Anda di halaman 1dari 23

I.

TATA GUNA LAHAN WILAYAH/KOTA



Menurut Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional , tata guna lahan (land use) adalah suatu upaya dalam merencanakan penggunaan lahan
dalam suatu kawasan yang meliputi pembagian wilayah untuk pengkhususan fungsi-fungsi tertentu,
misalnya fungsi pemukiman, perdagangan, industri, dan lain-lain. Tata guna lahan merupakan salah
satu faktor penentu utama dalam pengelolaan lingkungan karena keseimbangan antara kawasan
budidaya dan kawasan konservasi merupakan kunci dari pembangunan berkelanjutan yang
berwawasan lingkungan. Di samping itu, pengembangan tata guna lahan yang sesuai akan
meningkatkan perekonomian suatu kota atau wilayah.
Perubahan tata guna lahan merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi dalam proses
penetapan kebijakan, perencanaan dan pengambilan keputusan yang ada di seluruh tingkatan. Hal
tersebut terjadi karena perubahan yang ada memiliki kaitan erat dengan permasalahan dan peluang
yang muncul pada suatu komunitas wilayah/kota yang terkait pertumbuhan ekonomi, pekerjaan,
permukiman dan kualitas lingkungan. Kondisi ini menyebabkan perubahan tata guna lahan menjadi
penghubung yang kritis diantara seluruh permasalahan tersebut (Skole).
Dengan adanya fakta tersebut maka penataan ruang tentang penggunaan lahan di suatu
wilayah/kota mutlak untuk dilakukan. Sebagai sebuah kabupaten dengan berbagai kegiatan yang ada
di dalamnya, Kabupaten Klaten tentunya memiliki berbagai jenis penggunaan lahan. Penggunaan
lahan ini tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Klaten yang berada pada kelompok dan fungsi
tertentu. Seiring dengan dinamika wilayah yang ada, tata guna lahan di Kabupaten Klaten juga terus
mengalami perubahan.
Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Klaten telah diatur mengenai penataan
ruang lahan yang ada. Setiap bentuk perubahan dan penggunaan lahan yang ada harus disesuaikan
dengan RTRW tersebut. Hal ini ditujukan untuk mendapat manfaat total sebaik-baiknya secara
berkelanjutan dari kemampuan total lahan yang tersediakan.
Oleh karena itu dalam tulisan ini akan dijelaskan mengenai kondisi umum lahan, perkembangan
penatagunaan lahan, keterkaitan tata guna lahan dengan aspek lain, serta upaya pengembangan
yang dilakukan.




II. PROFIL KABUPATEN KLATEN

1. Letak Geografis
Kabupaten Klaten merupakan salah satu kabupaten yang terletak di provinsi Jawa Tengah.
Secara geografis Kabupaten Klaten terletak antara 7:3219 LS sampai 7:4833 LS dan antara
110:2614 BT sampai 110:4751 BT, dengan batas wilayah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Kabupaten Boyolali
Sebelah Timur : Kabupaten Sukoharjo
Sebelah Selatan : Kabupaten Gunung Kidul (DI Yogyakarta)
Sebelah Barat : Kabupaten Sleman (DI Yogyakarta)

2. Pembagian Wilayah Administratif
Secara administratif Kabupaten Klaten terbagi dalam 26 kecamatan, 391 desa dan 10 kelurahan.
Seluruh desa yang ada merupakan desa swasembada. Desa swasembada adalah desa yang
masyaraatnya telah mampu memanfaatkan dan mengembangkan sumber daya alam dan potensinya
sesuai dengan kegiatan pembangunan regional.


Kecamatan Desa Kelurahan Dukuh
Luas Wilayah
(Km
2
)
01 Prambanan 16 - 183 24,43
02 Gantiwarno 16 - 149 25,64
03 Wedi 19 - 178 24,38
04 Bayat 18 - 228 39,43
05 Cawas 20 - 238 34,47
06 Trucuk 18 - 171 33,81
07 Kalikotes 7 - 99 12,98
08 Kebonarum 7 - 65 9,67
09 Jogonalan 18 - 202 26,70
10 Manisrenggo 16 - 252 26,96
11 Karangnongko 14 - 35 26,74
Tabel 1 : Pembagian Wilayah Administratif
Kabupaten Klaten













III. KONDISI LAHAN KABUPATEN KLATEN

1. Jenis Tanah
Terdapat beberapa jenis tanah yang tersebar di wilayah Kabupaten Klaten, yaitu :

a. Tanah Regosol-Aluvial
Tanah regosol dan aluvial yang ada di wilayah Kabupaten Klaten merupakan tanah yang
terbentuk dari endapan material vulkanik dari Gunung Merapi. Persebaran jenis tanah ini
membujur di bagian tengah Kabupaten Klaten dan mendominasi jenis tanah yang ada di
Kabupaten Klaten. Kedua jenis tanah ini merupakan tanah yang subur sehingga sangat sesuai
dijadikan lahan pertanian.
b. Tanah Grumosol
Jenis tanah grumosol merupakan lapisan tanah yang mempunyai bahan induk berupa batu
kapur. Tanah Grumosol di Kabupaten Klaten terdapat di sebelah selatan yang meliputi
12 Ngawen 13 - 124 16,97
13 Ceper 18 - 42 24,45
14 Pedan 14 - 151 19,17
15 Karangdowo 19 - 161 29,23
16 Juwiring 19 - 208 29,79
17 Wonosari 18 - 149 31,14
18 Delanggu 16 - 37 18,78
19 Polanharjo 18 - 44 23,84
20 Karanganom 19 - 48 24,06
21 Tulung 18 - 185 32,00
22 Jatinom 17 1 207 35,53
23 Kemalang 13 - 214 51,66
24 Klaten Selatan 11 1 112 14,43
25 Klaten Tengah 3 6 97 8,92
26 Klaten Utara 6 2 124 10,38
Jumlah/Total 391 10 3 703 655,56
Sumber : Klaten Dalam Angka 2009
Kecamatan Cawas, Bayat, Wedi, Gantiwarno, dan Prambanan. Tanah jenis ini menyimpan
potensi berupa pertambangan batu kapur/gamping.
c. Tanah Litosol-Latosol
Jenis tanah ini terbentuk karena adanya proses pelapukan batuan lain. Persebaran jenis tanah
ini berada di Kecamatan Kemalang dan Bayat, dimana mempunyai potensi sebagai kawasan
pengembangan vegetasi hutan.




