Anda di halaman 1dari 17

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sampai saat ini penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan dunia
terutama di negara berkembang. Besarnya masalah tersebut terlihat dari tingginya
angka kesakitan dan kematian akibat diare. Dari tahun ke tahun diare tetap
menjadi salah satu penyakit yang menyebabkan mortalitas dan malnutrisi pada
anak. Diare atau dikenal dengan sebutan mencret memang merupakan penyakit
yang masih banyak terjadi pada masa kanak dan bahkan menjadi salah satu
penyakit yang banyak menjadi penyebab kematian anak yang berusia di bawah
lima tahun (balita). Karenanya, kekhawatiran orang tua terhadap penyakit diare
adalah hal yang wajar dan harus dimengerti. Justru yang menjadi masalah adalah
apabila ada orang tua yang bersikap tidak acuh atau kurang waspada terhadap
anak yang mengalami diare.
Menurut data World Health Organization(WHO) pada tahun 2009, diare
adalah penyebab kematian kedua pada anak dibawah 5 tahun. Secara global setiap
tahunnya ada sekitar 2 miliar kasus diare dengan angka kematian 1.5 juta
pertahun. Pada negara berkembang, anak-anak usia dibawah 3 tahun rata-rata
mengalami 3 episode diare pertahun. Setiap episodenya diare akan menyebabkan
kehilangan nutrisi yang dibutuhkan anak untuk tumbuh, sehingga diare
merupakan penyebab utama malnutrisi pada anak.
Untuk skala nasional berdasarkan data dari Profil Kesehatan Indonesia
tahun 2008, penderita diare pada tahun tersebut adalah 8.443 orang dengan angka
kematian akibat diare adalah 2.5%. Angka ini meningkat dari tahun sebelumnya,
yaitu 1.7% dengan jumlah penderita diare adalah 3.661 orang. Untuk tahun 2006,
penderita diare di Indonesia adalah 10.280 orang dengan angka kematian 2.5%.
Sementara dari data Profil Kesehatan Provinsi Sumatra Utara tahun 2008, diare
menduduki urutan kedua dari sepuluh penyebab terbanyak kunjungan ke
2

puskesmas setelah Influenza dengan tingkat kematian pada penyakit diare
mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Tahun 2008 Case
Fatality Rate (CFR) akibat diare sebesar 4.78% dengan 10 penderita meninggal
dari 209 kasus. Angka ini naik dari tahun sebelumnya yaitu dengan CFR 1.31%
dengan 4 penderita meninggal dari 304 kasus.
1
Salah satu langkah dalam pencapaian target Millenium Development
Goals/ MDGs (Goal ke-4) adalah menurunkan kematian anak menjadi 2/3 bagian
dari tahun 1990 sampai pada 2015. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT), Studi Mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun
diketahui bahwa diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di
Indonesia. Penyebab utama kematian akibat diare adalah tata laksana yang tidak
tepat baik di rumah maupun di sarana kesehatan. Untuk menurunkan kematian
karena diare perlu tata laksana yang cepat dan tepat.
1
Berbagai faktor mempengaruhi terjadinya kematian, malnutrisi, ataupun
kesembuhan pada pasien penderita diare. Diare disebabkan faktor cuaca,
lingkungan, dan makanan. Perubahan iklim, kondisi lingkungan kotor, dan kurang
memerhatikan kebersihan makanan merupakan faktor utamanya. Penularan diare
umumnya melalui 4F, yaitu Food, Fly , Feces, dan Finger. Pada balita, kejadian
diare lebih berbahaya dibanding pada orang dewasa dikarenakan komposisi tubuh
balita yang lebih banyak mengandung air dibanding dewasa. Jika terjadi diare,
balita lebih rentan mengalami dehidrasi dan komplikasi lainnya yang dapat
merujuk pada malnutrisi ataupun kematian.
Oleh karena itu, upaya pencegahan diare yang praktis adalah dengan
memutus rantai penularan tersebut. Sesuai data UNICEF awal Juni 2010,
ditemukan salah satu pemicu diare baru, yaitu bakteri Clostridium difficile yang
dapat menyebabkan infeksi mematikan di saluran pencernaan. Bakteri ini hidup di
udara dan dapat dibawa oleh lalat yang hinggap di makanan.


