Anda di halaman 1dari 49

PENGARUH DANA ALOKASIUMUM (DAU) DAN PENDAPATAN

ASLIDAERAH (PAD) TERHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL


BRUTO (PDRB)
(Studi Empirik di Kabupaten Karanganyar Tahun 2000 - 2010)


TESIS








Disusun oleh: V.
Kuncoro
S.4209114








PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER EKONOMI STUDI PEMBANGUNAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012

PENGARUH DANA ALOKASI UMUM (DAU) DAN PENDAPATAN
ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP PRODUK DOMESTIK
REGIONAL BRUTO (PDRB)
(Studi Empirik di Kabupaten Karanganyar Tahun 2000 - 2010)







Disusun Oleh
V. Kuncoro
S. 4209114


Telah disetujui oleh Pembimbing
Tanggal:

Pembimbing I Pembimbing II



(Dr.J.J.Sarungu.MS) (Drs. Wahvu Aeung Servo, Msi)
NIP. 19510701 1980101 001 NIP. 19650522 1992031 002


Mengetahui
Ketua Program Studi
Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan





(Dr. Drs. Albertus Magnus Soesilo, M.Si)
NIP. 19590328 1988031 001

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini saya :
Nama : V. Kuncoro
NIM :S. 4209114

Sebagai Mahasiswa Pasca Sarjana Program Studi Magister Manajemen
Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis
ini bukan merupakan jiplakan dari karya orang lain.
Dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh
gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga
tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain,
kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar
pustaka.


Surakarta, Maret 2012

V. Kuncoro
S.4209114

PERSEMBAHAN








Karya sederhana ini peneliti persembahkan
kepada yang tercinta :
Istriku tercinta
Anakku tersayang
Almamaterku

MOTTO

Iklas beramal dan bisa memberikan manfaat kepada orang lain
(Mario Teguh)

ABSTRAK

Judul: Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) Terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) (Studi
Empirik di Kabupaten Karanganyar Tahun 2000 - 2010)

Nama : V. Kuncoro

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) dana alokasi umum berpengaruh
terhadap produk domestik regional bruto, 2) pendapatan asli daerah berpengaruh
terhadap produk domestik regional bruto.
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Karanganyar selama tahun 2000 -2010.
Metode sampel dengan metode sensus. Jenis data yang digunakan adalah data
sekunder. Teknik pengumpulan data menggunakan dokumentasi; sedangkan metode
analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda, koefisien determinasi
(R2), uji t, uji F dan uji asumsi klasik meliputi uji normalitas, uji multikolinieritas, uji
heteroskedastisitas dan uji autokorelasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) dana alokasi umum tidak
berpengaruh terhadap produk domestik regional bruto, 2) pendapatan asli daerah
berpengaruh positif dan signifikan terhadap produk domestik regional bruto (PDRB).

Kata kunci: dana alokasi umum (DAU), pendapatan asli aaeran (FALi), proauK
domestik regional bruto (PDRB)


ABSTRACT

Title: The Influence of General Allocation Fund (DAU) and the revenue
againts toward the gross regional domestic product (Karanganyar
District Empirical Studies in Year 2000 to 2010)

Name: V Kuncoro

This study aims to know: 1) the influence of general allocation funds toward
the regional gross domestic product, 2) the influence of revenue againts toward on the
regional gross domestic product.
The research was conducted in Karanganyar district during the year 2000 to
2010. Method of sample with census method. Type of data used are secondary data.
Data collection techniques using the documentation, while the method of analysis
used were multiple linear regression analysis, coefficient of determination (R2), t test,
test F and test assumptions include the classical tests of normality, multicollinearity
test, test of heteroscedasticity and autocorrelation test.
The results showed that: 1) the general allocation of funds wasn't affect the
regional gross domestic product, 2) the revenue againts a significant positive impact
on gross regional domestic product (PDRB).

Key words: General allocation fund (DAU), revenue againts (PAD), the product
regional eross domestic (PDRB)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul Pengaruh Dana Alokasi Umum
(DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) (Studi Empirik di Kabupaten Karanganyar Tahun 2000 - 2010).
Terselesaikannya penyusunan Tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak. Dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis dengan segala kerendahan hati
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Drs. Albertus Maqnus Soesilo, M.Si, selaku Ketua Program Studi
Magister Ekonomi Studi Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta
yang telah memberikan ijin penelitian.
2. Dr. JJ Sarungu, MS, selaku Pembimbing I yang telah memberikan masukan
yang sangat berharga.
3. Drs. Wahyu Agung Setyo, Msi selaku pembimbing II yang dengan sabar
memberikan bimbingan dan arahan bagi kelancaran penulisan tesis ini.
4. Bapak Ibu Dosen Program Studi Magister Ekonomi Studi Pembangunan
Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bekal
ilmu pengetahuan kepada penulis yang dapat dijadikan dasar dalam penulisan
Tesis ini.
5. Segenap karyawan dan karyawati MESP UNS, Perpustakaan Ekonomi UNS,
Perpustakaan Pusat UNS, Perpustakaan Pasca Sarjana UNS atas pelayanan
dan kemudahan yang diberikan kepada penulis.
6. Semua pihak yang telah membantu menyelesaikan Tesis ini, yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu.
Akhir kata, peneliti menyadari dalam penyusunan Tesis ini banyak
kekurangannya, maka segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
diharapkan. Semoga Tesis ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Surakarta, Maret 2012

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berlakunya Undang-undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan
Keuangan Pusat dan Daerah, membawa perubahan mendasar pada sistem dan
mekanisme pengelolaan pemerintahan daerah. UU ini menegaskan bahwa untuk
pelaksanaan kewenangan Pemda (Pemerintah Daerah), Pempus (Pemerintah
Pusat) akan mentransferkan dana perimbangan kepada Pemda. Dana Perimbangan
tersebut terdiri dari DAU (Dana Alokasi Umum), Dana Alokasi Khusus (DAK),
dan bagian daerah dari bagi hasil pajak pusat. Di samping dana perimbangan
tersebut, Pemda juga memiliki sumber pendanaan sendiri berupa PAD, pinjaman
daerah, maupun lain-lain penerimaan daerah yang sah. Kebijakan penggunaan
semua dana tersebut diserahkan kepada Pemda.
Pengelolaan Pemerintah Daerah, baik ditingkat provinsi maupun tingkat
kabupaten dan kota memasuki era baru. Sejalan dengan dikeluarkannya UU No.
22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 yang mengatur tentang otonomi
daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya kebijakan ini
diperbabarui dengan dikeluarkannya UU No.32 Tahun 2004 dan UU No.33
Tahun 2004. Kedua UU ini mengatur tentang Pemerintah Daerah dan
perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Kebijakan ini merupakan tantangan dan peluang bagi Pemerintah Daerah (Pemda)
dikarenakan Pemda memiliki kewenangan lebih besar untuk mengelola sumber
daya yang dimiliki secara efisien dan efektifitas.
Otonomi Daerah merupakan hak, wewenang dan kewajiban daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangundangan. Hal tersebut
sesuai dengan ketentuan umum di UU Otonomi Daerah No. 32 tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah yang telah menggantikan UU No. 22 tahun 1999.
Pelaksanaan kebijakan Pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah, dimulai
secara efektif pada tanggal 1 Januari 2001, merupakan kebijakan yang dipandang
sangat demokratis dan memenuhi aspek desentralisasi yang sesungguhnya.
Desentralisasi sendiri mempunyai tujuan untuk lebih meningkatkan kesejahteraan
dan pelayanan kepada masyarakat, pengembangan kehidupan demokrasi,
keadilan, pemerataan dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan
daerah serta antar daerah.
Hingga saat ini otonomi daerah memang sudah berjalan ditiap kabupaten
dan kota di Indonesia. Realitas menunjukkan bahwa Pemerintah Daerah belum
dapat sepenuhnya lepas dari Pemerintah Pusat di dalam mengatur rumah tangga
daerah. Dalam kurun waktu periode 2000 sampai 2008 data DAU relatif terus
mengalami peningkatan dalam jumlah cukup besar. Adapun selengkapnya dapat
dilihat dalam Tabel 1 dibawah ini:

