Anda di halaman 1dari 21

Presentasi Kasus

ILMU PENYAKIT MATA












Disusun Oleh :

Gia Noor Pratami G99122052
Raden Artheswara S. G99122098
Gloria K. Evasari G99122053
Ratih Puspa Wardani G99122100
M. David Perdana P. G99122069


Pembimbing :
dr. Rochasih Mudjajanti, Sp.M



KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2014
1
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS
Nama : Tn. B
Umur : 27 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku : Jawa
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : TNI
Alamat : Asrama Yonif Mojolaban, Sukoharjo, Jawa Tengah
Tgl pemeriksaan : 9 Mei 2014
No. CM : 01293483

II. ANAMNESIS
A. Keluhan utama : Mata kanan terasa panas

B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengeluhkan mata kanan terasa panas dan merah sejak 1
hari SMRS. Awalnya, saat pasien sedang latihan tiba-tiba mata kanan
pasien terkena pasir. Kemudian pasien mengucek-ngucek matanya
sehingga menjadi merah dan panas. Selain itu, pasien mengeluh mata
kanan terasa ngganjel/ngeres (+), silau (+), nyeri (+), nrocos (+),
pandangan kabur (-), blobokan (-), mata lengket (-). Keluhan ini dirasakan
terus menerus dan tidak membaik. Kemudian pasien memeriksakan diri ke
poli mata RSDM.

C. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat hipertensi : disangkal
- Riwayat kencing manis : disangkal
2
- Riwayat trauma mata : disangkal
- Riwayat operasi mata : disangkal
- Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal
- Riwayat sakit serupa : disangkal
- Riwayat kacamata : disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat hipertensi : disangkal
- Riwayat DM : disangkal
- Riwayat sakit serupa : disangkal

E. Kesimpulan Anamnesis
OD OS
Proses Peradangan -
Lokalisasi Konjungtiva, Kornea -
Sebab Infeksi -
Perjalanan Akut -
Komplikasi Belum ada -

III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Kesan umum
Keadaan umum baik, compos mentis, gizi kesan cukup
B. Pemeriksaan Subyektif
OD OS
A. Visus Sentralis
1. Visus sentralis jauh 6/6 6/6
a. pinhole Tidak dilakukan Tidak dilakukan
b. koreksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
2. Visus sentralis dekat Tidak dilakukan Tidak dilakukan
B. Visus Perifer
1. Konfrontasi test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
2. Proyeksi sinar Tidak dilakukan Tidak dilakukan
3. Persepsi warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan

3
C. Pemeriksaan Obyektif
1. Sekitar mata OD OS
a. tanda radang Tidak ada Tidak ada
b. luka Tidak ada Tidak ada
c. parut Tidak ada Tidak ada
d. kelainan warna Tidak ada Tidak ada
e. kelainan bentuk Tidak ada Tidak ada
2. Supercilia
a. warna Hitam Hitam
b. tumbuhnya Normal Normal
c. kulit Sawo matang Sawo matang
d. gerakan Dalam batas
normal
Dalam batas
normal
3. Pasangan bola mata
dalam orbita

a. heteroforia Tidak ada Tidak ada
b. strabismus Tidak ada Tidak ada
c. pseudostrabismus Tidak ada Tidak ada
d. exophtalmus Tidak ada Tidak ada
e. enophtalmus Tidak ada Tidak ada
4. Ukuran bola mata
a. mikroftalmus Tidak ada Tidak ada
b. makroftalmus Tidak ada Tidak ada
c. ptisis bulbi Tidak ada Tidak ada
d. atrofi bulbi Tidak ada Tidak ada
5. Gerakan bola mata
a. temporal Tidak terhambat Tidak terhambat
b. temporal superior Tidak terhambat Tidak terhambat
c. temporal inferior Tidak terhambat Tidak terhambat
d. nasal Tidak terhambat Tidak terhambat
e. nasal superior Tidak terhambat Tidak terhambat
f. nasal inferior Tidak terhambat Tidak terhambat
6. Kelopak mata
a. pasangannya
1.) edema Tidak ada Tidak ada
2.) hiperemi Tidak ada Tidak ada
3.) blefaroptosis Tidak ada Tidak ada
4.) blefarospasme Tidak ada Tidak ada
b. gerakannya
1.) membuka Tidak tertinggal Tidak tertinggal
2.) menutup Tidak tertinggal Tidak tertinggal
c. rima
1.) lebar 10 mm 10 mm
2.) ankiloblefaron Tidak ada Tidak ada
4
3.) blefarofimosis Tidak ada Tidak ada
d. kulit
1.) tanda radang Tidak ada Tidak ada
2.) warna Kemerahan Kemerahan
3.) epiblepharon Tidak ada Tidak ada
4.) blepharochalasis Tidak ada Tidak ada
e. tepi kelopak mata
1.) enteropion Tidak ada Tidak ada
2.) ekteropion Tidak ada Tidak ada
3.) koloboma Tidak ada Tidak ada
4.) bulu mata Dalam batas
normal
Dalam batas
normal