3

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. PENGERTIAN DIARE
Menurut WHO, secara klinis diare didefinisikan sebagai bertambahnya
defekasi (buang air besar) lebih dari biasanya/lebih dari tiga kali sehari, disertai
dengan perubahan konsisten tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah. Secara
klinik dibedakan tiga macam sindroma diare yaitu diare cair akut, disentri, dan
diare persisten. Sedangkan menurut menurut Depkes RI, diare adalah suatu
penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja,
yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar
biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari.
1
Menurut Simadibrata, diare adalah
buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah
padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau
200 ml/24 jam.
5
Diare akut diberi batasan sebagai meningkatnya kekerapan, bertambah
cairan, atau bertambah banyaknya tinja yang dikeluarkan, akan tetapi hal itu
sangat ocialc terhadap kebiasaan yang ada pada penderita dan berlangsung tidak
lebih dari satu minggu. Apabila diare berlangsung antara satu sampai dua minggu
maka dikatakan diare yang berkepanjangan.
6
B. KLASIFIKASI DIARE
Departemen Kesehatan RI, mengklasifikasikan jenis diare menjadi empat
kelompok yaitu:
1
1. Diare akut: yaitu diare yang berlangsung kurang dari empat belas hari
(umumnya kurang dari tujuh hari).
2. Disentri; yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya.
3. Diare persisten; yaitu diare yang berlangsung lebih dari empat belas
hari secara terus menerus.
4

4. Diare dengan masalah lain: anak yang menderita diare (diare akut dan
persisten) mungkin juga disertai penyakit lain seperti demam, gangguan
gizi atau penyakit lainnya.
Menurut Suraatmaja, diare dibagi menjadi 2 yaitu:
7
1. Berdasarkan lamanya diare:
a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.
b. Diare kronik, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari
dengan kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah
(failure to thrive) selama masa diare tersebut.
2. Berdasarkan mekanisme patofisiologik:
3

a. Diare sekresi (secretory diarrhea)
b. Diare osmotic (osmotic diarrhea)
Diare akut dapat mengakibatkan: (1) kehilangan air dan elektrolit serta gangguan
asam basa yang menyebabkan dehidrasi, asidosis dan hipokalemia, (2) Gangguan
sirkulasi darah, dapat berupa renjatan hipovolemik sebagai akibat diare dengan
atau tanpa disertai muntah, (3) Gangguan gizi yang terjadi akibat keluarnya cairan
berlebihan karena diare dan muntah.
6
C. ETIOLOGI
Diare dapat menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit,
terutama natrium dan kalium dan sering disertai dengan asidosis. Dehidrasi dapat
diklasifikasikan berdasarkan jumlah air dan atau keseimbangan serum elektrolit.
Setiap kehilangan berat badan yang melampaui 1% dalam sehari merupakan
hilangnya air dari tubuh. Kehidupan bayi jarang dapat dipertahankan apabila
melampaui 15%.
6
Menurut World Gastroenterology Organization Global
Guidelines 2005, etiologi diare akut dibagi atas empat penyebab:
1. Bakteri : Shigella, Salmonella, E. Coli, Gol. Vibrio, Bacillus cereus,
Clostridium perfringens, Stafilokokus aureus, Campylobacter
aeromonas.
2. Virus : Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Coronavirus, Astrovirus.
5

3. Parasit : Protozoa, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Balantidium
coli, Trichuris trichiura, Cryptosporidium parvum, Strongyloides
stercoralis.
4. Non infeksi : malabsorpsi, keracunan makanan, alergi, gangguan
motilitas, imunodefisiensi, kesulitan makan, dll.
5

Menurut Juffrie dan Muhammad, ditinjau dari sudut patofisiologi, penyebab diare
akut dapat dibagi dalam dua golongan yaitu:
2
1. Diare sekresi (secretory diarrhoe), disebabkan oleh:
a. Infeksi virus, kuman-kuman ocialc dan apatogen seperti
shigella, ocialc, E. Coli, golongan vibrio, B. Cereus, clostridium
perfarings, stapylococus aureus, comperastaltik usus halus yang
disebabkan bahan-bahan kimia makanan (misalnya keracunan
makanan, makanan yang pedas, terlalau asam), gangguan psikis
(ketakutan, gugup), gangguan saraf, hawa dingin, alergi dan
sebagainya.
b. Defisiensi imum terutama SIGA (secretory imonol bulin A)
yang mengakibatkan terjadinya berlipat gandanya bakteri/flata
usus dan jamur terutama canalida.
2. Diare osmotik disebabkan oleh:
a. Malabsorpsi makanan: karbohidrat, lemak (LCT), protein,
vitamin dan mineral.
b. Kurang kalori protein.
c. Bayi berat badan lahir rendah dan bayi baru lahir.
Sedangkan menurut Ngastiyah, penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa ocial
yaitu:
4
1. Faktor infeksi
a. Infeksi enteral merupakan penyebab utama diare pada anak, yang
meliputi: infeksi bakteri, infeksi virus (enteovirus, ocialcss, virus
echo coxsackie). Adeno virus, rota virus, astrovirus, dll) dan
infeksi parasit : cacing (ascaris, trichuris, oxyuris, strongxloides)
6

protozoa (entamoeba histolytica, giardia lamblia, trichomonas
homunis) jamur (canida albicous).
b. Infeksi parenteral ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan
seperti otitis media akut (OMA) ocialcs/tonsilofaringits,
bronkopeneumonia, ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini
terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah dua (2)
tahun.
2. Faktor malaborsi : Malaborsi karbohidrat, lemak dan protein.
a. Faktor makanan
b. Faktor psikologis
D. CARA PENULARAN DIARE
Diare dapat ditularkan dengan berbagai cara yang mengakibatkan timbulnya
infeksi antara lain:
3
1. Makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi, baik yang sudah
dicemari oleh serangga atau kontaminasi oleh tangan yang kotor.
2. Bermain dengan mainan yang terkontaminasi, apalagi pada bayi sering
memasukan tangan/ mainan / apapun kedalam mulut. Karena virus ini
dapat bertahan dipermukaan udara sampai beberapa hari.
3. Pengunaan sumber air yang sudah tercemar dan tidak memasak air
dengan benar
4. Pencucian dan pemakaian botol susu yang tidak bersih.
5. Tidak mencuci tangan dengan bersih setelah selesai buang air besar atau
membersihkan tinja anak yang terinfeksi, sehingga mengkontaminasi
perabotan dan alat-alat yang dipegang
E. MANIFESTASI KLINIS
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung
sejumlah ion natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini
bertambah bila ada muntah dan kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal
ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis ocialc, dan hipovolemia. Dehidrasi
merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan
7

hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan kematian bila tidak diobati dengan tepat.
Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi ocialc,
dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat
dehidrasinya oci tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau dehidrasi
berat.
2
Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam,
tenesmus, hematoschezia, nyeri perut dan atau kejang perut. Akibat paling fatal
dari diare yang berlangsung lama tanpa rehidrasi yang adekuat adalah kematian
akibat dehidrasi yang menimbulkan renjatan hipovolemik atau gangguan
biokimiawi berupa asidosis ocialc yang berlanjut. Seseoran yang kekurangan
cairan akan merasa haus, berat badan berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang
pipi tampak lebih menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak.
Keluhan dan gejala ini disebabkan oleh deplesi air yang ocialc. Karena kehilangan
bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan asam karbonat berkurang
mengakibatkan penurunan Ph darah yang merangsang pusat pernapasan sehingga
frekuensi pernapasan meningkat dan lebih dalam (pernapasan Kussmaul).
Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa
renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120 x/menit), tekanan darah
menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, akral dingin dan
kadang-kadang sianosis. Karena kekurangan kalium pada diare akut juga dapat
timbul aritmia jantung. Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal
menurun sampai timbul oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatsi akan
timbul penyulit nekrosis tubulus ginjal akut yang berarti suatu keadaan gagal
ginjal akut.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan laboratorium pada diare dapat dilakukan adalah:
1. Feses
a. Makroskopis dan Mikroskopis
b. Ph dan kadar gula pada tinja dengan kertas lakmus dan tablet
clinitest, bila diduga terdapat intoleransi gula.
8

