Gia Noor Pratami G99122052 Raden Artheswara S. G99122098 Gloria K. Evasari G99122053 Ratih Puspa Wardani G99122100 M. David Perdana P. G99122069
Pembimbing : dr. Rochasih Mudjajanti, Sp.M
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA 2014 1 STATUS PASIEN
I. IDENTITAS Nama : Tn. B Umur : 27 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Suku : Jawa Kewarganegaraan : Indonesia Agama : Islam Pekerjaan : TNI Alamat : Asrama Yonif Mojolaban, Sukoharjo, Jawa Tengah Tgl pemeriksaan : 9 Mei 2014 No. CM : 01293483
II. ANAMNESIS A. Keluhan utama : Mata kanan terasa panas
B. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien mengeluhkan mata kanan terasa panas dan merah sejak 1 hari SMRS. Awalnya, saat pasien sedang latihan tiba-tiba mata kanan pasien terkena pasir. Kemudian pasien mengucek-ngucek matanya sehingga menjadi merah dan panas. Selain itu, pasien mengeluh mata kanan terasa ngganjel/ngeres (+), silau (+), nyeri (+), nrocos (+), pandangan kabur (-), blobokan (-), mata lengket (-). Keluhan ini dirasakan terus menerus dan tidak membaik. Kemudian pasien memeriksakan diri ke poli mata RSDM.
C. Riwayat Penyakit Dahulu - Riwayat hipertensi : disangkal - Riwayat kencing manis : disangkal 2 - Riwayat trauma mata : disangkal - Riwayat operasi mata : disangkal - Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal - Riwayat sakit serupa : disangkal - Riwayat kacamata : disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga - Riwayat hipertensi : disangkal - Riwayat DM : disangkal - Riwayat sakit serupa : disangkal
E. Kesimpulan Anamnesis OD OS Proses Peradangan - Lokalisasi Konjungtiva, Kornea - Sebab Infeksi - Perjalanan Akut - Komplikasi Belum ada -
III. PEMERIKSAAN FISIK A. Kesan umum Keadaan umum baik, compos mentis, gizi kesan cukup B. Pemeriksaan Subyektif OD OS A. Visus Sentralis 1. Visus sentralis jauh 6/6 6/6 a. pinhole Tidak dilakukan Tidak dilakukan b. koreksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan 2. Visus sentralis dekat Tidak dilakukan Tidak dilakukan B. Visus Perifer 1. Konfrontasi test Tidak dilakukan Tidak dilakukan 2. Proyeksi sinar Tidak dilakukan Tidak dilakukan 3. Persepsi warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
3 C. Pemeriksaan Obyektif 1. Sekitar mata OD OS a. tanda radang Tidak ada Tidak ada b. luka Tidak ada Tidak ada c. parut Tidak ada Tidak ada d. kelainan warna Tidak ada Tidak ada e. kelainan bentuk Tidak ada Tidak ada 2. Supercilia a. warna Hitam Hitam b. tumbuhnya Normal Normal c. kulit Sawo matang Sawo matang d. gerakan Dalam batas normal Dalam batas normal 3. Pasangan bola mata dalam orbita
a. heteroforia Tidak ada Tidak ada b. strabismus Tidak ada Tidak ada c. pseudostrabismus Tidak ada Tidak ada d. exophtalmus Tidak ada Tidak ada e. enophtalmus Tidak ada Tidak ada 4. Ukuran bola mata a. mikroftalmus Tidak ada Tidak ada b. makroftalmus Tidak ada Tidak ada c. ptisis bulbi Tidak ada Tidak ada d. atrofi bulbi Tidak ada Tidak ada 5. Gerakan bola mata a. temporal Tidak terhambat Tidak terhambat b. temporal superior Tidak terhambat Tidak terhambat c. temporal inferior Tidak terhambat Tidak terhambat d. nasal Tidak terhambat Tidak terhambat e. nasal superior Tidak terhambat Tidak terhambat f. nasal inferior Tidak terhambat Tidak terhambat 6. Kelopak mata a. pasangannya 1.) edema Tidak ada Tidak ada 2.) hiperemi Tidak ada Tidak ada 3.) blefaroptosis Tidak ada Tidak ada 4.) blefarospasme Tidak ada Tidak ada b. gerakannya 1.) membuka Tidak tertinggal Tidak tertinggal 2.) menutup Tidak tertinggal Tidak tertinggal c. rima 1.) lebar 10 mm 10 mm 2.) ankiloblefaron Tidak ada Tidak ada 4 3.) blefarofimosis Tidak ada Tidak ada d. kulit 1.) tanda radang Tidak ada Tidak ada 2.) warna Kemerahan Kemerahan 3.) epiblepharon Tidak ada Tidak ada 4.) blepharochalasis Tidak ada Tidak ada e. tepi kelopak mata 1.) enteropion Tidak ada Tidak ada 2.) ekteropion Tidak ada Tidak ada 3.) koloboma Tidak ada Tidak ada 4.) bulu mata Dalam batas normal Dalam batas normal