2. Topografi Lahan
Topografi lahan merupakan bentuk permukaan suatu lahan baik berupa ketinggian daerah
ataupun tingkat kemiringan lahan. Untuk ketinggian daerah Kabupaten Klaten terbagi menjadi 3
kelompok, yaitu yang terletak diantara ketinggian 0 - 100 meter di atas permukaan laut sebesar
3,72%. Terbanyak yaitu sebesar 83,52% terletak diantara ketinggian 100 - 500 meter diatas
permukaan laut, dan sisanya 12,76% terletak diantara ketinggian 500 2.500 meter diatas
permukaan laut.
Kemudian secara umum wilayah Kabupaten Klaten terbagi menjadi 3 (tiga) dataran, yaitu :
Dataran Lereng Gunung Merapi membentang di sebelah utara meliputi sebagian kecil
sebelah utara wilayah Kecamatan Kemalang, Karangnongko, Jatinom dan Tulung.
6.85%
7.28%
1.39%
1.36%
0.63%
22.84%
59.65%
Aluvial Kelabu
Grumosol
Komplek Litosol & Mediteran-Latosol
Komplek Litosol & Regosol Kelabu
Komplek Regosol Coklat & Kelabu
Regosol Coklat Kelabu
Regosol Kelabu
Gambar 1 : Proporsi Jenis Tanah
Kabupaten Klaten
Sumber : BPN Kabupaten Klaten
74.07%
22.71%
0.20%
1.27%
1.74%
0 - 2 %
2 - 15 %
15 - 25 %
25 - 40 %
> 40 %
Dataran Rendah membujur di tengah meliputi seluruh wilayah kecamatan di Kabupaten
Klaten, kecuali sebagian kecil wilayah merupakan dataran lereng Gunung Merapi dan Gunung
Kapur.
Dataran Gunung Kapur yang membujur di sebelah selatan meliputi sebagian kecil sebelah
selatan kecamatan Bayat dan Cawas.

Sedangkan untuk tingkat kemiringan lahan (slope) dapat dilihat pada diagram berikut :











Pada diagram kemiringan lahan tersebut dapat diklasifikasikan mengenai tipe lahan dan potensi
bencana longsor yang ada :







Kemiringan
Lahan/Slope
Tipe Lahan Potensi Longsor
0-15% Datar Rendah
15-40% Landai Sedang
>40% Curam Tinggi
Gambar 2 : Proporsi Tingkat Kemiringan
Lahan Kabupaten Klaten
Sumber : BPN Kabupaten Klaten
Tabel 2 : Klasifikasi Lahan Berdasarkan Slope
Sumber : BPN Kabupaten Klaten
6088,40
5508,43
4293,98
0,00
1650,00 627,72
512.49
563.07
2635.00
505.00
0
2000
4000
6000
8000
2005 2006 2007 2008 2009
L
u
a
s

(
H
a
)

Tahun
Potensial Kritis
Agak Kritis
3. Luas Lahan Kritis
Lahan kritis adalah lahan yang tidak produktif. Meskipun dikelola, produktivitas lahan kritis sangat
rendah. Bahkan, dapat terjadi jumlah produksi yang diterima jauh lebih sedikit daripada biaya
pengelolaannya. Lahan ini bersifat tandus, gundul, tidak dapat digunakan untuk usaha pertanian,
karena tingkat kesuburannya sangat rendah. Lahan kritis ini terbagi menjadi tiga jenis, yaitu lahan
potensial kritis, agak kritis, dan telah kritis. Di Kabupaten Klaten dari tahun 2005-2009 tidak terdapat
luasan lahan kritis, tetapi hanya potensial kritis dan agak kritis.
















IV. PERKEMBANGAN PENGGUNAAN LAHAN KABUPATEN KLATEN (2005-2009)


1. Pertanian
Pemanfaatan suatu lahan sebagai lahan pertanian sangat bergantung pada kondisi tanah yang
ada. Jenis tanah yang ada di wilayah Kabupaten Klaten didominasi oleh tanah regosol dan alluvial
yang berasal dari endapan material vulkanik gunung Merapi. Sedangkan tingkat kemiringan lahan
yang ada 96,78% nya merupakan lahan dengan tingkat kemiringan yang landai yaitu berkisar antara
0-15%. Selain itu Kabupaten Klaten kaya akan sumber air. Hingga tahun 2009 jumlah mata air yang
Gambar 3 : Grafik Perubahan Luas
Lahan Kritis Kabupaten Klaten
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Klaten
33 494
33 467
33 437
33 423
33 412
33 400
33 425
33 450
33 475
33 500
2005 2006 2007 2008 2009
L
u
a
s

(
H
a
)

Tahun
ada berjumlah 174 sumber. Dengan kondisi lahan yang demikian maka Kabupaten Klaten sangat
berpotensi sebagai kawasan pertanian.

