Anda di halaman 1dari 15

IDENTIFIKASI PUSAT PERTUMBUHAN DAN DAERAH

HINTERLAND KABUPATEN OGAN KOMERING ULU


PROPINSI SUMATERA SELATAN
IDENTIFY THE GROWTH CENTER AND HINTERLAND ON
OGAN KOMERING ULU REGENCY
AT SOUTH SUMATERA PROVINCE
Emi Suwarni 1
Email : emisuwarni@ymail.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi daerah-daerah yang
menjadi pusat pertumbuhan serta daerah hinterland di Kabupaten
Ogan Komering Ulu Propinsi Sumatera Selatan. Data yang
digunakan merupakan data sekunder yang diterbitkan oleh BPS
Sumatera Selatan, BPS Kabupaten Ogan Komering Ulu serta dinasdinas di lingkungan Kabupaten Ogan Komering Ulu. Analisis yang
digunakan adalah analisis Scalogram untuk mengidentifikasi pusatpusat pertumbuhan dan analisis gravitasi untuk mengidentifikasi
daerah-daerah hinterland. Hasil analisis scalogram menunjukkan
bahwa terdapat 3 kecamatan yang menjadi pusat pertumbuhan di
Kabupaten Ogan Komering Ulu, yaitu Kecamatan Baturaja Barat,
Baturaja Timur dan Lubuk Raja. Setiap pusat pertumbuhan memiliki
beberapa daerah hinterland.
Kata Kunci: Pusat-pusat pertumbuhan, daerah hinterland, analisis
Scalogram, analisis gravitasi
Absract
This research is conducted to identify the growth center and
hinterland on Ogan Komering Ulu Regency at South Sumatra
Province. Object of this research are sub-districts on Ogan Komering
1 Mahasiswa Program Doktor Pascasarjana Universitas Padjajaran (UNPAD)
Bandung.

91

Ulu Regency. The data obtain from Central Board of Statistics. By


using scalogram analysis we find that 3 sub-district identified as
growth center, such as West Baturaja district, East Baturaja and
Lubuk Raja , each growth center have several hinterland.
Keywords: growth center, hinterland, scalogram analysis, gravitacy
analysis

PENDAHULUAN
Pembangunan ekonomi suatu daerah adalah satu proses dimana
pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber
daya yang ada, dan membentuk pola kemitraan antara pemerintah
daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja
baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah
tersebut (Arsyad,1999:108).
Dalam kerangka itu, pembangunan ekonomi juga ditujukan
untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara adil dan
merata. Salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur
pembangunan ekonomi yang terjadi di suatu daerah adalah
pertumbuhan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) yang
diperoleh daerah tersebut.
Pertumbuhan yang tinggi juga diperlukan guna mempercepat
perubahan struktur perekonomian daerah menuju perekonomian yang
terus meningkat dan dinamis. Adapun ciri daerah yang
perekonomiannya terus meningkat adalah industri yang kuat dan
maju, pertanian yang tangguh serta memiliki basis pertumbuhan
sektoral yang berpotensi besar. Selain itu, pertumbuhan juga
diperlukan untuk menggerakkan dan memacu pembangunan dibidang
lainnya yang akan meningkatkan pendapatan masyarakat.
Ogan Komering Ulu adalah salah satu kabupaten di Sumatera
Selatan yang saat ini sedang berupaya untuk meningkatkan
pembangunan daerah. Pemerintah daerah Kabupaten Ogan Komering
Ulu selalu berupaya agar pertumbuhan Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) kabupaten ini selalu meningkat dari tahun ke tahun.
Untuk mengetahui pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto
Kabupaten Ogan Komering Ulu dapat dilihat pada Tabel 1.
92

Tabel 1. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto


Kabupaten Ogan Komering Ulu menurut lapangan usaha
Atas Dasar Harga Konstan 2000
Tahun
2008
2009
6,54
7,78