c. Biakan dan uji resisten.
2. Pemeriksaan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan
menentukan Ph dan cadangan alkalin atau dengan analisa gas darah.
3. Ureum kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
4. Elektrolit terutama natrium, kalium dan fosfor dalam serium.
5. Pemeriksaan Intubasi deudenum untuk mengetahui jenis jasad renik
atau parasit.
G. PENCEGAHAN
Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara umum
yakni: pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention) yang meliputi promosi
kesehatan dan pencegahan khusus, pencegahan tingkat kedua (Secondary
Prevention) yang meliputi diagnosis dini serta pengobatan yang tepat, dan
pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) yang meliputi pencegahan
terhadap cacat dan rehabilitasi.
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer penyakit diare dapat ditujukan pada ocial
penyebab, lingkungan dan pejamu. Untuk ocial penyebab dilakukan
berbagai upaya agar mikroorganisme penyebab diare dihilangkan.
Peningkatan air bersih dan sanitasi lingkungan, perbaikan lingkungan
biologis dilakukan untuk memodifikasi lingkungan. Untuk
meningkatkan daya tahan tubuh dari pejamu maka dapat dilakukan
peningkatan status gizi dan pemberian imunisasi
a. Penyediaan Air Bersih
Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan
melalui jalur fecal-oral mereka dapat ditularkan dengan
memasukkan kedalam mulut, cairan atau benda yang tercemar
dengan tinja misalnya air minum, jari-jari tangan, makanan yang
disiapkan dalam panic yang dicuci dengan air tercemar.
1
9

Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang
benar-benar bersih mempunyai resiko menderita diare lebih kecil
dibandingkan dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air
bersih.
1
b. Tempat Pembuangan Tinja
Tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat
sanitasi akan meningkatkan risiko terjadinya diare berdarah pada
anak balita sebesar dua kali lipat dibandingkan keluarga yang
mempunyai kebiasaan membuang tinjanya yang memenuhi syarat
sanitasi.
7
c. Status Gizi
Pada ada anak dengan malnutrisi, kelenjar timusnya akan
mengecil dan kekebalan sel-sel menjadi terbatas sekali sehingga
kemampuan untuk mengadakan kekebalan nonspesifik terhadap
kelompok ocialc berkurang.
7
d. Pemberian Air Susu Ibu (ASI)
Pada bayi yang tidak diberi ASI secara penuh, pada 6
bulan pertama kehidupan resiko terkena diare adalah 30 kali lebih
besar. Pemberian susu formula merupakan cara lain dari
menyusui. Penggunaan botol untuk susu formula biasanya
menyebabkan risiko tinggi terkena diare sehingga oci
mengakibatkan terjadinya gizi buruk.
1,7
e. Kebiasaan Mencuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan
perorangan yang penting dalam penularan kuman diare adalah
mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah
buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum
menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makanan anak dan
sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare.
1
f. Imunisasi
10