7. sekitar glandula
lakrimalis

a. tanda radang Tidak ada Tidak ada
b. benjolan Tidak ada Tidak ada
c. tulang margo tarsalis Tidak ada
kelainan
Tidak ada
kelainan
8. Sekitar saccus lakrimalis
a. tanda radang Tidak ada Tidak ada
b. benjolan Tidak ada Tidak ada
9. Tekanan intraocular
a. palpasi Kesan normal Kesan normal
b. tonometri schiotz Tidak dilakukan Tidak dilakukan
10. Konjungtiva
a. konjungtiva palpebra
superior

1.) edema Tidak ada Tidak ada
2.) hiperemi Ada Tidak ada
3.) sekret Tidak ada Tidak ada
4.) sikatrik Tidak ada Tidak ada
b. konjungtiva palpebra
inferior

1.) edema Tidak ada Tidak ada
2.) hiperemi Ada Tidak ada
3.) sekret Tidak ada Tidak ada
4.) sikatrik Tidak ada Tidak ada
c. konjungtiva fornix


1.) edema Tidak ada Tidak ada
2.) hiperemi Ada Tidak ada
3.) sekret Tidak ada Tidak ada
4.) benjolan Tidak ada Tidak ada
d. konjungtiva bulbi
5
1.) edema Tidak ada Tidak ada
2.) hiperemis Ada Tidak ada
3.) sekret Tidak ada Tidak ada
4.) injeksi konjungtiva Ada Tidak ada
5.) injeksi siliar Tidak ada Tidak ada
e. caruncula dan plika
semilunaris

1.) edema Tidak ada Tidak ada
2.) hiperemis Tidak ada Tidak ada
3.) sikatrik Tidak ada Tidak ada
11. Sclera
a. warna Putih Putih
b. tanda radang Tidak ada Tidak ada
c. penonjolan Tidak ada Tidak ada
12. Kornea
a. ukuran 12 mm 12 mm
b. limbus Jernih Jernih
c. permukaan Tidak rata,
sedikit keruh
Rata, mengkilap
d. sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
e. keratoskop ( placido ) Tidak dilakukan Tidak dilakukan
f. fluorecsin tes Tidak dilakukan Belum
dilakukan
g. arcus senilis Tidak ada Tidak ada
13. Kamera okuli anterior
a. kejernihan Jernih Jernih
b. kedalaman Dalam Dalam
14. Iris
a. warna Hitam Hitam
b. bentuk Tampak
lempengan
Tampak
lempengan
c. sinekia anterior Tidak tampak Tidak tampak
d. sinekia posterior Tidak tampak Tidak tampak
15. Pupil
a. ukuran 3 mm 3 mm
b. bentuk Bulat Bulat
c. letak Sentral Sentral
d. reaksi cahaya langsung Positif Positif
e. tepi pupil Tidak ada
kelainan
Tidak ada
kelainan
16. Lensa
a. ada/tidak Ada Ada
b. kejernihan Jernih Jernih
c. letak Sentral Sentral
e. shadow test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
6
17. Corpus vitreum
a. Kejernihan
b. Reflek fundus
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

IV. KESIMPULAN PEMERIKSAAN
OD OS
A. Visus sentralis
jauh
6/6 6/6
B. Visus perifer
Konfrontasi tes Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Proyeksi sinar Baik Baik
Persepsi warna Baik Baik
C. Sekitar mata Dalam batas normal Dalam batas normal
D. Supercilium Dalam batas normal Dalam batas normal
E. Pasangan bola
mata dalam orbita
Dalam batas normal Dalam batas normal
F. Ukuran bola mata Dalam batas normal Dalam batas normal
G. Gerakan bola
mata
Dalam batas normal Dalam batas normal
H. Kelopak mata Dalam batas normal Dalam batas normal
I. Sekitar saccus
lakrimalis
Dalam batas normal Dalam batas normal
J. Sekitar glandula
lakrimalis
Dalam batas normal Dalam batas normal
K. Tekanan
intarokular
Dalam batas normal Dalam batas normal
L. Konjungtiva
palpebra
Hiperemi Dalam batas normal
M. Konjungtiva bulbi Hiperemi Dalam batas normal
N. Konjungtiva
fornix
Hiperemi Hiperemi
O. Sklera Dalam batas normal Dalam batas normal
P. Kornea Permukaan tidak rata,
sedikit keruh
Dalam batas normal
Q. Camera okuli
anterior
Kesan normal Kesan normal
R. Iris Bulat, warna hitam Bulat, warna hitam
S. Pupil Diameter 3 mm, bulat,
sentral
Diameter 3 mm, bulat,
sentral
T. Lensa Kesan normal Kesan normal
U. Corpus vitreum Tidak dilakukan Tidak dilakukan



7






















V. DIAGNOSIS BANDING
OD Keratitis
OD Keratokonjungtivitis
OD Ulkus Kornea

8
VI. DIAGNOSIS
OD Keratitis



VII. PLANNING
1. Pemulasan fluorescein
2. Kultur untuk bakteri dan fungi.
3. Pemeriksaan mikroskopik dengan KOH 10% terhadap kerokan kornea

VIII. TERAPI
Medikamentosa
R/ Floxa ED No. I
4 dd gtt I OD
R/ Repithel ED No.I
4 dd gtt I OD
R/ Na diclofenac No. X
2 dd tab 1
Non Medikamentosa
- Tidak mengusap mata dengan tangan atau benda yang tidak terjamin
kebersihannya.
- Menjaga kebersihan mata.
- Memakai kacamata hitam sebagai pelindung.

IX. PROGNOSIS
OD OS
Ad vitam baik baik
Ad sanam baik baik
Ad fungsionam baik baik
Ad kosmetikum baik baik


9
TINJAUAN PUSTAKA
KERATITIS

A. PENDAHULUAN
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang merupakan bagian
dari media refraksi, kornea juga berfungsi sebagai membran pelindung dan
jendela yang dilalui berkas cahaya menuju retina. Kornea terdiri atas 5 lapis
yaitu epitel, membran bowman, stroma, membran descemet, dan endotel.
Endotel lebih penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi dan cedera
kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat daripada cedera pada epitel.
Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat
transparan. Sebaliknya cedera pada epitel hanya menyebabkan edema lokal
sesaat padastroma kornea yang akan menghilang bila sel-sel epitel itu telah
beregenerasi.
1,2
Keratitis adalah suatu peradangan kornea yang disebabkan oleh bakteri,
virus, dan jamur. Keratitis dapat diklasifikasikan berdasarkan lapis kornea
yang terkena seperti keratitis superficial dan profunda, atau berdasarkan
penyebabnya. Keratitis diklasifikasikan berdasarkan lapisan pada kornea
yang terkena, keratitis superfisial dan keratitis profunda, atau berdasarkan
penyebabnya yaitu keratitis karena berkurangnya sekresi air mata, keratitis
karena keracunan obat, keratitis reaksi alergi, infeksi, reaksi kekebalan, reaksi
terhadap konjungtivitis menahun.
2,3,4

B. EPIDEMIOLOGI
Frekuensi keratitis di Amerika Serikat sebesar 5% di antara seluruh
kasus kelainan mata. Di negara-negara berkembang insidensi keratitis
berkisar antara 5,9-20,7 per 100.000 orang tiap tahun. Insidensi keratitis pada
tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia, perbandingan laki-
laki dan perempuan tidak begitu bermakna pada angka kejadian keratitis.
Sedangkan predisposisi terjadinya keratitis antara lain terjadi karena trauma,
pemakaian lensa kontak dan perawatan lensa kontak yang
10
buruk, penggunaan lensa kontak yang berlebihan, Herpes genital atau infeksi
virus lain, kekebalan tubuh yang menurun karena penyakit lain, serta higienis
dan nutrisi yang tidak baik, dan kadang-kadang tidak diketahui
penyebabnya.
1,5

C. ANATOMI
Kornea (latin cornum=seperti tanduk) adalah bagian selaput mata yang
tembus cahaya, merupakan lapisan jaringan yang menutup bola mata sebelah
depan. Kornea memiliki diameter horizontal 11-12 mm dan berkurang
menjadi 9-11 mm secara vertikal oleh adanya limbus. Kornea dewasa rata-
rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 mm di tepi.

Kornea memiliki tiga fungsi utama:
6,7
Sebagai media refraksi cahaya terutama antara udara dengan lapisan air
mata prekornea.
Transmisi cahaya dengan minimal distorsi, penghamburan dan absorbsi.
Sebagai struktur penyokong dan proteksi bola mata tanpa mengganggu
penampilan optikal.



11
Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang terdiri atas:
6
1. Epitel
Tebalnya 50 um, terdiri atas lima lapis sel epitel tidak bertanduk yang
saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda mi terdorong ke
depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel
gepeng. Sel basal berkaitan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel
polygonal di depannya melalui desmosom dan macula okluden; ikatan ini
menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan
barrier.
Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya.
Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.
2. Membrana Bowman
Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen
yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan
stroma.Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.
3. Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu
dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di
bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat
kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan.
keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak
di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar
dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4. Membrana Descement
Membrane aselular; merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan
sel endotel dan merupakan membran basalnya.
Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, tebal 40 um.



12
5. Endotel
Berasal dari mesotehum, berlapis satu, bentuk heksagonal, tebal 20-40 um.
Endotel melekat pada membran descemet melalui hemidesmosom dan
zonula okluden.

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari
saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf V. Kornea bersifat avaskuler,
mendapat nutrisi secara difus dari humor aqous dan dari tepi kapiler. Bagian
sentral dari kornea menerima oksigen secara tidak langsung dari udara,
melalui oksigen yang larut dalam lapisan air mata, sedangkan bagian perifer
menerima oksigen secara difus dari pembuluh darah siliaris anterior.
6,9
Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan
sistem pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi
edema kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi. Kornea merupakan
bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di sebelah depan.
Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, di mana 40 dioptri dari 50
dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea. Transparansi
kornea disebabkan oleh strukturnya yang seragam, avaskularitasnya dan
deturgensinya.
7,8,9

D. ETIOLOGI
Etiologi keratitis antara lain: bakteri, jamur, virus, dan alergi.
10
13
E. PATOGENESIS
Epitel adalah sawar yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme
kedalam kornea. Namun sekali kornea mengalami cedera, stroma yang
avaskuler dan membrane Bowman mudah terinfeksi oleh berbagai macam
mikroorganisme seperti amoeba, bakteri dan jamur. Streptococcus
pneumonia (pneumokokus) adalah bakteri pathogen kornea sejati; pathogen
lain memerlukan inokulum yang berat atau hospes yang lemah (misalnya
pada pasien yang mengalami defisiensi imun) agar dapat menimbulkan
infeksi.
5,6
Kornea adalah struktur yang avaskuler oleh sebab itu pertahanan pada
waktu peradangan, tidak dapat segera ditangani seperti pada jaringan lainnya
yang banyak mengandung vaskularisasi. Sel-sel di stroma kornea pertama-
tama akan bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi
pembuluh darah yang ada di limbus dan tampak sebagai injeksi pada kornea.
Sesudah itu terjadilah infiltrasi dari sel-sel lekosit, sel-sel polimorfonuklear,
sel plasma yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai
bercak kelabu, keruh dan permukaan kornea menjadi tidak licin. . Kemudian
dapat terjadi kerusakan epitel dan timbul ulkus kornea yang dapat menyebar
ke permukaan dalam stroma. Pada perdangan yang hebat, toksin dari kornea
dapat menyebar ke iris dan badan siliar dengan melalui membran descement
dan endotel kornea. Dengan demikian iris dan badan siliar meradang dan
timbulah kekeruhan di cairan COA, disusul dengan terbentuknya hipopion.
5,6
Bila peradangan tersu mendalam, tetapi tidak mengenai membran
descement dapat timbul tonjolan membran descement yang disebut mata lalat
atau descementocele. Pada peradangan yg dipermukaan penyembuhan dapat
berlangsung tanpa pembentukan jaringan parut. Pada peradangan yang dlaam
penyembuhan berakhir dengan terbentuknya jaringan parut yang dpaat berupa
nebula, makula, atau leukoma. Bila ulkusnya lebih mendalam lagi dapat
timbul perforasi yang dapat mengakibatkan endophtalmitis, panophtalmitis,
dan berakhir dengan ptisis bulbi.
5,6

