Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

EPIDEMIOLOGI
Labioschisis atau biasa disebut bibir sumbing adalah cacat bawaan yang menjadi
masalah tersendiri di kalangan masyarakat, terutama penduduk dengan status sosial
ekonomi yang lemah. Akibatnya operasi dilakukan terlambat dan malah dibiarkan sampai
dewasa.

Bibir sumbing dengan atau tanpa celah pada langit-langit, merupakan kelainan
kongenital yang paling umum pada kepala dan leher di dunia. Penelitian epidemiologi
untuk pencegahan terjadinya bibir sumbing masih sedikit namun teknik bedah untuk
mengobatinya banyak dilakukan.

Sumbing memiliki frekuensi yang berbeda-beda pada berbagai budaya dan ras
serta negara. Diperkirakan 45% dari populasi adalah non-Kaukasia. Fogh Andersen di
Denmark melaporkan kasus bibir sumbing dan celah langit-langit 1,47/1000 kelahiran
hidup. Hasil yang hampir sama juga dilaporkan oleh Woolf dan Broadbent di Amerika
Serikat serta Wilson untuk daerah Inggris. Neel menemukan insiden 2,1/1000 penduduk
di Jepang.

Insiden bibir sumbing di Indonesia belum diketahui diketahui secara pasti, hanya
disebutkan terjadi satu kejadian setiap 1000 kelahiran.PKIRANRAKYAT Hidayat dan
kawan-kawan di propinsi Nusa Tenggara Timur antara April 1986 sampai Nopember
1987 melakukan operasi pada 1004 kasus bibir sumbing atau celah langit-langit pada
bayi, anak maupun dewasa di antara 3 juta penduduk.

Etiologi bibir sumbing dan celah langit-langit adalah multifaktorial. Selain faktor
genetik juga terdapat faktor non genetik atau lingkungan. Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi terjadinya bibir sumbing dan celah langit-langit adalah usia ibuwaktu
melahirkan, perkawinan antara penderita bibir sumbing, defisiensi Zn waktu hamil dan
defisiensi vitamin B6.

Bayi yang terlahir dengan labioschisis harus ditangani oleh klinisi dari
multidisiplin dengan pendekatan team-based, agar memungkinkan koordinasi efektif dari
berbagai aspek multidisiplin tersebut. Selain masalah rekonstruksi bibir yang sumbing,
masih ada masalah lain yang perlu dipertimbangkan yaitu masalah pendengaran, bicara,
gigi-geligi dan psikososial. Masalah-masalah ini sama pentingnya dengan rekonstruksi
anatomis, dan pada akhirnya hasil fungsional yang baik dari rekonstruksi yang dikerjakan
juga dipengaruhi oleh masalah-masalah tersebut. Dengan pendekatan multidisipliner,
tatalaksana yang komprehensif dapat diberikan, dan sebaiknya kontinyu sejak bayi lahir
sampai remaja. Diperlukan tenaga spesialis bidang kesehatan anak, bedah plastik, THT,
gigi ortodonti, serta terapis wicara, psikolog, ahli nutrisi dan audiolog.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bustami dan kawan-kawan diketahui bahwa
alasan terbanyak anak penderita labioschisis terlambat (berumur antara 5-15 tahun) untuk
dioperasi adalah keadaan sosial ekonomi yang tidak memadai dan pendidikan orang tua
yang masih kurang.

Penyelenggaraan upaya kesehatan gigi sebagai salah satu kegiatan pokok
Puskesmas juga dilaksanakan sesuai dengan pola pelayanan Puskesmas tersebut.

Pelayanan kesehatan gigi dan mulut terutama ditujukan kepada golongan rawan
terhadap gangguan kesehatan gigi dan mulut yaitu: ibu hamil/menyusui, anak pra sekolah
dan anak sekolah dasar serta ditujukan pada keluarga dan masyarakat berpenghasilan
rendah di pedesaan dan perkotaan.

