dilakukan pada malam hari sehingga tingkat stress benur tidak
terlalu besar dan fluktuasi suhu antara kolam aklimatisasi dan tambak tidak jauh berbeda.
Sebelum dilakukan pemanenan benur, level air diturunkan dengan cara membuang air dengan
selang ukuran 3 inch yang sudah diberi saringan sehingga benur tidak tersedot keluar.
Penurunan level air dilakukan hingga ketinggian 60 cm. Selain penurunan level air juga
dilakukan persiapan tempat untuk melakukan sampling dan pengepakan.
Setelah tempat packing benur disiapkan kemudian dilakukan proses pemanenan. Proses
pemanenan benur dilakukan sebagai berikut:
1. Memasang jaring kantong panen benur ke pipa outlet kolam pada bak panen.
2. Pipa outlet kemudian dibuka dan benur yang berada pada jaring kantong dijaring
kemudian dimasukkan kedalam ember yang berisi air kolam.
3. Mengangkut benur dalam ember dan memasukkan ke tempat penampungan benur
yang sudah dipersiapkan.
4. Setelah air kolam aklimatisasi kemudian dicuci dengan air yang berasal dari reservoar
sehingga benur yang terdapat dalam kolam tidak tersisa dan dipanen semuanya.
5. Melakukan sampling jumlah benur dalam satu chanting sehingga dapat mengetahui
asumsi kisaran jumlah benur dalam tiap kantong packing dan dapat menghitung
jumlah total benur dan SR nya.
6. Packing atau memasukkan benur kedalam kantong kemudian diberi oksigen dan di
tali.
Benur yang telah di packing kemudian diangkut ke petakan tambak yang akan ditebari benur.
Petakan tambak biasanya sudah dipersiapakan beberapa hari sebelum tebar benur. Benur dari
area aklimatisasi ke area tambak diangkut dengan mobil pick up. Benur hasil panen berumur
antara PL 16 PL 25. Padat penebaran tiap tambak berbeda beda. Benur yang sudah terdapat
di area tambak kemudian siap ditebar. Penebaran benur sebagai berikut:
1. Meletakkan plastik kantong benur kedalam air tambak.
2. Membiarkan plasti selama 5 menit.
3. Membuka plastik sekaligus memasukkan air tambak ke dalam plastik kemudian
menuang benur secara cepat sehingga tidak terdapat benur yang tertinggal dalam
plastik.
c. Manajemen Pemberian Pakan
Pakan yang diberikan adalah pelet udang Irawan. Kandungan dalam pelet ini antara lain
tepung ikan, tepung udang , tepung cumi, minyak ikan, tepung terigu, bungkil, kedelai,
kolesterol, phospholipid, vitamin dan mineral. Metode dan dosis pemberian pakan sudah
tecantum di tabel pada wadah pellet.Frekuensi pemebrian pakan dilakukan sebanyak 2-6 kali.
Udang yang telah mencapai lebih dari satu (1) satu bulan frekuensi pemberian pakan
ditingkatkan hingga 6 kali dengan selang waktu 4 jam (pukul 05.00, pukul 09.00, pukul
13.00, pukul 17.00, pukul 21.00 dan pukul 01.00 WIB). Pemberian pakan disesuaikan dengan
tabel kebutuhan pakan udang yang digunakan sebagai pedoman pemberian pakan. Pemberian
pakan dikontrol dengan metode anco sehingga pakan yang diberikan dapat diketahui apakah
kurang ataupun sisa. Apabila kurang pakan bisa ditambah lagi dan apabila sisa maka pakan
dapat dikurangi sehingga pemberian pakan efektif. Pengecekan anco dapat dilakukan setelah
30 menit hingga 2 jam sesuai dengan tabel pemeriksaan dan standar pakan sampel dalam
anco yang digunakan. Penggunaan metode anco dan tabel dilakukan setelah benur berumur
30 hari dalam petak tambak. Ketika benur berumur kurang dari 30 hari pemberian pakan
dilakukan dengan metode full feed.
d. Manajemen Kualitas Air
Salah satu hal yang perlu mendapat perhatian secara serius dalam budidaya udang adalah
masalah kualitas air. Udang merupakan spesies yang sensitif terhadap perubahan kualiatas
air. Beberapa manajemen kualitas air yang diterapkan di PT Indokoor Bangun Desa antara
lain :
1. Penggunaan kincir
Kincir merupakan salah satu faktor produksi yang berperan dalam menjaga
kandungan oksigen dalam air tambak. Selain untuk menjaga ketersediaan oksigen
juga untuk mendifusikan amonia ke udara serta untuk melokalisir lumpur sehingga
terkumpul di tengah central drainage.
2. Central drainage dan penyiphonan
Central drainage sangat berguna dalam penyiponan. Lumpur dan limbah produksi
yang dihasilkan selama budidaya yang terkumpul disekitar central drainage kemudian
disiphon dengan selang siphon dan dibuang melalui central drainage.Usaha untuk
mencegah supaya udang tidak lepas ketika disiphon ataupun udang yang mati bisa
terkumpul yaitu pada pipa pembuangan di bak panen diberi jaring kondom dengan
ukuran kecil. Penyiphonan biasanya dilakukan beberapa jam setelah pemberian pakan.