14
F. KLASIFIKASI
Pembagian keratitis ada bermacam-macam :
4,5
1. Menurut kausanya
a. Bakteri
Biasanya disebabkan karena trauma kornea, pemakaian lensa kontak
yang lama, kontaminasi dapat diakibatkan bakteri yang terlibat seperti
Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa. Gejala yang
timbul :
5
Kelopak mata di pagi hari penuh dengan sekret mukopurulen,
lengket.
Sakit, silau, merah, mata berair dan penglihatan menurun.
Berjalan cepat
Kornea keruh dan membentuk abses.
Terdapat infiltrat stroma dengan penggaungan epitel.
Injeksi konjungtiva dan episklera.
Hipopion.
Tekanan bola mata naik ataupun rendah.
b. Virus
Biasanya disebabkan virus herpes simpleks (herpes virus hominis /
HVH). Tipe HVH yang menyebabkan keratitis adalah HVH tipe 1.
Kelainan mata akibat virus herpes simpleks dapat bersifat primer dan
kambuhan. Infeksi primer ditandai dengan demam, malaise,
limfadenopati preaurikuler, konjungtivitis folikularis, blefaritis, dan 2/3
kasus terjadi keratitis epitelial. Gejala yang timbul :
Biasanya mengenai satu mata.
Dimulai dengan radang konjungtiva.
Bentuknya keratitis dendritika.
Kambuh biasanya terjadi akibat depresi, lelah, atau sinar ultraviolet.
Kambuh dapat dalam bentuk keratitis disiformis.
15
Gejala-gejala subyektif keratitis epitelial meliputi: fotofobia, injeksi
perikornea, dan penglihatan kabur. Berat ringannya gejala-gejala iritasi
tidak sebanding dengan luasnya lesi epitel, berhubung adanya hipestesi
atau insensibilitas kornea. Dalam hal ini harus diwaspadai terhadap
keratitis lain yang juga disertai hipestesi kornea, misalnya pada: herpes
zoster oftalmikus.
3
c. Jamur
Keratitis fungi banyak dijumpai pada para pekerja pertanian, sekarang
makin banyak dijumpai diantara penduduk perkotaan, dengan
dipakainya obat kortikosteroid dalam pengobatan mata. Gejala yang
timbul :
3
Penglihatan turun, mata merah, mata berair, dan belek.
Terdapat ulkus dengan satelit di sekitarnya.
Hipopion dan dapat meluas menjadi endoftalmitis dan ptisis.
d. Alergi
Mata akan memberikan gejala lakrimasi dan fotofobia disertai rasa
sakit. Bentuk keratitis dengan gambaran bermacam-macam, dengan
ditemukannya infiltrat dan neovaskularisasi pada kornea. Gambaran
karakteristiknya adalah dengan terbentuknya papul atau pustul pada
kornea atau konjungtiva. Biasanya bilateral, dimulai dari limbus.
Gambaran klinis yang muncul terlihat suatu keadaan sebagai hiperemia
konjungtiva, kurangnya air mata, menebalnya epitel kornea, perasaan
panas disertai gatal dan tajam penglihatan yang berkurang.
4
e. Idiopatik
2. Menurut lapisannya
a. Keratitis Superfisial
Keratitis yang terkumpul di daerah membran Bowman, dengan infiltrat
berbentuk bercak-bercak halus. Merupakan cacat halus kornea
superfisial dan hijau bila diwarnai fluoresein. Gejala yang terjadi pada
keratitis superfisial :
Mengenai satu atau kedua mata
16
Mata sakit, berair, silau, merah, penglihatan berkurang
Kerusakan halus permukaan luas epitel
Kelenjar preaurikuler membesar dan sakit
b. Keratitis Interstisial
Merupakan peradangan menahun jaringan kornea bagian dalam.
Keratitis ini ditemukan pada jaringan kornea yang lebih dalam.
Biasanya memberikan keluhan fotofobia, lakrimasi, dan menurunnya
visus. Pada keratitis interstisial maka keluhan bertahan seumur hidup.
Seluruh kornea keruh sehingga iris sulit dilihat. Permukaan kornea
seperti kaca. Terdapat injeksi siliar dengan serbukan pembuluh ke
dalam sehingga memberikan gambaran merah kusam (salmon patch)
dari Hutchinson. Seluruh kornea dapat berwarna merah cerah. Kelainan
ini biasanya bilateral. Merupakan penyulit sifilis kongenital atau
didapat. Dapat terjadi pada pasien dengan tbc, lepra, dan lainnya.

G. TANDA DAN GEJALA
Gejala hampir serupa dengan konjungtiviitis dan fotofobia
Mata sangat merah
Silau
Mata sakit
Penglihatan menurun

H. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko yang dapat menimbulkan keratitis:
3
1. Perawatan lensa kontak yang buruk, pemakaian lensa kontak yang lama.
2. Sakit atau faktor lain yang menurunkan daya tahan tubuh.
3. Demam, herpes genital, dan infeksi virus lainnya.
4. Lingkungan kotor dan padat, dan higiene buruk.
5. Kurang gizi terutama dafisiensi vitamin A.


17
I. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, gejala klinik dan
hasil pemeriksaan mata. Pasien dengan keratitis biasanya datang dengan
keluhan iritasi ringan, adanya sensasi benda asing, mata merah, mata berair,
penglihatan yang sedikit kabur, dan silau (fotofobia) serta sulit membuka
mata (blepharospasme).
Penderita akan mengeluh sakit pada mata karena kornea memiliki
banyak serabut nyeri, sehingga amat sensitif. Kebanyakan lesi kornea
superfisialis maupun yang sudah dalam menimbulkan rasa sakit dan
fotofobia. Rasa sakit diperberat oleh kuman kornea bergesekan dengan
palpebra. Karena kornea berfungsi sebagai media untuk refraksi sinar dan
merupakan media pembiasan terhadap sinar yang masuk ke mata maka lesi
pada kornea umumnya akan mengaburkan penglihatan terutama apabila lesi
terletak sentral pada kornea.
Fotofobia yang terjadi biasanya terutama disebabkan oleh kontraksi iris
yang meradang. Dilatasi pembuluh darah iris adalah fenomena refleks yang
disebabkan iritasi pada ujung serabut saraf pada kornea. Pasien biasanya juga
berair mata namun tidak disertai dengan pembentukan kotoran mata
yang banyak kecuali pada ulkus kornea yang purulen.
4,5,6

Dalam mengevaluasi peradangan kornea penting untuk membedakan
apakah tanda yang kita temukan merupakan proses yang masih aktif atau
merupakan kerusakan dari struktur kornea hasil dari proses di waktu yang
lampau. Sejumlah tanda dan pemeriksaan sangat membantu dalam
mendiagnosis dan menentukan penyebab dari suatu peradangan kornea
seperti: pemeriksaan sensasi kornea, lokasi dan morfologi kelainan,
pewarnaan dengan fluoresin, neovaskularisasi, derajat defek pada epithel,
lokasi dari infiltrat pada kornea, edema kornea, keratik presipitat, dan
keadaan di bilik mata depan. Tanda-tanda yang ditemukan ini juga berguna
dalam mengawasi perkembangan penyakit dan respon terhadap
pengobatan.
11

18
J. DIAGNOSIS BANDING
1. Keratitis
2. Keratokonjungtivitis
3. Ulkus kornea

K. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien keratitis :
1. Pemulasan fluorescein
2. Kerokan kornea yang kemudian dipulas dengan pulasan gram atau giemsa.
3. Kultur untuk bakteri dan fungi.
4. Pemeriksaan mikroskopik dengan KOH 10% terhadap kerokan kornea
5. Pemeriksaan sekret ditemukan eosinofilia
6. Tes kulit terhadap alergen yg didudaga menunjukan hasil (+)

L. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan keratitis berdasarkan kausanya :
3
a. Bakteri
antibiotik sesuai dengan hasil pembiakan
pengobatan dini dengan fluroquinolone ciprofloxacin 0.3%
sikloplegik tiga kali per hari, kalau masih kurang dapat diberi atropin
1% 2 kali sehari. (mencegah sinekia posterior serta mengurangi nyeri
akibat spasme siliar)
b. Virus
Pemberian antiviral
Kompres dingin
Tidak boleh dipakai kortikosteroid.
c. Jamur
Disesuaikan dengan hasil kultur dan hasil empiris
Natamycin E.D untuk jamur berfilamen
Fluconazole E.D untuk jamur candida
AmphotericinB E.D untuk kasus yang tidak bereaksi dengan obat
19
d. Alergi
Pemberian antihistamin oral
Pemberian tetes mata yg mengandung antihistamin dan
vasokonstriktor
Imunoterapi alergen
e. Idiopatik

M. PROGNOSIS
Prognosis quo ad vitam pada pasien keratitis adalah bonam. Sedangkan
prognosis fungsionam pada keratitis sangat tergantung pada jenis keratitis itu
sendiri. Jika lesi pada keratitis superficial berlanjut hingga menjadi ulkus
kornea dan jika lesi pada keratitis tersebut telah melebihi dari epitel dan
membran bowman maka prognosis fungsionam akan semakin buruk. Hal ini
biasanya terjadi jika pengobatan yang diberikan sebelumnya kurang adekuat,
kurangnya kepatuhan pasien dalam menjalankan terapi yang sudah
dianjurkan, terdapat penyakit sistemik lain yang dapat menghambat proses
penyembuhan seperti pada pasien diabetes mellitus, ataupun dapat juga
karena mata pasien tersebut masih terpapar secara berlebihan oleh lingkungan
luar, misalnya karena sinar matahari ataupun debu.
1,2,4
Pemberian kortikosteroid topikal untuk waktu lama dapat
memperpanjang perjalanan penyakit hingga bertahun-tahun serta dapat pula
mengakibatkan timbulnya katarak dan glaukoma yang diinduksi oleh steroid.









20
DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophthalmology. Externa disease and cornea, San
Fransisco 2006-2007 : 8-12, 157-160.
2. Vaughan, Daniel. Oftalmologi Umum. Edisi 14 Cetakan Pertama. Widya
Medika Jakarta, 2000 : 4-6
3. Ilyas, Sidarta. Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI Jakarta 2009
: 106-112.
4. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI Jakarta
2010 : 147-156.
5. Wijana Nana SD. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Abadi Tegal; 1993, 86-102
6. Biswell R. Cornea In Vaughn D, Asbury T, Eva PR, eds. General
Ophtalmology 17th ed. USA Appleton & Lange; 2008. p. 126-49
7. Lange Gerhard K.Ophtalmology. 2000. New York: Thieme. P. 117-44
8. Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilyas S. Ilmu Penyakit mata
Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI ; 2008. H.l-13.
9. Riordan P. Anatomy & Embriology of the Eye. In: Vaughan DG, Asbury T,
Riordan-Eve P. General Ophtalmology. 17th ed. USA: Appleton & Lange;
2008. P.8-10
10. Mansjoer, Arif M. 2001. Kapita Selekta edisi-3 jilid-1. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI. Hal: 56
11. Thygeson, Phillips. 1950. "Superficial Punctate Keratitis". Journal of the
American Medical Association; 144:1544-1549. Available at : http://webeye.
ophth.uiowa.edu/ dept/service/cornea/cornea.htm

Anda mungkin juga menyukai