Dengan penyelenggaraan upaya kesehatan gigi di Puskesmas ini diharapkan
tercapainya keadaan kesehatan gigi masyarakat yang layak (optimum).

























BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Labioschisis atau cleft lip atau bibir sumbing merupakan suatu kondisi terdapatnya
celah pada bibir atas diantara mulut dan hidung. Kelainan ini dapat berupa takik kecil
pada bagian bibir yang berwarna sampai pada pemisahan komplit satu atau duasisi bibir
memanjang dari bibir ke hidung. Celah pada satu sisi disebut labioschisisunilateral, dan
jika celah terdapat pada kedua sisi disebut labioschisis bilateral.


Gambar 1. Labioschisis

PERKEMBANGAN EMBRIOLOGI BIBIR
Selama minggu ketiga kehamilan neural crest akan berproliferasi dan bermigrasi
kedalam frontonasal dan bagian viscera untuk membentuk lima bentuk primitif. Pada
awal minggu ke empat lima bagian primiti terdiri dari tonjolan frontonasal, dua maxilla,
dandua mandibula. Bakal frontonasal terletak di bagian kepala atas dan di hidung.
Tonjolan maxilla terbentuk bilateral dan terletak di sebelah lateral dari stomodeum (
bakal dari mulut). Tonjolan mandibula juga terletak bilateral dan bertanggung jawab
terhadap pertumbuhan ke arah kaudal dari stomodeum.
Sel- sel neural crest ini berdiferensiasi ke dalam otot dan jaringan pengikat
wajah,tulang, kartilago, jaringan fibrosa, dan keselurhan jaringan gigi kecuali email.
Selama minggu ke empat, bagian medial dari bakal mandibula akan bergabung dalam
bentuk mandibula, bibir bawah, dan area pipi bagian bawah. Kemudian pada akhir
minggukeempat, Akan muncul bentukan hidung dari bagian frontonasal. Rongga hidung
dan bolamata mulai terbentuk dan meluas hingga ke bakal mulut. Dan kemudian menjadi
nostrilPertumbuhan yang cepat akan dilanjutkan hingga minggu ke enam dan tujuh,
proliferasicepat dari tonjolan maxilla akan menghasilkan bagian medial dari nasal dan
bergabungsatu sama lain dengan tonjolan lateral dari nasal hingga membentuk area pipi
dan hidung.Bibir bagian atas terbentuk selama periode ini oleh pergerakan lateral dari
tonjolan maxilla dan bagian medial dibentuk oleh fusi antara tonjolan nasal medial

Gambar 2 pemkembangan pada hari ke 45

2.2 PATOFISIOLOGI
Celah pada bibir merupakan hasil dari kegagalan pembentukan prosesus
padabagian medial dan lateral nasal, serta kegagalan penggabungan dari tonjolan
frontonasal dan tonjolan maxillaries. Celah unilateral terjadi ketika tonjolan maxillaries
gagal bergabung dengan bagian medial dari tonjolan nasal di salah satu sisi. Hal ini
akanmenyebabkan jaringan epitel (kulit) tertarik dan rusak sehingga menghasilkan bibir
sumbing.
Celah bilateral terbentuk dari proses dan hasil yang sama dalam dua alur.Ketika
jaringan tersebut rusak pada segmen intermaxillar ( bagian tengah dari bibirbagian atas),
menggantung dan seringkali mengarah ke bagian atas menuju hidung.Penutupan dari
bibir secara normal terjadi pada hari ke 35 dari perkembangan embrio.Beberapa faktor
dapat mengganggu perkembangan embrionik wajah yang normal danmenyebabkan
terjadinya bibir sumbing.