7. sekitar glandula lakrimalis
a. tanda radang Tidak ada Tidak ada b. benjolan Tidak ada Tidak ada c. tulang margo tarsalis Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan 8. Sekitar saccus lakrimalis a. tanda radang Tidak ada Tidak ada b. benjolan Tidak ada Tidak ada 9. Tekanan intraocular a. palpasi Kesan normal Kesan normal b. tonometri schiotz Tidak dilakukan Tidak dilakukan 10. Konjungtiva a. konjungtiva palpebra superior
1.) edema Tidak ada Tidak ada 2.) hiperemi Ada Tidak ada 3.) sekret Tidak ada Tidak ada 4.) sikatrik Tidak ada Tidak ada b. konjungtiva palpebra inferior
1.) edema Tidak ada Tidak ada 2.) hiperemi Ada Tidak ada 3.) sekret Tidak ada Tidak ada 4.) sikatrik Tidak ada Tidak ada c. konjungtiva fornix
1.) edema Tidak ada Tidak ada 2.) hiperemi Ada Tidak ada 3.) sekret Tidak ada Tidak ada 4.) benjolan Tidak ada Tidak ada d. konjungtiva bulbi 5 1.) edema Tidak ada Tidak ada 2.) hiperemis Ada Tidak ada 3.) sekret Tidak ada Tidak ada 4.) injeksi konjungtiva Ada Tidak ada 5.) injeksi siliar Tidak ada Tidak ada e. caruncula dan plika semilunaris
1.) edema Tidak ada Tidak ada 2.) hiperemis Tidak ada Tidak ada 3.) sikatrik Tidak ada Tidak ada 11. Sclera a. warna Putih Putih b. tanda radang Tidak ada Tidak ada c. penonjolan Tidak ada Tidak ada 12. Kornea a. ukuran 12 mm 12 mm b. limbus Jernih Jernih c. permukaan Tidak rata, sedikit keruh Rata, mengkilap d. sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan e. keratoskop ( placido ) Tidak dilakukan Tidak dilakukan f. fluorecsin tes Tidak dilakukan Belum dilakukan g. arcus senilis Tidak ada Tidak ada 13. Kamera okuli anterior a. kejernihan Jernih Jernih b. kedalaman Dalam Dalam 14. Iris a. warna Hitam Hitam b. bentuk Tampak lempengan Tampak lempengan c. sinekia anterior Tidak tampak Tidak tampak d. sinekia posterior Tidak tampak Tidak tampak 15. Pupil a. ukuran 3 mm 3 mm b. bentuk Bulat Bulat c. letak Sentral Sentral d. reaksi cahaya langsung Positif Positif e. tepi pupil Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan 16. Lensa a. ada/tidak Ada Ada b. kejernihan Jernih Jernih c. letak Sentral Sentral e. shadow test Tidak dilakukan Tidak dilakukan 6 17. Corpus vitreum a. Kejernihan b. Reflek fundus Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
IV. KESIMPULAN PEMERIKSAAN OD OS A. Visus sentralis jauh 6/6 6/6 B. Visus perifer Konfrontasi tes Tidak dilakukan Tidak dilakukan Proyeksi sinar Baik Baik Persepsi warna Baik Baik C. Sekitar mata Dalam batas normal Dalam batas normal D. Supercilium Dalam batas normal Dalam batas normal E. Pasangan bola mata dalam orbita Dalam batas normal Dalam batas normal F. Ukuran bola mata Dalam batas normal Dalam batas normal G. Gerakan bola mata Dalam batas normal Dalam batas normal H. Kelopak mata Dalam batas normal Dalam batas normal I. Sekitar saccus lakrimalis Dalam batas normal Dalam batas normal J. Sekitar glandula lakrimalis Dalam batas normal Dalam batas normal K. Tekanan intarokular Dalam batas normal Dalam batas normal L. Konjungtiva palpebra Hiperemi Dalam batas normal M. Konjungtiva bulbi Hiperemi Dalam batas normal N. Konjungtiva fornix Hiperemi Hiperemi O. Sklera Dalam batas normal Dalam batas normal P. Kornea Permukaan tidak rata, sedikit keruh Dalam batas normal Q. Camera okuli anterior Kesan normal Kesan normal R. Iris Bulat, warna hitam Bulat, warna hitam S. Pupil Diameter 3 mm, bulat, sentral Diameter 3 mm, bulat, sentral T. Lensa Kesan normal Kesan normal U. Corpus vitreum Tidak dilakukan Tidak dilakukan
7
V. DIAGNOSIS BANDING OD Keratitis OD Keratokonjungtivitis OD Ulkus Kornea
8 VI. DIAGNOSIS OD Keratitis
VII. PLANNING 1. Pemulasan fluorescein 2. Kultur untuk bakteri dan fungi. 3. Pemeriksaan mikroskopik dengan KOH 10% terhadap kerokan kornea
VIII. TERAPI Medikamentosa R/ Floxa ED No. I 4 dd gtt I OD R/ Repithel ED No.I 4 dd gtt I OD R/ Na diclofenac No. X 2 dd tab 1 Non Medikamentosa - Tidak mengusap mata dengan tangan atau benda yang tidak terjamin kebersihannya. - Menjaga kebersihan mata. - Memakai kacamata hitam sebagai pelindung.
IX. PROGNOSIS OD OS Ad vitam baik baik Ad sanam baik baik Ad fungsionam baik baik Ad kosmetikum baik baik
9 TINJAUAN PUSTAKA KERATITIS
A. PENDAHULUAN Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang merupakan bagian dari media refraksi, kornea juga berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui berkas cahaya menuju retina. Kornea terdiri atas 5 lapis yaitu epitel, membran bowman, stroma, membran descemet, dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi dan cedera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya cedera pada epitel hanya menyebabkan edema lokal sesaat padastroma kornea yang akan menghilang bila sel-sel epitel itu telah beregenerasi. 1,2 Keratitis adalah suatu peradangan kornea yang disebabkan oleh bakteri, virus, dan jamur. Keratitis dapat diklasifikasikan berdasarkan lapis kornea yang terkena seperti keratitis superficial dan profunda, atau berdasarkan penyebabnya. Keratitis diklasifikasikan berdasarkan lapisan pada kornea yang terkena, keratitis superfisial dan keratitis profunda, atau berdasarkan penyebabnya yaitu keratitis karena berkurangnya sekresi air mata, keratitis karena keracunan obat, keratitis reaksi alergi, infeksi, reaksi kekebalan, reaksi terhadap konjungtivitis menahun. 2,3,4
B. EPIDEMIOLOGI Frekuensi keratitis di Amerika Serikat sebesar 5% di antara seluruh kasus kelainan mata. Di negara-negara berkembang insidensi keratitis berkisar antara 5,9-20,7 per 100.000 orang tiap tahun. Insidensi keratitis pada tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia, perbandingan laki- laki dan perempuan tidak begitu bermakna pada angka kejadian keratitis. Sedangkan predisposisi terjadinya keratitis antara lain terjadi karena trauma, pemakaian lensa kontak dan perawatan lensa kontak yang 10 buruk, penggunaan lensa kontak yang berlebihan, Herpes genital atau infeksi virus lain, kekebalan tubuh yang menurun karena penyakit lain, serta higienis dan nutrisi yang tidak baik, dan kadang-kadang tidak diketahui penyebabnya. 1,5
C. ANATOMI Kornea (latin cornum=seperti tanduk) adalah bagian selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapisan jaringan yang menutup bola mata sebelah depan. Kornea memiliki diameter horizontal 11-12 mm dan berkurang menjadi 9-11 mm secara vertikal oleh adanya limbus. Kornea dewasa rata- rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 mm di tepi.