Tabel 1.1
DAU, PAD dan PDRB Kabupaten Karanganyar Periode 2000 - 2010
Tahun PDR
E
DAU PAD
(juta rupiah) % (rupiah) % (rupiah) %
2000 2,541,783.09 71,938,376,684 9,129,010,737
2001 2,812,235.12 9.62% 199,130,493,000 63.87% 16,550,714,382 44.84%
2002 3,161,318.40 11.04% 222,498,000,000 10.5% 17,300,155,000 4.33%
2003 3,513,710.69. 10.03% 266,550,000,000 16.53% 25,196,918,699 31.34%
2004 3,930,470.48 10.60% 277,906,000,000 4.09% 29,485,262,726 14.54%
2005 5,611,289.46 29.95% 284,448,000,000 2.3% 34,302,565,951 14.04%
2006 6,224,781.84 9.86% 421,432,000,000 32.5% 46,052,120,123 25.51%
2007 6,904,990.49 9.85% 459,156,000,000 8.22% 56,889,064,224 19.05%
2008 7,679,675.35 10.09% 506,156,445,000 9.29% 64,470,676,168 11.76%
2009 8,378,315.88 8.34% 517,670,406,000 2.22% 66,971,682,994 3.73%
2010 9,224,224.85 9.17% 520,919,106,000 0.62% 79,510,216,512 15.77%
Sumber: BPS Kabupaten Karanganyar, 2000-2011

Tabel 1.1 menunjukkan bahwa jumlah PDRB, DAU dan PAD relatif terus
mengalami peningkatan, tetapi nilai DAU relatif lebih besar daripada PAD, ini
berarti Kabupaten Karanganyar masih tergantung pada dana perimbangan dari
Pemerintah Pusat. Hal ini tidak hanya terlihat dalam konteks kerangka hubungan
politis dan wewenang daerah, namun juga terlihat dalam hubungan keuangan
antara pusat dan daerah. Tujuan otonomi adalah lebih meningkatkan
kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat, pengembangan kehidupan
demokrasi, keadilan, pemerataan dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara
pusat dan daerah serta antar daerah. Dalam UU No. 22 Tahun 1999 dan No. 25
Tahun 1999 yang menjadi landasan otonomi tersebut dijelaskan lebih jauh
bagaimana pengaplikasian hal-hal tersebut melalui beberapa Peraturan
Pemerintah (PP), yang kemudian dipandu dengan Kepmendagri No. 29 Tahun
2002, yang sekarang sudah diganti dengan Peraturan Mentri Dalam negeri No. 13
Tahun 2006. Kepmendagri No. 29 tahun 2002 menyiratkan bahwa untuk tujuan
akuntabilitas atas pengelolaan dana-dana yang dikelolanya, Pemerintah daerah
diwajibkan menyiapkan laporan keuangan daerah sebagai bagian dari laporan
pertanggung jawaban kepala daerah, yang meliputi neraca daerah, laporan
perhitungn APBD, nota perhitungn APBD dan laporan aliran kas. Dari laporan
APBD, dapat dianalisis sumber dan penggunaan dana oleh pemerintah daerah
selama satu tahun fiskal. Sumber dana tersebut tercantum dalam APBD yang
mencakup transfer dana perimbangan dari pemerintah pusat.
Tujuan dari transfer dana ini adalah untuk mengurangi kesenjangan fiskal
antar-pemerintahan dan menjamin tercapainya standar pelayanan publik minimum
diseluruh daerah. Adanya transfer dana ini bagi Pemerintah Daerah merupakan
sumber pendanaan dalam melaksanakan kewenangannya, sedangkan kekurangan
pendanaan diharapkan dapat digali melalui sumber pendanaan sendiri. Namun,
kenyataannya, transfer dari Pemerintah Pusat merupakan sumber dana utama
Pemerintah Daerah untuk membiayai operasi utamanya sehari-hari atau belanja
daerah, yang oleh Pemerintah Daerah dilaporkan di perhitungan APBD.
Di Indonesia, pada dekade 1990-an, persentase dana transfer mencapai
72% pengeluaran propinsi dan 86% pengeluaran kabupaten/kota. Di Amerika
Serikat, presentase transfer dari seluruh pendapatan mencapai 50% untuk
pemerintah federal dan 60% untuk pemerintah daerah. Khusus di negara bagian
Wisconsin di AS, sebesar 47% pendapatan Pemerintah Daerah berasal dari
transfer Pemerintah Pusat. Di negara-negara lain, persentase transfer atas
pengeluaran Pemerintah Daerah adalah 85% di Afrika Selatan, 67%-95% di
Nigeria, dan 70%-90% di Meksiko (Kesit, 2004). Adanya transfer dana (DAU)
bagi Pemerintah Daerah merupakan sumber pendanaan dalam melaksanakan
kewenangannya, sedangkan kekurangan pendanaan diharapkan dapat digali
melalui sumber pendanaan sendiri (PAD). Namun kenyataannya, transfer dana
dari Pemerintah Pusat merupakan sumber dana utama Pemerintah Daerah untuk
membiayai belanja daerah.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Apakah dana alokasi umum berpengaruh terhadap produk domestik regional
bruto ?
2. Apakah pendapatan asli daerah berpengaruh terhadap produk domestik
regional bruto ?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui dana alokasi umum berpengaruh terhadap produk domestik
regional bruto.
2. Untuk mengetahui pendapatan asli daerah berpengaruh terhadap produk
domestik regional bruto.


D. Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini memberikan kontribusi dan pertimbangan bagi pengambil
kebijakan di Pemerintah Kabupaten Karanganyar dalam melihat faktor-faktor
penting yang mempengaruhi produk domestik regional bruto.
2. Penelitian ini dapat sebagai bahan acuan dan referensi bagi peneliti yang lain
untuk permasalahan yang sama.