2.3 ETIOLOGI
Untuk mengetahui penyebab terjadinya bibir sumbing diperlukan pendekatan
yangsangatlah komplek, meliputi berbagai teknik yang telah diterapkan untuk
mengindentifikasi kurang lebih 30 gen yang dapat mengganggu perkembangan
danmenyebabkan berbagai tipe celah yang berbeda. Dengan teknologi genetik dan
analisisstatistik terbaru, penelusuran penyebab bimbir sumbing karena faktor genetik dan
lingkungan dapat menunjukkan hasil.

Faktor Genetik Penelusuran dimulai ketika Fogh-Anderson dan Warkany
menggunakan analisisstatistik untuk menyelidiki pola keturunan daru bibir sumbing
berdasarkan riwayatkeluarga.Lima puluh tahun kemudian penelitian tersebut dilanjutkan
untuk mengkonfirmasi apakah ada multipel faktor dari gen dan lingkungan
yangmempengaruhi terjadinya bibir sumbing. Para peneliti telah mengidentifikasi
lebihlanjut diantara faktor genetik yang berperan sebagai predisposisi mayor yang
dapatmempengaruhi terjadinya bibir sumbing.Identifikasi dari beberapa gen yang
berpotensi menyebabkan terjadinya bibirsumbing diselesaikan dengan menggunakan
linkage. Linkage merupakan suatuteknik yang memungkinkan para peneliti untuk
mencari segmen kromosom yangditunjukkan oleh individu yang terkena. Pada kasus
bibir sumbing, segmenkromosom dari anggota keluarga yang terkena dibandingkan
dengan segmenkromosom dari anggota keluarga yang tidak terkena untuk mencari
perbedaandiantara keduanya. Sayangnya, analisis linkage terbatas karena jumlah
anggotakeluarga yang terbatas dan angka populasi kejadiannya cukup rendah
Penggabungan adalah teknik lain yang dugunakan untuk mengidentifikasi
genuntuk bibir sumbing. Terdapat beberapa keuntungan dibandingkan
denganmenggunakan linkage. Pertama, jumlah kasus yang besar dapat digunakan dan
tidak berdampak pada anggota keluarga lain, oleh karena itu kecilnya angka kejadian
tidak mempengaruhi penggabungan. Keuntungan lain adalah bahwa pemahaman
dariperkembangan biologi dapat diterapkan untuk mengidentifikasi gen
yangdiekspresikan padawaktu yang berbeda dalam perkembangan wajah,
dengandemikian memungkinkan menunjukkan gen yang dimaksud.
Transforming growth factor alpha (TGFA),trans-forming growth factor beta 3 (TGFB3),
dan MSX1 adalah gen yang telah diidentifikasi mempunyai perananpenting dala
pembentukan bibir sumbing melalui metode linkage dan asosiasi. AP2adalah gen lain
yang diidentifikasi melalui linkage.Proses yang terjadi oleh beberapa gen spesifik
tersebut mempengaruhi varias iperkembangan wajah. Namun demikian, keseluruhannya
akan bergabung danmenghasilkan berbagai sinyal molekul, faktor transkripsi, atau
hormone pertumbuhan.


Faktor Lingkungan Meskipun kontribusi genetik pada bibir sumbing mempunyai
peranan yang lebihbesar daripada faktor lingkungan, akan tetapi faktor lingkungan juga
mempengaruhimeski dapat dimanipulasi. Faktor lingkungan dapat meningkatkan resiko
bibirsumbing dan dibagi ke dalam empat kategori besar : lingkungan kandungan,
lingkungan luar, nutrisi, dan obat-obatan.
Terdapat beberapa teratogen yang dapat menyebabkan defek pada
kelahirandiantaranya adalah antiepilepsi (fenitoin, as valproat), thaidomid, dioksin
(pestisida),asam retinoat, konsumsi alkohol dan rokok oleh ibu. Penelitian selanjutnya
terfokuspada identifikasi bagaimana jika teratogen ini berinteraksi dengan gen
spesifik.Sebagai contohnya, dioxin dan asam retinoat yang ditunjukkan untuk
memacumunculnya ekspresi TGF
Studi populasi digunakan untuk menunukkan bahwa konsumsi alkohol oleh
ibuberhubungan dengan tingginya kejadian bibir sumbing. Identifikasi dari gen spesifik
dan paparan alkohol juga dipelajari lebih lanjut pada penelitian selanjutnya. Penelitian
mencatat bahwa konsumsi alkholo lebih dari empat gelas per bulannya dikombinasikan
dengan MSX1 akan meningkatkan resiko terjadinya bibir sumbing,sedangkan kurang dari
20 batang rokok perharinya dapat menyebabkan peningkataninsiden bibir
sumbing.Nutrisi khususnya vitamin B dan asam folat juga dpat berperan
dalammeningkatkan terjadinya insiden bibir sumbing. Terdapat data yang
menunjukkanbahwa vitamin dapat menurunkan prevalensi terjadinya bibir sumbing pada
manusiayang pertama kali dilaporkan oleh Tolarova pada tahun 1982. Saat ini,
sedangdilakukan penelitian mengenai TGFA tipe A2, yang merupakan gen kandidat
yangdikombinasikan dengan defisiensi asam folat dan vitamin B.

2.4 KLASIFIKASI
Klasifikasi celah berdasarkan kepada perkembangan embriologik yang dipengaruhi dan
seberapa jauh keterlibatan fisik
a. Non syndromic cleft lipTidak terdapat cacat fisik atau gangguan
perkembangan kecuali bibir sumbing dantidak diketahu paparan teratogenik
yang menyebabkan bibir sumbing terjadi.
b. Syndromic cleft lipLabioschisis juga diklasifikasikan berdasarkan lengkap/
tidaknya celah yang terbentuk
a. Komplit
b. Inkomplit
Celah yang terbentuk melibatkan bibir dan bagian anterior dari maxilla.Selain itu dapat
juga diklasifikasikan berdasarkan lokasi/ jumlah kelainan :
a.Unilateral
b.Bilateral

gambar 3. bentuk kelainan bibir sumbing

2.5 MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis dari kelainan labioschisis antara lain
a. Masalah asupan makanan Asupan makanan merupakan masalah pertama yang
terjadi pada bayi penderita labioschisis. Adanya labioschisis memberikan
kesulitan pada bayi untuk melakukanhisapan pada payudara ibu atau dot. Tekanan
lembut pada pipi bayi dengan labioschisis mungkin dapat meningkatkan
kemampuan hisapan oral. Keadaan tambahan yang ditemukan adalah reflex hisap
dan reflek menelan pada bayi dengan labioschisis tidak sebaik bayi normal, dan
bayi dapat menghisap lebih banyak udara pada saat menyusu. Memegang bayi
dengan posisi tegak lurus mungkin dapatmembantu proses menyusu bayi.
Menepuk-nepuk punggung bayi secara berkala juga dapat membantu. Bayi yang
hanya menderita labioschisis atau dengan celah keci lpada palatum biasanya dapat
menyusui, namun pada bayi dengan labioplatoschisis biasanya membutuhkan
penggunaan dot khusus. Dot khusus (cairan dalam dot inidapat keluar dengan
tenaga hisapan kecil) ini dibuat untuk bayi dengan labio-palatoschisis dan bayi
dengan masalah pemberian makan/ asupan makanan tertentu
b. Masalah Dental: Anak yang lahir dengan labioschisis mungkin mempunyai
masalah tertentu yangberhubungan dengan kehilangan, malformasi, dan malposisi
dari gigi geligi padaarean dari celah bibir yang terbentuk
c. Infeksi telinga: Anak dengan labio-palatoschisis lebih mudah untuk menderita
infeksi telinga karenaterdapatnya abnormalitas perkembangan dari otot-otot yang
mengontrol pembukaandan penutupan tuba eustachius
d. Gangguan berbicara: Pada bayi dengan labio-palatoschisis biasanya juga memiliki
abnormalitas pada perkembangan otot-otot yang mengurus palatum mole. Saat
palatum mole tidak dapat menutup ruang/ rongga nasal pada saat bicara, maka
didapatkan suara dengan kualitas nada yang lebih tinggi (hypernasal quality of
speech). Meskipun telah dilakukanreparasi palatum, kemampuan otot-otot
tersebut diatas untuk menutup ruang/ rongganasal pada saat bicara mungkin tidak
dapat kembali sepenuhnya normal. Anak mungkin mempunyai kesulitan untuk
menproduksi suara/ kata "p, b, d, t, h, k, g, s, sh,and ch", dan terapi bicara (speech
therapy) biasanya sangat membantu.

