PERBANDINGAN DUA PROTOKOL ANALGETIK UNTUK MENANGANI NYERI PASCAOPERASI TONSILLECTOMY PADA PASIEN RAWAT JALAN LATAR BELAKANG Tonsilektomi merupakan prosedur yang umum dilakukan namun berpotensi menimbulkan nyeri dan hemoragi. Penanganan nyeri menjadi permasalahan dan perlu dilakukan pengoptimalan protokol dan identifikasi teknik operasi . Penanganan nyeri menjadi prioritas sebab dapat memperpanjang durasi perawatan di rumah sakit.
LATAR BELAKANG Analgetik yang saat ini sering digunakan yaitu Tramadol dan Prednison. NSID digunakan sebagai coadjuvant untuk mengurangi efek yang tidak diinginkan. Maka perlu dibandingkan antara Tramadol + NSID dan Prednison + NSID. Bahan Penelitian 22 Oktober 2009-16 Desember 2010 (52). Protokol 1 Kelompok 1 13 Januari 2011 hingga 20 Januari 2012 (60). Protokol 2 Kelompok 2 Protokol Protokol 1 metamizole , tramadol , metoclopramide dan omeprazole (4hari) ibuprofen , metamizole , parasetamol dan omeprazole Protokol 2 ibuprofen , prednison , parasetamol dan omeprazole (4hari) pengurangan prednisone selama 5 hari Inform consent (prosedur OP, perawatan pasca OP, pelatihan Skala Numerik, protokol analgesik, dan diet) Penentuan kriteria inklusi / eksklusi indikasi tonsilektomi (Spanyol Society of Otorhinolaryngology dan Cervicofacial Pathology) dan kriteria inklusi / eksklusi Bedah rawat jalan utama. Teknik OP (cold dissection dengan ligature / dissection with electrocautery ) Teknik Anastesi umum (propofol dan remifentanil dalam anestesi induksi) protokol pencegahan mual dan muntah (ondansetron 4 mg) corticoids (methylprednisolon e 80 mg ), dan parasetamol 1 g dan dexketoprofen 50 mg gas anestesi yang digunakan adalah oksigen, protoxide dan sevofluran. Perlakuan protokol Follow-up (rasa sakit, perdarahan, demam, aphthae, kecemasan, diare, sembelit, infeksi, pusing, mual, muntah, penerimaan, (4-7-15) Analisis Statistik ANALISIS STATISTIK Data dipindahkan dalam formal excel T-test Program MedCalc versi 11.1.0 perbandingan variabel kuantitatif Chi-squared digunakan untuk variabel kualitatif P <.05 dianggap signifikan secara statistik. Hasil Karakteristik pasien.
2 pasien meninggalkan pengobatan (50) 47 tonsilitis berulang 3 (phlegmon peritonsillar ) Kel 1 2 pasien meninggalkan pengobatan ,1 alergi. (60) tonsilitis berulang. Kel 2 Nyeri Asessment nyeri Komplikasi Frekuensi komplikasi
Teknik operasi Hubungan dengan teknik
Protokol Nyeri dan protokol analgesik
Pembahasan Para pasien diobati dengan kombinasi tramadol dan NSAID menunjukan insiden yang lebih tinggi untuk mual, muntah dan pusing, efek samping yang berhubungan dengan opioid rendah. Pada pasien yang diobati dengan prednison dan NSAID, efek samping yang terutama berkurang dan pengobatan analgesik lebih mudah untuk dipenuhi Hasil penelitian menunjukkan hemoragik sedikit lebih tinggi pada kelompok yang diobati dengan prednison. meskipun perbedaan tidak signifikan secara statistik. Hal ini mungkin disebabkan oleh kenyataan bahwa kelompok ini memiliki proporsi yang lebih besar dari pasien yang diintervensi dengan elektrokauter, teknik yang terkait dengan insiden yang lebih tinggi pada perdarahan. Sebuah revisi sistematis dan meta-analisis yang dilakukan untuk menilai risiko perdarahan pasca operasi dan reoperation dengan penggunaan steroid sistemik pada pasien yang melakukan tonsilektomi mengungkapkan bahwa (penelitian lain). meskipun steroid sistemik tidak muncul untuk meningkatkan kejadian perdarahan setelah tonsilektomi, penggunaannya dikaitkan dengan peningkatan keparahan peristiwa haemorrhagic. Dalam sebuah penelitian dengan 60 pasien dalam dua kelompok, \kelompok diobati dengan anti- inflamasi dan deksametason selama 4 hari menunjukan sedikit rasa sakit dan odynophagia (nyeri telan) daripada kelompok kontrol.
Namun, Grup 2 menunjukan peningkatan rasa sakit pada hari ke-7, yang mungkin berkaitan dengan penurunan dosis prednison. Menurut hasil penelitian kami, penulis lain menyimpulkan bahwa ada bukti bahwa rasa sakit dapat lebih besar pada pasien yang menerima tonsilektomi menggunakan teknik pembedahan electrocautery. Respon inflamasi yang rendah terdapat pada teknik bedah kurang agresif. Dalam penelitian kami, pasien yang dioperasikan dengan teknik cold dissection menunjukan tingkat yang lebih rendah pada perdarahan, pendaftaran kembali dan kunjungan ke layanan darurat. Follow-up Peradangan maksimum luka diproduksi antara hari ke-3 dan ke-5 periode pasca operasi dan pemisahan bekuan fibrin terjadi sekitar hari ke-7 setelah operasi. Penyembuhan sempurna diperkiraan membutuhkan waktu 14 hari. Pada kedua kelompok, hari-hari pengobatan (9 hari) yang terbukti tidak cukup dan itu perlu untuk meresepkan analgesik yang saling melengkapi. Situasi ini lebih signifikan di Grup 2. Temuan ini menunjukkan kebutuhan untuk menyesuaikan protokol analgesik dengan kebutuhan pasien. Dalam publikasi terbaru yang menganalisa 614 pasien yang telah menerima tonsilektomi, 16 penulis yang direkomendasikan dalam kesimpulan mereka memperkuat informasi yang diberikan sebelum operasi dan berlanjut resep analgesik selama minimal 2 minggu pada pasien yang lebih tua dari 16 tahun.
Kesimpulan Efektivitas analgesik serupa untuk kedua protokol analgesik, meskipun pasien yang menerima protokol prednisone menunjukan efek samping yang lebih sedikit. Para pasien melakukan cold dissection menunjukan skor nyeri sedikit lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan teknik electrocautery.