3. Penggunaan probiotik.
Probiotik sangat membantu merombak bahan organik dan amonia yang terdapat
dalam air tambak. Selain itu, probiotik juga membantu dalam memanajemen plankton
yang ada. Probiotik yang digunakan dalam usaha budidaya antara lain Vetmix
Aquavit dan Thionil. Aplikasi pemberian probiotik dilakukan sesuai kebutuhan
tambak.
4. Pergantian air
Pergantian air dilakukan setiap hari supaya sisa bahan organik akibat pakan dapat
terbuang dan mencegah agar plankton yang terdapat dalam petak tambak tidak
blooming. Pergantian air juga dimaksudkan untuk menjaga kecerahan air. Pergantian
air dilakukan sebanyak 10 20 % dari volume air tambak.
5. Pemupukan dan pengapuran.
Pemupukan dan pengapuran merupakan salah satu aplikasi budidaya yang sangat
berperan dalam manajemen kualitas air. Kapur dapat digunakan sebagai pengontrol
pH air dan juga sbagai nutrien bagi plankton. Kapur protech yang digunakan dalam
pemeliharaan selain sebagai pengontrol pH juga dapat berperan sebagai nutrien
bakteri nirtobacter sehingga bakteri tersebut dapat tumbuh dan merombak nitrit yang
ada dalam air budidaya. Pupuk digunakan sebagai nutrien plankton sehingga
kebutuhan plankton akan unsur hara terpenuhi. Adanya kontrol unsur hara tersebut
diharapkan plankton yang dapat tumbuh hanya jenis tertentu.
e. Hama dan Penyakit
Berdasarkan keterangan yang disebutkan oleh manajer produksi, hsmapai saat ini belum ada
hama dan penyakit yang menyerang tambak budidaya udang vaname PT indokoor. Dahulu
pernah terjadi kematian udang, namun setelah dicek ternyata bukan disebabkan oleh
penyakit. Penyebab kematian umumnya karena kualitas air yang kurang baik pada periode
waktu tertentu. Udang yang mati biasanya diangkat dan kadang dibawa pulang oleh
karyawan jika masih layak untuk dikonsumsi.
f. Manajemen Pembesaran Udang
Salah satu hal yang dilakukan dalam manajemen pembesaran udang adalah sampling
pertumbuhan udang vaname. Sampling dilakukan sebanyak satu kali seminggu. Sampling
pertumbuhan dilakukan ketika udang sudah berumur 40 hari di tambak. Sampling
pertumbuhan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pertumbuhan dan pertambahan
berat udang. Langkah-langkah yang dilakukan dalam sampling udang yaitu:
1. Menyiapkan alat sampling (ember, timbangan, alat tulis dan hitung, jala dan kantong
jaring)
2. Menangkap udang menggunakan jaring pada dua tiik sampel.
3. Menghitung udang yang tertangkap
4. Memasukkan udang ke dalam jaring kantong
5. Menimbang berat total udang.
6. Menghitung berat rerata atau Averrage Body Weight (ABW) udang
g. Panen dan Pasca Panen
Pemanenan udang dilakukan setelah umur pemeliharaan udang 100 hingga 120 hari atau
sesuai dengan kebutuhan pembeli. Sebelum pemanenan dilakukan sampling. Sampling
ditujukan untuk melihat berat udang apakah sudah mencapai target berat atau belum. Satu
minggu sebelum pemanenan biasanya dilakukan pengapuran. Pengapuran bermaksud untuk
mencegah aktivitas moulting apabila udang belum multing dan mempercepat moulting
apabila udang sedang moulting sehingga kualitas udang bagus dan udang lebih berat.
Sebelum dilakukan pemanenan dibentuk pembagian kerja atau panitia pemanenan sehingga
semua karyawan bekerja dan tahu posisi dimana dia harus bekerja. Pemanenan petak besar
GP (60 x 60 meter) membutuhkan waktu 4 jam untuk tiap petakan. Pemanenan dalam satu
hari dapat dilakukan sebanyak 2 kali pemanenan petak besar. Sebelum dilakukan pemanenan
biasanya pada malam hari sudah dilakukan pengurangan level air dengan membuka saluran
central drainage sehingga ketika akan panen air tambak sudah berkurang 60 %. Proses
pemanenan udang putih (vaname) yaitu sebagai berikut:
1. Mempersiapkan peralatan panen (bong, meja, pemikul, jaring kondom) dan bagian
pasca panen.
2. Memasang jaring kondom pada outlet caren yang terdapat pada bak panen.
3. Membuka skat balk dan mengatur besar kecilnya air yang keluar.
4. Mematikan kincir dan memindah ke tepi tambak sehingga tidak mengganggu proses
pemanenan.
5. Petugas yang berada di bawah bak panen menjaga dan menunggu udang terkumpul
dalam jaring kondom.