Lapangan Usaha
2006 2007
2010
Pertanian
8,12
6,38
8,02
Pertambangan dan
0,16
0,19
-0,73 1,84
0,26
penggalian
Industri
3,17
2,92
2,34
2,92
3,34
Listrik, Gas dan Air
1,84
2,88
3,93
5,32
5,51
Minum
Bangunan/ konstruksi
2,43
3,54
5,24
5,24
7,08
Perdagangan,Hotel&
3,24
3,62
5,24
6,69
8,13
Restauran
Angkutan dan
5,45
5,81
4,99
6,74
8,09
Komunikasi
Keuangan dan Jasa
2,28
2,76
4,45
4,77
4,99
Persewaan
Jasa-jasa
4,49
3,42
5,32
5,46
5,71
PDRB
4,49
3,42
5,32
5,46
5,13
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Ogan Komering Ulu, 2011
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa pada tahun 2007 pertumbuhan
ekonomi mengalami penurunan sebesar 1,07 persen dibandingkan
dengan tahun 2006.
Demikian pula yang terjadi pada pertumbuhan ekonomi
kabupaten
pada tahun 2010 yaitu sebesar 5,13 persen. Jika
dibandingkan dengan angka pertumbuhan pada tahun 2009, maka
pertumbuhan PDRB tahun 2010 ini cenderung mengalami kenaikan
yang tidak signifikan, yaitu 5,46 persen tahun 2009 menjadi 5,13
persen pada tahun 2010. Hal ini terjadi kecenderungan peningkatan
pertumbuhan ekonomi yang berfluktuatif pada Kabupaten Ogan
Komering Ulu Propinsi Sumatera Selatan.
Adanya peran pemerintah daerah untuk menjaga stabilitas
perekonomian,
serta
mengembangkan
dan
mempercepat
perekonomian daerah yang ada, membuat pemerintah daerah harus
menentukan wilayah-wilayah mana yang secara ekonomi, sosial, dan
kultural memiliki potensi untuk dikembangkan. Potensi yang
93

dikembangkan adalah yang secara alami maupun disebabkan adanya


pembangunan. Hal ini penting, agar pemerintah dapat lebih dapat
menempatkan pembangunan infrastruktur dan fasilitas-fasilitas
lainnya pada lokasi yang dapat memberikan dampak yang positif
terhadap pembangunan ekonomi.
Model pembangunan daerah yang dapat diterapkan pada
kawasan-kawasan pengembangan merupakan salah satu alternatif
yang dapat diterapkan di Indonesia. Pengembangan wilayah ini dapat
merangsang kegiatan ekonomi yang pada akhirnya turut berdampak
terhadap pengembangan kegiatan pembangunan wilayah. Adanya
pengembangan tersebut akan diikuti dengan pembangunan
infrastruktur, transportasi, komunikasi dan kelembagaan sosial yang
secara alami dapat meningkatkan daya tarik investasi. Implikasinya
terhadap kegiatan ekonomi masyarakat adalah hasil produksi dari
pusat pertumbuhan tersebut, dipakai oleh kegiatan ekonomi yang
berada daerah sekitar (hinterland), sedangkan sisi lainnya adalah
produksi hasil daerah hinterland tersebut juga dipakai untuk kegiatan
ekonomi yang ada di pusat pertumbuhan. Oleh karena itu, kebijakan
yang diambil di pusat pertumbuhan tersebut merupakan generator
untuk kegiatan ekonomi daerah sekitar. Kutub-kutub pertumbuhan
tersebut dapat diaplikasikan untuk menjembatani perbedaan peluangpeluang kegiatan ekonomi yang ada.
Perumusan Masalah
1. Kecamatan-kecamatan manakah yang menjadi pusat/kutubkutub pertumbuhan pada Kabupaten Ogan Komering Ulu di
Propinsi Sumatera Selatan?
2. Kecamatan-kecamatan manakah yang menjadi hinterland
bagi kecamatan lain pada Kabupaten Ogan Komering Ulu di
Propinsi Sumatera Selatan?
Tujuan Penelitian
1. Mengindentifikasikan kecamatan-kecamatan yang dapat
dikembangkan sebagai pusat / kutub-kutub pertumbuhan
pada Kabupaten Ogan Komering Ulu di Propinsi Sumatera
Selatan.

94

2. Mengetahui kecamatan-kecamatan yang yang menjadi


hinterland bagi kecamatan lain pada Kabupaten Ogan
Komering Ulu di Propinsi Sumatera Selatan.

TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Pusat Pertumbuhan
Perkembangan modern konsep pusat pertumbuhan (growth point
concept) terutama berasal dari teori kutub pertumbuhan pertamakali
diperkenalkan oleh ekonom Perancis yaitu Francis Perroux dengan
teorinya pole croisanse atau pole de development. Pemikiran dasar
teori ini adalah kegiatan ekonomi di dalam suatu daerah cenderung
terpusat pada satu titik lokal (pusat). Kegiatan ekonomi tersebut akan
semakin berkurang pengaruhnya jika semakin menjauh dari pusat
pertumbuhan tersebut. Akhirnya, pusat tersebut dapat dikatakan
sebagai titik pertumbuhan sedangkan daerah sekitarnya yang masih
terpengaruh adalah daerah pengaruhnya.
Menurut Sihotang (2001:97), semakin kuat ciri-ciri nodal dari
daerah yang bersangkutan, akan semakin tinggi tingkat
pertumbuhannya dan perkembangan ekonomi sosialnya. Dengan
demikian, kebijakan regional yang diterapkan akan berhasil jika
kebijakan tersebut mendukung ciri-ciri nodal alami yang sudah
terbentuk pada daerah tersebut.
Selain itu, pusat-pusat penduduk yang besar mempunyai potensi
pasar yang tinggi dan secara kultural dan sosial lebih menarik untuk
dikembangkan. Dengan demikian, titik pertumbuhan biasanya terjadi
secara alami dan kemudian dikembangkan sehingga peningkatan
ekonomi pada pusat pertumbuhan tersebut amat tergantung dari
penggunaan sumber daya yang digunakan pada titik dan daerah
pengaruhnya.
Teori Kutub Pertumbuhan
Teori kutub pertumbuhan yang diperkenalkan oleh ekonom
Perancis Francis Perroux dalam Arsyad (1999:147) dengan teorinya
pole croisanse atau pole de development dimana telah mendefinisikan
kutub pertumbuhan regional sebagai seperangkat industri-industri
sedang mengalami perkembangan, dan berlokasi di suatu daerah
perkotaan dan mendorong perkembangan lanjut dari kegiatan eknomi
95

melalui daerah pengaruhnya. Pemikiran dasar dari teori ini adalah


kegiatan ekonomi didalam suatu daerah cenderung terpusat pada satu
titik lokal (pusat).
Menurut Arsyad (1999:148) inti teori yang dikemukakan oleh
Perroux tersebut adalah :
a) Dalam proses pembangunan akan muncul industri unggulan yang
merupakan industri penggerak utama dalam pembangunan suatu
daerah. Sehingga, pengembangan terhadap industri unggulan akan
mempengaruhi industri lainnya yang berhubungan erat dengan
industri unggulan tersebut.
b) Pemusatan industri pada suatu daearah akan mempercepat
pertumbuhan ekonomi.
Menurut Richadson dalam Sitohang (2001:98) faktor utama
ekspansi regional adalah interaksi antara industri-industri inti (industri
penggerak) yang merupakan pusat nadi dari kutub perkembangan.
Konsep titik pertumbuhan (growth point concept) adalah
merupakan mata rantai antara struktur daerah-daerah nodal yang
berkembang dengan sendirinya dan perencanaan fisik dan regional.
Sebagaimana telah diketahui, keuntungan-keuntungan aglomerasi
menyebabkan konsentrasi produksi lebih efisien dari pada yang
terpencar-pencar, sedangkan keseimbangan antara keuntungankeuntungan skala dalam penyediaan pelayanan-pelayanan sentral dan
keinginan akan kemudahan hubungan telah mengakibatkan
konsentrasi penduduk yang tersusun dalam suatu hirarki
difokuskannya pusat-pusat sub-regional bagi pertumbuhan telah
membantu menjembatani celah antara teori lokasi dan teori ekonomi
regional. la juga memasukkan unsur kesatuan dan pengarahan ke
dalam kebijaksanaan-kebijaksanaan regional seperti: pembuatan
prasarana pada titik-titik pertumbuhan, lokasi perumahan baru, dan
penggairahan migrasi intra-regional dan perjalanan ke tempat kerja ke
pusat-pusat yang direncanakan.
Pemikiran dasar dari titik pertumbuhan adalah bahwa kegiatan
ekonomi di dalam suatu wilayah cenderung beraglomerasi di sekitar
sejumlah titik-titik tokal. Di dalam suatu wilayah, arus polarisasi akan
bergravitasi ke arah titik-titik tokal ini, walaupun kepadatan dari arus
tersebut akan berkurang karena jarak. Di sekitar titik tokal (pusat
dominan) kita dapat menentukan garis perbatasan dimana kepadatan
arus turun sampai suatu tingkat kritis minimum, pusat tersebut dapat
96

dinamakan sebagai titik pertumbuhan, sedangkan wilayah di dalam


garis perbatasan merupakan wilayah pengaruhnya (wilayah
pertumbuhan).
Berdasarkan penafsiran di atas, distribusi penduduk secara
spasial tersusun dalam sistem pusat hirarki dan kaitan-kaitan
tungsional. Semakin kuat ciri-ciri nodal dari wilayah- wilayah yang
bersangkutan semakin tinggi tingkat pertumbuhannya dan demikian
juga halnya dengan tingkat perkembangan ekonomi dan sosialnya.
Dengan demikian rencana pengembangan wilayah akan lebih berhasil
jika rencana tersebut diarahkan untuk memperkuat ciri-ciri titik
pertumbuhan alamiah yang terdapat di masing-masing wilayah.
Strategi titik pertumbuhan dapat ditafsirkan sebagai upaya
mengkombinasikan ciri-ciri tempat sentral yang mempunyai orde
tinggi dan lokasi potensial yang akan memberikan keuntungankeuntungan aglomerasi.
Jadi jelaslah konsep titik pertumbuhan itu merupakan mata
rantai penghubung antara struktur wilayah-wilayah nodal yang
berkembang dengan sendirinya dengan perencanaan fisik dan wilayah.
Teori Tempat Sentral
Menurut teori ini bahwa fungsi pokok suatu pusat kota adalah
sebagai pusat pelayanan bagi daerah-daerah belakangnya yang
mengemban fungsi sosial-ekonomi bertindak untuk melayani daerah
hinterlandnya (desa atau kota lainnya yang mempunyai pengaruh
hubungan yang kuat). Kota yang mampu melayani masyarakat kota
sering disebut fungsi kota, yang selalu dikaitkan dengan sosial
ekonomi utama suatu kota. Fungsi kota dicerminkan oleh kelengkapan
dan kualitas fasilitas pelayanan perkotaan yang dimilikinya,
disamping itu kota ditinjau dari segi aksesibilitasnya ke kota-kota lain
atau wilayah belakangnya. Pola ideal yang diharapkan terbentuk,
asumsi homogin dalam hal bentuk medan, kualitas tanah dan tingkat
ekonomi penduduk serta budayanya, Christaller menyajikan bentuk
pola pelayanan seperti jejaring segi enam (hexagonal). Bentuk pola
pelayanan hexagonal ini secara teoritis mampu memperoleh optimasi
dalam hal efisiensi transportasi, pemasaran dan administrasi (Haggett,
2001).
Kota sebagai pusat pelayanan juga, diharapkan memiliki
fasilitas pelayanan seperti; (1) pusat dan pertokoan sebagai fokus
97

point dari suatu kota, (2) sarana dan prasarana transportasi, (3) tempat
rekreasi dan oleh raga, dan (4) sarana pendidikan, kesehatan dan
obyek wisata. Dengan demikian kota menyediakan segala fasilitas
bagi kehidupan baik sosial maupun ekonomi, sehingga baik tempat
tinggal maupun bekerja dan berkreasi dapat dilakukan dalam kota
(Jayadinata,1992:104).
Fasilitas-fasilitas tersebut merupakan sarana untuk memenuhi
kebutuhan kebutuhan penduduk. Semakin lengkap penyediaan
fasilitas-fasilitas di suatu tempat berarti semakin kuat daya tarik
mengundang penduduk dan kegiatan-kegiatan produktif untuk datang
ke tempat tersebut. Dalam meningkatkan pembangunan wilayah harus
diupayakan untuk memanfaatkan peran kota-kota sebagai pusat
pertumbuhan dan pusat pelayanan. Ada dua faktor penting yang perlu
diperhatikan sehubungan dengan peran pusat-pusat dan hirarki dari
masing-masing pusat. Pusat-pusat pelayanan yang lebih kecil adalah
penghubung antara pusat-pusat pelayanan yang lebih besar dengan
daerah pedesaan.

METODE PENELITIAN
Ruang Lingkup
Ruang lingkup pembahasan penelitian ini adalah identifikasi
kecamatan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi serta interaksi
kecamatan-kecamatan sebagai pusat pertumbuhan dengan kecamatan
lainnya sebagai pendukungnya (hinterland).
Data dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder,
dimana data yang dikumpulkan merupakan data yang telah diolah dan
diterbitkan oleh lembaga atau dinas di lingkungan pemerintah
Kabupaten Ogan Komering Ulu. Dalam penelitian ini data sekunder
diperoleh antara lain dari : Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera
Selatan, Balai Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Ogan Komering Ulu
serta kantor-kantor dinas di lingkungan pemerintah Kabupaten Ogan
Komering Ulu.
Tekhnik Analisis
98

Teknik analisis yang akan digunakan adalah deskriptif analisis


yang dapat memberikan gambaran dan sebaran geografis tiap
kecamatan yang kemudian dilakukan perhitungan secara kuantitatif.
Adapun alat analisis yang digunakan adalah :
a) Metode Scalogram
Salah satu indikator suatu daerah dikategorikan sebagai pusat
kegiatan ekonomi adalah memiliki keuntungan konsentrasi perkotaan
yang meliputi diantaranya fasilitas-fasilitas komersial, perbankan dan
finansial, transportasi, komunikasi, adanya fasilitas-fasilitas sosial,
hiburan dan keuntungan skala dalam pelayanan umum oleh
pemerintah (Sitohang, 2001:65)
Tujuan digunakanya analisis Scalogram
adalah untuk
mengidentifikasikan kecamatan, sehingga dapat dikelompokan
menjadi pusat-pusat petumbuhan berdasarkan pada fasilitas perkotaan
yang dimiliki. Karena, mampu tidaknya suatu kecamatan
dikategorikan sebagai pusat pertumbuhan dilihat dari fasilitas
perkotaan yang dimilikinya (Blakely, 1994:94-99)
Analisis ini bertujuan untuk mengidentifikasikan peranan suatu
kota berdasarkan pada kemampuan kota tersebut memberikan
pelayanan kepada masyarakat. Semakin lengkap pelayanan yang
diberikan, menunjukan bahwa kota tersebut mempunyai tingkatan
yang tinggi dan dapat dikatakan sebagai pusat pertumbuhan.
b) Konsep Interaksi / Gravitasi
Konsep dasar dari analisis ini adalah membahas mengenai
ukuran dan jarak antara dua tempat, yaitu pusat pertumbuhan dengan
daerah sekitarnya, sampai seberapa jauh suatu daerah pusat
mempengaruhi dan berinteraksi dengan daerah sekelilingnya. Analisis
ini masih berkaitan dengan analissis Scalogram, dimana setelah
diketahui daerah pertumbuhan maka akan dihitung indeks gravitasi
dari pusat pertumbuhan tersebut yang mengambarkan interaksi antara
daerah pusat dengan daerah sekitarnya, dengan menggunakan
modifikasi rumus Carrothers yang mengikuti hukum gravitasi Newton
sebagai berikut :
I =

P1.P 2
J2

dimana :
99

I =
P1 =
P2 =
J2 =

Besarnya indeks gravitasi antara wilayah 1 dengan Wilayah 2


Jumlah penduduk di wilayah 1
Jumlah penduduk di wilayah 2
Jarak dari wilayah 1 dengan 2 (dalam kilometer)
Posisi sebagai hinterland dari suatu daerah akan ditentukan
berdasarkan besarnya nilai indeks gravitasi yang dihitung. Jika Indeks
Gravitasi suatu wilayah hinterland (A) dengan pusat pertumbuhan X
lebih besar dibandingkan dengan indeks gravitasi wilayah A dengan
pusat pertumbuhan Y, maka wilayah tersebut akan dikategorikan
sebagi wilayah hinterlandnya pusat pertumbuhan X.
Analisis Model Gravitasi bertujuan untuk mengetahui hubungan
kedekatan antara dua daerah, dalam hal ini daerah dianggap massa
yang mempunyai daya gravitasi yang saling tarik-menarik, hubungan
ini diidentifikasikan sebagai interaksi ekonomi anatara pusat
pertumbuhan dengan daerah sekitarnya, hubungan antara kedua
daerah tersebut dicerminkan dalam nilai indeks gravitasi yang
diperoleh.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Analisis Scalogram
Analisis Scalogram dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan
suatu wilayah dalam memberikan pelayanan pada masyarakat
berdasarkan kualitas dan kuantitas fasilitas ekonomi, sosial dan
pemerintahan yang tersedia di masing-masing wilayah yang dalam hal
ini kecamatan. Kemampuan memberikan pelayanan tersebut
ditunjukkan dengan kualitas dan kuantitas atas ketersediaan fasilitas
perkotaan. Semakin bervariasinya fasilitas perkotaan suatu daerah,
memunjukkan bahwa daerah tersebut memberikan palayanan yang
lebih lengkap kepada masyarakat dibandingkan dengan daerah
lainnya. Kondisi inilah yang mengakibatkan suatu daerah mampu
berperan sebagai suatu pusat pertumbuhan bagi wilayahwilayah
sekitarnya.

100

Tabel 2. Nilai Analisis Scalogram mengenai Fasilitas


Perkotaan/Kabupaten OKU di Propinsi Sumatera Selatan
Ketersediaan Fasilitas Perkotaan Nilai
Sosial Ekonomi Pemerintahan Total
213
57
22
292
1 Lengkiti
162
26
26
214
2 Sosoh Buay Rayap
157
11
42
210
3 Pengandonan
229
51
24
304
4 Semidang Aji
139
5
22
166
5 Ulu Ogan
274
55
45
374
6 Peninjauan
218
56
30
304
7 Lubuk Batang
159
44
29
232
8 Sinar Peninjauan
741
1628
249
2618
9 Baturaja Timur
220
141
50
411
10 Lubuk Raja
340
189
92
621
11 Baturaja Barat
Sumber : BPS Kabupaten OKU 2011 (data diolah)
No

Kecamatan

Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa hasil perhitungan analisis


scalogram atas ketersediaan fasilitas sosial pada tiap-tiap kecamatan
pada Kabupaten Ogan Komering Ulu. Pada Tabel 2 tersebut dapat
dilihat bahwa nilai scalogram tertinggi diperoleh 3 kecamatan, yaitu
kecamatan Baturaja Timur dengan nilai 741, Kecamatan Baturaja
Barat dengan nilai 340 dan Kecamatan Peninjauan dengan nilai 274.
Ketersediaan fasilitas sosial ini menunjukkan bahwa banyaknya
ketersediaan fasilitas kesehatan dan pendidikan yang dimiliki oleh
masing-masing kecamatan .
Pada hasil perhitungan atas ketersediaan fasilitas ekonomi
pada Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai tertinggi diperoleh 3
kecamatan yaitu Kecamatan Baturaja Timur dengan nilai 1628,
Kecamatan Baturaja Barat dengan nilai 189 dan Kecamatan Lubuk
Raja dengan nilai 141. Hal ini menunjukkan bahwa pada ketiga
kecamatan tersebut perputaran kegiatan ekonominya lebih baik
sehingga penduduk di sekitar tiga kecamatan tersebut memiliki
ketertarikan untuk bertransaksi ekonomi. Ketersediaan fasilitas
ekonomi ini akan mendorong para wirausaha untuk membuka usaha di
sana.
101

Nilai ketersediaan fasilitas pemerintahan menunjukkan


Kecamatan Baturaja Timur sebagai pusat pemerintahan daerah
Kabupaten Ogan Komering Ulu memiliki nilai tertinggi yaitu sebesar
249. Nilai ini memiliki selisih yang sangat tinggi bila dibandingkan
dengan kecamatan-kecamatan lain. Hal ini disebabkan Kecamatan
Baturaja Timur merupakan ibukota Kabupaten Ogan Komering Ulu,
sehingga berbagai fasilitas pemerintahan terpusat di kecamatan ini.
Bila dilihat dari total ketersediaan fasilitas perkotaan yang
meliputi fasilitas sosial, fasilitas ekonomi dan fasilitas pemerintahan,
maka diperoleh 3 kecamatan yang memiliki nilai tertinggi. Kecamatan
tersebut adalah Kecamatan Baturaja Timur dengan total nilai 2618,
Kecamatan Baturaja Barat dengan total nilai 621 dan Kecamatan
Lubuk Batang dengan total nilai 411.
Kecamatan Baturaja memiliki total nilai tertinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa Baturaja Timur adalah kecamatan yang
merupakan pusat pertumbuhan utama di Kabupaten Ogan Komering
Ulu. Hal ini terlihat dari fasilitas-fasilitas perkotaan, baik fasilitas
sosial, fasilitas ekonomi dan fasilitas pemerintah banyak tersedia di
kecamatan ini.
Selain Kecamatan Baturaja Timur, Kecamatan Baturaja Barat
juga teridentifikasi sebagai pusat pertumbuhan di Kabupaten Ogan
Komering Ulu. Kecamatan Baturaja Barat memiliki ketersediaan
fasilitas sosial berupa fasilitas tenaga medis dan kesehatan dengan
nilai yang tinggi. Selain itu di kecamatan ini terdapat persebaran unit
usaha baik industri logam mesin, industri agro dan hasil hutan serta
industri kimia.
Kecamatan Lubuk Batang juga teridentifikasi sebagai pusat
pertumbuhan di Kabupaten Ogan Komering Ulu. Berdasarkan data
Dinas Perdagangan dan Koperasi PKM Kabupaten Ogan Komering
Ulu, Kecamatan Lubuk Batang ini memiliki ketersediaan fasilitas
ekonomi yaitu, persebaran perusahaan dagang yang termasuk kategori
perusahaan kecil. Selain ketersediaan fasilitas kesehatan juga terdapat
beberapa pertokoan yang merupakan ketersediaan fasilitas ekonomi di
kecamatan ini.
Analisis Model Gravitasi
Analisis Model Gravitasi bertujuan untuk mengetahui hubungan
kedekatan antara dua daerah, dalam hal ini daerah dianggap massa
102

yang mempunyai daya gravitasi yang saling tarik-menarik. Hubungan


ini diidentifikasikan sebagai interaksi ekonomi antara pusat
pertumbuhan dengan daerah kecamatan sekitarnya. Hubungan antara
kedua daerah tersebut dicerminkan dalam nilai indeks gravitasi yang
terbesar.
Hasil perhitungan dengan menggunakan analisis gravitasi dapat
dilihat pada Tabel 3 pada halaman berikut ini:
Hasil perhitungan analisis gravitasi pada Tabel 3. menunjukkan
bahwa pada pusat pertumbuhan Kecamatan Baturaja Timur terdapat 3
kecamatan yang memiliki nilai gravitasi yang tinggi. Kecamatan
tersebut adalah Kecamatan Baturaja Barat dengan nilai gravitasi
159412596,00, Kecamatan Lubuk Raja dengan nilai gravitasi
13335733,11 dan Kecamatan Lubuk Batang.dengan nilai gravitasi
8517737,92.
Pada pusat pertumbuhan Kecamatan Lubuk Raja terdapat 3
kecamatan yang memiliki nilai gravitasi yang tinggi. Kecamatan
tersebut adalah Kecamatan Baturaja Timur dengan nilai gravitasi
13335733,11, Kecamatan Baturaja Barat dengan nilai gravitasi
1635402,25 dan Kecamatan Sosoh Buay Rayap dengan nilai gravitasi
945136,20.
Tabel 3. Hasil Analisis Gravitasi
Kecamatan

Baturaja
Timur
3190779.41
5838823.76
817171.47
1575977.05
345694.29
930653.63
8517737.92
470791.24

Lubuk Raja

Baturaja Barat

Lengkiti
653688.52
987851.20
Sosoh Buay Rayap
945136.20
4067266.56
Pengandonan
176107.57
526288.38
Semidang Aji
374449.57
6576444.69
Ulu Ogan
69273.72
320601.31
Peninjauan
213295.08
1856624.18
Lubuk Batang
758609.13
31597836.48
Sinar Peninjauan
288575.16
719777.22
Baturaja Timur
13335733.11 159412596.00
Lubuk Raja
13335733.11
1635402.25
Baturaja Barat
159412596.00 1635402.25
Sumber: Data diolah dari BPS Kabupaten OKU, 2011
103

Pada pusat pertumbuhan Kecamatan Baturaja Barat juga


terdapat 3 kecamatan yang memiliki nilai gravitasi tertinggi.
Kecamatan tersebut adalah Kecamatan Baturaja Timur dengan nilai
gravitasi 159412596,00, Kecamatan Lubuk Batang dengan nilai
gravitasi 31597836,48 dan Kecamatan Semidang Aji dengan nilai
gravitasi 6576444,69. Hasil analisis nilai gravitasi tertinggi pada
pusat-pusat pertumbuhan ini, dapat diidentifikasikan bahwa daerah
tersebut merupakan daerah hinterland. Dalam hal ini dapat
diidentifikasikan bahwa:
1. Pusat pertumbuhan Baturaja Timur memiliki daerah-daerah
hinterland, yaitu Kecamatan Baturaja Barat, Kecamatan
Lubuk Raja dan Kecamatan Lubuk batang.
2. Pusat Pertumbuhan Baturaja Barat memiliki daerah-daerah
hinterland, yaitu Kecamatan Baturaja Timur, Kecamatan
Lubuk Batang dan Kecamatan Semidang Aji.
3. Pusat pertumbuhan Lubuk Raja memiliki daerah-daerah
hinterland, yaitu Kecamatan Baturaja Timur, Kecamatan
Baturaja Barat dan Kecamatan Sosoh Buay Rayap.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
1. Hasil analisis scalogram menunjukkan bahwa terdapat tiga
kecamatan yang teridentifikasi sebagai pusat pertumbuhan di
Kabupaten Ogan Komering Ulu Propinsi Sumatera Selatan.
Kecamatan tersebut adalah Kecamatan Baturaja Timur,
Kecamatan Baturaja Barat dan Kecamatan Lubuk Raja.
2. Hasil analisis gravitasi, memperlihatkan bahwa masingmasing pusat pertumbuhan tersebut memiliki daerah
hinterland. Pusat pertumbuhan Kecamatan Baturaja Timur
memiliki daerah hinterland yaitu Kecamatan Baturaja Barat,
Kecamatan Lubuk Raja dan Kecamatan Lubuk Batang. Pusat
pertumbuhan Kecamatan Lubuk Raja memiliki daerah
hinterland yaitu Kecamatan Baturaja Timur, Kecamatan
Baturaja Barat dan Kecamatan Sosoh Buay Rayap. Pusat
pertumbuhan Baturaja Barat memiliki daerah hinterland,
yaitu Kecamatan Baturaja Timur, Kecamatan Lubuk Batang
dan Kecamatan Semidang Aji.
104

Saran
1.

2.

Daerah yang diidentifikasikan sebagai pusat pertumbuhan,


agar dikembangkan sebagai daerah pusat pertumbuhan di
Kabupaten Ogan Komering Ulu.
Pengembangan wilayah pada pusat-pusat pertumbuhan
dengan investasi padat modal akan merangsang
pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya merangsang
kegiatan pembangunan wilayah. Kebijakan pemerintah
dengan industri padat modal diikuti dengan pembangunan
infrastruktur, transportasi, komunikasi dan kelembagaan
sosial yang secara alami dapat meningkatkan daya tarik
investasi.

DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Lincolin. 1999. Ekonomi Pembangunan, Yogyakarta,STE
YKPN.
BPS, 2011. Ogan Komering Ulu Dalam Angka.
BPS, Sumatera Selatan Dalam Angka, beberapa terbitan.
Blakeley, Edward J. 1994. Planning Local Economic Development,
Theory and Practice, USA, Second edition, : SAGE Publication
Inc.
Haggett, 2001. Geography. A Global Synthesis, New York, Pearson
Education Ltd, Prentice Hall.
Jayadinata, J.T, 1992. Tata guna tanah dalam Perencanaan Pedesan
Perkotaan dan Wilayah Bandung. Bandung, Penerbit ITB.
Sitohang, Paul. 2001. Dasar-dasar Ilmu Ekonomi Regional, Edisi
Revisi, Jakarta, Penerbit FE-UI.

105

Anda mungkin juga menyukai