BAB II
LANDASAN TEORI

A. Konsep PDRB
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) didefinisikan sebagai jumlah
nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah, atau
merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh
seluruh unit ekonomi di suatu wilayah. PDRB atas dasar harga berlaku
menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga
pada setiap tahun, sedang PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai
tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun tertentu
sebagai dasar, dimana dalam penghitungan ini digunakan tahun 2000-2010.
PDRB atas dasar harga berlaku digunakan untuk melihat pergeseran dan
struktur ekonomi, sedang harga konstan digunakan untuk mengetahui
pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun. Angka-angka PDRB dapat dihitung
dengan tiga pendekatan, yaitu:
1. Menurut pendekatan produksi, PDRB adalah merupakan jumlah nilai barang
dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di dalam suatu
region/wilayah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Unit-unit
produksi tersebut dalam penyajian ini dikelompokkan menjadi kelompok
lapangan usaha, yaitu:
a. Pertanian
b. Pertambangan dan Penggalian
c. Industri Pengolahan
d. Listrik, Gas dan Air Bersih
e. Konstruksi
f. Perdagangan, Hotel dan Restoran
g. Pengangkutan dan Komunikasi
h. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
i. Jasa-jasa
2. Menurut pendekatan pendapatan, PDRB adalah merupakan jumlah balas jasa
yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses
produksi dalam suatu region/wilayah dalam jangka waktu tertentu. Balas jasa
faktor produksi yang dimaksud adalah upah/gaji, sewa tanah, bunga modal
dan keuntungan, sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung
lainnya. Dalam defmisi ini PDRB mencakup juga penyusutan dan pajak tak
langsung netto. Jumlah semua komponen pendapatan ini persektor disebut
sebagai nilai tambah bruto sektoral, oleh karena itu PDRB merupakan jumlah
dari nilai tambah bruto seluruh sektor (lapangan usaha).
3. Menurut pendekatan pengeluaran, PDRB adalah semua komponen
pengeluaran akhir seperti: pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga
swasta nirlaba, konsumsi pemerintahan, pembentukan modal tetap bruto,
perubahan stok dan ekspor netto di suatu daerah / wilayah dalam jangka waktu
tertentu. Ekspor yang dimaksud adalah jumlah nilai ekspor dikurangi dengan
jumlah nilai impor.
Secara konsep ketiga pendekatan tersebut memberikan jumlah yang sama
antara jumlah pengeluaran dengan jumlah barang dan jasa akhir yang dihasilkan
dan harus sama pula dengan jumlah pendapatan untuk faktor-faktor produksinya,
selanjutnya PDRB atas dasar harga pasar mencakup komponen pajak tidak
langsung neto, selain itu dari PDRB dapat diturunkan ukuran-ukuran penting
lainnya, yaitu :
1. Produk Regional Bruto, merupakan produk domestik regional bruto
ditambah dengan pendapatan neto dari luar kabupaten. Pendapatan netto
ini sendiri merupakan pendapatan atas factor produksi (tenaga kerja dan
modal) milik penduduk suatu kabupaten yang diterima dari luar kabupaten
dikurangi pendapatan Kabupaten iain/asmg yang diperoien di kabupaten tersebut.
2. Produk Domestik Regional Netto, merupakan produk regional bruto dikurangi
dengan seluruh nilai penyusutan atas dasar barang-barang modal tetap yang
digunakan selama setahun.
3. Produk Domestik Regional Netto atas Dasar Biaya Faktor Produksi
(Pendapatan Regional), adalah produk regional netto atas dasar harga pasar
dikurangi dengan pajak tak langsung netto. Pajak tak langsung netto
merupakan pajak tidak langsung yang dipungut oleh pemerintah dikurangi
subsidi, keduanya berhubungan kuat dengan barang dan jasa yang diproduksi
ataupun dijual, perbedaannya apabila pajak tak langsung seolah-oleh
menaikkan harga, sedangkan subsidi sebaliknya.
4. Angka-Angka Perkapita, adalah ukuran-ukuran indicator ekonomi seperti
pada butir-butir di atas dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun.
Kegunaan statistik pendapatan regional antara lain:
1. PDRB atas dasar harga berlaku nominal menunjukkan kemampuan sumber
daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah.
2. PDRB atas dasar harga berlaku menunjukkan pendapatan yang
memungkinkan dapat dinikmati oleh penduduk suatu region.
3. PDRB atas dasar PDRB atas dasar harga konstan digunakan untuk
menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau setiap
sektor dari tahun ke tahun.
Distribusi PDRB harga berlaku menurut sektor menunjukkan besarnya
struktur perekonomian dan peranan sektor ekonomi dalam suatu wilayah. Sektor -
sektor ekonomi yang mempunyai peranan besar menunjukkan basis
perekonomian suatu wilayah

B. Konsep Dana Alokasi Umum (DAU)
Di Indonesia, seperti ditegaskan dalam UU No. 25/1999, bentuk transfer
yang paling penting adalah DAU dan DAK, selain bagi hasil (revenue sharing).
Transfer merupakan konsekuensi dari tidak meratanya kemampuan keuangan dan
ekonomi daerah. Selain itu, tujuan transfer adalah mengurangi kesenjangan
keuangan horizontal antar daerah, mengurangi kesenjangan vertikal Pusat-Daerah,
mengatasi persoalan efek pelayanan publik antar daerah, dan untuk menciptakan
stabilisasi aktifitas perekonomian di daerah.
Transfer atau grants dari Pempus secara garis besar dapat dibagi menjadi
dua, yakni matching grant dan non-matching grant. Kedua grants tersebut
digunakan oleh Pemda untuk memenuhi belanja rutin dan belanja pembangunan.
Belanja rutin adalah belanja yang sifatnya terus menerus untuk setiap tahun fiskal
dan umumnya tidak menghasilkan wujud fisik (contoh: belanja gaji dan
honorarium pegawai), sementara belanja pembangunan umumnya menghasilkan
wujud fisik, seperti jalan, jalan bebas hambatan (higway), jembatan, gedung,
pengadaan jaringan listrik dan air minum, dan sebagainya. Belanja pembangunan
non-fisik diantaranya mencakup pendidikan, pelayanan kesehatan, dan
pemeliharaan keamanan masyarakat.
Penelitian terdahulu menggunakan berbagai pendekatan untuk
menjelaskan perilaku Pemda dalam mengalokasikan dana yang dimilikinya, baik
dana yang bersumber dari transfer pemerintah di atasnya ataupun dari
pendapatanya sendiri. Pemda bisa merespon transfer dari Pempus secara simetris
dan tidak simetris (Gamkhar & Oates, 1996). Beberapa peneliti menemukan
bahwa respon Pemda berbeda untuk transfer dan pendapatan sendiri (seperti
pajak). Artinya, ketika penerimaan daerah berasal dri transfer, maka stimulus atas
belanja yang ditimbulkan berbeda dengan stimulus yang muncul dari pendapatan
daerah (terutama pajak daerah). Ketika respon (belanja) daerah lebih besar
terhadap transfer, maka disebut flypaper effect (Oates, 1999).
Dalam perspektif teori keagenan, Inman (1979) dan Rubinfeld (1987)
(dalam Holzt-Eakin et al, 1994), Aaberge & Langorgen (1997), dan Slack (1980)
menyatakan bahwa agen (agents) atau politisi di Pemda bersikap seolah-olah
mereka memaksimalkan utilitas individu (voter) berpendapatan menengah ke
bawah di dalam masyarakat. Apabila dikaitkan dengan belanja publik untuk
periode tertentu, agen akan mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya
berdasarkan pada ekspektasinya terhadap lingkungan ekonomi pada masa yang
akan datang. Secara teoritis diasumsikan bahwa semua pengeluaran pada suatu
periode tertentu tergantung pada ketersediaan sumber daya pada periode yang
bersangkutan, namun dengan batasan aturan anggaran yang ada, misalnya
anggaran berimbang (balanced-budget rule).
Dalam konsep anggaran berimbang Pemda diharuskan menyerahkan
anggarannya kepada legislatif sebelum tahun fiskal berjalan, tetapi tidak mengatur
bagaimana pengeluaran harus diprioritaskan atau bagaimana komponen-
komponen pengeluaran ditentukan (Holzt-Eakin et al, 1994). Oleh karena itu,
pemda dapat melakukan smoothing atas pengeluaran-pengeluarannya karena
memang tidak ada aturan yang secara efektif digunakan untuk mencegahnya. Hal
ini juga terjadi di Norwegia (Aaberge & Langorgen, 1997), dimana Pemda
memiliki kebebasan untuk membuat prioritas atas pengeluaran untuk tujuan
melayani masyarakatnya, meskipun tidak mutlak. Misalnya belanja untuk
pendidikan untuk usia anak 7-15 tahun harus tetap dianggarkan dalam jumlah
tertentu. Menurut Inman (1983, dalam Holzt-eakin et al, 1994), pembuatan
keputusan dalam sektor publik bersifat backward-looking. Di sisi lain, time
horizon agen lebih panjang dari satu tahun anggaran, sehingga pada praktiknya
beberapa Pemda membentuk rainy day funds untuk memudahkan smooth atas
pengeluaranya atau menyusun anggaran untuk siklus beberapa tahun (multiyear
budget).
Analisis Zou (1994) berhasil mengidentifikasi beberapa kosekuensi dari
perubahan grants, yakni: (1) kenaikan permanen dalam matching grants akan
mempercepat investasi publik, memperbesar kapital jangka panjang, dan
memperbesar belanja rutin jangka panjang, (2) kenaikan permanen dalam
matching grants untuk investasi dan belanja rutin mungkin mempercepat atau
memperlambat investasi, (3) kenaikan temporer atas grants sekarang (apapun
bentuk grants) akan mendorong investasi publik, (4) kenaikan temporer non-
matching grants ftada masa yang akan datang akan mengurangi investasi
sekarang dan meningkatkan belanja rutin sekarang, (5) kenaikan temporer
matching grants pada masa yang akan datang untuk belanja rutin akan
mengurangi investasi publik sekarang dan memperbesar belanja rutin sekarang,
tapi (6) kenaikan sementara dalam matching grants pada masa yang akan datang
untuk investasi mempunyai dampak ambigu terhadap investasi publik. Esensi dari
temuan-temuan tersebut adalah adanya perubahan dalam total belanja daerah
(rutin dan pembangunan) sebagai akibat perubahan dalam grants atau transfer
dari Pempus. Dana alokasi umum adalah dana yang berasal dari APBN yang
dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk
membiayai kebutuhan pembelanjaan. Adapun cara menghitung dana alokasi
umum menurut ketentuan adalah sebagai berikut:
1. Dana Alokasi Umum (DAU) ditetapkan sekurang-kurangnya 25% dari
penerimaan dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN.
2. Dana Alokasi Umum (DAU) untuk daerah propinsi dan untuk daerah
kabupaten/kota ditetapkan masing-masing 10% dan 90% dari dana alokasi
umum sebagaimana ditetapkan diatas.
3. Dana Alokasi Umum (DAU) untuk suatu daerah kabupaten/kota tertentu
ditetapkan berdasarkan perkalian jumlah dana alokasi umum untuk daerah
kabupaten/kota "fang ditetapkan APBN dengan porsi daerah kabupaten/ kota
yang bersangkutan.
4. Porsi daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud di atas merupakan
proporsi bobot daerah kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

C. Konsep Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Sesuai dengan Pasal 157 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dan Pasal 5
Undnag-Undang No. 33 Tahun 2004, ditetapkan bahwa sumber-sumber
pendapatan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi adalah:
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah semua pendapatan yang berasal dari
sumber ekonomi asli daerah. Kelompok pendapatan asli daerah
dikelompokkan menjadi empat jenis pendapatan:
a. Hasil Pajak Daerah
b. Hasil Retribusi Daerah
c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan
d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.
2. Dana perimbangan adalah semua pendapatan yang berasal dari anggaran
pendapatan dan belanja negara yang dialokasikan kepada daerah untuk
membiayai kebutuhan daerah dalam rangka desentralisasi. Kelompok dana
perimbangan ini terdiri dari:
a. Bagi hasil pajak
b. Bagi hasil bukan pajak
c. Dana alokasi umum
d. Dana alokasi khusus
e. Dana perimbangan dari provinsi
3. Lain-lain pendapatan daerah yang sah adalah pendapatan yang bukan
berasal dari Pendapatan Asli Daerah atau bukan dana dari perimbangan.
Menurut Halim (2004) Pendapatan Asli Daerah merupakan semua
penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Pendapatan
Asli Daerah adalah salah satu sumber penerimaan yang harus selalu terus menerus
dipacu pertumbuhannya. Dalam otonomi daerah ini kemandirian pemerintah
daerah sangat dituntut dalam pembiayaan pembangunan daerah dan juga
pelayanan kepada masyarakat.
Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan daerah dari berbagai usaha
Pemerintah daerah. Untuk mengumpulkan dana guna keperluan daerah yang
bersangkutan dalam membiayai kegiatan rutin maupun pembangunannya, yang
Penerimaan Pendapatan Asli Daerah merupakan akumulasi dari pos penerimaan
pajak yang berisi pajak daerah dan pos retribusi daerah, pos penerimaan non
pajak yang berisi hasil perusahaan milik daerah, pos penerimaan investasi serta
pengelolaan sumber daya alam (Bastian, 2002).
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah
yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Menurut Bastian (2002) yang
membahas tentang identifikasi sumber pendapatan daerah, dijelaskan bahwa
identifikasi adalah pengenalan atau pembuktian sama, jadi identifikasi sumber
pendapatan asli daerah adalah : meneliti, menentukan dan menetapkan mana
sesungguhnya yang menjadi sumber pendapatan asli daerah dengan cara meneliti
dan mengusahakan serta mengelola sumber pendapatan tersebut dengan benar
sehingga memberikan hasil yang maksimal, sedangkan pendapatan asli daerah
adalah pendapatan yang diperoleh dari sumber-sumber pendapatan daerah dan
dikelola sendiri oleh pemerintahan daerah.
Berdasarkan UU nomor 22 tahun 1999 pasal 79 disebutkan bahwa
pendapatan asli daerah terdiri dari:
1. Hasil pajak daerah. Pajak daerah adalah pungutan daerah menurut peraturan
yang ditetapakan sebagai badan hukum publik dalam rangka membiayai
rumah tangganya. Dengan kata lain pajak daerah adalah: pajak yang
wewenang pungutannya ada pada daerah.
2. Hasil retribusi daerah. Retribusi adalah pembayaran kepada negara yang
dilakukan kepada mereka yang menggunakan jasa-jasa negara, artinya
retribusi daerah sebagai pembayaran atas pemakaian jasa atau karena
mendapat pekerjaan usaha atau milik daerah bagi yang berkepentingan atau
jasa yang diberikan oleh daerah, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Oleh karena itu setiap pungutan yang dilakukan oleh pemerintah
daerah senantiasa berdasarkan prestasi dan jasa yang diberikan kepada
masyarakat, sehingga keluasaan retribusi daerah terletak pada yang dapat
dinikmati oleh masyarakat. Jadi retribusi sangat berhubungan erat dengan jasa
layanan yang diberikan pemerintah kepada yang membutuhkan. Ada beberapa
ciri-ciri retribusi yaitu:
a. Retibusi dipungut oleh negara
b. Dalam pungutan terdapat pemaksaan secara ekonomis
c. Adanya kontra prestasi yang secara langsung dapat ditunjuk
d. Retribusi yang dikenakan kepada setiap orang atau badan yang
menggunakan atau mengenyam jasa-jasa yang disediakan oleh negara.
Dari uraian diatas dapat kita lihat pengelompokan retribusi yang
meliputi:
a. Retribusi jasa umum yaitu: retribusi atas jasa yang disediakan atau
diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan umum serta
dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
b. Retribusi jasa usaha yaitu : retribusi atas jasa yang disediakan oleh
Pemda dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya
disediakan oleh sektor swasta.
3. Perusahaan daerah. Dalam usaha menggali sumber pendapatan daerah dapat
dilakukan dengan berbagai cara, selama tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Salah satu sumber pendapatan asli daerah
yang sangat penting dan perlu mendapat perhatian khusus adalah perusahaan
daerah. Perusahaan Daerah adalah kesatuan produksi yang bersifat:
a. Memberijasa
b. Menyelenggarakan pemanfaatan umum
c. Memupuk pendapatan
Tujuan perusahaan daerah untuk turut serta melaksanakan pembangunan
daerah khususnya dan pembangunan kebutuhan rakyat dengan menggutamakan
industrialisasi dan ketentraman serta ketenangan kerja menuju masyarakat yang
adil dan makmur.
Perusahaan daerah bergerak dalam lapangan yang sesuai dengan urusan
rumah tangganya menurut perundang-undangan yang mengatur pokok-pokok
pemerintahan daerah. Cabang-cabang produksi yang penting bagi daerah dan
mengusai hajat hidup orang banyak di daerah, yang modal untuk seluruhnya
merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan

D. Pengaruh DAU terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang berasal dari APBN yang
dialokasikan dengan tujuan pemerataan keuangan antar daerah untuk membiayai
kebutuhan pengeluarannya didalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Berkaitan
dengan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, hal tersebut
merupakan konsekuensi adanya penyerahan kewenangan pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah. Dengan demikian, terjadi transfer yang cukup
signifikan didalam APBN dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dan
pemerintah daerah secara leluasa dapat menggunakan dana ini untuk memberi
pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat atau untuk keperluan lain yang
tidak penting.
Perolehan dari pajak dan retribusi daerah biasanya penyumbang terbesar
dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD) bagi sebagian besar Kabupaten. Pos ini
tetap potensial untuk ditingkatkan lagi, baik melalui ekstensifikasi maupun
intensifikasi, misalnya bisa dilakukan pada pajak restoran dan hotel, pajak
hiburan dan pajak reklame, misalnya biasa dilakukan dengan memanfaatkan
perusahaan-perusahaan besar ataupun perguruan tinggi-perguruan tinggi swasta
untuk memasang reklame di tempat strategis dan sekaligus menyediakan fasilitas
umum, seperti tempat penyebaran dan halte-halte di dekat kampus atau
perusahaan besar tersebut.
Sumber pendapatan daerah yang memiliki peran penting dalam memberikan
pendapatan bagi daerah selain pendapatan asli daerah adalah dana alokasi umum.
Penelitian Holtz Eakin et al (1985). Meskipun otonomi daerah telah diberlakukan
sejak lama, namun kenyataannya masih terdapat beberapa Kabupaten / Kota yang
masih menggantungkan sumber pendanaan pemerintahan daerahnya pada dana
perimbangan (dana transfer dari pemerintah pusat) misalnya Kabupaten
Karanganyar pada tahun 2008 mempunyai PAD Rp. 64.470.676.000 dan DAU
sebesar Rp. 506.156.000.000. Berdasarkan nilai tersebut dapat dilihat bahwa
Kabupaten Karanganyar mempunyai nilai DAU yang lebih besar daripada PAD,
ini berarti Kabupaten Karanganyar masih sangat tergantung pada dana
perimbangan dari Pemerintah Pusat. Besarnya nilai DAU dipastikan akan
menambah jumlah pendapatan Pemerintah Daerah melalui Pendapatan Domestik
Regional Bruto.

E. Pengaruh PAD terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Salah satu sumber pendapatan daerah adalah pendapatan asli daerah
(PAD). Pendapatan asli daerah terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah,
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli
daerah yang sah. Komponen pendapatan asli daerah yang mempunyai kontribusi
terbesar dalam memberikan pendapatan bagi daerah adalah pajak dan retribusi
daerah.
Pajak daerah merupakan pendapatan asli daerah yang tarifnya ditetapkan
melalui Peraturan Daerah (Perda). Pajak daerah dapat berupa pajak hotel, pajak
restoran, pajak tempat hiburan, pajak reklame, pajak galian golongan C, pajak
parkir dan pajak penerangan jalan.Menurut Sianturi (2009) terdapat keterkaitan
antara pajak daerah dengan produk domestik regional bruto. Semakin besar pajak
yang diterima oleh Pemerintah Daerah maka semakin besar pendapatan asli
daerah. Pemerintah daerah menmpunyai wewenang untuk mengalokasikan
pendapatan dalam sektor belanja langsung ataupun belanja modal.

F. Penelitian Terdahulu
1. Studi Andersson (2002) tentang perubahan sistem grants terhadap
pengeluaran Pemda di Swedia menemukan bahwa kenaikan nonmatching
grant akan menyebabkan kenaikan pengeluaran Pemda, berbeda dengan
akibat dari kenaikan dalam pendapatan yang bersumber dari pajak. Kenaikan
tarif pajak tinggi menyebabkan penurunan dalam pengeluaran daerah.
Menurut Andesson, efek dari non-matching grant lebih besar dibanding
matching grant dan efek ini tergantung pada penurunan relatif atas non-
matching grant untuk beberapa periode. Hasil ini mendukung hipotesis
flypaper-effect.
2. Studi Aaberge & Langorgen (1997) menganalisis perilaku fiscal dan Belanja
Pemda dengan simultaneous setting dan menemukan adanya flypaper-effect
dalam respon daerah terhadap perubahan pendapatan. Bagi Pemda yang
menjadi masalah dalam pembuatan keputusan alokasi sumberdaya adalah
pemilihan kombinasi terbaik antara pajak daerah, surplus dan defisit anggaran,
dan output dalam pelayanan publik, yang dibatasi oleh "aturan" bahwa
pengeluaran daerah plus surplus anggaran tidak melebihi grants dari Pempus,
plus pajak daerah. Dengan demikian, dapat dilihat perbedaan dampak antara
grants dan pendapatan (pajak) daerah terhadap perilaku fiskal dan belanja
daerah. Deller et al (2002) menganalisis hubungan pendapatan yang berasal
dari bagi hasil dengan menggunakan data 581 kota dan villages di Wisconsin,
Amerika Serikat dan menemukan bahwa untuk setiap dollar kenaikan dalam
pendapatan per kapita, maka pengeluaran total per kapha meningkat sekitar
12-15 sen. Untuk setiap kenaikan dalam pendapatan bagi hasil per kapita,
pengeluaran per kapita mencapai 46-55 sen. Hasil ini konsisten dengan
hipotesis flypaper-effect. Selain itu juga ditemukan adanya penurunan dalam
pendapatan pajak property per kapita sebesar 32-41 sen sebagai akibat dari
setiap kenaikan sebesar satu dollar dalam pendapatan bagi hasil. Sementara
bagi hasil menstimulasi pengeluaran lebih besar dari yang diharapkan
(Jlypapereffect), pendapatan bagi hasil menurunkan tekanan bagi daerah
untuk memperoleh pendapatan yang lebih besar dari pajak poroperti. Deller et
al (2002) menduga bahwa pola respon daerah ini juga dipengaruhi oleh
formula penentuan bagi hasil itu sendiri.
3. Penelitian Legrenzi & Milas (2001) juga membuktikan bukti empiris tentang
adanya flypaper-effect dalam jangka panjang untuk sampel municipalities di
Italia. Mereka menyatakan bahwa local governments consistently increase
their expenditure more with respect to increase in state transfer rather than to
increase in own revenues. Zampeli (1986) memberikan bukti senada untuk
data pemerintah kota di Amerika Serikat, yakni terjadi flypaper-effect dalam
reaksi belanja terhadap unconditional grants. Karena itu flypaper-effect
dipandang sebagai suatu anomali dalam perilaku rasional jika transfer harus
dianggap sebagai (tambahan) pendapatan masyarakat (seperti halnya pajak
daerah), sehingga semestinya dihabiskan (dibelanjakan) dengan cara yang
sama pula (Hines & Thaler, 1995).

G. Kerangka Pemikiran
Adanya peningkatan dana desentralisasi yang ditransfer pemerintah pusat
berupa dana alokasi khusus (DAU) setiap tahunnya diharapkan dapat mendorong
peningkatan laju pertumbuhan ekonomi di daerah. Laju pertumbuhan ekonomi
daerah dipengaruhi secara positif dan signifikan oleh pembangunan manusia.
Pada hakekatnya pembangunan adalah pembangunan manusia, sehingga perlu
diprioritaskan alokasi belanja untuk keperluan ini dalam penyusunan anggaran
sehingga diharapkan pemerintah daerah secara leluasa dapat menggunakan dana
ini untuk memberi pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat.
Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi suatu
wilayah dalam periode tertentu ditunjukkan oleh Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB). Berkaitan dengan kondisi khususnya bagi daerah, maka salah satu
indikator perbaikan ekonomi daerah yaitu melalui peningkatan pendapatan asli
daerah.







H. Hipotesis
1. Dana alokasi umum berpengaruh positif terhadap Produk Domestik Regional
Bruto.
2. Pendapatan asli daerah berpengaruh positif terhadap Produk Domestik
Regional Bruto.

Dana Alokasi Umum
(X1)
Pendapatan Asli Daerah
(X2)
Produk Domestik Regional
Bruto (Y)
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Karanganyar selama tahun 2000 -2010.
B. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis data
Data yang digunakan adalah data sekunder berupa DAU, PAD dan Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) dari tahun 2000 - 2010 berupa data catur
wulan yang diperoleh responden sebagai berikut: (Sumodiningrat, 2000)
Ytl = (Yt-4, 5/12(Yt- Yt-1)
Yt2 = (Yt-1, 5/12 (Yt - Yt-1)
Yt3 = (Yt+1, 5/12 (Yt - Yt-1)
Yt4 = (Yt+4, 5/12 (Yt - Yt-1)
2. Sumber data
Data berupa DAU, PAD dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dari
tahun 2000 - 2010 diperoleh bersumber dari data Biro Pusat Statistik (BPS)
Kabupaten Karanganyar.
C. Definisi Operasional Variabel
1. Dana alokasi umum adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan
dengan tujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk
membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi. Dana alokasi umum diukur dengan satuan rupiah/tahun.
2. Pendapatan asli daerah adalah semua penerimaan daerah yang berasal dari
sumber ekonomi asli daerah. Kelompok pendapatan asli daerah dipisahkan
menjadi empat jenis pendapatan yaitu pajak daerah, retribusi daerah, hasil
perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang
dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Pendapatan asli
daerah diukur dengan satuan rupiah per tahun.
3. Produk domestik regional bruto
Produk domestik regional bruto adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan
oleh seluruh unit usaha di Kabupaten Karanganyar, atau merupakan jumlah
seluruh miai barang aanjasa aKnir ytuig oinasiiKau men seluruh unit ekonomi
di Kabupaten Karanganyar. Produk domestik regional bruto diukur dengan
satuan jutaan rupiah per tahun.
D. Metode Analisis
1. Analisis Regresi Linier Berganda
Model yang digunakan dalam menganalisis pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen adalah analisis regresi berganda, yang
diformulasikan dalam bentuk persamaan sebagai berikut:
PDRBt = ao + a1DAUt + a
2
PAD
t
+ e
1t
.......................... (data absolute)
InPDRBt = lnb
0
+ bilnDAU
t
+ b
2
lnPAD
t
+ e
2t
............... (data logaritma)
Notasi:
PDRB = Produk Domestik Regional Bruto
ao, bo = konstanta
ai- a2, bi = koefisien persamaan regresi
DAU = Dana Alokasi Umum (DAU)
PAD = Pendapatan Asli Daerah (PAD)
e1, e2 = residual (variabel kesalahan)
Formulasi uji regresi linier berganda selengkapnya dapat dilihat dalam
tabel matrik berikut ini:
Tabel III.l
Tabel Matriks Data Variabel Penelitian
Tahun PDRBt DAUt PADt lnPDRB
t
InDAU, InPADt
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010

2. Koefisien Determinasi
Koefisien ini digunakan untuk mengukur besarnya kontribusi variasi X
n

terhadap variabel Y, dan juga untuk mengetahui ketepatan pendekatan atas alat
analisis (Gujarati, 2000). Adapun tingkat ketepatan regresi ditunjukkan oleh R
2
yang
besarnya berkisar antara 0 < R
2
< 1. Makin besar nilai R berarti makin tepat suatu
garis regresi linear yang digunakan sebagai pendekatan. Apabila nilai R
2
sama
dengan 1 maka pendekatan itu benar-benar sempuma. Rumus koefisien determinasi
(R
2
) adalah :
R
2
=



2
3 3 2 2 1 1
Y
YX YX YX

Keterangan:
1, 2, 3 : koefisien regresi
X1, X2, X3 : data variabel independen
Y : data variabel dependen
3. Uji t
Uji t digunakan untuk mengetahui signifikansi pengaruh secara parsial
variabel independen terhadap dependen. Langkah-langkah pengujian:
a. Menentukan Ho dan Ha
Ho : = 0, tidak terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial variabel
independen terhadap variabel dependen.
Ha : 0, terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial variabel
independen terhadap variabel dependen.
b. Penentuan level of significant (a) = 0,05
c. Kriteria pengujian
Ho diterima apabila signifikansi > a = 0,05.
Ho ditolak apabila signifikansi < a = 0,05.
4. Uji F
Uji F digunakan untuk mengetahui signifikansi pengaruh secara simultan
variabel independen terhadap variabel dependen. Langkah-langkah pengujian:
a. Menentukan Ho dan Ha
Ho: 1 = 2 = 3 = 0, tidak terdapat pengaruh yang signifikan secara simultan
variabel independen terhadap variabel dependen.
Ha: 1 2 3# 0, terdapat pengaruh yang signifikan secara simultan variabel
independen terhadap variabel dependen.
b. Penentuan level of significant (a) = 0.05
c. Kriteria pengujian
Ho ditolak apabila signifikansi < a = 0,05.
Ho diterima apabila signifikansi > a = 0,05
5. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan dengan melihat gambar grafik Normal P-P Plot, dimana
terjadinya gejala tersebut dideteksi dengan melihat titik-titik yang mengikuti arah
garis linier dari kiri bawah ke kanan atas. Bila titik-titik mengikuti arah garis
linier berarti terjadi adanya gejala normalitas.
b. Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas dimaksudkan untuk mengetahui korelasi antar variabel-
variabel independen yang digunakan dalam penelitian. Uji multikolinieritas
dilakukan dengan melihat angka variance inflation factor (VIF) atau tolerance.
Sebuah model regresi bebas dari Multikolinieritas apabila nilai VIF lebih kecil
dari 10 dan mempunyai angka tolerance lebih besar dari 0,10 (Ghozali, 2004).
c. Uji Heterokedastisitas
Gejala heterokedastisitas terjadi sebagai akibat dari variasi residual yang tidak
sama untuk semua pengamatan. Pada bagian ini, cara mendeteksi ada tidaknya
gejala heterokedastisitas dilakukan dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi
variabel terikat (Zpred) dengan residualnya (Sresid). Deteksi ada tidaknya gejala
tersebut dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik
scatterplot. Dasar pengambilan keputusan dalam analisis heterokedastisitas adalah
sebagai benkut:
1) Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu
yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka sudah
menunjukkan telah terjadinya gejala heterokedastisitas.
2) Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah
angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
d. Uji Autokorelasi
Pengujian autokorelasi dimaksudkan untuk mengetahui apakah terjadi
korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu
(time series) atau secara ruang (cross sectional). Hal ini mempunyai arti bahwa
hasil suatu tahun tertentu dipengaruhi tahun sebelumnya atau tahun berikutnya.
Terdapat korelasi atas data cross section apabila data di suatu tempat dipengaruhi
atau mempengaruhi di tempat lain, untuk mendeteksi ada atau tidaknya
autokorelasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan uji statistik Durbin -
Watson.
Adapun dasar pengambilan keputusan dalam uji autokorelasi ini
dilakukan dengan melihat nilai statistik Durbin Watson (Gujarati, 2000):


BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Uji Asumsi Klasik
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan dengan melihat gambar grafik Normal P-P Plot,
dimana terjadinya gejala tersebut dideteksi dengan melihat titik-titik yang mengikuti
arah garis linier dari kiri bawah ke kanan atas. Bila titik-titik mengikuti arah garis
linier atau diagonal berarti terjadi adanya gejala normalitas. Hasil uji normalitas
penelitian ini dapat dilihat di Gambar IV. 1 dibawah ini:
Normal P-P Plot of Regression J
Dependent Variable: PDRB

0,0 ,3 ,5 ,8 1,0
Observed Cum Prob
Gambar IV. 1 Hasil Uji Normalitas
Gambar IV. 1 di atas, diketahui bahwa pengujian normalitas yang telah
dilakukan memperlihatkan adanya titik yang mengikuti arah garis linier dari kiri
bawah ke kanan atas sehingga variabel yang diuji mengindikasikan adanya
gejala normalitas, dengan demikian variabel yang diuji sudah memenuhi uji asumsi
normalitas yang disyaratkan.

2. Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas dimaksudkan untuk mengetahui korelasi antar variabel-
variabel independen yang digunakan dalam penelitian. Uji multikolinieritas
dilakukan dengan melihat angka variance inflation factor (VIF) atau tolerance.
Sebuah model regresi bebas dari Multikolinieritas apabila nilai VIF lebih kecil dari
10 dan mempunyai angka tolerance lebih besar dari 0,10 (Ghozali, 2004: 92). Hasil
uji multikolinieritas dalam penelitian ini dapat dilihat di Tabel IV. 1 dibawab ini:

Tabel IV. 1
Uji Multikolinieritas
Collinieritv Statistics
Tolerance VIF
Dana alokasi umum 0,593 6,869
Pendapatan asli daerah 0,593 6,869
Sumber: Data yang diolah, 2012
Hasil uji multikolinieritas di ketahui besarnya VIF masing-masing variabel
independen lebih kecil dari 10 dan mempunyai nilai tolerance lebih besar 0,1
sehingga dapat dikatakan tidak terdapat multikolinieritas.
3. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
grafik scatterplot. Hasil uji heteroskedastisitas dapat dilihat pada Gambar IV.2 di
bawah ini:
Gambar IV.2 Hasil Uji Heteroskedastisitas
Dasar pengambilan keputusan dalam analisis heteroskedastisitas
adalah sebagai berikut: (Santoso, 2000: 210):
a. Jika ada pola tertentu seperti titik-titik vane ada membentuk pola tertentu
yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka sudah
menunjukkan telah terjadinya gejala heteroskedastisitas.
b. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah
angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Gambar IV.2. di
atas, memperlihatkan tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas
dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi gejala
heteroskedastisitas.
4. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi dilakukan untuk mengetahui hubugan yang terjadi diantara
variabel-variabel yang diteliti. Untuk mengetahui hal ini akan digunakan angka
Durbin Watson dalam tabel derajat kebebasan dan tingkat signifikansi tertentu. Hasil
uji autokorelasi dapat dilihat pada tabel IV.2 dibawah ini:
Tabel IV.2 Hasil Uji Autokorelasi
Model Summary'
3


Adjusted Std. Error of Durbin-W
Model R R Square R Square the Estimate atson
1 ,989
a
,979 ,973 389600,770 2,170
a- Predictors: (Constant), PAD, DAU
b- Dependent Variable: PDRB
Tabel IV.2 di atas dapat dilihat nilai Durbin-Watson sebesar 2,170 akan
dibandingkan dengan nilai tabel dengan menggunakan derajat kepercayaan 5%,
jumlah sampel 11 dan jumlah variabel bebas 2, maka di tabel Durbin-Watson akan
didapat nilai dL 0,658 dan du 1,604. Nilai DW .............................. maka tidak terjadi
autokorelasi pada model regresi.

B. Analisis Data
1. Analisis Regresi Linier Berganda
Analisis regresi interaksi adalah mengetahui besarnya pengaruh variabel
dana alokasi umum (DAU) dan pendapatan asli daerah (PAD) terhadap produk
domestik regional bruto (PDRB). Dari hasil pengolahan data menggunakan program
SPSS diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel IV.3
Rekapitulasi Hasil Regresi Linier Berganda Variabel Dependen:
Produk Domestik Regional Bruto (Y)

Variabel Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficient (p)
t Sig.
B Std. Error Beta
Konstanta 1568705.96 380417 4,124 0,003
DAU -0,000001964 0,000 -0,125 -0,589 0,572
PAD 0,000 0,000 1,110 5,247 0,001
R Square
Adjusted R Square :
Fhit
Sig.F
: 0,979 0,973 184,572 0,000
Sumber: data hasil olahan SPSS
Tabel IV.3 di atas menunjukkan hasil persamaan regresi linier berganda yang
diperoleh adalah: Y= 1,568,705.96-0,125 + 1,110 + e (0,003)*** (0,572)
(0,001)***
Keterangan:
*** = Signifikan pada tingkat kesalahan 1%
Persamaan di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Konstanta sebesar 1,568,705.96 artinya apabila dana alokasi umum
(DAU) dan pendapatan asli daerah (PAD) tetap maka produk domestik
regional bruto (PDRB) sebesar 1,568,705.96 rupiah.
b. Koefisien regresi variabel dana alokasi umum (DAU) sebesar 0,125
menunjukkan bahwa dana alokasi umum ditingkatkan maka produk domestik
regional bruto (PDRB) akan menurun demikian pula sebaliknya.
c. Koefisien regresi variabel pendapatan asli daerah (PAD) sebesar 1,110
menunjukkan bahwa variabel pendapatan asli daerah (PAD) ditingkatkan
maka produk domestik regional bruto (PDRB) akan meningkat demikian pula
sebaliknya.
2. Ujit
Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh secara parsial antara variabel
dana alokasi umum (DAU) dan pendapatan asli daerah (PAD) terhadap produk
domestik regional bruto (PDRB). Hasil uji t selengkapnya adalah sebagai berikut:
a. Variabel dana alokasi umum (DAU) memiliki nilai t sebesar -0,589
dengan nilai signifikansi sebesar 0,572 > a = 0,05 maka variabel dana
alokasi umum (DAU) tidak mempunyai pengaruh positif dan signifikan
terhadap produk domestik regional bruto (PDRB) sehingga apabila dana
alokasi umum (DAU) meningkat maka tidak akan meningkatkan
produk domestik regional bruto (PDRB).
b. Variabel pendapatan asli daerah (PAD) memiliki nilai t sebesar 5,247
dengan nilai signifikansi sebesar 0,001 < a = 0,05 maka variabel
pendapatan asli daerah (PAD) mempunyai pengaruh positif dan
signifikan terhadap produk domestik regional bruto (PDRB) sehingga
apabila pendapatan asli daerah (PAD) meningkat maka akan
meningkatkan produk domestik regional bruto (PDRB).
3. UjiF
Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh secara simultan antara variabel
dana alokasi umum (DAU) dan pendapatan asli daerah (PAD) terhadap produk
domestik regional bruto (PDRB). Hasil uji F menunjukkan bahwa variabel dana
alokasi umum (DAU) dan pendapatan asli daerah (PAD) mempunyai nilai F sebesar
184,572 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 < 0,01 sehingga secara simultan
variabel dana alokasi umum (DAU) dan pendapatan asli daerah (PAD) berpengaruh
positif dan signifikan terhadap produk domestik regional bruto (PDRB).
4. Koefisien determinasi (Adjusted B
2
)
Nilai Adjusted R square sebesar 0,973, artinya variabel produk domestik
regional bruto (PDRB) dapat dijelaskan oleh dana alokasi umum (DAU) dan
pendapatan asli daerah (PAD) sebesar 97,3% clan sisanya sebesar 2,7% dijelaskan
faktor lain di luar model penelitian, misalnya variabel pajak daerah dan retribusi
daerah.
C. Pembahasan
1. Pengujian Hipotesis Pertama dan Pembahasannya
Dari hasil uji hipotesis secara parsial dengan menggunakan uji t
diketahui nilai t hitung variabel dana alokasi umum (DAU) sebesar -0,589
dengan tingkat signifikansi yang diperoleh sebesar 0,572 > a = 0,05 sehingga
variabel dana alokasi umum menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan
terhadap produk domestik regional bruto (PDRB).
Hasil ini mengindikasikan bahwa semakin meningkat dana alokasi
umum dapat menurunkan produk domestik regional bruto (PDRB) karena
semakin tinggi ketergantungan pada dana alokasi umum dari pemerintah pusat
maka menyebabkan daerah tidak maksimal dalam peningkatan pendapatan
asli daerah dan diduga justru tidak optimal dalam memberdayakan potensi
daerah untuk meningkatkan pendapatan asli daerah sehingga terkesan hanya
menggantungkan pada dana alokasi umum dari pemerintah pusat.

2. Pengujian Hipotesis Kedua dan Pembahasannya
Dari hasil uji hipotesis secara parsial dengan menggunakan uji t
diketahui nilai t hitung variabel pendapatan asli daerah (PAD) sebesar 5,247
dengan tingkat signifikansi yang diperoleh sebesar 0,001 < a = 0,05 sehingga
variabel pendapatan asli daerah menunjukican pengarun yang positif dan
signifikan terhadap pendapatan domestik regional bruto (PDRB).
Hasil ini mengindikasikan bahwa semakin meningkat pendapatan asli
daerah (PAD) maka semakin meningkatkan pendapatan domestik regional
bruto (PDRB) karena pelaksanaan otonomi daerah menyebabkan daerah
memiliki otonomi dalam mengelola daerahnya khususnya meningkatkan
pendapatan asli daerah yang akan berpengaruh pada peningkatan pendapatan
domestik regional bruto (PDRB). Menurut Sianturi (2009) terdapat
keterkaitan antara pajak daerah dengan produk domestik regional bruto.
Semakin besar pajak yang diterima oleh Pemerintah Daerah maka semakin
besar pendapatan asli daerah. Pemerintah daerah menmpunyai wewenang
untuk mengalokasikan pendapatan dalam sektor belanja langsung ataupun
belanja modal.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Dana alokasi umum tidak berpengaruh terhadap produk domestik regional
bruto.
2. Pendapatan asli daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap produk
domestik regional bruto (PDRB).

B. Keterbatasan Penelitian
1. Penelitian ini hanya dilakukan pada tahun 2000 - 2010.
2. Penelitian ini hanya dilakukan di Kabupaten Karanganyar Provinsi Jawa
Tengah.
3. Penelitian ini hanya menggunakan dana alokasi umum (DAU) dan
pendapatan asli daerah (PAD) untuk memprediksi produk domestik regional
bruto (PDRB)
C. Saran
1. Dalam peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Karanganyar
harus berusaha menggali lebih banyak sumber-sumber pendapatan asli daerah
(PAD) baik secara intensifikasi maupun secara ekstensifikasi dan secara
bersamaan harus memperhatikan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat
dan perlu adanya optimalisasi badan usaha miliki daerah agar pendapatan asli
daerah (PAD) meningkat sehingga berimplikasi pada produk domestik
regional bruto.
2. Pemerintah Kabupaten Karanganyar diharapkan dapat mengurangi
ketergantungan daerah terhadap pemerintah pusat agar otonomi daerah dapat
berjalan dengan baik.
3. Penelitian yang akan datang diharapkan dapat menambah tahun pengamatan
khususnya sebelum otonomi daerah tidak hanya selama tiga tahun tetapi dapat
menambah tahun pengamatan menjadi minimal lima tahun pengamatan.
4. Penelitian yang akan datang diharapkan tidak saja dilakukan di Kabupaten
Karanganyar tetapi dapat dilakukan untuk wilayah propinsi Jawa Tengah atau
seluruh Indonesia.
5. Penelitian yang akan datang dapat menggunakan variabel lainnya dalam
melihat pengaruhnya terhadap pendapatan domestik regional bruto (PDRB)
misalnya menggunakan variaoei pajak uaeran uan retnousi daerah.

DAFTAR PUSTAKA


Aebarge, Rolf & Audun Langorgen, (1997). Fiscal and spending behavior of local
governments: An Empirical analysis based on Norwegian data. Statistic Norway,
Discussion paper no. 196.

Andersson, Lars. (2002). The effect of Swedish local public expenditure of a change in
Swedish intergovernmental grant system. Working paper: University of Lund, Working
Paper.

Bastian, Indra. (2002). Akuntansi Sektor Publik;Suatu Pengantar. Erlangga, Jakarta.

Bradford, D. & W. Oates. (1971a). The analysis of revenue sharing in a new approach to
collective fiscal decision. The Quarterly Journal of Economics. Vol. 85. No. 3. pp.
416-439.

Deller, Steven, Craig Maher, & Victor Lledo. (2002). Winconsin local government, state
shared revenues and the illusive flypaper effect. Working Paper. University of
Winconsin-Madison

Gamkhar, Shama & Wallace Oates. (1996). Asymmetries in the response to
increase and decreases in intergovernmental grant: Some empirical findings. National
Tax Journal 49 (4). pp. 501-512.

Ghozali, Imam. (2004). Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro.

Gujarati., Damodar. (2000). Ekonometrika Dasar. Jakarta: Erlangga.

Holtz-Eakin, Douglas, Harvey S. Rosen, & Schuyler Tilly. (1994). Intertemporal analysis
of state an local government spending: Theory and test. Journal of Urban Economics.
Vol. 35(2). pp. 159 - 174.

Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 29/2002 tentang Pedoman Pengurusan,
Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tatacara Penyusunan
Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Depdagri. Jakarta.

Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 181/2000 tanggal 23 Desember 2000 tentang
Dana Alokasi Umum Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Tahun Anggaran
2001. Depdagri. Jakarta.
Kesit Bambang Prakosa. (2004). Analisis Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Prediksi Belanja Daerah (Studi Empirik di
Wilayah Jawa Tengah dan DIY). JAAI, Vol. 8. No. 2. Hal. 101-118.

Legrenzi, Gabriella & Costas Milas. (2001). Non-linear and Asymmetric adjustment in the
local revenue-expenditure models: Some evidence from the Italian municipalities.
Working Paper. University of Milan,

Oates, Wallace. (1999). An essay on fiscal federalism. Journal of Economic Literature. Vol
37. pp. 1120-1149.

Pemerintah Republik Indonesia, UU No. 18 Tahun 1997, Tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah. Depdagri. Jakarta.

Slack, Enid. (1980). Local fiscal response to intergovernmental transfer. The
Review of Economics and Statistics. Vol 62. issue 3. pp. 364 - 370.

Sumodiningrat, Gunawan., (2000). Ekonometrika: Pengantar. Yogyakarta: BPFE.

Zampelli, Ernest M. (1986). Resource fungibility, the flypaper effect, and the expenditure
impact of grants-in-aid. The Review of Economics and Statistic. Vol. 68. issue 1. pp.
33-40.

Zou, Heng-fu. (1994). Dynamic eltects of federal grants on local spenuing. Journal of
Urban Economics. Vol. 36 (1). pp. 98 - 115.

Anda mungkin juga menyukai