2.6 KONSELING GENETIK DAN DIAGNOSIS PRENATAL
Perkembangan dari peralatan ultrasonografi memungkinkan diagnosis bibir
sumbing prenatal. Kemungkinan adanya bibir sumbing dapat dideteksi
denganultrasonografi pada usia kehamilan 13 minggu. Namun demikian, hampir
keseluruhannyaditunjukkan dengan USG beresolusi tinggi, level II, dan oleh tenaga
kesehatan yangprofesional. Deteksi dapat dilengkapi dengan posisi janin dan resoulsi
rendah melaluidinding abdomen. Namun demikian, dengan menggunkan ultarsonografi
vagina, deteksidini dapat dilakukan dengan sukses.
Deteksi dini juga dapat dilakukan dengan menggunakan MRI. Bibir
sumbingunilateral dan inkomplet tidak dapat terdeteksi hingga trimester ketiga. Namun
demikian,celah pada bibir minor biasanya tidak dihubungkan dengan malformasi lain
danmempunyai prognosis yang baik. Pada MRI, potongan koronal akan menunjukkan
bibirdan hidung janin. Potongan aksial dari alveolus akan membantu menyingkirkan
keterlibatan gusi yang mana bervariasi dalam mengisolasi celah bibir. Pada satu
waktu,perbedaan antara celah komplit dan inkomplit sangatlah sulit karena terdapat garis
tipisdari jaringan yang terdapat pada celah komplit.
Meskipun sensitivitas dan spesifisitas dari MRI untuk mendeteksi bibir
sumbingbelum terbukti, akan tetapi hal ini mungkin jika dikombinasikan dengan
visualisasi daribeberapa tulang dan struktur jaringan lunak wajah. Sehingga akuasi dan
kemampuanmendeteksi bibir sumbing lebih meningkat

2.7 PENATALAKSANAAN
Idealnya, anak dengan labioschisisditatalaksana oleh team
labiopalatoschisis Yang terdiri dari spesialistik bedah, maksilofasial, terapis bicara dan
bahasa, dokter gigi,ortodonsi, psikolog, dan perawat spesialis. Perawatan dan dukungan
pada bayi dankeluarganya diberikan sejak bayi tersebut lahir sampai berhenti tumbuh
pada usia kira-kira 18 tahun. Tindakan pembedahan dapat dilakukan pada saat usia anak
3 bulan. Ada tiga tahap penatalaksanaan labioschisis yaitu :

1. Tahap sebelum operasi Pada tahap sebelum operasi yang dipersiapkan adalah
ketahanan tubuh bayimenerima tindakan operasi, asupan gizi yang cukup dilihat
dari keseimbangan beratbadan yang dicapai dan usia yang memadai. Patokan
yang biasa dipakai adalah ruleof ten meliputi:
a. berat badan lebih dari 10 pounds atau sekitar 4-5 kg ,
b. Hb lebih dari 10gr % dan
c. usia lebih dari 10 minggu ,
d. Jumlah leukosit < 10.000/ul
jika bayi belum mencapai rule of ten ada beberapa nasehat yang harus
diberikan pada orang tua agar kelainan dan komplikasiyang terjadi tidak
bertambah parah. Misalnya memberi minum harus dengan dotkhusus dimana
ketika dot dibalik susu dapat memancar keluar sendiri dengan jumlahyang optimal
artinya tidak terlalu besar sehingga membuat bayi tersedak atau terlalukecil
sehingga membuat asupan gizi menjadi tidak cukup, jika dot dengan besarlubang
khusus ini tidak tersedia bayi cukup diberi minum dengan bantuan sendok secara
perlahan dalam posisi setengah duduk atau tegak untuk menghindari
masuknya susu melewati langit-langit yang terbelah. Selain itu celah pada bibir
harus direkatkan dengan menggunakan plester khusus non alergenik untuk
menjaga agarcelah pada bibir menjadi tidak terlalu jauh akibat proses tumbuh
kembang yang menyebabkan menonjolnya gusi kearah depan ( protrusio pre
maxilla ) akibat dorongan lidah pada prolabium , karena jika hal ini terjadi
tindakan koreksi pada saatoperasi akan menjadi sulit dan secara kosmetika hasil
akhir yang didapat tidak sempurna. Plester non alergenik tadi harus tetap
direkatkan sampai waktu operasitiba
2. Tahap sewaktu operasi Tahapan selanjutnya adalah tahapan operasi, pada saat ini
yang diperhatikan adalah soal kesiapan tubuh si bayi menerima perlakuan operasi,
hal ini hanya bias diputuskan oleh seorang ahli bedah. Usia optimal untuk operasi
bibir sumbing(labioplasty) adalah usia 3 bulan. Usia ini dipilih mengingat
pengucapan bahasa bibir dimulai pada usia 5-6 bulan sehingga jika koreksi pada
bibir lebih dari usia tersebut maka pengucapan huruf bibir sudah terlanjur salah
sehingga kalau dilakukan operasipengucapan huruf bibir tetap menjadi kurang
sempurna.
Gambar 4. Reparasi labioschisis (labioplasti). (A and B) pemotongan sudut
celahpada bibir dan hidung. (C) bagian bawah nostril disatukan dengan sutura.
(D)
Operasi untuk langit-langit ( palatoplasty) optimal pada usia 18 20
bulan mengingat anak aktif bicara usia 2 tahun dan sebelum anak masuk sekolah.
Operasiyang dilakukan sesudah usia 2 tahun harus diikuti dengan tindakan speech
teraphy karena jika tidak, setelah operasi suara sengau pada saat bicara tetap
terjadi karena anaksudah terbiasa melafalkan suara yang salah, sudah ada
mekanisme kompensasi memposisikan lidah pada posisi yang salah. Bila gusi
juga terbelah (gnatoschizis)kelainannya menjadi labiognatopalatoschizis, koreksi
untuk gusi dilakukan pada saatusia 8 9 tahun bekerja sama dengan dokter gigi
ahli ortodonsi.
3. Tahap setelah operasi.
Tahap selanjutnya adalah tahap setelah operasi, penatalaksanaanya tergantung
dari tiap-tiap jenis operasi yang dilakukan, biasanya dokter bedah yang
menangani akanmemberikan instruksi pada orang tua pasien misalnya setelah
operasi bibir sumbingluka bekas operasi dibiarkan terbuka dan tetap
menggunakan sendok atau dot khususuntuk memberikan minum bayi. Banyaknya
penderita bibir sumbing yang datang ketikausia sudah melebihi batas usia optimal
untuk operasi membuat operasi hanya untuk keperluan kosmetika saja sedangkan
secara fisiologis tidak tercapai, fungsi bicara tetapterganggu seperti sengau dan
lafalisasi beberapa huruf tetap tidak sempurna, tindakanspeech teraphy pun tidak
banyak bermanfaat
Gambar 5. Sebelum dan sesudah tindakan operasi.
2.8 PROGNOSIS
Kelainan labioschisis merupakan kelainan bawaan yang dapat dimodifikasi/
disembuhkan. Kebanyakan anak yang lahir dengan kondisi ini melakukan operasi
saatusia masih dini, dan hal ini sangat memperbaiki penampilan wajah secara
signifikan.Dengan adanya teknik pembedahan yang makin berkembang, 80% anak
denganlabioschisis yang telah ditatalaksana mempunyai perkembangan kemampuan
bicara yangbaik. Terapi bicara yang berkesinambungan menunjukkan hasil peningkatan
yang baik pada masalah-masalah berbicara pada anak labioschisis.





