Diare sering timbul menyertai campak sehingga
pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare oleh
karena itu beri anak imunisasi campak segera setelah berumur 9
bulan. Anak harus diimunisasi terhadap campak secepat mungkin
setelah usia 9 bulan. Diare dan disentri sering terjadi dan
berakibat berat pada anak-anak yang sedang menderita campak
dalam 4 mingggu terakhir. Hal ini sebagai akibat dari penurunan
kekebalan tubuh penderita. Selain imunisasi campak, anak juga
harus mendapat imunisasi dasar lainnya seperti imunisasi BCG
untuk mencegah penyakit TBC, imunisasi DPT untuk mencegah
penyakit diptheri, pertusis dan tetanus, serta imunisasi polio yang
berguna dalam pencegahan penyakit polio.
1
2. Pencegahan Skunder
a. Pencegahan tingkat kedua ini ditujukan kepada sianak yang
telah menderita diare atau yang terancam akan menderita
yaitu dengan menentukan onset dini dan pengobatan yang
cepat dan tepat, serta untuk mencegah terjadinya akibat
samping dan komplikasi. Prinsip pengobatan diare adalah
mencegah dehidrasi dengan pemberian oralit (rehidrasi) dan
mengatasi penyebab diare. Diare dapat disebabkan oleh
banyak ocial seperti salah makan, bakteri, parasit, sampai
radang. Pengobatan yang diberikan harus disesuaikan dengan
klinis pasien. Obat diare dibagi menjadi tiga, pertama
kemoterapeutika yang memberantas penyebab diare seperti
bakteri atau parasit, obstipansia untuk menghilangkan gejala
diare dan spasmolitik yang membantu menghi langkan kejang
perut yang tidak menyenangkan. Sebaiknya jangan
mengkonsumsi golongan kemoterapeutika tanpa resep dokter.
Dokter akan menentukan obat yang disesuaikandengan
penyebab diarenya ocial bakteri, parasit. Pemberian
kemoterapeutika memiliki efek samping dan sebaiknya
diminum sesuai petunjuk dokter.
6

11

3. Pencegahan Tertier
a. Pencegahan tingkat ketiga adalah penderita diare jangan
sampai mengalami kecatatan dan kematian akibat dehidrasi.
Jadi pada tahap ini penderita diare diusahakan pengembalian
fungsi fisik, psikologis semaksimal mungkin. Pada tingkat ini
juga dilakukan usaha rehabilitasi untuk mencegah terjadinya
akibat samping dari penyakit diare. Usaha yang dapat
dilakukan yaitu dengan terus mengkon sumsi makanan
bergizi dan menjaga keseimbangan cairan. Rehabilitasi juga
dilakukan terhadap mental penderita dengan tetap
memberikan kesempatan dan ikut memberikan dukungan
secara mental kepada anak. Anak yang menderita diare selain
diperhatikan kebutuhan fisik juga kebutuhan psikologis harus
dipenuhi dan kebutuhan ocial dalam berinteraksi atau
bermain dalam pergaulan dengan teman sepermainan.
H. PENGOBATAN
Menurut Kemenkes RI, prinsip tatalaksana diare pada balita adalah
LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan
Dokter Anak Indonesia dengan rekomendasi WHO.
1
Rehidrasi bukan satu-
satunya cara untuk mengatasi diare tetapi memperbaiki kondisi usus serta
mempercepat penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah anak kekurangan
gizi akibat diare juga menjadi cara untuk mengobati diare. Adapun program
LINTAS DIARE yaitu:
1. Rehidrasi menggunakan Oralit osmolalitas rendah
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
3. Teruskan pemberian ASI dan Makanan
4. Antibiotik Selektif
5. Nasihat kepada orang tua/pengasuh
a. Oralit
12

Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah
tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia
berikan cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat
ini yang beredar di pasaran sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang
rendah, yang dapat mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan cairan
yang terbaik bagi penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang. Bila
penderita tidak oci minum harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk
mendapat pertolongan cairan melalui ocial. Pemberian oralit didasarkan pada
derajat dehidrasi.
1
Diare tanpa dehidrasi
Umur < 1 tahun : - gelas setiap kali anak mencret
Umur 1 4 tahun : - 1 gelas setiap kali anak mencret
Umur diatas 5 Tahun : 1 1 gelas setiap kali anak mencret.
3

Diare dengan dehidrasi ringan sedang
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan
selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa
dehidrasi.
3

Diare dengan dehidrasi berat
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke
Puskesmas.
1,3

Untuk anak dibawah umur 2 tahun cairan harus diberikan dengan sendok dengan
cara 1 sendok setiap 1 sampai 2 menit. Pemberian dengan botol tidak boleh
dilakukan. Anak yang lebih besar dapat minum langsung dari gelas. Bila terjadi
muntah hentikan dulu selama 10 menit kemudian mulai lagi perlahan-lahan
misalnya 1 sendok setiap 2-3 menit. Pemberian cairan ini dilanjutkan sampai
dengan diare berhenti.
2


