Anda di halaman 1dari 4

Asas-asas Keadilan

Yusticia est constant et pepetua suum quick tribure adil berarti keadaan yang terus
menerus yang memberikan seseorang apa yang menjadi haknya. Keadilan merupakan hal yang
subjektif, kembali ke diri masing-masing individu. Berbicara mengenai keadilan,maka kita akan
lebih menyinggung mengenai rasa puas seseorang terhadap apa yang ia peroleh dari haknya.
Apakah ada keseimbangan antara kewajiban yang individu tersebut lakukan ataukah ada
ketimpangan. Plato mengemukakan bahwa keadilan adalah kesesuaian antara pekerjaan dan
kemampuan seseorang. Dikaitkan dengan adagium ini, pendapat plato dapat ditafsirkan
bahwa ukuran keadilan terhadap seseorang itu berbeda beda, tergantung seberapa besar apa
yang telah di lakukan atau dikorbankan seseorang itu untuk sesuatu hal. Ukuran keadilan
memang abstrak namun bukan berarti keadilan itu tidak ada ukurannya.
Rapport du droit, hakekat hukum adalah membawa aturan yang adil didalam
masyarakat. Tujuan hukum menurut Radbrugh adalah keadilan, kepastian dan kemanfaatan.
Namun pada dasarnya, keadilan adalah yang paling terpenting. Masyarakat lebih menghendaki
keadilan itu yang betul-betul adil. Dalam Pancasila pada sila ke lima (5) secara jelas dituliskan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Keadilan sosial ini dapat diartikan sebagai
keadilan bagi semua orang, bukan hanya bagi kelompok-kelompok tertentu dan semua
golongan tetapi bagi tiap-tiap individu yang melakukan kesalahan tanpa memandang latar
belakang kelompok atau individu. Meskipun keadilan adalah hal yang subjektif, namun pada
dasarnya jangan sampai melukai esensi dari keadilan itu sendiri. Apalah arti hukum tanpa
keadilan (teori etis)
Restituio in integrum, kembali ke keadaan semula. Adagium ini dapat dipahami
sebagai pemulihan tatanan masyarakat kembali kepada keseimbangan/keadaan semula.
Keadaan semula dapat dipahami sebagai keadaan dimana sebelum terjadinya konflik dalam
suatu kelompok masyarakat adalah keadaan yang aman, tentram, damai, dan sejahtera. Hal ini
bertujuan untuk mengembalikan keharmonisan di dalam struktur masyarakat dan kehidupan
sosial masyarakat. Didalam masyarakat manusia selalu behubungan satu sama lain. Kehidupan
bersama itu menyebabkan adanya interaksi,kontak atau hubungan satu sama lain.Kontak dapat
berarti hubungan yang menyenangkan atau menimbulkan pertentangan atau konflik.
Mengingat akan banyaknya kepentingan tidak mustahil terjadi konflik atau bentrokan antara
sesama manusia,karena kepentingan yang saling bertentangan.Konflik kepentingan itu terjadi
apabila dalam melaksanakan atau mengejar kepentingannya seseorang merugikan orang lain.
Gangguan kepentingan atau konflik harus dicegah atau tidak dibiarkan berlangsung terus-
menerus karena akan mengganggu keseimbangan tatanan masyarakat.Manusia akan selalu
berusaha agar tatanan masyarakat dalam keadaan seimbang,Oleh karena itu keseimbangan
tatanan masyarakat yang terganggu harus dipulihkan kekeadaan semula (Restituio in
integrum).