6. Udang yang sudah terkumpul dalam jaring kondom kemudian diangkat oleh petugas
yang berada di atas kemudian dimasukkan ke dalam blong dan diberi penutup
sehingga udang tidak kering.
7. Blong yang sudah terisi udang kemudian dipikul dan dibawa ke mobil untuk diangkut
ke pasca panen.
8. Setelah mobil penuh dengan blong atau drum yang berisi udang kemudian dibawa ke
pasca panen.
9. Udang yang tidak mau masuk ke dalam caren dan tersisa pada dasar tambak
kemudian diambil secara manual sehingga tidak ada yang tertinggal.
Hasil pemanenan udang putih berkisar antara 5 hingga 7 ton dengan size 45 hingga 60 ekor
per kilogram. Setelah sampai di pasca panen, penanganan udang diserahkan kepada cold
storage yang membeli. Ada cold storage yang memasukkan udang ke dalam bak air sehingga
udang tetap basah dan segar, adapula yang menaruh udang pada lantai pasca panen. Udang
udang tersebut kemudian dicuci dan dilakukan sampling prosentase KM dan size udang.
Proses sampling udang dilakukan oleh cold storage yang diawasi oleh perusahaan. Proses
sampling size udang dan kondisi udang yaitu sebagai berikut:
Udang yang telah dicuci dimasukkan kedalam basket.
1. Basket tersebut kemudian dibagi menjadi 4 basket secara merata.
2. Setelah basket dibagi menjadi 4 basket kemudian perusahaan/penjual memilih salah
satu dari empat basket tersebut secara acak.
3. Basket yang telah dipilih kemudian diambil dan dihitung jumlah udang, berat sampel,
jumlah udang KM (kondisi Moulting) dan kemudian dihitung size udang.
Setelah dilakukan sampling kemudian dilakukan grading atau sortasi udang. Grading udang
dilakukan oleh cold storage atau pembeli. Hasil sortasi terdiri dari 2 jenis yaitu udang bagus
(BB) dan BS (terdiri dari udang kecil, udang moulting dan udang yang rusak). Pembeli hanya
membeli udang dengan kondisi besar dan bagus sedangkan untuk kondisi BS, udang dilelang
oleh perusahaan. Pembeli lelang berasal dari pekerja maupun orang yang berada pada pasca
panen. Udang yang telah digrading kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan dengan
pengawasan kedua beah pihak. Berat udang setiap penimbangan dicatat kemudian ditotal.
Pihak penjual dan pembeli juga mencatat spesifikasi udang hasil panen. Guna menjaga
kesegaran udang, pihak pembeli kemudian memasukkan udang kedalam bak fiber yang
terdapat di dalam truk yang sudah diberi es sehingga siap untuk dibawa ke cold storage.
III.II Tambak Masyarakat
A. Keadaan Umum Tambak Masyarakat
B. Kegiatan Budidaya di Tambak asyarakats

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab Ii Profil BBL
    Bab Ii Profil BBL
    Dokumen15 halaman
    Bab Ii Profil BBL
    Givens Pratiwi Marpaung
    Belum ada peringkat
  • Proposal KL Givens
    Proposal KL Givens
    Dokumen10 halaman
    Proposal KL Givens
    Givens Pratiwi Marpaung
    Belum ada peringkat
  • Cover Givens
    Cover Givens
    Dokumen4 halaman
    Cover Givens
    Givens Pratiwi Marpaung
    Belum ada peringkat
  • Cover Givens
    Cover Givens
    Dokumen4 halaman
    Cover Givens
    Givens Pratiwi Marpaung
    Belum ada peringkat
  • Proposal KL Givens
    Proposal KL Givens
    Dokumen10 halaman
    Proposal KL Givens
    Givens Pratiwi Marpaung
    Belum ada peringkat
  • WSSV
    WSSV
    Dokumen11 halaman
    WSSV
    Givens Pratiwi Marpaung
    Belum ada peringkat
  • Cover Givens
    Cover Givens
    Dokumen4 halaman
    Cover Givens
    Givens Pratiwi Marpaung
    Belum ada peringkat
  • TFGJK
    TFGJK
    Dokumen4 halaman
    TFGJK
    Givens Pratiwi Marpaung
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Shinta Silvia 2
    Jurnal Shinta Silvia 2
    Dokumen20 halaman
    Jurnal Shinta Silvia 2
    Givens Pratiwi Marpaung
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen4 halaman
    Bab I
    Givens Pratiwi Marpaung
    Belum ada peringkat
  • Isi Prak Payau
    Isi Prak Payau
    Dokumen38 halaman
    Isi Prak Payau
    Givens Pratiwi Marpaung
    Belum ada peringkat
  • Bab I Pendahuluan: 1.1 Latar Belakang
    Bab I Pendahuluan: 1.1 Latar Belakang
    Dokumen13 halaman
    Bab I Pendahuluan: 1.1 Latar Belakang
    hariphy
    Belum ada peringkat
  • Pembahasan PCR
    Pembahasan PCR
    Dokumen2 halaman
    Pembahasan PCR
    Givens Pratiwi Marpaung
    Belum ada peringkat