Kawasan pertanian di Kabupaten Klaten terbagi menjadi dua jenis pertanian utama, yaitu :

a. Pertanian Lahan Basah
Pertanian lahan basah berarti sistem pertanian yang menggunakan lahan sawah sebagai areal
penanaman. Persebarannya meliputi seluruh kecamatan di Kabupaten Klaten kecuali
Kecamatan Kemalang. Hingga tahun 2009, sebesar 33.412 Ha atau 50,97 % dari total luas
wilayah Kabupaten Klaten digunakan sebagai lahan pertanian (sawah). Sawah inipun terbagi
menjadi dua yaitu sawah irigasi sebesar 95,62% dan sawah tadah hujan sebesar 4,38%.
Presentase sawah irigasi yang besar dikarenakan pengairannya banyak mengandalkan sumber-
sumber mata air yang ada. Seiring dengan dinamika wilayah Kabupaten Klaten, luas lahan
sawah yang ada juga mengalami perubahan :













Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa luas sawah di Kabupaten Klaten terus mengalami
penurunan dari tahun 2005-2009. Dari tahun 2005-2009 terjadi penurunan luas sebesar 82 Ha
atau jika dirata-rata tiap tahunnya terjadi pengurangan lahan sawah sebesar 20,5 Ha/tahun.
Gambar 4 : Grafik Perubahan
Luas Lahan Sawah Kabupaten
Klaten
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Klaten
6 312
6 312
6 287
6 272
6 263
6 260
6 275
6 290
6 305
6 320
2005 2006 2007 2008 2009
L
u
a
s

(
H
a
)

Tahun
b. Pertanian Lahan Kering
Pertanian lahan kering menggunakan lahan berupa ladang/tegalan/kebun untuk areal
penanaman. Areal ini sebagian berada di Kecamatan Kemalang dan Bayat. Persebaran ini
karena dua derah tersebut merupakan daerah tandus di lereng Gunung Merapi (Kec.
Kemalang) dan daerah kapur (Kec.Bayat). Pada tahun 2009 jumlah luas lahan pertanian kering
sebesar 6.263 Ha atau 9,55% dari luas total wilayah Kabupaten Klaten. Berikut ini adalah grafik
yang menunjukkan perubahan luas lahan ladang/tegalan/kebun di Kabupaten Klaten :












Grafik di atas menunjukkan bahwa luas lahan ladang/tegalan/kebun di Kabupaten Klaten dari
tahun 2005-2009 cenderung mengalami penurunan. Sebanyak 49 Ha lahan hilang dari tahun
2005-2009, jika dirata-rata tiap tahunnya lahan yang hilang adalah 12,25 Ha/tahun.

Baik dari pertanian lahan basah maupun lahan kering di wilayah Kabupaten Klaten tiap tahunnya
terus terjadi perubahan jumah luas lahan. Berdasarkan data yang didapat terlihat bahwa dari tahun
2005-2009 perubahan luas yang terjadi terus mengalami penurunan. Jika dijumlahkan antara
pertanian lahan basah dan lahan kering, luas total wilayah pertanian di Kabupaten Klaten pada 2005
adalah 39.806 Ha. Hingga tahun 2009 jumlahnya menjadi sebesar 39.675 Ha. Artinya lahan pertanian
di Kabupaten Klaten berkurang 131 Ha mulai dari tahun 2005-2009.
Gambar 5 : Grafik Perubahan Luas Pertanian
Lahan Kering Kabupaten Klaten
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Klaten
Namun data yang dikeluarkan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Klaten ini berbeda dengan data
yang dimiliki oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Klaten. Di dalam data yang dimiliki
BPN Kabupaten Klaten disebutkan secara lebih terperinci mengenai perubahan luas lahan pertanian
di Kabupaten Klaten :







Berdasarkan data dari BPN Kabupaten Klaten tersebut diketahui bahwa jumlah luas lahan
pertanian yang berkurang dari tahun 2005-2009 adalah sebesar 245,3607 Ha, atau hampir dua kali
dari hasil perhitungan yang dilakukan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Klaten. Dari luas 245,3607
tersebut 61,38% digunakan sebagai perumahan, 18,96% digunakan untuk industri, 10,30 %
digunakan untuk perusahaan, dan sisanya yaitu sebesar 9,36% digunakan untuk jasa.

2. Kolam/Rawa
Pada tahun 2009 di wilayah Kabupaten Klaten terdapat 202 Ha kolam/rawa. Jumlah ini
merupakan peningkatan sebesar 1 Ha pada tahun-tahun sebelumnya, dimana pada tahun 2005
hingga 2006 jumlah luasnya sebesar 201 Ha dan bertambah menjadi 202 Ha pada tahun 2007 hingga
2009. Kolam/rawa terbesar terdapat di Kecamatan Bayat, yaitu Rawa Jombor. Rawa/kolam seluas
180 Ha ini oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Klaten digunakan sebagai tempat budidaya ikan air
tawar, di samping fungsinya juga sebagai kawasan wisata.

3. Kehutanan
Hutan di Kabupaten Klaten terbagi menjadi dua jenis yaitu hutan lindung dan hutan produksi.
Jumlah luas hutan lindung ditambahkan dengan luas hutan produksi adalah sebesar 1450 Ha, dimana
dari tahun 2005-2009 tidak mengalami pertambahan ataupun pengurangan luas. Hutan lindung
Tahun Perumahan Industri Perusahaan Jasa Jumlah
2005 40,5963 3,1295 1,4821 1,8995 47,1074
2006 23,1498 3,5227 1,6555 0,2705 28,5985
2007 21,6899 4,98 3,2007 3,2527 33,1233
2008 16,7043 3,1038 3,619 1,8564 25,2835
2009 48,464 31,794 15,313 15,677 111,248
Total 150,6043 46,53 25,2703 22,9561 245,3607
Tabel 2 : Alih Fungsi Lahan Pertanian(Ha)
Sumber : BPN Kabupaten Klaten
19920
19938
19995
20022
20032
19900
19920
19940
19960
19980
20000
20020
20040
2005 2006 2007 2008 2009
L
u
a
s

(
H
a
)

Tahun
mempunyai proporsi sebesar 52,99% atau seluas 768 Ha. Sedangkan untuk luas hutan produksi
sebesar 47,01% dari luas total hutan yang ada atau 682 Ha. Hutan lindung sebagian besar berada di
Kecamatan Kemalang, sedangkan hutan produksi berada di Kecamatan Bayat.

4. Pertambangan
Luas daerah pertambangan di Kabupaten Klaten sebesar 2.605 Ha. Luas tersebut terdiri dari 3
daerah pertambangan yaitu pertambangan pasir sebesar 46 Ha, batu gamping 464 Ha, dan batu
andesit 2.095 Ha.

5. Perumahan/bangunan
Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau
lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. Di Kabupaten Klaten,
luas wilayah perumahan di tahun 2005 adalah sebesar 19.920 Ha. Jumlah ini terus bertambah
sebesar 112 Ha hingga tahun 2009 menjadi 20.032 Ha. Ini berarti sebesar 30,56% wilayah Kabupaten
Klaten digunakan sebagai kawasan permukiman. Namun pertambahan jumlah perumahan/bangunan
di Kabupaten Klaten tidak diiringi dengan peningkatan luas ruang terbuka hijau (RTH). Menurut UU
No.26 tentang Penataan Ruang, luas RTH yang harus dimiliki oleh suatu wilayah adalah sebesar 30%
dari luas wilayah yang ada. Namun untuk Kabupaten Klaten luas RTH (non-pertanian) hanya sebesar
21 %.










Gambar 6 : Grafik Perubahan Luas Lahan
Perumahan Kabupaten Klaten
Sumber : Bappeda Kabupaten Klaten
60.52%
0.31%
2.21%
3.97%
30.56%
1.27% 1.16%
Pertanian
Kolam/rawa
Hutan
Pertambangan
Perumahan/bangunan
Industri
Lain-lain
Dalam pemanfaatan lahan untuk perumahan harus memperhatikan kondisi lahan untuk
mengurangi tingkat resiko kerugian akibat adanya bencana. Potensi bencana yang ada di Kabupaten
Klaten yaitu bencana letusan Gunung Merapi dan tanah longsor. Untuk potensi bencana letusan
Gunung Merapi, letak perumahan/permukiman harus berada lebih dari 5 Km dari puncak gunung.
Namun masih ada sekitar 25 Ha permukiman yang berada kurang dari 5 Km dari puncak gunung.
Sedangkan untuk potensi bencana tanah longsor, mengacu pada tabel (2) 94,34% atau 18.898 Ha
perumahan di Kabupaten Klaten berada pada lahan relatif datar sehingga mempunyai potensi
bencana tanah longsor tingkat rendah. 1,81 % atau 363 Ha wilayah perumahan berada pada lahan
relatif landai dan mempunyai potensi tanah longsor sedang. Sedangkan sisanya yaitu sebesar 3,85%
atau 771 Ha berada pada daerah rawan longsor.
6. Perindustrian
Jenis industri yang ada di Kabupaten Klaten antara lain cor logam, konveksi, mebel, gerabah, dan
tembakau asapan. Luas areal yang digunakan untuk perindustrian pada tahun 2005 adalah seluas 787
Ha dan terus meningkat hingga tahun 2009 yaitu seluas 834 Ha.

Dari data-data tersebut jika dikompilasikan maka dapat diketahui tentang proporsi penggunaan
lahan di Kabupaten Klaten. Diagram di bawah ini menunjukkan proporsi penggunaan lahan di tahun
2009 :










Gambar 7 : Proporsi Tingkat Kemiringan
Lahan Kabupaten Klaten*
*hasil kompilasi data
V. KETERKAITAN TATA GUNA LAHAN
Lahan merupakan tempat suatu aktifitas berlangsung. Jika terjadi perubahan tata guna suatu
lahan maka tentu saja berpengaruh terhadap aktifitas yang ada, begitu juga sebaliknya. Oleh sebab
itu tata guna lahan mempunyai keterkaitan dengan beberapa aspek. Berikut ini akan dijelaskan
mengenai keterkaitan tata guna lahan dengan penduduk dan transportasi yang ada di Kabupaten
Klaten.

1. Keterkaitan Tata Guna Lahan dengan Kependudukan Kabupaten Klaten
Penduduk merupakan pelaku dari berbagai aktifitas yang ada di suatu wilayah/kota. Aktifitas ini
berlangsung pada lahan-lahan tertentu, dimana jka terjadi perubahan jumlah penduduk maka tata
guna lahan yang ada juga akan mengalami perubahan. Perubahan yang dimaksud berhubungan
dengan sarana perumahan yang ada, karena tiap penduduk memerlukan ruang untuk hidup (Alonso
dalam Harjanti, 2002).
Kabupaten Klaten merupakan kabupaten yang penduduknya terus mengalami pertumbuhan
pada tiap tahunnya. Dari tahun 2005-2009 pertambahan penduduk yang ada sebesar 17.825 jiwa,
sedangkan pertumbuhan sarana perumahan adalah sebesar 112 Ha. Jika dihitung secara kasar dari
pertambahan penduduk tahun 2005-2009, maka tiap jiwa membangun sarana perumahan rata-rata
sebesar 62 m
2
. Pembangunan sarana perumahan ini sebagian besar merupakan pengalihfungsian dari
lahan pertanian.
Di samping itu dari tata guna lahan perumahan dapat juga diperhitungkan mengenai tingkat
kepadatan. Secara keseluruhan, sarana perumahan di Kabupaten Klaten pada tahun 2009 adalah
sebesar 30,56% dari luas total wilayah kabupaten. Menurut Keputusan Menteri Kimpraswil No.
327/KPTS/M/2002 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan jika luas
tutupan lahan berkisar antara 30 - 45 % maka termasuk kategori kawasan dengan tingkat kepadatan
rendah. Jadi dilihat dari sisi tata guna lahan perumahan secara keseluruhan wilayah Kabupaten
Klaten mempunyai tingkat kepadatan yang rendah. Namun jika dilihat per kecamatan ada dua
kecamatan yang termasuk kategori kepadatan sedang (45-60%) yaitu Kecamatan Klaten Utara
sebesar 53,08% dan Kecamatan Klaten Tengah sebesar 55,38 %. Sedangkan kecamatan Polanharjo
merupakan kecamatan yang mempunyai kepadatan paling rendah yaitu 17,37% sehingga
dikategorikan sebagai kawasan yang mempunyai tingkat kepadatan sangat rendah (<30%).
Kemudian jika dilihat dari ketersediaan sarana perumahan bagi penduduk Kabupaten Klaten,
menurut Keputusan Menteri Kimpraswil No. 403/2002 kebutuhan ruang tiap penduduk adalah
sebesar 9 m
2
/orang. Pada tahun 2009 jumlah sarana perumahan adalah seluas 20.032 Ha atau
200.320.000 m
2
, sedangkan jumlah penduduk yang ada adalah sebesar 1.303.910 jiwa. Jika dilakukan
perhitungan secara kasar berdasarkan data yang ada, maka tiap penduduk mendapatkan ruang
perumahan seluas 154 m
2
yang berarti jauh melebihi ketetapan yang ada.

2. Keterkaitan Tata Guna Lahan dengan Transportasi Kabupaten Klaten
Transportasi adalah Suatu tindakan, proses, atau hal mentransportasikan atau sedang
ditransportasikan (Morlok). Dengan kata lain, transportasi merupakan usaha untuk memindahkan,
menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan suatu obyek dari suatu tempat ke tempat lain,
dimana tempat lain ini obyek tersebut lebih bermanfaat atau dapat berguna untuk tujuan-tujuan
tertentu (Miro). Sedangkan tata guna lahan adalah segala macam campur tangan manusia, baik
secara menetap ataupun berpindah-pindah terhadap suatu kelompok sumberdaya alam dan
sumberdaya binaan, yang secara keseluruhan disebut lahan, dengan tujuan untuk mencukupi
kebutuhan baik material maupun spiritual, ataupun kebutuhan kedua-duanya (Malingreau, 1978).
Hubungan tata guna lahan dengan transportasi yaitu, di dalam sistem transportasi, tujuan dari
perencanaan adalah menyediakan fasilitas untuk pergerakan penumpang dan barang dari satu
tempat ke tempat lain atau dari berbagai pemanfaatan lahan. Sedangkan di dalam pengembangan
lahan, tujuan dari perencanaan adalah untuk tercapainya fungsi bangunan dan harus
menguntungkan. Sehingga Proses perencanaan transportasi dan pengembangan lahan mengikat satu
sama lainnya. Pengembangan lahan tidak akan terjadi tanpa sistem transportasi, sedangkan sistem
transportasi tidak mungkin disediakan apabila tidak melayani kepentingan ekonomi atau aktivitas
pembangunan.
Transportasi menjadi penghubung (channel) antar guna lahan (space). Bila terjadi peningkatan
kegiatan pada guna lahan, maka beban (demand) pada transportasi akan meningkat pula. Bila
merupakan sistem tertutup, maka akan terjadi kemacetan total (kelumpuhan sistem).
Hubungan antara tata guna lahan dengan transportasi di Kabupaten Klaten terlihat dari
pertumbuhan guna lahan (seperti lahan permukiman, perkantoran dan bangunan lain tempat
berlangsungnya kegiatan) di sepanjang jalan-jalan utama (ribbon development) yang terdapat di
Pusat Kabupaten Klaten, yaitu Kota Klaten. Kota klaten terdiri dari 3 kecamatan, yaitu Kecamatan
Klaten Utara, Kecamatan Klaten Tengah dan Kecamatan Klaten Selatan. Hal ini menimbulkan
keperluan akan aksesibilitas di Kota Klaten. Sehingga penggunaan lahan untuk berbagai kegiatan
(perumahan, perkantoran, pusat perbelanjaan, dll) di Kota Klaten mendekati akses ke jalan utama
tersebut. Dari ketiga kecamatan yang terdapat di Kota Klaten tersebut terdapat penggunaan lahan
untuk berbagai kegiatan sebesar 3986,30 Ha. Dari total luas penggunaan lahan tersebut, terdapat
sekitar 2734,52 Ha yang terkonsentrasi di jalan utama. Artinya, terdapat sekitar 68,9% penggunaan
lahan untuk pusat-pusat kegiatanyang terkonsentrasi d jalan utama. Hal ini menunjukkan bahwa jalan
raya (aksesibilitas transportasi) sangat berpengaruh terhadap tata guna lahan di sekitar jalan
tersebut.


VI. PENGEMBANGAN TATA GUNA LAHAN KABUPATEN KLATEN

Rencana pengembangan dan peraturan penggunaan lahan di Kabupaten Klaten didasarkan pada
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Klaten. RTRW Kabupaten Klaten merupakan
kebijakan Pemerintah Kabupaten Klaten yang menetapkan lokasi yang harus dilindungi, lokasi
pengembangan kawasan budidaya termasuk kawasan produksi dan kawasan permukiman (bangunan
gedung) yang berada dalam wilayah Kabupaten Klaten.
RTRW Kabupaten Klaten dijadikan pedoman bagi pemerintah dan masyarakat dalam
pemanfaatan ruang secara terencana, terarah, terpadu, dan berkesinambungan. Pemanfaatan ruang
ini akan menciptakan suatu pola tata guna lahan dengan berpedoman pada RTRW. Dengan adanya
penataan lahan yang berpedoman pada RTRW ini diharapkan mampu mewujudkan ruang wilayah
kabupaten yang memenuhi kebutuhan pembangunan dengan tetap berwawasan lingkungan, efisien
dalam alokasi investasi, bersinergi, dan dapat dijadikan acuan dalam program pembangunan untuk
tercapainya kesejahteraan masyarakat.
Hingga saat ini pemanfaatan ruang yang dilaksanakan di Kabupaten Klaten didasarkan pada
dokumen RTRW yang masih berlaku yaitu Peraturan Daerah Kabupaten Klaten No. 4 Th. 2006
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Klaten Tahun 2006-2015. RTRW Kabupaten Klaten
ini selanjutnya dugunakan sebagai arahan kebijaksanaan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah
Kabupaten Klaten sebagai pedoman bagi penataan ruang wilayah kabupaten dan dasar dalam
penyusunan program pembangunan, dimana RTRW ini akan diprioritaskan pengembangannya dalam
kurun waktu 10 tahun.
Dalam RTRW Kabupaten Klaten dijelaskan tentang Rencana Struktur dan Rencana Pola
Pemanfaatan Ruang Wilayah yang merupakan acuan dalam RTRW untuk pemanfaatan ruang:

1. Rencana Struktur Pemanfaatan Ruang Wilayah
Merupakan rencana pemanfaatan ruang wilayah berdasarkan hierarki pusat pelayanan wilayah.
Hierarki pusat pelayanan adalah suatu jejaring yang menggambarkan sebaran kota-kota kecamatan
dan fungsional kota-kota yang terkait dengan pola transportasi dan prasarana wilayah lainnya dalam
ruang wilayah Kabupaten Klaten. Hierarki ini terdiri dari sistem pusat permukiman perdesaan dan
perkotaan, serta sistem prasarana wilayah.


a. Sistem Permukiman Perdesaan
Sistem permukiman perdesaan terdiri dari :
Permukiman desa kota, merupakan permukiman perdesaan yang karena posisinya
termasuk dalam wilayah administrasi kota, yaitu sekitar Kota Klaten dan ibukota-ibukota
kecamatan.
Permukiman desa tradisonal, merupakan permukiman perdesaan yang posisinya sebagai
daerah belakang ibukota-ibukota kecamatan.
Dalam strategi pengembangannya pengelolaan kawasan perdesaan diarahkan untuk
meningkatkan fungsi kawasan sebagai permukiman dan sentra produksi pertanian dengan
pendekatan teknologi sehingga tetap memiliki daya tarik bagi penyerapan tenaga kerja dan
pengembangan ekonomi.

b. Sistem Permukiman Perkotaan
Sistem permukiman perkotaan membentuk sistem kota sebagai sistem simpul pelayanan, yang
terdiri dari :
Pusat pelayanan wilayah atau Kota Orde I, yaitu Kota Klaten yang meliputi wilayah
kecamatan Klaten Utara, Klaten Tengah, dan Klaten Selatan, yang berfungsi sebagai : pusat
pelayanan pemerintahan sampai dengan kantor pemerintahan tingkat kabupaten, pusat
pelayanan kesehatan sampai dengan setingkat rumah sakit umum, pusat pelayanan
pendidikan sampai dengan setingkat pendidikan tinggi, pusat pelayanan perdagangan
sampai dengan setingkat pasar khusus (pasar hewan dan buah), dan pusat pelayanan jasa
keuangan sampai dengan setingkat bank umum dan swasta.
Pusat pelayanan sub-wilayah atau Kota Orde II, yaitu Kota Delanggu, Prambanaan, Jatinom,
Cawas, dan Pedan, yang berfungsi sebagai : pusat pelayanan pemerintahan sampai dengan
kantor pemerintahan tingkat kecamatan, pusat pelayanan kesehatan sampai dengan
setingkat puskesmas rawat inap, pusat pelayanan pendidikan sampai dengan setingkat
pendidikan sekolah menengah tingkat atas, pusat pelayanan perdagangan sampai dengan
setingkat pasar khusus umum, dan pusat pelayanan jasa keuangan sampai dengan setingkat
bank cabang tingkat kecamatan.
Pusat pelayanan kecamatan atau Kota Orde III, yaitu Kota Juwiring, Jogonalan, Ceper,
Gantiwarno, Trucuk, Wedi, Wonosari, Karangdowo, Tulung, Polanharjo, Kemalang, Ngawen,
Karanganom, Karangnongko, Kebonarum, Bayat, Manisrenggo, dan Kalikotes, yang
berfungsi sebagai : pusat pelayanan pemerintahan sampai dengan kantor pemerintahan
setingkat kecamatan, pusat pelayanan kesehatan sampai dengan setingkat puskesmas
rawat jalan, pusat pelayanan pendidikan sampai dengan setingkat pendidikan menengah
atas, pusat pelayanan perdagangan sampai dengan setingkat pasar kecamatan, dan pusat
pelayanan jasa keuangan sampai dengan setingkat bank cabang kecamatan dan badan
kredit kecamatan.

Dalam strategi pengembangannya pengelolaan kawasan perkotaan diarahkan untuk
menciptakan simpul koleksi dan distribusi hasil produksi dan barang konsumsi yang optimal
sehingga mampu mendorong perekonomian wilayah. Dalam upaya
pengembangan/pembangunan, wilayah Kabupaten Klaten terbagi dalam Struktur Tata Ruang
Wilayah. Struktur tata ruang wilayah dibuat berdasarkan pembagian Sub Wilayah
Pembangunan (SWP) yang terdiri dari :
SWP I, meliputi Kecamatan Klaten Utara, Klaten Tengah, Klaten Selatan, Kalikotes, Wedi,
Gantiwarno, Jogonalan, Kebonarum, Karangnongko, dan Ngawen, dengan pusat
pertumbuhan di Kota Klaten.
SWP II, meliputi Kecamatan Delanggu, Polanharjo, Wonosari, dan Juwiring, dengan pusat
pertumbuhan di Kota Kecamatan Delanggu.
SWP III, meliputi Kecamatan Prambanan, Manisrenggo dan Kemalang, dengan pusat
pertumbuhan di Kota Kecamatan Klaten.
SWP IV, meliputi Kecamatan Bayat, Cawas, dan Trucuk, dengan pusat pertumbuhan di Kota
Kecamatan Cawas.
SWP V, meliputi Kecamatan Pedan, Ceper, dan Karangdowo, dengan pusat pertumbuhan di
Kota Kecamatan Pedan.
SWP VI, meliputi Kecamatan Jatinom, Tulung, dan Karangaom, dengan pusat pertumbuhan
di Kota Kecamatan Jatinom.

c. Sistem Prasarana Wilayah
Pengembangan sistem prasarana wilayah meliputi transportasi, telekomunikasi, energi,
pengairan, dan prasarana pengelolaan lingkungan, diarahkan pada pemenuhan kebutuhan
masyarakat, peningkatan kualitas pelayanan dan sesuai dengan struktur tata ruang wilayah
yang dituju.

2. Rencana Pola Pemanfaatan Ruang Wilayah
Dalam rencana pola pemanfaatan ruang wilayah digambarkan tentang daerah persebaran
kawasan lindung dan budidaya serta pengembangannya.

a. Kawasan Lindung
Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian
lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan, dan nilai sejarah
serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan yang berkelanjutan. Pengelolaan
kawasan lindung diarahkan dalam upaya mempertahankan kawasan lindung yang masih ada
dan mengoptimalkan fungsinya melalui pengawasan yang lebih baik. Kawasan lindung di
Kabupaten Klaten terdiri dari 4 kawasan, yaitu :
i. Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan di Bawahnya
Merupakan yang berada pada ketinggian dan kemiringan tertentu yang apabila tidak
dilindungi dapat membahayakan kehidupan di kawasan yang berada di bawahnya. Di
Kabupaten Klaten kawasan ini ditetapkan di lereng Gunung Merapi Kecamatan Kemalang
sebesar 15,7% dari luas total Kecamatan Kemalang atau 810,6 Ha.
ii. Kawasan Perlindungan Setempat
Kawasan sempadan sungai
Kawasan sekitar waduk/rawa : ditetapkan meliputi dataran sepanjang tepian danau,
waduk atau rawa, yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik
danau/waduk antara 50-100 meter dari pasang titik tertinggi kea rah darat, terletak di
sekitar Rawa Jombor
Kawasan sekitar mata air ditetapkan meliputi kawasan sekurang-kurangnya dengan jari-
jari 200 meter di sekitar seluruh mata air.
iii. Kawasan Pelestarian Alam
Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi
Kawasan Cagar Budaya :
- Kecamatan Prambanan : Kawasan Candi Prambanan, Candi Sowijan, Candi
Bubrah, Candi Lumbung, Candi Asu, dan Candi Plaosan
- Kecamatan Karangnongko : Kawasan Candi Merak
- Kecamatan Bayat : Kawasan Pandanaran
iv. Kawasan Rawan Bencana
Kawasan rawan bencana letusan Gunung Merapi ditetapkan di sebagian Kecamatan
Kemalang dan Kecamatan Manisrenggo dengan luas sekitar 532 Ha.
Kawasan rawan bencana tanah longsor/erosi ditetapakan di :
- Lereng pegunungan Jiwowetan Kecamatan Wedi
- Desa Sukorini Kecamatan Manisrenggo
- Desa Tegalmulyo, Tlogowatu, Sidorejo, Bumiharjo, Tangkil, Dompol, Kendalsari,
Balerante, Bawukan, dan Kecamatan Kemalang.

b. Kawasan Budidaya
Kawasan budidaya adalah kawasan yang dimanfaatkan secara terencana dan terarah sehingga
dapat berdayaguna dan berhasilguna bagi hidup dan kehidupan manusia yang terdiri dari
kawasan budidaya pertanian dan non-pertanian. Pengelolaan kawasan budidaya diarahkan
pada optimalisasi fungsi kawasan. Kawasan budidaya Kabupaten Klaten terdiri dari :
i. Kawasan Hutan Produksi
Kawasan hutan produksi terbagi menjadi dua yaitu kawasan hutan rakyat dan kawasan
hutan produksi terbatas yang dapat dikelola dengan tetap mempertahankan fungsi
hutannya. Pengembangan kawasan hutan produksi ditetapkan sebagai berikut :
Kawasan hutan rakyat ditetapkan di Kecamatan Kemalang, Karangnongko, Jatinom,
Tulung, Manisrenggo, Gantiwarno, Wedi, Kalikotes, dan Bayat.
Kawasan hutan produksi terbatas ditetapkan di wilayah Kecamatan Bayat.
ii. Kawasan Pertanian
Pengembangan kawasan pertanian ditetapkan sebagai berikut :
Kawasan pertanian lahan basah ditetapkan dengan lokasi tersebar di seluruh wilayah
kecamatan di Kabupaten Klaten, kecuali Kecamatan Kemalang.
Kawasan tanaman pangan lahan kering ditetapkan dengan lokasi di Kecamatan
Kemalang, Manisrenggo, Karangnongko, Jatinom, Tulung, Pedan, Bayat, dan Cawas.
Kawasan tanaman tahunan/perkebunan ditetapkan dengan lokasi di Kecamatan
Kemalang, Karangnongko, Jatinom, Tulung, Bayat, Trucuk, Manisrenggo, dan Wedi.
Kawasan peternakan sapi perah ditetapkan dengan lokasi di Kemalang, Manisrenggo,
Jatinom, Karangnongko, dan Tulung.
Kawasan perikanan air tawar ditetapkan dengan lokasi di sekitar Rawa Jombor
Kecamatan Bayat, Kecamatan Polanharjo, Tulung, dan Kebonarum.
iii. Kawasan Pertambangan
Pengembangan kawasan pertamabangan ditetapkan sebagai berikut :
Pertambangan batu Andesit Karangdowo ditetapkan dengan lokasi di Kecamatan
Karangdowo.
Pertambangan batu gamping ditetapkan dengan lokasi di Kecamatan Bayat dan Cawas.
Pertambangan gabro dan diorit ditetapkan dengan lokasi di Kecamatan Bayat.
Pertambangan lempung alluvial ditetapkan dengan lokasi di Kecamatan Gantiwarno,
Karangnongko, Jogonalan, Kebonarum, Bayat, Ngawen, Karanganom, dan Ceper.
Pertambangan pasir vulkanik dan Andesit Merapi ditetapkan dengan lokasi di
Kecamatan Kemalang dan Manisrenggo.
iv. Kawasan peruntukan industry
Pengembangan kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 46 sebagai
berikut :
a. Kawasan perindustrian ditetapkqn di Desa Karanganom, Kecamatan Klaten Utara dan
Kelurahan Mojayan Kecamatan Klaten Tengah ;
b. Kawasan Industri ditetapkan di Desa Troketon dan Desa Kaligawe Kecamatan Pedan
dengan luas lahan 100 Ha ;
c. Kawasan sentra industri ditetapkan di :
1. Kecamatan Ceper sebagai sentra industri cor logam
2. Kecamatan Pedan sebagai sentra industri tenun ATBM
3. Kecamatan Wedi sebagai sentra industri konveksi
4. Kecamatan Juwiring dan Kecamatan Trucuk sebagai sentra industri mebel/furnitur
5. Kecamatan Bayat sebagai sentra industri gerabah/keramik
6. Kecamatan Trucuk dan Mansrenggo sebagai sentra industri tembakau asapan
7. Kecamatan Ngawen sebagai sentra industri soon
8. Kecamatan Jogonalan sebagai sentra makanan kecil

Kawasan pariwisata sebagaimanan dimaksud dalam Pasal 39 huruf e terdiri dari :
Kawasan wisata alam
Kawasan wisata permainan dan olahraga (pemandian)
Kawasan wisata ziarah (keagamaan)
Kawasan wisata pendidikan (museum)
Kawasan wisata budaya (tradisi)
Kawasan wisata peninggalan sejarah (candi)







Pengembangan kawasan wisata sebagaimana dimaksud dalam pasal 48 ditetapkan sebagai
berikut :
a. Kawasan Wisata Candi Prambanan, Candi Sewu, dan Plaosan di Kecamatan Prambanan
b. Kawasan Wisata Deles Indah di Kecamatan Kemalang
c. Kawasan Wisata Museum Gula Jawa Tengah di Gondangwinangun Kecamatan
Jogonalan
d. Kawasan Wisata Rawa Jombor Permai, Makam Ki Ageng Pandanaran di Kecamatan
Bayat
e. Kawasan Wisata Alam Gunung Watu Prau dan Pegunungan Kidul di Kecamatan Bayat
f. Kawasan Wisata Sumber Air Ingas, Pemandian Lumban Tirto, Pemancingan Janti, dan
Tradisi Padusan di Kecamatan Tulung
g. Kawasan Wisata Pemandian Jolotundo di Kecamatan Karanganom
h. Kawasan Wisata Pemandian Tirtomulyono di Kecamatan Kebonarum
i. Kawasan Wisata Makam Ki Ageng Gribig dan Tradisi Yaqowiyu di Kecamatan Jatinom
j. Kawasan Wisata Makam Ki Ageng Ronggowarsito di Kecamatan Trucuk
k. Kawasan Wisata Makam Ki A. Perwito di Kecamatan Wonosari


Kawasan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf f terdiri dari kawasan
permukiman perdesaan dan kawasan permukiman perkotaan.


Pengembangan kawasan permukiman meliputi :
a. Kawasan permukiman perdesaan ditetapkan di seluruh wilayah kecamatan, dengan
dominasi di Kecamatan Gantiwarno, Wedi, Cawas, Bayat, Trucuk, Kebonarum,
Jogonalan, Manisrenggo, Karangnongko, Ngawen, Ceper, Karangdowo, Juwiring,
Wonosari, Polanharjo, Karanganom, Tulung dan Kemalang
b. Kawasan permukiman perkotaan ditetapkan di Kecamatan Klaten Utara, Klaten Tengah,
Klaten Selatan, Delanggu, Prambanan, Kalikotes, Pedan, Jatinom dan pusat-pusat
pelayanan kecamatan lainnya
Pembangunan dan pengembangan kawasan perumahan baru harus mengacu pada persyaratan
lokasi sebagai berikut :
a. Tidak berlokasi pada kawasan rawan bencana
b. Tidak berlokasi pada kawasan konservasi
c. Tidak berlokasi pada kawasan yang masih dalam sengketa
d. Mempunyai sumber air baku yang memadai (kualitas dan kuantitas) atau terhubungkan
dengan jaringan pelayanan air bersih serta jaringan sanitasi dan pernatusan berskala kota
e. Terletak pada hamparan dengan luasan yang cukup, yang memungkinkan
terselenggarakannya pola hunian yang berimbang
f. Tidak terganggu oleh kebisingan
g. Memiliki pola permukiman yang kompak
h. Memiliki kemudahan mencapai fasilitas umum
i. Topografi cukup datar, dengan kelerengan lahan 25%


Kawasan Prioritas
Kawasan prioritas pembangunan yang perlu mendapat perhatian dalam pengembangannya
meliputi :
a. Kawasan perbatasan, terletak di Kecamatan Prambanan, Juwiring, Wonosari, Cawas,
Manisrenggo dan Tulung
b. Kawasan pertumbuhan cepat, terletak di Klaten Utara, Klaten Tengah, Klaten Selatan,
Pedan, Jogonalan dan Delanggu
c. Kawasan pengembangan sektor-sektor strategis/unggulan pertanian tanaman pangan,
terletak di Kecamatan Delanggu, Wonosari, Juwiring, Cawas, Karangdowo, Trucuk dan
Polanharjo
d. Kawasan kritis yang perlu dipelihara fungsi lindungnya untuk menghindarkan kerusakan
lingkungan, terletak di Kecamatan Gantiwarno, Bayat, Manisrenggo, Karangnongko,
Tulung, Jatinom, Kemalang
e. Kawasan prioritas Konservasi Lereng Gunung Merapi terletak di Kecamatan Kemalang
f. Kawasan Pengembangan Kawasan Tertinggal terletak di Kecamatan Bayat dan
Gantiwarno
Pengembangan kawasan prioritas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1), memiliki
kriteria sebagai berikut :
a. Kawasan yang mempunyai kontribusi terhadap pencapaian sasaran pembangunan secara
regional dan nasional
b. Kawasan yang tidak masuk dalam deliniasi kawasan tertentu dan andalan tetapidari
dimensi Daerah memiliki peranan untuk pertumbuhan dan pemerataan yang besar
c. Kawasan yang mempunyai permasalahan ruang yang harus segera ditangani
Rencana pengembangan prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan pada Peta
Rencana Kawasan Prioritas merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Anda mungkin juga menyukai