Kornea memiliki tiga fungsi utama: 6,7 Sebagai media refraksi cahaya terutama antara udara dengan lapisan air mata prekornea. Transmisi cahaya dengan minimal distorsi, penghamburan dan absorbsi. Sebagai struktur penyokong dan proteksi bola mata tanpa mengganggu penampilan optikal.
11 Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang terdiri atas: 6 1. Epitel Tebalnya 50 um, terdiri atas lima lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda mi terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng. Sel basal berkaitan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel polygonal di depannya melalui desmosom dan macula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier. Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren. 2. Membrana Bowman Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi. 3. Stroma Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma. 4. Membrana Descement Membrane aselular; merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya. Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, tebal 40 um.
12 5. Endotel Berasal dari mesotehum, berlapis satu, bentuk heksagonal, tebal 20-40 um. Endotel melekat pada membran descemet melalui hemidesmosom dan zonula okluden.
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf V. Kornea bersifat avaskuler, mendapat nutrisi secara difus dari humor aqous dan dari tepi kapiler. Bagian sentral dari kornea menerima oksigen secara tidak langsung dari udara, melalui oksigen yang larut dalam lapisan air mata, sedangkan bagian perifer menerima oksigen secara difus dari pembuluh darah siliaris anterior. 6,9 Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi. Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, di mana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea. Transparansi kornea disebabkan oleh strukturnya yang seragam, avaskularitasnya dan deturgensinya. 7,8,9
D. ETIOLOGI Etiologi keratitis antara lain: bakteri, jamur, virus, dan alergi. 10 13 E. PATOGENESIS Epitel adalah sawar yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme kedalam kornea. Namun sekali kornea mengalami cedera, stroma yang avaskuler dan membrane Bowman mudah terinfeksi oleh berbagai macam mikroorganisme seperti amoeba, bakteri dan jamur. Streptococcus pneumonia (pneumokokus) adalah bakteri pathogen kornea sejati; pathogen lain memerlukan inokulum yang berat atau hospes yang lemah (misalnya pada pasien yang mengalami defisiensi imun) agar dapat menimbulkan infeksi. 5,6 Kornea adalah struktur yang avaskuler oleh sebab itu pertahanan pada waktu peradangan, tidak dapat segera ditangani seperti pada jaringan lainnya yang banyak mengandung vaskularisasi. Sel-sel di stroma kornea pertama- tama akan bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang ada di limbus dan tampak sebagai injeksi pada kornea. Sesudah itu terjadilah infiltrasi dari sel-sel lekosit, sel-sel polimorfonuklear, sel plasma yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak kelabu, keruh dan permukaan kornea menjadi tidak licin. . Kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbul ulkus kornea yang dapat menyebar ke permukaan dalam stroma. Pada perdangan yang hebat, toksin dari kornea dapat menyebar ke iris dan badan siliar dengan melalui membran descement dan endotel kornea. Dengan demikian iris dan badan siliar meradang dan timbulah kekeruhan di cairan COA, disusul dengan terbentuknya hipopion. 