Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Enzimologi Oleh : 1. Abdul Rosyid Al Muhammady (4411411025) 2. Nihayatul Milah Usrotuk (4411411032) 3. Novita Hermayani (4411411008) 4. Nunung Eni Elawati (4411411002)
JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2013
A. JUDUL UJI KEBERADAAN ENZIM AMILASE PADA CAIRAN RUMEN SAPI
B. LATAR BELAKANG MASALAH Isi rumen sapi yang berasal dari limbah rumah potong hewan (RPH) cukup melimpah. Jika tidak ditangani dengan baik limbah ini berpotensi mencemari lingkungan. Limbah rumen ini di sisi lain berpotensi sebagai sumber enzim yang dapat menggantikan sebagian enzim komersial. Selama ini isi rumen hanya dibuang percuma dan tidak dimanfaatkan, hanya sebagian kecil saja yang memanfaatkannya sebagai kompos. Berdasarkan data Statistik Peternakan (2007), jumlah sapi yang dipotong setiap tahun tidak kurang dari 1,75 juta ekor, sekitar 1,5 juta ekor berasal dari sapi-sapi lokal, dan sisanya adalah sapi-sapi impor. Jumlah cairan rumen mencapai 31 liter per ekor (Priego et al., 1977). Berdasarkan sapi-sapi yang dipotong tersebut potensi cairan rumen sapi mencapai 54,25 juta liter per tahun. Beberapa peneliti melaporkan bahwa cairan rumen sapi hidup kaya akan selulase, amilase, protease, xilanase dan lain-lain (Lee et al., 2002; Morgavi et al., 2000). Lee et al. (2002) melaporkan cairan rumen sapi hidup yang diberi makan ransum berbasis hay alfalfa mengandung selulase sebesar 362,712,8 IU/ml, xilanase sebesar 528,629,03 IU/ml, amilase sebesar 439,016,53 IU/ml, dan protease sebesar 84,82,52 IU/ml. Aktivitas enzimenzim tersebut cukup tinggi. Berbeda dengan sapi hidup, sapi yang akan dipotong umumnya dipasakan sehingga jumlah dan kualitas enzim yang dihasilkan akan berbeda. Berkaitan dengan hal ini, dalam rangka memanfaatkan cairan rumen sapi asal RPH sebagai sumber enzim amylase.
C. RUMUSAN MASALAH Apakah enzim amylase terdapat pada cairan rumen sapi?
D. TUJUAN PENELITIAN Mengetahui keberadaan enzim amilase pada cairan rumen sapi RPH dan menguji kandungan enzim amilase
E. KERANGKA TEORITIK DAN HIPOTESIS 1. KERANGKA TEORITIK Enzim adalah sekelompok protein yang berperan sebagai pengkatalis dalam reaksi-reaksi biologis. Enzim dapat juga didefenisikan sebagai biokatalisator yang dihasilkan oleh jaringan yang berfungsi meningkatkan laju reaksi dalam jaringan itu sendiri. Semua enzim yang diketahui hingga kini hampir seluruhnya adalah protein. Berat molekul enzim pun sangat beraneka ragam, meliputi rentang yang sangat luas (Suhtanry & Rubianty, 1985). Enzim digolongkan menurut reaksi yang diikutinya, sedangkan masingmasing enzim diberi nama menurut nama substratnya, misalnya urease, arginase dan lain- lain. Di samping itu ada pula beberapa enzim yang dikenal dengan nama lama misalnya pepsin, tripsin dan lain-lain. Oleh Commision on Enzymes of the International Union of Biochemistry, enzim dibagi dalam enam golongan besar. Penggolongan ini didasarkan atas reaksi kimia di mana enzim memegang peranan. Enam golongan tersebut ialah (Poedjiadi, 2006): Oksidoreduktase Transferase Hidrolase Liase Isomerase Ligase Dalam mempelajari mengenai enzim, dikenal beberapa istilah diantaranya holoenzim, apoenzim, kofaktor, gugus prostetik, koenzim, dan substrat. Apoenzim adalah suatu enzim yang seluruhnya terdiri dari protein, sedangkan holoenzim dalah enzim yang mengandung gugus protein dan gugus non protein. Gugus yang bukan protein tadi dikenal dengan istilah kofaktor. Pada kofaktor ada yang terikat kuat pada protein dan sukar terurai dalam larutan yang disebut gugus prostetik dan adapula yang tidak terikat kuat pada protein sehingga mudah terurai yang disebut koenzim. Baik gugus prostetik maupun koenzim, keduanya merupakan bagian yang memungkinkan enzim bekerja pada substrat. Substrat merupakan zat-zat yang diubah atau direaksikan oleh enzim (Poedjadi, 2006). Enzim meningkatkan laju sehingga terbentuk kesetimbangan kimia antara produk dan pereaksi. Pada keadaaan kesetimbangan, istilah pereaksi dan produk tidaklah pasti dan bergantung pada pandangan kita. Dalam keadaan fisiologi yang normal, suatu enzim tidak mempengaruhi jumlah produk dan pereaksi yangsebenarnya dicapai tanpa kehadiran enzim. Jadi, jika keadaan kesetimbangan idak menguntungkan bagi pembentukan senyawa, enzim tidak dapat mengubahnya (Salisbury, 1995). Sebagai mana protein pada umumnya, molekul enzim juga mempunyai struktur tiga dimensi. Diantaranya jenis-jenis struktur tersebut, hanya satu saja yang mendukung fungsi enzim sebagai biokatalisator, diantaranya jenis-jenis struktur tersebut, diperlukan suhu dan pH yang sesuai. Apabila kedua faktor tersebut tidak terpenuhi, enzim akan kehilangan sifat dan kemampuannya (Sadikin, 2002). Secara dingkat, sifat-sifat enzim tersebut antara lain (Dwidjoseputro, 1992) : o berfungsi sebagi biokatalisator o merupakan suatu protein o bersifat khusus atau spesifik o merupakan suatu koloid o jumlah yang dibutuhkan tidak terlalu banyak o tidak tahan panas Fungsi enzim sebagai katalis untuk reaksi kimia dapat terjadi baik didalam maupun diluar sel. Suatu enzim bekerja secara khas terhadap suatu substrat tertentu. Suatu enzim dapat bekerja 108 sampai 1011 kali lebih cepat dibandingkan laju reaksi tanpa katalis. Enzim bekerja sebagai katalis dengan cara menurunkan energi aktifasi, sehingga laju reaksi meningkat (Poedjadi, 2006). Enzim-enzim hingga kini diketahui berupoa molekul-molekul besar yang berat molekulnya ribuan. Karena enzim tersebut dilarutkandalam air, maka akan menjadi suatu koloid Beberapa enzim, diketahui memiliki kemampuan untuk mengubah substrat menjadi hasil akhir dan sebaliknya, yaitu mengubah kembali hasil akhir menjadi substrat jika kondisi lingkungan berubah. Contohnya adalah enzim-enzim dari golongan protease dan urase serta beberapa jenis enzim lainnya (Dwidjoseputro, 1992). Suatu enzim hanya dapat bekerja spesifik pada suatu substrat untuk suatu perubahan tertentu. Misalnya, sukrase akan menguraikan rafinosa menjadi melibiosa dan fruktosa, sedangkan oleh emulsin, rafinosa tersebut akan terurai menjadi sukrosa dan galaktosa (Salisbury, 1995). Seperti halnya katalisator, enzim juga dipengaruhi oleh temperatur. Hanya saja enzim ini tidak tahan panas seperti katalisator lainnya. Kebanyakan enzim akan menjadi non aktif pada suhu 50 o C (Poedjiadi, 2006).
2. HIPOTESIS Terdapat kandungan enzim amylase pada cairan rumen sapi
F. TI NJAUAN PUSTAKA Rumen sapi merupakan organ pencernaan yang berfungsi sebagai tempat penampungan sementara makanan dalam jumlah banyak (Kamra, 2005). Isi rumen sapi berisi padatan yang berasal dari bahan yang dimakan, dan cairan yang berisi mikroba rumen, enzim-enzim dan zat-zat makanan hasil perombakan mikroba rumen dan enzim, seta vitamin-vitamin dan mineral-mineral yag larut dalam cairan rumen. Enzim memainkan peranan dalam proses pencernaan yang kompleks dari makanan. Enzim-enzim disekresikan oleh mikroba-mikroba dalam cairan rumen untuk mendegradasi partikel makanan (Kamra, 2005). Enzim adalah sekelompok protein yang berperan sebagai pengkatalis dalam reaksi-reaksi biologis. Enzim dapat juga didefenisikan sebagai biokatalisator yang dihasilkan oleh jaringan yang berfungsi meningkatkan laju reaksi dalam jaringan itu sendiri. Semua enzim yang diketahui hingga kini hampir seluruhnya adalah protein. Berat molekul enzim pun sangat beraneka ragam, meliputi rentang yang sangat luas (Suhtanry & Rubianty, 1985). Fungsi enzim sebagai katalis untuk reaksi kimia dapat terjadi baik didalam maupun diluar sel. Suatu enzim bekerja secara khas terhadap suatu substrat tertentu. Suatu enzim dapat bekerja 10 8 sampai 10 11 kali lebih cepat dibandingkan laju reaksi tanpa katalis. Enzim bekerja sebagai katalis dengan cara menurunkan energi aktifasi, sehingga laju reaksi meningkat (Poedjadi, 2006). Suatu enzim hanya dapat bekerja spesifik pada suatu substrat untuk suatu perubahan tertentu. Misalnya, amilase akan menguraikan maltosa menjadi glukosa dan glukosa. Enzim amilase dapat memecah ikatan pada amilum hingga terbentuk maltosa. Ada tiga macam enzim amilase, yaitu a amilase, amilase dan amilase. Yang terdapat dalam saliva (ludah) dan pankreas adalah a amilase. Enzim ini memecah ikatan 1-4 yang terdapat dalam amilum dan disebut endo amilase sebab enzim ini memecah bagian dalam atau bagian tengah molekul amilum (Poedjiadi, 2006). Enzim amylase yang berfungsi untuk mengubah karbohidrat menjadi gula sederhana. Enzim amylase juga berfungsi untuk mengubah tepung menjadi gula. Secara umum enzim memiliki sifat : *bekerja pada substrat tertentu *memerlukan suhu tertentu *keasaman (pH) tertentu pula Suatu enzim tidak dapat bekerja pada substrat lain. Molekul enzim juga akan rusak oleh suhu yang terlalu rendah atau terlalu tinggi. Demikian pula enzim yang bekerja pada keadaan asam tidak akan bekerja pada suasana basa dan sebaliknya. pada suhu tinggi aktivitasnya tinggi tetapi kemantapan enzyme rendah. Suhu yang yang membuat aktivitas dan kemantaban suatu enzyme tinggi maka disebut suhu optimum.Jumlah hasil reaksi juga akan mempengaruhi aktivitas enzim. Telah disebutkan beberapa factor yang mempengaruhi aktivitas enzim salah satunya suhu dan pH. Sehubungan dengan pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim, maka semakin meningkat suhu, aktivitas enzim akan semakin meningkat. Pada pemanasan tinggi enzim yang merupakan suatu protein akan mengalami denaturasi protein sehingga aktivitas kerjanya menjadi nol. Pada umumnya reaksi kima dengan naiknya suhu 10 derajat Celcius maka akan meningkatkan kecepatan reaksi sebesar 2 kali. Hal ini akan berlaku pada enzyme dengan suhu maksimum hingga 35 derajat Celcius. Jika lebih dari suhu tersebut enzim akan mengalami denaturasi sehingga merusak fungsi katalisatonya. Umumnya enzim mulai kehilangan sifat katalisatornya pada suhu 35 derajat Celcius dan berakhir pada suhu 60 derajat Celcius. Oleh sebab itu perlu diketahui nilai suhu dan pH optimum dari enzim amylase yang ada pada air liur. Agar diketahui seberapa besar efek hidrolisis maka diperlukan blanko sebagai pembanding. Blanko ini berisi seperti tabung pengujian yang membedakan hanyalah penambahan air liur. Amilum akan membentuk kompleks dengan Iodium hingga menghasilkan larutan berwarna biru. Warna ini dapat di pakai dalam pengukuran absorbansi yang sebanding dengan kosentrasi amilum. Semakin besar nilai absorbsinya maka semakin besar kosentrasi amilum yang belum terhidrolisis.Untuk mengetahui besarnya hasil hidrolisis maka nilai A uji dikurangi dengan nilai Ablanko sehingga di peroleh A yang artinya semakin besar nilai A maka semakin besar pula amilum yang telah terhidrolisis. Sehingga jika di buatkan sebuah kurva hubungan antara suhu dan pH ,akan diperoleh nilai pH dan suhu optimum yang dipakai oleh enzyme. Amylase Pencernaan makanan secara kimiawi terjadi dengan bantuan zat kimia tertentu. Enzim pencernaan merupakan zat kimia yang berfungsi memecahkan molekul bahan makanan yang kompleks dan besar menjadi molekul yang lebih sederhana dan kecil. Molekul yang sederhana ini memungkinkan darah dan cairan getah bening (limfe) mengangkut ke seluruh sel yang membutuhkan. Penelitian ini menggunakan amonium sulfat sebagai reagennya. Penggunaan amonium sulfat [(NH4)2SO] sebagai salting out karena garam ini dapat berfungsi merusak mantel air yang terdapat di sekitar enzim (protein) sehingga protein akan membentuk koagulan. Menurut Darwis dan Sukara (1990) amonium sulfat memiliki tingkat kelarutan di dalam air yang sangat tinggi, tidak mengandung zat-zat yang toksik terhadap kebanyakan enzim, harganya relatif murah, dan jika digunakan dalam jumlah banyak dapat bertindak sebagai stabilisator enzim itu sendiri, sehingga cocok digunakan dalam proses salting out.
G. METODE PENELITIAN 1. Waktu dan tempat Penelitian akan dilaksanakan di Laboratoium Biokimia Jurusan Biologi FMIPA Unnes, hari Rabu tanggal 4 Desember 2013 2. Alat dan bahan Cairan rumen sapi dari Rumah Potong Hewan (RPH) Termos es Saringan dari Kain katun Frezer/refrigerator Sentrifuge Magnetic stirer Ph meter Termometer Air destilat Amonium sulfat 60% Buffer fosfat pH 7 Larutan pati
3. Cara Kerja Tahap persiapan 1. Mengambil cairan rumen sapi dari Rumah Pemotongan Hewan di Semarang 2. Menyaring rumen menggunakan kain katun sebanyak 4 lapis 3. Mensentrifugasi cairan rumen yang telah disaring dengan kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit pada suhu 4C 4. Memisahkan supernatan dengan pellet dan memindahkan supernatan ke tube lain menggunakan mikropipet 5. Supernatan merupakan enzim kasar amylase Tahap Pengendapan Enzim 1. Mereaksikan supernatan dengan ammonium sulfat pada konsentrasi 60% 2. Mengaduk larutan dengan magnetic stirer selama 1 jam dan mendiamkan semalam pada suhu 4C 3. Mensentrifugasi supernatan dengan kecepatan 10.000 rpm selama 15 menit pada suhu 4 C 4. Mengambil endapan yang diperoleh dan melarutkan dalam buffer phosphate (konsentrasi 0,05 M) pH 7 dengan perbandingan 10:1
Pengujian Metode Lugol 1. memberika larutan pati yang sudah dicampur enzim pada plat tetes, 2. meneteskan 2 tetes lugol 3. mengulangi sampai warna menjadi bening
Pengujian Metode Benedict 1. mencampurkan 2 ml larutan pati yang sudah dicampur enzim dengan larutan benedict 2 ml 2. memanaskan sampai ada perubahan warna
Pengujian Metode Osazon 1. Memasukkan 2 ml larutan kedalam tabung reaksi 2. Menambahkan seujung fenilhidrazin-hidroklorida dan Kristal natrium asetat 3. Memanaskan ke dalam penangas air mendidih selama beberapa menit (30 menit) 4. Mendinginkan perlahan-lahan di bawah air keran 5. Mengamati bentuk Kristal dan mengidentifikasi di bawah mikroskop
H. Hasil dan Pembahasan Tabel Hasil Pengamatan Hasil Pengamatan Data Hasil Uji Lugol no Waktu () Hasil 1 0 (kontrol) +++++ 2 5 ++++ 3 10 ++++ 4 15 +++ 5 20 +++ 6 25 +++ 7 30 ++ 8 35 ++ 9 40 ++ 10 45 +
Hasil Uji Benedict Keterangan : A = kontrol B = Perlakuan
Hasil Uji Osazon Terlihat kristal galactosa yang seperti jarum berpendar
Pembahasan Pada percobaan ini isolasi enzim amilase dilakukan dengan sentrifuge yang bertujuan untuk memisahkan dinding sel dengan protein terlarut termasuk enzim, kemudian diambil supernatannya dan ditambah amonium sulfat, penambahan amonium sulfat 60% berfungsi untuk mengekstrak enzim enzim rumen sapi dengan mengendapkan enzim enzim dari supernatan CRS. Saat amonium sulfat dalam jumlah banyak ditambahkan pada larutan protein, ion-ion garam amonium sulfat menarik molekul air menjauh dari protein. Hal itu dikarenakan ion pada garam ammonium sulfat memiliki muatan berat jenis lebih besar dibanding protein, sehingga ketika ammonium ditambahkan dan berikatan dengan molekul air, memaksa molekul protein berinteraksi dan mengendapkan molekul ion kecil. Sehingga, ketika penambahan ammonium dalam jumlah cukup, dan kemudian disentrifuge lagi menyebabkan protein terpresipitasi. Setelah didapatkan pellet dari sentrifuge maka supernatan dibuang dan ditambah buffer fosfat sebagai larutan penyangga dengan perbandingan 1:1. Selanjutnya di uji dengan 3 pengujian yaitu uji lugol, uji benedict dan uji osazon. a. Uji Iodin/Lugol
Untuk mengidentifikasi adanya kandungan amilum pada sampel dapat digunakan beberapa pereaksi. Pereaksi tersebut salah satunya adalah larutan iodin. Pada praktikum kali ini menggunakan sampel CRS yang telah di ambil supernatannya. Hasil dari reaksi antara CRS dan larutan iodin menghasilkan warna biru kehitaman sampai warna yang sama dengan lugol. Hal ini menunjukkan bahwa enzim amilase di dalam sampel bekerja mengkatalisis perubahan amilum menjadi gula pereduksi. Ketika sampel sudah tidak memperlihatkan perubahan warna hal ini menandakan bahwa semua amilum telah diubah menjadi gula pereduksi yaitu pada menit ke 45, sehingga ketika ditetesi iodin tidak ada perubahan lagi karena di dalam larutan sudah tidak ada amilum dan iodin adalah indikator adanya amilum.
b. Uji Benedict
Pada praktikum kali ini telah didapatkan hasil, yaitu pada tabung kontrol tidak ada perubahan warna yaitu tetap putih keruh, sedangkan pada tabung perlakuan terjadi perubahan warna dari hijau ke coklatan menjadi terdapat endapan biru kehijauan. Hal ini menunjukkan bahwa di dalam CRS terdapat enzim amilase yang mengubah amilum menjadi gula pereduksi seperti glukosa, laktosa, dan maltosa. Hal ini glukosa mampu mereduksi senyawa pengoksidasi, dimana ujung pereduksinya adalah ujung yang mengandung aldehida. Sedangkan pada laktosa yang menghasilkan D-glukosa dan D- galaktosa dimana laktosa memiliki gugus karbonil yang berpotensi bebas pada residu glukosa, sehingga laktosa adalah disakarida pereduksi. Menurut literatur, Pada uji benedict, teori yang mendasarinya adalah gula yang mengandung gugus aldehida atau keton bebas akan mereduksi ion Cu 2+ dalam suasana alkalis, menjadi Cu+, yang mengendap sebagai Cu 2 O (kupro oksida) berwarna merah bata. Uji ini dilakukan untuk membuktikan adanya gula pereduksi. Larutan uji dicampurkan dengan pereaksi Benedict kemudian dipanaskan. Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya endapan berwarna biru kehijauan, merah, atau kuning tergantung kadar gula pereduksi yang ada. Sedangkan warna yang didapatkan dari percobaan kali ini adalah warna endapan biru kehijauan yang artinya .terdapat sedikit gula pereduksi.
c. Uji Osazon
Menurut literatur Pada uji Osazon, yang mendasarinya adalah pemanasan karbohidrat yang memiliki gugus aldehida atau keton bersama fenilhidrazin berlebihan akan membentuk hidrazon atao osazon. Osazon yang terbentuk mempunyai bentuk kristal dan titik lebur yang spesifik. Pada reaksi antara glukosa dengan fenilhidrazin, mula - mula terbentuk D-glukosafenilhidrazon, kemudian reaksi berlanjut hingga terbentuk D-glukosazon. Glukosa, fruktosa dan manosa dengan fenilhidrazin menghasilkan osazon yang sama. Dari ketiga struktur monosakarida tersebut tampak bahwa posisi gugus -OH dan atom H pada atom karbon nomor 3, 4 dan 5 sama. Dengan demikian osazon yang terbentuk mempunyai struktur yang sama. Pada hasil yang diperoleh, dapat kita ketahui bahwa amilase pada CRS mengkatalisis pemecahan amilum menjadi gula pereduksi sampai pada disakarida yaitu galaktosa. Karena kristal yang terbentuk mencirikan kristal dari galaktosa.
DAFTAR PUSTAKA
Kamra, D. N. 2005. Special section microbial diversity: Rumen microbial ecosystem. Curr. Sci. 89: 124 - 135. Lee, S. S., J. K. Ha, & K. J. Cheng. 2000. Relative contributions of bacteria, protozoa and fungi to in vitro degradation of orchard grass cell walls and their interactions. Appl. Environ. Microbiol. 6: 3807-3813. Lee, S. S., C. H. Kim, J. K. Ha, Y. H.Moon, N. J. Choi, & K. J. Cheng. 2002. Distribution and activities of hydrolytic enzymes in the rumen compartemens of Hereford bulls fed alfalfa based diet. Asian-Australas. J. Anim. Sci. 15: 1725-1731. Poedjiadi, Anna, 2006. Dasar-dasar Biokimia, Universitas Indonesia PRESS, Jakarta. Priego, A., A. Wilson, & T. M. Sutherland. 1977. The e ect on parameters of rumen fermentation, rumen volume and uid rate of zebu bulls given chopped sugar cane supplemented with rice polishings or cassava root meal. Trop. Anim.Prod. 2: 292-299.