BAB III
KESIMPULAN
Labioschisis atau cleft lip atau bibir sumbing merupakan suatu kondisi terdapatnya
celah pada bibir atas diantara mulut dan hidung. Kelainan ini dapat berupa takik kecil
pada bagian bibir yang berwarna sampai pada pemisahan komplit satu atau duasisi bibir
memanjang dari bibir ke hidung. Celah pada satu sisi disebut labioschisisunilateral, dan
jika celah terdapat pada kedua sisi disebut labioschisis bilateral.
Manifestasi klinis dari kelainan labioschisis antara lain Masalah asupan makanan,
Masalah Dental,Infeksi telinga,dan Gangguan berbicara.
Tindakan pembedahan dapat dilakukan pada saat usia anak 3 bulan. Ada tiga tahap
penatalaksanaan labioschisis yaitu :Tahap sebelum operasi,tahap saat operasi, dan setelah
operasi











































DAFTAR PUSTAKA

1 .Sjamsuhidajat R, De Jong W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jilid 2. Jakarta : EGC
2. Bender L, Patricia. 2000. Genetics of Cleft Lip and Palate. Journal of Pediatric
Nursing,Vol 15, No 4 3. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, et al. 2005. Sumbing
Bibir dan Langitan. Dalam :Kapita
Selekta. Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius FK UI. 4. Stainer P and Moore, GE.
2004.Genetics of Cleft Lip and Palate : Syndromic
genescontribute to the incidence of non-syndromic clefts. Human Molecular Genetics,
Vol 13
5. Converse JM, hogan VM, McCarthy JG. 2006. Cleft Lip And Palate, Introduction.
Dalam:Reconstructive Plastic Surgery, ed. 11, vol. 4. Philadelphia: WB Saunders.
6. Robbin William. 2009. A Guide to Understanding Cleft Lip and Palate.Childrens
Craniofacial Association.
7. Mulliken, JB. 2004. The Changing Faces of Children with Cleft Lip and Palate.The
New England Journal of Medicine
8. Garcez,LW and Giugliani ERJ. 2005. Population-Based Study on the Practice of
Breastfeeding in Children BornWith Cleft Lip and Palate. Cleft Palate

Craniofacial Journal Vol. 42 No. 6 9. Rangeth BN, Joyson M, Sangethaa D. 2010.
Multiple Supernumerary Teeth
AssociatedWith Missing Lateral Incisor In A Patient Who Was Treated For Cleft Lip
And Palate: ACase Report. Journal of Clinical and Diagnostic Research. (4):3604- 3606
10. Smith, SS. Estroff JA, Barnewolt CE, Mulliken JB, and Levine D. 2004.
PrenatalDiagnosis of Cleft Lip and Cleft Palate Using MRI. AJR:183
11. John G. Brian T. Emily B. Ridgway.2012. Unilateral Cleft Lip and Nasal
Repair:Techniques and Principles. Iran J Pediatric Jun 2011; Vol 21 (No 2), Pp: 129-138
12.
12. Denke JC, Tatum S.A. Analysis and Evaluation of Rotation Priciples in Unilateral
CleftLip Repair. 2011.Journal of Plastic, Reconstructive & Aesthetic Surgery.

Anda mungkin juga menyukai