5,6 Bila peradangan tersu mendalam, tetapi tidak mengenai membran descement dapat timbul tonjolan membran descement yang disebut mata lalat atau descementocele. Pada peradangan yg dipermukaan penyembuhan dapat berlangsung tanpa pembentukan jaringan parut. Pada peradangan yang dlaam penyembuhan berakhir dengan terbentuknya jaringan parut yang dpaat berupa nebula, makula, atau leukoma. Bila ulkusnya lebih mendalam lagi dapat timbul perforasi yang dapat mengakibatkan endophtalmitis, panophtalmitis, dan berakhir dengan ptisis bulbi. 5,6
14 F. KLASIFIKASI Pembagian keratitis ada bermacam-macam : 4,5 1. Menurut kausanya a. Bakteri Biasanya disebabkan karena trauma kornea, pemakaian lensa kontak yang lama, kontaminasi dapat diakibatkan bakteri yang terlibat seperti Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa. Gejala yang timbul : 5 Kelopak mata di pagi hari penuh dengan sekret mukopurulen, lengket. Sakit, silau, merah, mata berair dan penglihatan menurun. Berjalan cepat Kornea keruh dan membentuk abses. Terdapat infiltrat stroma dengan penggaungan epitel. Injeksi konjungtiva dan episklera. Hipopion. Tekanan bola mata naik ataupun rendah. b. Virus Biasanya disebabkan virus herpes simpleks (herpes virus hominis / HVH). Tipe HVH yang menyebabkan keratitis adalah HVH tipe 1. Kelainan mata akibat virus herpes simpleks dapat bersifat primer dan kambuhan. Infeksi primer ditandai dengan demam, malaise, limfadenopati preaurikuler, konjungtivitis folikularis, blefaritis, dan 2/3 kasus terjadi keratitis epitelial. Gejala yang timbul : Biasanya mengenai satu mata. Dimulai dengan radang konjungtiva. Bentuknya keratitis dendritika. Kambuh biasanya terjadi akibat depresi, lelah, atau sinar ultraviolet. Kambuh dapat dalam bentuk keratitis disiformis. 15 Gejala-gejala subyektif keratitis epitelial meliputi: fotofobia, injeksi perikornea, dan penglihatan kabur. Berat ringannya gejala-gejala iritasi tidak sebanding dengan luasnya lesi epitel, berhubung adanya hipestesi atau insensibilitas kornea. Dalam hal ini harus diwaspadai terhadap keratitis lain yang juga disertai hipestesi kornea, misalnya pada: herpes zoster oftalmikus. 3 c. Jamur Keratitis fungi banyak dijumpai pada para pekerja pertanian, sekarang makin banyak dijumpai diantara penduduk perkotaan, dengan dipakainya obat kortikosteroid dalam pengobatan mata. Gejala yang timbul : 3 Penglihatan turun, mata merah, mata berair, dan belek. Terdapat ulkus dengan satelit di sekitarnya. Hipopion dan dapat meluas menjadi endoftalmitis dan ptisis. d. Alergi Mata akan memberikan gejala lakrimasi dan fotofobia disertai rasa sakit. Bentuk keratitis dengan gambaran bermacam-macam, dengan ditemukannya infiltrat dan neovaskularisasi pada kornea. Gambaran karakteristiknya adalah dengan terbentuknya papul atau pustul pada kornea atau konjungtiva. Biasanya bilateral, dimulai dari limbus. Gambaran klinis yang muncul terlihat suatu keadaan sebagai hiperemia konjungtiva, kurangnya air mata, menebalnya epitel kornea, perasaan panas disertai gatal dan tajam penglihatan yang berkurang. 4 e. Idiopatik 2. Menurut lapisannya a. Keratitis Superfisial Keratitis yang terkumpul di daerah membran Bowman, dengan infiltrat berbentuk bercak-bercak halus. Merupakan cacat halus kornea superfisial dan hijau bila diwarnai fluoresein. Gejala yang terjadi pada keratitis superfisial : Mengenai satu atau kedua mata 16 Mata sakit, berair, silau, merah, penglihatan berkurang Kerusakan halus permukaan luas epitel Kelenjar preaurikuler membesar dan sakit b. Keratitis Interstisial Merupakan peradangan menahun jaringan kornea bagian dalam. Keratitis ini ditemukan pada jaringan kornea yang lebih dalam. Biasanya memberikan keluhan fotofobia, lakrimasi, dan menurunnya visus. Pada keratitis interstisial maka keluhan bertahan seumur hidup. Seluruh kornea keruh sehingga iris sulit dilihat. Permukaan kornea seperti kaca. Terdapat injeksi siliar dengan serbukan pembuluh ke dalam sehingga memberikan gambaran merah kusam (salmon patch) dari Hutchinson. Seluruh kornea dapat berwarna merah cerah. Kelainan ini biasanya bilateral. Merupakan penyulit sifilis kongenital atau didapat. Dapat terjadi pada pasien dengan tbc, lepra, dan lainnya.
G. TANDA DAN GEJALA Gejala hampir serupa dengan konjungtiviitis dan fotofobia Mata sangat merah Silau Mata sakit Penglihatan menurun
H. FAKTOR RISIKO Faktor risiko yang dapat menimbulkan keratitis: 3 1. Perawatan lensa kontak yang buruk, pemakaian lensa kontak yang lama. 2. Sakit atau faktor lain yang menurunkan daya tahan tubuh. 3. Demam, herpes genital, dan infeksi virus lainnya. 4. Lingkungan kotor dan padat, dan higiene buruk. 5. Kurang gizi terutama dafisiensi vitamin A.
17 I. DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, gejala klinik dan hasil pemeriksaan mata. Pasien dengan keratitis biasanya datang dengan keluhan iritasi ringan, adanya sensasi benda asing, mata merah, mata berair, penglihatan yang sedikit kabur, dan silau (fotofobia) serta sulit membuka mata (blepharospasme). Penderita akan mengeluh sakit pada mata karena kornea memiliki banyak serabut nyeri, sehingga amat sensitif. Kebanyakan lesi kornea superfisialis maupun yang sudah dalam menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit diperberat oleh kuman kornea bergesekan dengan palpebra. Karena kornea berfungsi sebagai media untuk refraksi sinar dan merupakan media pembiasan terhadap sinar yang masuk ke mata maka lesi pada kornea umumnya akan mengaburkan penglihatan terutama apabila lesi terletak sentral pada kornea. Fotofobia yang terjadi biasanya terutama disebabkan oleh kontraksi iris yang meradang. Dilatasi pembuluh darah iris adalah fenomena refleks yang disebabkan iritasi pada ujung serabut saraf pada kornea. Pasien biasanya juga berair mata namun tidak disertai dengan pembentukan kotoran mata yang banyak kecuali pada ulkus kornea yang purulen. 4,5,6
Dalam mengevaluasi peradangan kornea penting untuk membedakan apakah tanda yang kita temukan merupakan proses yang masih aktif atau merupakan kerusakan dari struktur kornea hasil dari proses di waktu yang lampau. Sejumlah tanda dan pemeriksaan sangat membantu dalam mendiagnosis dan menentukan penyebab dari suatu peradangan kornea seperti: pemeriksaan sensasi kornea, lokasi dan morfologi kelainan, pewarnaan dengan fluoresin, neovaskularisasi, derajat defek pada epithel, lokasi dari infiltrat pada kornea, edema kornea, keratik presipitat, dan keadaan di bilik mata depan. Tanda-tanda yang ditemukan ini juga berguna dalam mengawasi perkembangan penyakit dan respon terhadap pengobatan. 11
K. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien keratitis : 1. Pemulasan fluorescein 2. Kerokan kornea yang kemudian dipulas dengan pulasan gram atau giemsa. 3. Kultur untuk bakteri dan fungi. 4. Pemeriksaan mikroskopik dengan KOH 10% terhadap kerokan kornea 5. Pemeriksaan sekret ditemukan eosinofilia 6. Tes kulit terhadap alergen yg didudaga menunjukan hasil (+)
L. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan keratitis berdasarkan kausanya : 3 a. Bakteri antibiotik sesuai dengan hasil pembiakan pengobatan dini dengan fluroquinolone ciprofloxacin 0.3% sikloplegik tiga kali per hari, kalau masih kurang dapat diberi atropin 1% 2 kali sehari. (mencegah sinekia posterior serta mengurangi nyeri akibat spasme siliar) b. Virus Pemberian antiviral Kompres dingin Tidak boleh dipakai kortikosteroid. c. Jamur Disesuaikan dengan hasil kultur dan hasil empiris Natamycin E.D untuk jamur berfilamen Fluconazole E.D untuk jamur candida AmphotericinB E.D untuk kasus yang tidak bereaksi dengan obat 19 d. Alergi Pemberian antihistamin oral Pemberian tetes mata yg mengandung antihistamin dan vasokonstriktor Imunoterapi alergen e. Idiopatik
M. PROGNOSIS Prognosis quo ad vitam pada pasien keratitis adalah bonam. Sedangkan prognosis fungsionam pada keratitis sangat tergantung pada jenis keratitis itu sendiri. Jika lesi pada keratitis superficial berlanjut hingga menjadi ulkus kornea dan jika lesi pada keratitis tersebut telah melebihi dari epitel dan membran bowman maka prognosis fungsionam akan semakin buruk. Hal ini biasanya terjadi jika pengobatan yang diberikan sebelumnya kurang adekuat, kurangnya kepatuhan pasien dalam menjalankan terapi yang sudah dianjurkan, terdapat penyakit sistemik lain yang dapat menghambat proses penyembuhan seperti pada pasien diabetes mellitus, ataupun dapat juga karena mata pasien tersebut masih terpapar secara berlebihan oleh lingkungan luar, misalnya karena sinar matahari ataupun debu. 1,2,4 Pemberian kortikosteroid topikal untuk waktu lama dapat memperpanjang perjalanan penyakit hingga bertahun-tahun serta dapat pula mengakibatkan timbulnya katarak dan glaukoma yang diinduksi oleh steroid.
20 DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of Ophthalmology. Externa disease and cornea, San Fransisco 2006-2007 : 8-12, 157-160. 2. Vaughan, Daniel. Oftalmologi Umum. Edisi 14 Cetakan Pertama. Widya Medika Jakarta, 2000 : 4-6 3. Ilyas, Sidarta. Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI Jakarta 2009 : 106-112. 4. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI Jakarta 2010 : 147-156. 5. Wijana Nana SD. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Abadi Tegal; 1993, 86-102 6. Biswell R. Cornea In Vaughn D, Asbury T, Eva PR, eds. General Ophtalmology 17th ed. USA Appleton & Lange; 2008. p. 126-49 7. Lange Gerhard K.Ophtalmology. 2000. New York: Thieme. P. 117-44 8. Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilyas S. Ilmu Penyakit mata Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI ; 2008. H.l-13. 9. Riordan P. Anatomy & Embriology of the Eye. In: Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eve P. General Ophtalmology. 17th ed. USA: Appleton & Lange; 2008. P.8-10 10. Mansjoer, Arif M. 2001. Kapita Selekta edisi-3 jilid-1. Jakarta: Media Aesculapius FKUI. Hal: 56 11. Thygeson, Phillips. 1950. "Superficial Punctate Keratitis". Journal of the American Medical Association; 144:1544-1549. Available at : http://webeye. ophth.uiowa.edu/ dept/service/cornea/cornea.htm