Anda di halaman 1dari 7

LO 1 : Fungsi Organ Reproduksi Pria

Spermatogenesis
Peralihan dari bakal sel kelamin yang aktif membelah ke
sperma yang masak serta menyangkut berbagai macam
perubahan struktur yang berlangsung secara berurutan.
Spermatogenesis berlangsung pada tubulus seminiferus dan
diatur oleh hormone gonadtotropin dan testosterone ( Yatim,
1990).

Tahap pembentukan spermatozoa dibagi atas tiga tahap yaitu :
1. Spermatocytogenesis
Merupakan spermatogonia yang mengalami mitosis berkali-kali
yang akan menjadi spermatosit primer. Spermatogonia
mendapatkan nutrisi dari sel-sel sertoli dan berkembang
menjadi spermatosit primer. Satu spermatosit akan
menghasilkan dua sel anak, yaitu spermatosit sekunder.

1. Tahapan Meiois
Spermatosit I (primer) menjauh dari lamina basalis, sitoplasma
makin banyak dan segera mengalami meiosis I yang kemudian
diikuti dengan meiosis II

1. Tahapan Spermiogenesis
Merupakan transformasi spermatid menjadi spermatozoa yang
meliputi 4 fase yaitu fase golgi, fase tutup, fase akrosom dan
fase pematangan.

Hasil akhir berupa empat spermatozoa masak. Dua
spermatozoa akan membawa kromosom penentu jenis kelamin
wanita X. Apabila salah satu dari spermatozoa ini bersatu
dengan ovum, maka pola sel somatik manusia yang 23 pasang
kromosom itu akan dipertahankan.

Mekanisme Ereksi
Adanya perasaan erotik maka saraf parasimpatis terpacu
dan menyebabkan relaksasi otot polos pada arteri dan korpus
kavernosum, akibatnya darah mengalir ke arteri dan teregang,
ruang kaverna terisi darah arterial dan ruangan membesar.

Pembesaran ruangan ini menyebabkan vena besar yang
berdinding tipis tergencet hingga darah sulit meninggalkan
melalui vena. Darah yang mengumpul di korpus kavernosum
dengan tekanan yang makin meninggi dan menyebabkan organ
mengeras. Pada saat ini a.helisina yang jalannya bekelok-kelok,
secara pasif teregang dan menjadi lurus ( Yatim, 1990).
Setelah ejakulasi pengaruh saraf simpatis lebih dominan
dan otot polos kembali pada tonusnya, aliran darah normal
kembali, darah yang tertinggal dalam korpus kavernosum
tertekan masuk kedalam vena karena kontraksi otot polos
trabekula dan kerutan kembali jaringan elastis. Penis kembali
kebentuk yang normal ( Yatim, 1990).

Faktor-faktor yang menyebabkan ereksi antara lain
vasodilatasi pada arteri (disebabkan oleh ransangan saraf pelvis
yang disebut saraf erigentes dari pleksus pelvis) dan
pengurangan aliran vena dari pelvis.

Ejakulasi
Ejakulasi adalah suatu gerak refleks yang mengosongkan
epididimis, uretra dan kelenjar-kelenjar kelamin aksesori pada
jantan. Dapat terjadi karena ransangan pada glans penis. Dapat
juga ditimbulkan dengan cara masase kelenjar kelamin aksesori
melalui rectum atau dengan menggunakan electric ejaculator

Proses ejakulasi berada di bawah pengaruh saraf otonom.
Asetilkolin berperan sepagai neurotransmiter ketika saraf
simpatis mengaktivasi kontraksi dari leher kandung kemih,
vesikula seminalis, dan vas deferens. Refleks ejakulasi berasal
dari kontraksi otot bulbokavernosus dan ischiokavernosus serta
dikontrol oleh saraf pudendus. Singkatnya, ejakulasi terjadi
karena mekanisme refleks yang dicetuskan oleh rangsangan
pada penis melalui saraf sensorik pudendus yang terhubung
dengan persarafan tulang belakang (T12-L2) dan korteks
sensorik (salah satu bagian otak).

Pubertas (Dewasa Kelamin)
Dapat didefinisikan sebagai umur atau waktu dimana
organ organ reproduksi mulai berfungsi dan perkembang
biakan dapat terjadi.

Faktor Faktor Yang Memepengaruhi Pubertas
Pubertas di control oleh mekanisme mekanisme fisiologik
tertentu yang melibatkan gonad dan kelenjar adenohypophisa,
maka pubertas tidak luput dari pengaruh factor herediter dan
lingkungan yang bekerja melalui organ organ tersebut (
Toelihere, 1985 ).

Makanan; makanan yang cukup perlu untuk fungsi endokrin
yang normal. Tingkatan makanan tampaknya mempengaruhi
sintesa pelepasan hormone dari kelenjar kelenjar endokrin (
Toelihere, 1985 ).
Faktor faktor genetic; faktor faktor genetic yang
mempengaruhi umur pubertas dicerminkan oleh perbedaan
antar bangsa


Hormon Yang Berpengaruh Pada Sistem Reproduksi Jantan
Menurut Pearce (1983), hormon gonadotropin merupakan
hormon yang merangsang folikel gift di dalam ovarium dan
pada pembentukan spermatozoa dalam testis. Sedangkan
menurut Black and Pickering (1998), hormon ini yaitu LH dan
CTH dapat mengontrol sekresi estrogen, progesteron serta
testoteron. Mekanisme gonadotropin dapat dijelaskan sebagai
berikut :

Rangsangan hipotalamus gonadotropin gonad

Gonadotropin merangsang alat kelamin seperti testis
menghasilkan testosteron dan ovarium menghasilkan estrogen
dan progesteron. Menurut Ville et. al. (1988), terdapat
hubungan antara hipofisa dan gonad, dengan meningkatnya
konsentrasi gonadotropin dalam darah, akan menghasilkan
sejumlah ovalusi tertentu. Injeksi hormon dapat dianggap
sebagai gonadotropin eksogen yang akan merangsang
gonadotropin endogen dari kelenjar hipofisa dan merangsang
steroid secara alami serta senyawa-senyawa lain yang ada
dalam gonad.

Folicle Stimulating Hormon (FSH) menyebabkan berkembang
dan membesarnya folikel di dalam ovari dengan elaborasi
simultan estrogen folikel. Peningkatan kadar estrogen yang
beredar menyebabkan produksi FSH dihambat seperti halnya
mekanisme umpan balik lainnya. Menurunnya produksi FSH
menyebabkan produksi LH meningkat, sehingga folikel menjadi
masak dan terjadilah ovalusi. FSH juga merangsang proses
gametogenesis dalam tubulus seminiverus di testis pada hewan
jantan melalui perkembangan spermatozoa spermatosit, tetapi
testosteron dibutuhkan dalam melengkapi perkembangan
spermatozoa bersama dengan sekresi pituitary dari ACSH (LH)
yang bekerja dengan testoteron (Gordon, 1982).

Proses pembentukan dan pemasakan spermatozoa disebut
spermatogenesis. Pada tubulus seminiferus testis terdapat sel-
sel induk spermatozoa atau spermatogonium, sel Sertoli yang
berfungsi memberi makan spermatozoa juga sel Leydig yang
terdapat di antara tubulus seminiferus yang berfungsi
menghasilkan testosteron.

Kelenjar hipofisis menghasilkan hormon perangsang folikel
(Folicle Stimulating Hormone/FSH) dan hormon lutein
(Luteinizing Hormone/LH).

LH merangsang sel Leydig untuk menghasilkan hormon
testosteron. Pada masa pubertas, androgen/testosteron
memacu tumbuhnya sifat kelamin sekunder ( Anonim B, 2009 ).

FSH merangsang sel Sertoli untuk menghasilkan ABP (Androgen
Binding Protein) yang akan memacu spermatogonium untuk
memulai proses spermatogenesis.

Hormonal dalam Proses Spermatogenesis :
Spermatogonium berkembang menjadi sel spermatosit primer.
Sel spermatosit primer bermiosis menghasilkan spermatosit
sekunder, spermatosit sekunder membelah lagi menghasilkan
spermatid, spermatid berdiferensiasi menjadi spermatozoa
masak. Bila spermatogenesis sudah selesai, maka ABP
testosteron (Androgen Binding Protein Testosteron) tidak
diperlukan lagi, sel sertoli akan menghasilkan hormon inhibin
untuk memberi umpan balik kepada hipofisis agar
menghentikan sekresi FSH dan LH ( Anonim B, 2009 ).
Spermatozoa akan keluar melalui uretra bersama-sama dengan
cairan yang dihasilkan oleh kelenjar vesikula seminalis, kelenjar
prostat dan kelenjar cowper. Spermatozoa bersama cairan dari
kelenjar-kelenjar tersebut dikenal sebagai semen atau air mani.
Pada waktu ejakulasi, seorang laki-laki dapat mengeluarkan
300 400 juta sel spermatozoa ( Anonim B, 2009 ).

Hormon pada Alat Genital Jantan
Proses spermatogenesis distimulasi oleh sejumlah hormon,
yaitu testoteron, LH (Luteinizing Hormone), FSH (Follicle
Stimulating Hormone), estrogen dan hormon pertumbuhan (
Anonim A, 2009 ).

Testoteron
Testoteron disekresi oleh sel-sel Leydig yang terdapat di antara
tubulus seminiferus. Hormon ini penting bagi tahap
pembelahan sel-sel germinal untuk membentuk sperma,
terutama pembelahan meiosis untuk membentuk spermatosit
sekunder ( Anonim A, 2009 ).

LH (Luteinizing Hormone)
LH disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior. LH berfungsi
menstimulasi sel-sel Leydig untuk mensekresi testoteron (
Anonim A, 2009 ).

FSH (Follicle Stimulating Hormone)
FSH juga disekresi oleh sel-sel kelenjar hipofisis anterior dan
berfungsi menstimulasi sel-sel sertoli. Tanpa stimulasi ini,
pengubahan spermatid menjadi sperma (spermiasi) tidak akan
terjadi ( Anonim A, 2009 ).


Estrogen
Estrogen dibentuk oleh sel-sel sertoli ketika distimulasi oleh
FSH. Sel-sel sertoli juga mensekresi suatu protein pengikat
androgen yang mengikat testoteron dan estrogen serta
membawa keduanya ke dalam cairan pada tubulus seminiferus.
Kedua hormon ini tersedia untuk pematangan sperma (
Anonim A, 2009 ).

Hormon Pertumbuhan
Hormon pertumbuhan diperlukan untuk mengatur fungsi
metabolisme testis. Hormon pertumbuhan secara khusus
meningkatkan pembelahan awal pada spermatogenesis (
Anonim A, 2009 ).

Fungsi sel leidig menghasilkan hormon testosteron yang
berfungsi :
mengatur aktivitas kelenjar assesorius, terutama kelenjar
prostat.
Memelihara tanda khas jantan (secondary sex characteristics)
Bersama dengan hormon FSH dan Hiphofisa mengatur
aktivitas spermatogenesis ( Yatim, 1990).

Hormon LH atau ICSH mengatur aktivitas sel leidig pengaruh ini
semakin jelas bila sekaligus ditambah dengan FSH. Di dalam
tubuh hewan memang terjadi inter-relasi antara kelenjar
endokrin tertentu dalam mengatur aktivitas alat reproduksi,
misalnya kelenjar hipophisa, adrenal dan testis sendiri ( Yatim,
1990).

Air mani sering disebut sperma atau semen, terdiri dari
campuran spermatozoa dan sekresi kelenjar asesorius dan
epididimis. Sekreta kelenjar selain sebagai pengangkut
(vesicle), juga bekerja sebagai pembawa makanan serta
mengaktifkan gerakan spermatozoa. Kandungan hialuronidase
dalam air mani yang cukup tinggi diduga terdapat pada kepala
dari spermatozoa, enzim mana yang diperlukan pada proses
pembuahan, khususnya untuk merusak selaput sekunder dari
ovum ( Yatim, 1990).

Hormon testosteron sangat berpengaruh terhadap kesuburan
kelenjar asesorius dan ciri khas kelamin jantan (secondary sex
characteristic).

LO 2 : Fungsi Organ Reproduksi Wanita
Proses Ovulasi
a. Fase pra-ovulasi
Pada fase pra-ovulasi atau akhir siklus menstruasi, hipotalamus
mengeluarkan hormon gonadotropin. Gonadotropin
merangsang hipofisis untuk mengeluarkan FSH. Adanya FSH
merangsang pembentukan folikel primer di dalam ovarium
yang mengelilingi satu oosit primer. Folikel primer dan oosit
primer akan tumbuh sampai hari ke-14 hingga folikel menjadi
matang atau disebut folikel de Graaf dengan ovum di
dalamnya. Selama pertumbuhannya, folikel juga melepaskan
hormon estrogen. Adanya estrogen menyebabkan
pembentukan kembali (proliferasi) sel-sel penyusun dinding
dalam uterus dan endometrium. Peningkatan konsentrasi
estrogen selama pertumbuhan folikel juga mempengaruhi
serviks untuk mengeluarkan lendir yang bersifat basa. Lendir
yang bersifat basa berguna untuk menetralkan sifat asam pada
serviks agar lebih mendukung lingkungan hidup sperma.

b. Fase Ovulasi
Pada saat mendekati fase ovulasi atau mendekati hari ke-14
terjadi perubahan produksi hormon. Peningkatan kadar
estrogen selama fase pra-ovulasi menyebabkan reaksi umpan
balik negatif atau penghambatan terhadap pelepasan FSH lebih
lanjut dari hipofisis. Penurunan konsentrasi FSH menyebabkan
hipofisis melepaskan LH. LH merangsang pelepasan oosit
sekunder dari folikel de Graaf. Pada saat inilah disebut ovulasi,
yaitu saat terjadi pelepasan oosit sekunder dari folikel de Graaf
dan siap dibuahi oleh sperma. Umunya ovulasi terjadi pada hari
ke-14.
c. Fase pasca-ovulasi
Pada fase pasca-ovulasi, folikel de Graaf yang ditinggalkan oleh
oosit sekunder karena pengaruh LH dan FSH akan berkerut dan
berubah menjadi korpus luteum. Korpus luteum tetap
memproduksi estrogen (namun tidak sebanyak folikel de Graaf
memproduksi estrogen) dan hormon lainnya, yaitu
progesteron. Progesteron mendukung kerja estrogen dengan
menebalkan dinding dalam uterus atau endometrium dan
menumbuhkan pembuluh-pembuluh darah pada
endometrium. Progesteron juga merangsang sekresi lendir
pada vagina dan pertumbuhan kelenjar susu pada payudara.
Keseluruhan fungsi progesteron (juga estrogen) tersebut
berguna untuk menyiapkan penanaman (implantasi) zigot pada
uterus bila terjadi pembuahan atau kehamilan.
Proses pasca-ovulasi ini berlangsung dari hari ke-15 sampai hari
ke-28. Namun, bila sekitar hari ke-26 tidak terjadi pembuahan,
korpus luteum akan berubah menjadi korpus albikan. Korpus
albikan memiliki kemampuan produksi estrogen dan
progesteron yang rendah, sehingga konsentrasi estrogen dan
progesteron akan menurun. Pada kondisi ini, hipofisis menjadi
aktif untuk melepaskan FSH dan selanjutnya LH, sehingga fase
pasca-ovulasi akan tersambung kembali dengan fase
menstruasi berikutnya.

B. Fisiologi Fertilisasi
1. Pengertian Fertilisasi
Fertilisasi adalah suatu peristiwa penyatuan antara sel
mani/sperma dengan sel telur di tuba falopii. Pada saat
kopulasi antara pria dan wanita (sanggama/coitus), dengan
ejakulasi sperma dari saluran reproduksi pria di dalam vagina
wanita, akan dilepaskan cairan mani yang berisi selsel sperma
ke dalam saluran reproduksi wanita. Jika sanggama terjadi
dalam sekitar masa ovulasi (disebut masa subur wanita),
maka ada kemungkinan sel sperma dalam saluran reproduksi
wanita akan bertemu dengan sel telur wanita yang baru
dikeluarkan pada saat ovulasi.
Untuk menentukan masa subur, dipakai 3 patokan, yaitu :
a. Ovulasi terjadi 14 2 hari sebelum haid yang akan
datang.
b. Sperma dapat hidup & membuahi dalam 2-3 hari
setelah ejakulasi.
c. Ovum dapat hidup 24 jam setelah ovulasi
Pertemuan / penyatuan sel sperma dengan sel telur inilah
yang disebut sebagai pembuahan atau fertilisasi. Dalam
keadaan normal in vivo, pembuahan terjadi di daerah tuba
falopii umumnya di daerah ampula / infundibulum.

2. Proses Fertilisasi
a. Penetrasi sperma
Oosit sekunder mengeluarkan fertilizin untuk menarik sperma
agar mendekatinya. Sperma harus menembus lapisan-lapisan
yang mengelilingi oosit sekunder dengan cara mengeluarkan
enzim hialuronidase untuk melarutkan senyawa hialuronid
pada corona radiata, lalu mengeluarkan akrosin untuk
menghancurkan glikoprotein pada zona pelusida dan anti
fertilizin agar dapat melekat pada oosit sekunder.
b. Proses di sel telur
Sel-sel granulosit di bagian korteks oosit sekunder
mengeluarkan senyawa tertentu agar zona pelusida tidak dapat
di tembus oleh sperma yang lainnya. Penetrasi sperma akan
merangsangsel telur untuk menyelesaikan proses meiosis II
yang menghasilkan 3 badan polar dan satu ovum (inti oosit
sekunder)

c. Setelah penetrasi
Setelah sperma memasuki oosit sekunder, inti atau nukleus
pada kepala sperma akan membesar dan ekor sperma akan
berdegenerasi.
d. Penggabungan inti
Terjadi penggabungan inti sperma yang mengandung 23
kromosom (haploid) dengan inti ovum yang mengandung 23
kromosom (haploid) sehingga menghasilkan zigot.

LO 6
Pada siklus menstruasi normal, terdapat produksi
hormon-hormon yang paralel dengan pertumbuhan lapisan
rahim untuk mempersiapkan implantasi (perlekatan) dari janin
(proses kehamilan). Siklus menstruasi normal berlangsung
selama 28-35 hari, 2-8 hari adalah waktu keluarnya darah haid
yang berkisar 20-60 ml per hari. Penelitian menunjukkan
wanita dengan siklus mentruasi normal hanya terdapat pada
2/3 wanita dewasa, sedangkan pada usia reproduksi yang
ekstrim yaitu setelah menarche (pertama kali terjadinya
menstruasi) dan menopause, lebih banyak mengalami siklus
yang tidak teratur atau siklus yang tidak mengandung sel telur.
Siklus mentruasi ini melibatkan kompleks hipotalamus-
hipofisis-ovarium.

Pematangan folikel dan ovulasi dikontrol oleh
hypothalamus-pituitary-ovarian axis. Hipotalamus memacu
kelenjar hipofisis dengan menyekresi gonadotropin-releasing
hormone (GnRH) melalui pembuluh darah kecil di system portal
kelenjar hipofisis, kehipofisis anterior, gonadotropin hipofisis
memacu sintesis dan pelepasan follicle-stimulating hormone
(FSH) dan luteinizing-hormone (LH).

FSH adalah hormone glikoprotein yang memacu
pematangan folikel selama fase folikular dari siklus. FSH juga
membantu LH memacu sekresi hormone steroid, terutama
estrogen oleh sel granulosa dari folikel matang.
LH juga termasuk dalam glikoprotein. LH juga mempengaruhi
produksi progesterone oleh korpus luteum.

Di dalam rahim terdapat lapisan endometrium yaitu
lapisan yang berperan di dalam siklus menstruasi. 2/3 bagian
endometrium disebut desidua fungsionalis yang terdiri dari
kelenjar, dan 1/3 bagian terdalamnya disebut sebagai desidua
basalis.
Siklus menstruasi normal dapat dibagi menjadi 2
segmen yaitu, siklus ovarium (indung telur) dan siklus uterus
(rahim).
1. Siklus Ovarium
a. Fase Folikular

Hari ke-1 8
Pada awal siklus, kadar FSH dan LH relative tinggi dan memacu
perkembangan 10-20 folikel dengan satu folikel dominan.
Relatif tingginya kadar FSH dan LH merupakan trigger turunnya
estrogen dan progesteron pada akhir siklus. Selama dan segera
setelah haid kadar estrogen relative rendah tapi mulai
meningkat karena terjadi perkembangan folikel.
Hari ke-9 14
Pada perubahan hormone yang hubungannya dengan
pematangan folikel adalah ada kenaikan yang progresif dalam
produksi estrogen (terutama estradiol) oleh sel granulose dari
folikel yang berkembang. Mencapai puncak 18 jam sebelum
ovulasi. Karena kadarestrogen meningkat, pelepasan kedua
gonadotropin ditekan (umpan balik negative) yang berguna
untuk mencegah hiperstimulasi dari ovarium dan pematangan
banyak folikel.
Sel granulose juga menghasilkan inhibin dan mempunyai
implikasi sebagai factor dalam mencegah jumlah folikel yang
matang.
b. Ovulasi

Hari ke-14
Ovulasi adalah pembesaran folikel secara cepat yang diikuti
dengan protrusi dari permukaan korteks ovarium dan pecahnya
folikel dengan ekstrusinya oosit yang ditempeli oleh cumulus
ooforus.

Pada perubahan hormone, estrogen meningkatkan
sekresi LH (melalui hipotalamus) mengakibatkan meningkatnya
produksi androgen dan estrogen (umpan balik positif). Segera
sebelum ovulasi terjadi penurunan kadar estradiol yang cepat
dan peningkatan produksi progesterone. Ovulasi terjadi dalam
8 jam dari mid-cycle surge LH.

c. Fase Luteal
Hari ke-15 28
Sisa folikel tertahan dalam ovarium dipenitrasi oleh kapiler dan
fibroblast dari teka. Sel granulose mengalami luteinisasai
menjadi korpus luteum. Korpus luteum merupakan sumber
utama hormone steroid seks, estrogen dan progesterone
disekresi oleh ovarium pada fase pasca-ovulasi.
Selama fase luteal kadar gonadotropin mencapai nadir dan
tetap rendah sampai terjadi regresi korpus luteum yang terjadi
pada hari ke26-28. Jika terjadi konsepsi dan implantasi , korpus
luteum tidak mengalami regresi karena dipertahankan oleh
gonadotrofin yang dihasilkan oleh trofloblas. Jika konsepsib
dan implantasi tidak terjadi korpus luteum akan mengalami
regresi dan terjadilah haid. Setelah kadara hormone steroid
turun akan diikuti peningkatamn kadar gonadotrofin untuk
insiasi siklus berikunya.
2. Siklus Uterus

Dengan diproduksinya hormone steroid oleh ovarium secara
siklik akan menginduksi perubahan penting pada uterus , yang
melibatkan endometrium dan mukosa serviks.
a. Fase Proliferasi

Selama fase folokular di ovarium, endometrium dibawah
pengaruh estrogen. Pada akhir haid proses regenerasi berjalan
dengan cepat. Saat ini disebut fase proliferasi, kelenjar tubular
yang tersusun rapi sejajar dengan sedikit sekresi.
b. Fase sekretoris

Setelah ovulasi, produksi progesterone menginduksi perubahan
sekresi endometrium. Tampak sekretori dari vacuole dalam
epitel kelenjar dibawah nucleus, sekresi maternal kedalam
lumen kelanjar dan menjadi berkelok-kelok.
c. Fase Haid

Normal fase luteal berlangsung selam 14 hari. Pada akhir fase
ini terjadi regresi korpus luteum yang ada hubungannya
dengan menurunnya produksi estrogen dan progesteron
ovarium. Penurunan ini diikuti oleh kontraksi spasmodic yang
intens dari bagian arteri spiralis kemudian endometium
menjadi iskemik dan nekrosis, terjadi penglupasan lapisan
super fisial endometrium dan terjadilah perdarahan.
Vasospasmus terjadi karena adanya produksi local
prostaglandin. Prostaglandin juga meningkatkan kontraksi
uterus bersamaan dengan aliran darah haid yang tidak
membeku karena adanya aktivitas fibrinolitik local dalam
pembuluh darah endometrium yang mencapai puncaknya saat
haid.


LO 7
Kelainan Pada Sistem Reproduksi Jantan
Hipogonadisme : penurunan fungsi testis yang disebabkan
oleh gangguan interaksi hormon, seperti hormon androgen dan
testoteron. Gangguan ini menyebabkan infertilitas, impotensi
dan tidak adanya tanda-tanda kepriaan. Penanganan dapat
dilakukan dengan terapi hormon ( Anonim A, 2009 ).
Uretritis : peradangan uretra dengan gejala rasa gatal pada
penis dan sering buang air kecil. Organisme yang paling sering
menyebabkan uretritis adalah Chlamydia trachomatis,
Ureplasma urealyticum atau virus herpes ( Anonim A, 2009 ).
Prostatitis : peradangan prostat. Penyebabnya dapat berupa
bakteri, seperti Escherichia coli maupun bukan bakteri (
Anonim A, 2009 ).
Epididimitis : infeksi yang sering terjadi pada saluran
reproduksi pria. Organisme penyebab epididimitis adalah E. coli
dan Chlamydia ( Anonim A, 2009 ).
Pimoris : penis tidaak bisa keluar dari preputium karena
radang penis (balanitis), tumor penis, dan genetik ( Anonim A,
2009 ).
Prolapsus preaputialis : mukosa preputium keluar dari
preputium karena infeksi Stafilococcus, Streptococcus.
Corynebacterium piogenes, E. Coli (Mosaheb, 1973)
Neoplasma Penis : tonjolan pada glans penis yang disebabkan
oleh virus papilomata yang bersifat sporadis (Mosaheb, 1973)
Orkhitis : radang pada testis karena infeksi Diplococcus,
Stafilococcus, Streptococcus, Corynebacterium piogenes,
Microbacterium tuberculosis, Actinomicosis, Brussella abortus,
mikroplasma, Clamidia, Epididymitis penyebabnya sama.
(Marcos, 1973)
Cryptochysmus : kegagalan descensus testiculorum sehingga
testis tertinggal di cavum abdomen atau canalis inguinalis
(Jainudeen & Hafez, 1987)
Seminal Vesiculitis : radang pada vesicula seminalis yang
disebabkan oleh Virus IBR/IPV, Brussella abortus, Clamidia,
Microplasma bovigenitalium, Corynebacterium piogenes,
proteus, Pseudomonas aeroginosa, Tuberculosis,
Paratuberculosis, Actinobacillus actinoides, Nocardia,
fumigatus, Trichomonas fetus (Al Aubaidi, 1972)

Anda mungkin juga menyukai