Asas-asas Kepastian

Summun ius summa injuria; summa lex summa crux, keadilan tertinggi merupakan
ketidakadilan tertinggi. Dalam mencari keadilan, yang paling baik menurut saya adalah
keadilan yang proporsional. Dengan kata lain, keselarasan antara hak dan kewajiban.
Keselarasan antara perbuatan dan sanksi. Menurut asas ini, mencari keadilan yang setinggi-
tingginya justru akan melukai keadilan itu sendiri. Dari berbagai kasus dan problematika hukum
di dalam masyarakat, kasus pencurian kakao, kasus pencurian sendala merupakan contoh
penerapan hukum yang terlalu strict. Hukum memang harus ditegakkan, namun yang menjadi
tujuan utama adalah keadilan yang seperti apa yang didapatkan dari penegakan hukum itu.
Tidak bisa dipungkiri bahwa selama ini hukum belum bisa memenuhi kepuasan manusia sebagai
salah satu alat yang menjadi rambu-rambu antara perbuatan yang benar dan perbuatan yang
salah. Kenyataan seperti itu memperlihatkan adanya pertentangan antara rambu-rambu yang
dibuat oleh hukum di satu pihak dan fleksibilitas yang dituntut oleh hubungan sosial di pihak
lain. Gambaran mengenai kehidupan hukum yang seperti itu, akan menjadi jelas jika dalam
mengamatinya kita menggunakan kacamata hukum dan masyarakat, yaitu yang melihat
kehidupan hukum tersebut tidak hanya sebagai fungsi dari peraturan, tetapi juga dari
kebijakan (policy) pelaksanaannya serta tingkah laku masyarakat. Oleh karena itu, kita harusnya
juga melihat hukum dari sisi sosiologis, bukan semata-mata pada penerapan UU tanpa
memperhitungkan faktor-faktor yang lain.
Lex dura, sed tamen scripta, undang-undang itu kejam, tetapi memang demikianlah
bunyinya. Asas ini mempunyai beragam pemahaman. kejam dalam pemahaman saya tidak
berarti bahwa hukum itu kejam. Namun lebih mengacu pada aturan yang berlaku memang
harus dipatuhi. Dan apabila tidak dipatuhi atau dilanggar, maka sanksi yang diperoleh adalah
absolute atau mutlak. Siapa yang bersalah akan dihukum setimpal dengan perbuatannya.
Disinilah letak kekejaman hukum itu. Didalam hal ini, kita akan diperhadapkan pada dua
masalah. Pertama adalah, seorang mematuhi hukum itu karena keterpaksaan yang
memungkinkan terjadinya ketidaknyamanan dalam mewujudkan hukum itu. Hal ini
bertentangan dengan pendapat Jeremy Bentham ukuran keadilan dalam sebuah Undang-
undang adalah kepuasan/kebahagiaan masyarakat (the greatest happiness principle). Kedua,
adalah disisi lain, dibutuhkan ada aturan hukum yang dibuat untuk mengatur pola hidup dan
perilaku masyarakat (apa yang seharusnya), hal ini mewajibkan adanya unsur paksaan dalam
aturan hukumnya, namun bukan berarti kejam. Tapi substansinya adalah untuk kebaikan
bersama. Saya menyimpulkan bahwa hukum itu kaku/keras, namun bukan berarti kejam. Pada
hakekatnya hukum membutuhkan daya pikat dan daya paksa yang kuat agar masyarakat dapat
mematuhinya.
Ignorantia leges excusat neminem, ketidaktahuan akan Undang-undang tidak bisa
menjadi alasan pemaaf. Adagium ini menurut saya kurang tepat untuk Wilayah Indonesia.
Berbicara mengenai Undang-undang yang telah berlaku, menurut saya ada berbagai macam
faktor yang yang membuat masyarakat tidak mengetahui atau kurang memahami suatu produk
Undang-undang yang sudah berlaku. Kurangnya sosialisasi dari aparat yang berwenang
merupakan salah satu faktor penting dalam penyebaran informasi mengenai suatu produk
undang-undang. Meskipun di dunia modernisasi sekarang ini, era digital sudah sangat maju,
media cetak maupun elektronik dapat secara cepat memberikan informasi, namun tidak bisa
dipungkiri bahwa di beberapa wilayah, sumberdaya manusia maupun dukungan teknologi
masih belum memadai. Tingkat pendidikan yang rendah juga menjadikan pemahaman terhadap
Undang-undang itu kurang dipahami. Kehidupan masyarakat di pedesaan sangat-sangat
berbeda daripada di perkotaan.Masyarakat pedesaan akan sulit memahami Undang-undang itu
secara benar. Hal ini dikarenakan latar belakang pendidikan masyarakat desa yang masih
rendah. Selain faktor itu, kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari pulau-pula dan
pegunungan menjadi salah satu faktor penghambat dalam proses sosialisasi Undang-undang
atau peraturan yang baru berlaku atau yang akan diberlakukan.

Anda mungkin juga menyukai