13

b. Zinc
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc
dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana
ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel
usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami
kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare.
1
Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat
keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja,
serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya.
Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi Zinc segera saat anak
mengalami diare. Dosis pemberian Zinc pada balita:
1. Umur <6 bulan : tablet (10 mg) per hari selama 10 hari
2. Umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari selama 10 hari.
Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti. Cara
pemberian tablet zinc : Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matangatau
ASI, sesudah larut berikan pada anak diare
1

c. Pemberian ASI/makanan
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada
penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah
berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum ASI harus lebih sering di beri
ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya.
Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan
padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih
sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra
diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan.
1,7
d. Pemberian antibiotika hanya atas indikasi
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian
diare pada balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat
14

pada penderita diare dengan darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek
kolera.
1
e. Pemberian Nasihat
Menurut Kemenkes RI, ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan
balita harus diberi nasehat tentang:
1
i. Cara memberikan cairan dan obat di rumah
ii. Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :
1. Diare lebih sering
2. Muntah berulang
3. Sangat haus
4. Makan/minum sedikit
5. Timbul demam
6. Tinja berdarah
7. Tidak membaik dalam 3 hari.
Obat-obat yang diberikan untuk mengobati diare ini dapat berupa :
a. Kemoterapi
b. Obstipansia
c. Spasmolitik
d. Probiotik
I. KOMPLIKASI
Menurut Ngastiyah komplikasi dari diare ada:
4
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, ocialc atau hipertonik)
2. Renjatan hipovolemik.
3. Hipokalemia(dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah,
bradikardia, perubahan elektrokardiogram)
4. Hipoglikemia.
5. Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi
enzim lactase.
15

6. Kejang, terjadi pada dehidrasi hipertonik.
7. Malnutrisi ocial protein, (akibat muntah dan diare, jika lama atau
kronik).




















16

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Gastroenteritis adalah buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja
yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya, untuk neonotus bila lebih
dari 4 kali dan untuk anak lebih dari dan terjadi secara mendadak berlangsung 7
hari dari anak yang sebelumnya. Bila hal ini terjadi maka tubuh anak akan
kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi.
Hal ini membuat tubuh tidak dapat berfungsi dengan baik dan dapat
membahayakan jiwa, khususnya pada anak dan orang tua. Diare ini oci
menyebapkan beberapa komplikasi,yaitu dehidrasi, renjatan hivopolemik, kejang,
bakterimia, mal nutrisi,hipoglikemia,intoleransi skunder akibat kerusakan mukosa
usus.

B. SARAN
1. Memberikan ASI kepada bayi selama 4 bulan pertama. Dengan ASI, tubuh
bayi akan membentuk antibodi untuk memperbaiki saluran pencernaannya
dan menahan laju diare.
2. Jika mulai memberikan makanan baru atau makanan padat kepada bayi,
mulailah dengan sedikit demi sedikit dan melumatkan terlebih dahulu
makanan tersebut. Ini dimaksudkan untuk memberikan waktu adaptasi bagi
perut si bayi untuk mencerna makanan.
3. Jagalah agar kondisi bayi selalu bersih dan berada di tempat yang sehat.
4. Mencegah agar anak anda tidak memasukkan barang-barang kotor ke dalam
mulutnya.
5. Jangan memberikan obat-obatan penyakit diare yang tidak diperlukan bayi
atau anak.
17

DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes RI. (2011). Pedoman Teknis Imunisasi Tingkat Puskesmas. Depkes
RI.
2. Juffrie, Mohammad. Dkk. (2010). Gastroenterologi-hepatologi Jilid I.
Jakarta: IDAI.
3. Mansjoer,Arif, dkk., (2000). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3. Jakarta:
Medica Aesculpalus FKUI.
4. Ngastiyah, (2005). Perawatan Anak Sakit. Jakarta ; EGC
5. Simadibrata, M, Setiati S. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi
IV. Pusat Penerbitan Departemen.
6. Soegijanto S. 2006. Ilmu Penyakit Anak Diagnosa dan Penatalaksanaan.
Surabaya: Airlangga University Press.
7. Suraatmaja, S. (2007). Aspek Gizi Air Susu Ibu. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai