Anda di halaman 1dari 20

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Efusi Pleura Tuberkulosis
Efusi pleura TB adalah efusi pleura yang disebabkan oleh M. TB yang dikenal
juga dengan nama pleuritis TB.
27
Peradangan rongga pleura pada umumnya secara
klasik berhubungan dengan infeksi TB paru primer. Berbeda dengan bentuk TB di
luar paru, infeksi TB pada organ tersebut telah terdapat kuman M. TB pada fase
basilemia primer. Proses di pleura terjadi akibat penyebaran atau perluasan proses
peradangan melalui pleura viseral sebagai proses hipersensitiviti tipe lambat.
Mekanisme ini berlaku pada beberapa kasus tetapi data epidemiologi terbaru pleuritis
TB mengarahkan mekanisme patogenik lain pada sebagian besar proporsi kasus. Pada
pasien dewasa yang lebih tua kelainan pada pleura berhubungan dengan reaktivasi
TB paru. Efusi pleura harus dicurigai akibat penyebaran infeksi sebenarnya ke ruang
pleura dibandingkan prinsip reaksi imunologi terhadap Ag M. TB.
28

2.2. Epidemiologi
TB masih menjadi penyebab kesakitan dan kematian utama khususnya di
negara-negara berkembang.
1
Karena itu TB masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 WHO telah mencanangkan
TB sebagai Global Emergency.
2
Menurut data yang dilaporkan WHO tahun 2008
diperkirakan sebanyak 9.2 juta kasus baru TB yang terjadi di seluruh dunia pada
tahun 2006 (139 per 100.000), termasuk sekitar 4.1 juta (62 per 100.000) kasus baru
Universitas Sumatera Utara
dengan apusan BTA positif.
3
Diantara kasus baru itu diperkirakan 709 000 (7.7%)
dengan HIV-positif.
28
Asia mencapai 55% dari seluruh kasus di dunia, dan Afrika
sekitar 31%.
3

Menurut laporan WHO tahun 2004 diperkirakan angka kematian akibat TB
adalah 8000 setiap hari dan 2-3 juta setiap tahun di seluruh dunia, dimana jumlah
terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia Tenggara yaitu 625 orang atau angka
mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortalitas tertinggi terdapat
di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, prevalensinya meningkat seiring dengan
peningkatan kasus HIV.
4
Indonesia masih menempati urutan ke-3 setelah India, dan China dengan
angka insiden TB tertinggi di dunia.
2,3
Di Indonesia setiap tahun terdapat 250.000
kasus baru dan sekitar 140.000 kematian akibat TB. Di Indonesia TB adalah
pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian
nomor 3 setelah penyakit jantung dan pernafasan akut pada seluruh kalangan usia.
2


TB sering bermanifestasi ke organ-organ lain. Manifestasi ke pleura berupa
pleuritis atau efusi pleura merupakan salah satu manifestasi TB ekstraparu yang
paling sering terjadi selain limfadenitis TB.
4,5
Sekitar 30% infeksi aktif M. TB
bermanifestasi ke pleura.
6
Menurut Jing dkk efusi pleura TB terjadi pada 10%
penderita yang tidak diobati, dimana hasil tes tuberkulin positif dan sebagai
komplikasi dari TB paru primer.
9
Menurut Siebert dkk efusi pleura dapat terjadi pada
5% pasien dengan TB.
14
Biasanya efusi pleura yang disebabkan oleh TB selain
bersifat eksudatif juga bersifat limfositik.
29,30

Universitas Sumatera Utara
Frekuensi TB sebagai penyebab efusi pleura tergantung kepada prevalensi TB
pada populasi yang diteliti. Penelitian di Spanyol terhadap 642 penderita efusi pleura
ditemukan TB menjadi penyebab terbanyak efusi pleura; insidennya mencapai 25%
dari seluruh kasus efusi pleura. Penelitian di Saudi Arabia terhadap 253 kasus
dijumpai 37% disebabkan oleh TB. Di US insiden efusi pleura yang disebabkan TB
diperkirakan mencapai 1.000 kasus. Atau sekitar 3-5% pasien dengan TB akan
mengalami efusi pleura TB. Kelihatannya jumlah ini rendah, diakibatkan banyak
pasien efusi pleura TB cenderung tidak terlaporkan karena sering sekali kultur M. TB
hasilnya negatif.
5
Di UK infeksi TB yang melibatkan pleura < 10% kasus.
31
Sedangkan penelitian yang dilakukan di Rwanda pada 127 penderita efusi pleura
dijumpai sekitar 86% penyebabnya adalah TB.
32

Sedangkan efusi pleura pada penderita HIV dengan TB insidennya bisa lebih
tinggi.
33
Penelitian di Carolina Selatan dijumpai insidennya mencapai 11% penderita
efusi pleura TB dengan HIV positif sedangkan pada HIV negatif dijumpai sekitar
6%.
32
Penelitian di Burundi dan Tanzania ditemukan 60% penderita efusi pleura TB
dengan HIV positif.
35
Sedangkan pada penelitian di Afrika Selatan ditemukan bahwa
38% penderita efusi pleura TB dengan HIV positif sedangkan pada penderita efusi
pleura TB dengan HIV negatif hanya 20%. Indonesia menempati urutan ke-3 dari
antara negara-negara dengan prevalensi TB tertinggi,

dimana penyebab utama efusi
pleuranya adalah TB paru (30,26%) dengan umur terbanyak adalah 21-30 tahun.
3,7


Universitas Sumatera Utara
2.3. Patogenesis
Efusi pleura TB adalah efusi pleura yang disebabkan oleh M. TB suatu
keadaan dimana terjadinya akumulasi cairan dalam rongga pleura.
35
Mekanisme
terjadinya efusi pleura TB bisa dengan

beberapa cara:
1. Efusi pleura TB dapat terjadi dengan tanpa dijumpainya kelainan radiologi
toraks. Ini merupakan sekuele dari infeksi primer dimana efusi pleura TB
biasanya terjadi 6-12 minggu setelah infeksi primer, pada anak-anak dan
orang dewasa muda.
30,36
Efusi pleura TB ini diduga akibat pecahnya fokus
perkijuan subpleura paru sehingga bahan perkijuan dan kuman M. TB masuk
ke rongga pleura dan terjadi interaksi dengan Limfosit T yang akan
menghasilkan suatu reaksi hipersensitiviti tipe lambat. Limfosit akan
melepaskan limfokin yang akan menyebabkan peningkatan permeabilitas dari
kapiler pleura terhadap protein yang akan menghasilkan akumulasi cairan
pleura.
30,35,36,37
Cairan efusi umumnya diserap kembali dengan mudah. Namun
terkadang bila terdapat banyak kuman di dalamnya, cairan efusi tersebut dapat
menjadi purulen, sehingga membentuk empiema TB.
36

2. Cairan yang dibentuk akibat penyakit paru pada orang dengan usia lebih
lanjut. Jarang, keadaan seperti ini bia berlanjut menjadi nanah (empiema).
36
Efusi pleura ini terjadi akibat proses reaktivasi yang mungkin terjadi jika
penderita mengalami imuniti rendah.
37

3. Efusi yang terjadi akibat pecahnya kavitas TB dan keluarnya udara ke dalam
rongga pleura. Keadaan ini memungkinkan udara masuk ke dalam ruang
Universitas Sumatera Utara
antara paru dan dinding dada. TB dari kavitas yang memecah mengeluarkan
efusi nanah (empiema). Udara dengan nanah bersamaan disebut
piopneumotoraks.
36


2.4. Aspek Imunologis
2.4.1. Sitokin
Sitokin merupakan golongan protein yang diproduksi oleh makrofag,
eosinofil, sel mast, sel endotel, epitel, limfosit B, dan T yang diaktifkan yang
semuanya ini masuk dalam golongan protein sistem imun yang mengatur interaksi
antar sel yang memacu reaktivitas imun, baik pada imuniti non-spesifik maupun
spesifik.
38

Sitokin yang penting pada imuniti spesifik:
1. IL-2
Sekresi berasal dari Sel T. Berperan dalam proliferasi sel T, promosi AICD,
aktivasi dan proliferasi sel NK, proliferasi sel B.
2. IL-4
Sekresi berasal dari Th2, sel mast. Berperan dalam mempromosikan
diferensiasi Th2, pengalihan isotop ke IgE.
3. IL-5
Sekresi berasal dari Th2. Berperan dalam aktivasi dan pembentukan eosinofil.

Universitas Sumatera Utara
4. TGF-
Sekresi berasal dari sel T, makrofag, dan jenis sel lainnya. Sitokin ini
menghambat proliferasi dan fungsi efektor sel T, menghambat proliferasi sel
B, promosi pengalihan isotop ke IgA, menghambat makrofag.
5. IFN-
Sekresi berasal dari Th1, CD8
+
, sel NK. Sitokin ini bekerja mengaktivasi
makrofag, meningkatkan ekspresi MHC-I dan MHC-II, dan meningkatkan
presentasi Ag.

Sitokin-sitokin ini dapat memberikan lebih dari satu efek terhadap berbagai jenis sel
(pleitropik).
38


Gambar 1. Aktifitas pleotropik IFN-
Aktivasi makrofag yang diinduksi IFN- sangat berperan pada inflamasi kronis.
Sitokin tersebut disekresi sel Th1, sel NK dan sel Tc dan bekerja terhadap
berbagai jenis sel.
38


Universitas Sumatera Utara
2.4.2. Efek Biologik Sitokin
Efek biologik sitokin timbul setelah diikat oleh reseptor spesifiknya yang
diekspresikan pada membran sel organ sasaran. Pada imuniti nospesifik, sitokin
diproduksi makrofag dan sel NK, berperan pada inflamasi dini, merangsang
proliferasi, diferensiasi dan aktivasi sel efektor khusus seperti makrofag. Pada imuniti
spesifik sitokin yang diproduksi sel T mengaktifkan sel-sel imun spesifik
(Gambar 2).
38


Gambar 2. Fungsi sitokin pada pertahanan penjamu.
Pada imuniti spesifik sitokin yang diproduksi sel T mengaktifkan sel-sel imun
spesifik.
38

Universitas Sumatera Utara
2.4.3. Efek Biologik IFN-
Interferon ditemukan tahun 1957 oleh Isaacs dan Lindenmann sebagai protein
yang pembentukannya diinduksi oleh sel yang terinfeksi virus dan ia berperan
mengganggu replikasi virus.
39
Di samping sifat antivirus, interferon terbukti
mempunyai fungsi pengatur imun seperti penambahan produksi dan aktivasi sel NK
serta berfungsi sebagai pengatur sel, misalnya penghambat pertumbuhan sel.
39,40

Berdasarkan sumber selnya interferon diklasifikasikan sebagai interferon fibroblas
dan interferon imun. Ada 3 jenis IFN yaitu alfa, beta dan gamma. IFN- diproduksi
oleh leukosit, IFN- oleh sel fibroblast yang bukan limfosit, dan IFN- atau
interferon imun yang dihasilkan oleh limfosit T.
38
Seperti halnya hormon, interferon dapat juga disebarkan ke seluruh tubuh
melalui aliran darah dan dapat berpengaruh pada tempat-tempat sebelah distal dari
tempat produksi.
39
IFN- yang diproduksi berbagai sel sistem imun merupakan
sitokin utama MAC (Macrophage Activating Cytokine) dan berperan terutama dalam
imuniti yang tidak spesifik dan spesifik seluler. IFN- adalah sitokin yang
mengaktifkan makrofag untuk membunuh (fagosit) mikroba. IFN- merangsang
ekspresi MHC-I dan MHC-II dan kostimulator APC. IFN- meningkatkan perbedaan
sel CD4
+
naik ke subset sel Th1 dan mencegah proliferasi sel Th2. IFN- bekerja
terhadap sel B dalam pengalihan subkelas IgG yang mengikat Fc-R pada fagosit dan
mengaktifkan komplemen. Kedua proses tersebut meningkatkan fagositosis mikroba
yang diopsonisasi. IFN- dapat mengalihkan Ig yang berpartisipasi dalam eliminasi
mikroba. IFN- mengaktifkan neutrofil dan merangsang efek sitolitik sel NK
Universitas Sumatera Utara
(Gambar 1). IFN- mengaktifkan fagosit dan APC dan induksi pengalihan sel B
(isotip antibodi yang dapat mengikat komplemen dan Fc-R pada fagosit, yang
berbeda dengan isotip yang diinduksi IL-4), menginduksi tidak langsung efek Th1
atas peran peningkatan produksi IL-12 dan ekspresi reseptor.
38



Gambar 3. Efek biologik IFN-.
38





Universitas Sumatera Utara
2.4.4. Sistem Imun pada TB
M.TB adalah patogen intraseluler yang dapat bertahan hidup dan berkembang
biak di dalam makrofag. Makrofag dan limfosit T sangat berperan penting dalam
respon imun terhadap TB. Makrofag alveolar memiliki reseptor khusus tool like
receptors (TLRs) yang dapat mengenali bahan-bahan asing seperti lipoprotein
mikobakterium. Makrofag memangsa M.TB dan menghasilkan sitokin, khususnya
IL-12 dan IL-18 yang akan merangsang pertumbuhan limfosit T CD4+ melepaskan
IFN-. IFN- penting dalam aktivasi mekanisme mikrobisid makrofag dan
merangsang makrofag melepaskan TNF- yang diperlukan dalam pembentukan
granuloma. Makrofag akan memproses antigen (Ag) M.TB dan
mempresentasikannya ke limfosit T CD4+ (helper T cell) dan limfosit T CD8+
(cytotoxic T-cell). Ini akan berbentuk ekspansi klonal dari limfosit T yang spesifik.
Responnya berupa tipe Th1 dengan sel CD4+, IFN-, dan IL-2 memainkan peranan
penting.
41,42,43,44,45

Reaksi hipersensitiviti jaringan menghasilkan pembentukan granuloma yang
akan membatasi replikasi dan penyebaran mikobakteria. Granuloma perkijuan adalah
lesi patologik klasik TB. Pada individu dengan imunokompromis reaksi
hipersensitiviti jaringan berkurang sehingga terjadi respon inflamasi non spesifik
dengan serbukan sedikit leukosit polimorfonuklear dan monosit dan basil dalam
jumlah besar tetapi tanpa bentukan granuloma.
41,43,44,46

Sel-sel mesotel pleura bertanggungjawab dan berperan terhadap terjadinya
penumpukan netrofil dan fagositosis mononuklear dalam rongga pleura. Baru-baru ini
dikelompokkan famili sitokin-kemotaktik disebut famili kemokin yang terbentuk dari
Universitas Sumatera Utara
tiga subfamili polipeptida yang berhubungan pada sel-sel mesotel. Subfamili ini
secara generik dikenal sebagai famili kemokin dan termasuk kemokin C-X-R,
kemokin C-C, atau kemokin C atau yang dikenal dengan limfotaktin.
5,49









Gambar 4. Imuniti Seluler pada Infeksi Tuberkulosis.
46
Pada penyakit-penyakit granulomatous pleura, cairan pleura paling banyak
mengandung sel-sel mononuklear. Pada hewan dengan pleuritis TB, netrofil lebih
dominan pada 24 jam pertama setelah masuknya BCG (Bacillus Calmette Guerin)
diikuti masuknya makrofag dalam jumlah yang banyak. Kemokin C-C yang dinamai
Monocyte Chemotactic Protein (MCP)-1, dijumpai dalam jumlah yang besar pada
cairan efusi TB. Macrophage Inflammatory Protein (MIP)-1 juga dijumpai pada
cairan pleura pasien-pasien efusi pleura TB. Pada pasien-pasien dimana fungsi
kekebalan tubuhnya menurun seperti pada pasien dengan AIDS, kadar monosit dan
kemokin monosit spesifik cairan pleura pasien efusi pleura TB lebih rendah. IFN-
merupakan sitokin pertama yang penting dan dijumpai dalam jumlah yang besar pada
cairan efusi pleura TB. Adanya IFN- ini sesuai dengan yang dilaporkan pada
Universitas Sumatera Utara
penelitian-penelitian sebelumnya yang memberikan kesan bahwa sel T helper tipe 1
(Th1) subset memperantarai limfosit dalam memberi respon terhadap infeksi M.TB.
Saat terdapat pembagian sel-sel CD4 dalam rongga pleura pasien dengan efusi pleura
TB, terdapat peningkatan jumlah produksi IFN-. Netralisasi produksi IFN-
menyebabkan penghapusan produksi kemokin lokal oleh sel-sel mesotel dan
penurunan pelepasan MIP-1 dan MCP-1.
28,47

2.5. Manifestasi Klinis
Kadang-kadang efusi pleura TB asimptomatik jika cairan efusinya masih
sedikit dan sering terdeteksi pada pemeriksaan radiologi yang dilakukan untuk tujuan
tertentu.
48
Namun jika cairan efusi dalam jumlah sedang sampai banyak maka akan
memberikan gejala dan kelainan dari pemeriksaan fisik.
15

Efusi pleura TB biasanya memberikan gambaran klinis yang bervariasi berupa
gejala respiratorik, seperti nyeri dada, batuk, sesak nafas.
15
Gejala umum berupa
demam, keringat malam, nafsu makan menurun, penurunan berat badan, rasa lelah
dan lemah juga bisa dijumpai. Gejala yang paling sering dijumpai adalah batuk
(~70%) biasanya tidak berdahak, nyeri dada (~75%) biasanya nyeri dada pleuritik,
demam sekitar 14% yang subfebris, penurunan berat badan dan malaise.
30

Walaupun TB merupakan suatu penyakit yang kronis akan tetapi efusi pleura
TB sering manifestasi klinisnya sebagai suatu penyakit yang akut.
30
Sepertiga
penderita efusi pleura TB sebagai suatu penyakit akut yang gejalanya kurang dari 1
minggu.
49
Pada suatu penelitian terhadap 71 penderita ditemukan 31% mempunyai
Universitas Sumatera Utara
gejala kurang dari 1 minggu durasinya dan 62% dengan gejala kurang dari satu
bulan.
30
Umur penderita efusi pleura TB lebih muda daripada penderita TB paru.
Pada suatu penelitian yang dilakukan di Qatar dari 100 orang yang menderita usia
rata-rata 31.5 tahun, sementara di daerah industri seperti US usia ini cenderung lebih
tua sekitar 49.9 tahun. Efusi pleura TB paling sering unilateral dan biasanya efusi
yang terjadi biasanya ringan sampai sedang dan jarang massif.
48
Pada penelitian
yang dilakukan Valdes dkk pada tahun 1989 sampai 1997 terhadap 254 penderita
efusi pleura TB ditemukan jumlah penderita yang mengalami efusi pleura di sebelah
kanan 55,9%, di sebelah kiri 42,5% dan bilateral efusi 1,6% penderita serta 81,5%
penderita mengalami efusi pleura kurang dari dua pertiga hemitoraks.
50
2.6. Diagnosis
Diagnosis efusi pleura TB ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan radiologi torak, pemeriksaan bakteri tahan asam sputum, cairan
pleura dan jaringan pleura, uji tuberkulin, biopsi pleura dan analisis cairan pleura.
30

Diagnosis dapat juga ditegakkan berdasarkan pemeriksaan ADA, IFN-, dan PCR
cairan pleura.

Hasil darah perifer tidak bermanfaat; kebanyakan pasien tidak
mengalami lekositosis.
30
Sekitar 20% kasus efusi pleura TB menunjukkan gambaran
infiltrat pada foto toraks.
50

Kelainan yang dapat dijumpai pada pemeriksaan fisik sangat tergantung pada
banyaknya penumpukan cairan pleura yang terjadi. Pada inspeksi dada bisa dilihat
kelainan berupa bentuk dada yang tidak simetris, penonjolan pada dada yang terlibat,
Universitas Sumatera Utara
sela iga melebar, pergerakan tertinggal pada dada yang terlibat. Pada palpasi
stem fremitus melemah sampai menghilang, perkusi dijumpai redup pada daerah
yang terlibat, dari auskultasi akan dijumpai suara pernafasan vesikuler melemah
sampai menghilang, suara gesekan pleura.
30

Berdasarkan pemeriksaan radiologis toraks menurut kriteria American
Thoracic Society (ATS), TB paru dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu lesi
minimal, lesi sedang, dan lesi luas.
46
Sedangkan efusi pleura TB pada pemeriksaan
radiologis toraks posisi Posterior Anterior (PA) akan menunjukkan gambaran
konsolidasi homogen dan meniskus, dengan sudut kostophrenikus tumpul,
pendorongan trakea dan mediastinum ke sisi yang berlawanan.
30

2.6.1. Apusan dan Kultur Sputum, Cairan Pleura dan Jaringan Pleura
Diagnosis pasti dari efusi pleura TB dengan ditemukan basil TB pada sputum,
cairan pleura dan jaringan pleura.
30
Pemeriksaan apusan cairan pleura secara Ziehl-
Nielsen (ZN) walaupun cepat dan tidak mahal akan tetapi sensitivitinya rendah
sekitar 35%.
10,43,44,51
Pemeriksaan apusan secara ZN ini memerlukan konsentrasi
basil 10.000/ml dan pada cairan pleura pertumbuhan basil TB biasanya sejumlah
kecil. Sedangkan pada kultur cairan pleura lebih sensitif yaitu 11-50% karena pada
kultur diperlukan 10-100 basil TB. Akan tetapi kultur memerlukan waktu yang lebih
lama yaitu sampai 6 minggu untuk menumbuhkan M.TB.
52


Universitas Sumatera Utara
2.6.2. Biopsi Pleura
Biopsi pleura merupakan suatu tindakan invasif dan memerlukan suatu
pengalaman dan keahlian yang baik karena pada banyak kasus, pemeriksaan
histopatologi dari biopsi spesimen pleura sering negatif dan tidak spesifik.
52
Akan
tetapi, diagnosis histopatologis yang didapat dari biopsi pleura tertutup dengan
dijumpainya jaringan granulomatosa sekitar 60-80%.
34
Sementara pemeriksaan yang
dilakukan oleh A. H. Diacon dkk sensitiviti histologis, kultur dan kombinasi
histologis dengan kultur secara biopsi jarum tertutup mencapai 66%, 48%, 79% dan
pemeriksaann secara torakoskopi sensitivitinya 100, 76%, 100% dan spesifisitinya
100%.
53
2.6.3. Uji Tuberkulin
Dulu tes ini menjadi pemeriksaan diagnostik yang penting pada pasien yang
diduga efusi pleura TB. Test ini akan memberikan hasil yang positif setelah
mengalami gejala > 8 minggu. Pada penderita dengan status gangguan kekebalan
tubuh dan status gizi buruk, tes ini akan memberikan hasil yang negatif.
30

2.6.4. Analisis Cairan Pleura
Analisis cairan pleura ini bermanfaat dalam menegakkan diagnosis efusi
pleura TB. Sering kadar protein cairan pleura ini meningkat > 5 g/dl. Pada pasien
kebanyakan hitung jenis sel darah putih cairan pleura mengandung limfosit >
50%.
50,54
Pada sebuah penelitian dengan 254 pasien dengan efusi pleura TB, hanya
17 (6,7%) yang mengandung limfosit < 50% pada cairan pleuranya. Pada pasien
Universitas Sumatera Utara
dengan gejala < 2 minggu, hitung jenis sel darah putih menunjukkan PMN lebih
banyak.

Pada torakosentesis serial yang dilakukan, hitung jenis lekosit ini
menunjukkan adanya perubahan ke limfosit yang menonjol.
30
Pada efusi pleura TB
kadar LDH cairan pleura > 200 U, kadar glukosa sering menurun.
31
Analisis kimia lain memberi nilai yang terbatas dalam menegakkan diagnostik
efusi pleura TB. Pada penelitian-penelitian dahulu dijumpai kadar glukosa cairan
pleura yang menurun, namun pada penelitian baru-baru ini menunjukkan kebanyakan
pasien dengan efusi pleura TB mempunyai kadar glukosa diatas 60 mg/dl.

Kadar pH
cairan pleura yang rendah dapat kita curigai suatu efusi pleura TB. Kadar CRP
cairan pleura lebih tinggi pada efusi pleura TB dibandingkan dengan efusi pleura
eksudatif lainnya.
30
2.6.5. Adenosin Deaminase (ADA)
ADA pertama sekali ditemukan tahun 1970 sebagai penanda kanker paru dan
pada tahun 1978 Piras dkk menemukan ADA sebagai penanda efusi pleura TB.
55

ADA merupakan enzim yang mengkatalis perubahan adenosine menjadi inosin. ADA
merupakan suatu enzim Limfosit T yang dominan, dan aktivitas plasmanya tinggi
pada penyakit dimana imuniti seluler dirangsang.
56
Ada beberapa isomer ADA
dimana yang menonjol adalah ADA 1 dan ADA 2. Dimana ADA 1 ditemukan pada
semua sel dan ADA 2 mencerminkan aktivitas dari monosit atau makrofag. Penderita
efusi pleura TB lebih dominan ADA 2.
55

Universitas Sumatera Utara
Gambaran yang menunjukkan peningkatan kadar ADA bermanfaat dalam
menentukan diagnosis efusi pleura TB. Beberapa peneliti menggunakan berbagai
tingkat cut-off untuk ADA efusi pleura TB antara 30-70 U/l. Pada kadar ADA cairan
pleura yang lebih tinggi cenderung pasien efusi pleura TB. Pada studi metaanalisis
yang meninjau 40 artikel menyatakan bahwa ADA mempunyai nilai spesifisiti dan
sensitivitinya mencapai 92% dalam menegakkan diagnosis efusi pleura TB.
56

Kebanyakan pasien dengan efusi pleura TB mempunyai kadar ADA > 40 U/l. Pada
pasien dengan gangguan kekebalan tubuh dengan efusi pleura TB kadar ini lebih
tinggi lagi. Efusi pleura limfositik yang bukan disebabkan oleh TB biasanya
mengandung kadar ADA < 40 U/l.
34

Namun penggunaan ini juga tergantung pada prevalensi TB.
56
Pada populasi
dengan prevalensi efusi pleura TB yang rendah spesifisiti ADA dapat sangat
rendah.
38
Sehingga pada daerah dengan prevalensi rendah kemungkinan tinggi nilai
positif palsu yang mana dapat menimbulkan penanganan yang berlebihan dan
keterlambatan diagnosis penyakit lain seperti kanker.
55

2.6.6. Interferon gamma (IFN-)
Tes lain yang bermanfaat dalam mendukung diagnosis efusi pleura TB adalah
pemeriksaan kadar IFN- cairan pleura.
18,19,57
IFN- merupakan suatu regulator imun
yang penting dimana dapat berfungsi sebagai antivirus dan sitotoksik.

IFN-
diproduksi oleh limfosit T CD4+ dari pasien-pasien dengan efusi pleura TB.
21,30

Universitas Sumatera Utara
Produksi IFN- muncul sebagai mekanisme pertahanan yang bermanfaat. IFN-
membantu polymyristate acetate merangsang produksi hidrogen peroksida dalam
makrofag, dimana ini memfasilitasi aktifitas eliminasi parasit intraselular. Limfokin
ini juga menghambat pertumbuhan mikobakteria dalam monosit manusia.
30
Dari studi yang telah dilakukan Villena dkk yang mengukur kadar IFN-
cairan pleura dari 595 pasien, dimana 82 kasus penyebabnya adalah TB, dan
dilaporkan bahwa level cut-off 3.7 IU/ml; dengan nilai sensitiviti 98% dan spesifisiti
98% dalam menegakkan diagnosis efusi pleura TB.
57
Valdes dkk juga melaporkan
pada penelitian yang dilakukan terhadap 145 pasien menunjukkan bahwa 74%
dengan efusi pleura TB mempunyai kadar IFN- > 200 pg/ml.
50
Pada penelitian lain
dijumpai pasien-pasien dengan empiema sering sekali kadar IFN- cairan pleura ini
meningkat.
16
Pada penelitian yang dilakukan Ekanita di Jakarta didapati peningkatan
kadar IFN- yang cukup bermakna pada pasien efusi pleura TB dimana kadarnya
rata-rata 1,63 0,59 IU/ml.
26
Greco dkk meninjau kembali semua studi dari tahun
1978 - November 2000. Studi ini mengikutsertakan 4.738 pasien dimana kadar ADA
cairan pleura diukur dan 1.189 pasien dengan kadar IFN- yang diukur. Penelitian ini
melaporkan bahwa nilai sensitiviti dan spesifisiti untuk ADA adalah 93% dan untuk
IFN- adalah 96%.
25





Universitas Sumatera Utara
2.6.7. Polymerase Chain Reaction (PCR)
Ini merupakan tehnik amplifikasi DNA yang dengan cepat mendeteksi M.
TB.
32
Dewasa ini telah dikembangkan beberapa metode untuk amplifikasi asam
nukleat in vitro. Dimana tujuan utama dari teknik ini adalah untuk memperbaiki
sensitiviti uji yang berdasarkan pada asam nukleat dan untuk menyederhanakan
prosedur kerjanya melalui automatisasi dan bentuk deteksi non-isotopik.
58

PCR ini merupakan salah satu tehnik pemeriksaan yang digunakan dalam
penegakan diagnosis efusi pleura TB karena metode konvensional masih rendah
sensitivitinya. Sensitiviti PCR pada efusi pleura TB berkisar 20-81% dan spesitifiti
nya berkisar 78-100%.
37

Penelitian yang dilakukan di Spanyol menunjukkan bahwa PCR mempunyai
sensitiviti 81% dan spesifisiti 98%.
37
Penelitian Babu dkk di India tahun 1997
terhadap 20 penderita efusi pleura TB, PCR mempunyai sensitiviti 70% dan
spesifisiti 100%.
51
Penelitian yang dilakukan Bambang dkk terhadap 62 pasien
yang diduga efusi pleura TB pada tahun 2004 dijumpai sensitiviti PCR 53,19% dan
spesifisiti 93,33%.
59
Pada tahun 2006 Amni melakukan penelitian mengenai
pemeriksaan PCR dalam menegakkan diagnosis efusi pleura TB terhadap 20 orang
penderita efusi pleura TB yang ada di Medan; dimana disimpulkan bahwa PCR
mempunyai nilai sensitiviti 71,4% dan 100%.
60




Universitas Sumatera Utara
2.7. Kerangka Konsep Penelitian






















TB
ESAT-6
CFP-10
EFUSI PLEURA
EXUDATIF
Reaksi
Hipersensitif
QUANTIKINE
(IFN-)
METODE
ELISA
NON
TB
TB
Sitokin
(IL-12, IL-18)
T CD4+
IFN-
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai