Anda di halaman 1dari 79

SOAL-SOAL UNDANG-UNDANG KEPABEANAN.

Lingkari jawaban (huruf a,b,c,atau d) yang paling tepat/benar.


1. Kepabeanan adalah:

a. segala hal yang berhubungan dengan pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk
atau keluar daerah pabean serta pemungutan bea masuk dan bea keluar.
b. segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas barang yang diimpor ke
dalam atau diekspor keluar daerah pabean serta pemungutan bea masuk dan bea
keluar.
c. segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas lalu lintas barang yang
dimasukkan ke atau dikeluarkan dari daerah pabean serta pemungutan bea masuk
dan bea keluar.
d. segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas lalu lintas barang yang
masuk atau keluar daerah pabean serta pemungutan bea masuk dan bea keluar.

2. Daerah pabean adalah:

a. wilayah teritorial Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang
udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas
kontinen di mana berlaku Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang
Kepabeanan yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan
b. wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di
atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen
yang di dalamnya berlaku undang-undang Kepabeanan.
c. wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di
atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen
di mana berlaku Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan yang
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan
d. wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di
atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen
yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang
Kepabeanan yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang
Kepabeanan.

3. Batas daerah pabean Indonesia di laut:

a. 3 mil dari pantai dengan garis pangkal tegak lurus yang menghubungkan pulau-pulau
terluar Indonesia.
b. 6 mil dari pantai dengan garis pangkal tegak lurus yang menghubungkan pulau-pulau
terluar Indonesia.
c. 9 mil dari pantai dengan garis pangkal tegak lurus yang menghubungkan pulau-pulau
terluar Indonesia.
d. 12 mil dari pantai dengan garis pangkal tegak lurus yang menghubungkan pulau-pulau
terluar Indonesia.

4. Batas luar Wilayah Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen Indonesia adalah:

a. sampai dengan kedalaman 200 meter di laut.
b. sampai 100 (seratus) mil dari pantai dengan garis pangkal tegak lurus.
c. sampai 200 (dua ratus) mil dari pantai dengan garis pangkal tegak lurus.
d. 200 sampai 350 mil dari pantai dengan garis pangkal tegak lurus.

5. Kawasan pabean adalah:

a. kawasan tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan
untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai.
b. kawasan tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan
untuk lalu lintas barang impor dan ekspor yang sepenuhnya berada di bawah
pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
c. kawasan tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang mendapat
izin untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai.
d. kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat
lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah
pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

6. Kantor pabean adalah;

a. kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean
sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Kepabeanan.
b. kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean
sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan.
c. kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean
sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan.
d. kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya
kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995
Tentang Kepabeanan yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang
Kepabeanan.

7. Pos pengawasan pabean adalah:

a. pos yang digunakan oleh pegawai bea dan cukai untuk melaksanakan pengawasan
terhadap lalu lintas barang impor dan ekspor.
b. pos yang digunakan oleh pegawai bea dan cukai untuk melakukan pengawasan
terhadap lalu lintas barang impor dan ekspor.
c. tempat yang digunakan oleh pegawai bea dan cukai untuk melakukan pengawasan
terhadap lalu lintas barang impor dan ekspor.
d. tempat yang digunakan oleh pejabat bea dan cukai untuk melakukan pengawasan
terhadap lalu lintas barang impor dan ekspor.
8. Berdasarkan Pasal 5 ayat (4), Penetapan kawasan pabean, kantor pabean, dan pos
pengawasan pabean dilakukan oleh:

a. Menteri Keuangan Republik Indonesia bersama dengan Menteri dari Kementerian
Teknis terkait.
b. Menteri Keuangan Republik Indonesia bersama dengan Menteri Perhubungan.
c. Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
d. Menteri Keuangan Republik Indonesia.

9. Penetapan kawasan pabean, kantor pabean, dan pos pengawasan, sebagaimana yang
diatur dalam pasal 5 ayat (3) adalah untuk:

a. pelaksanaan pemenuhan kewajiban pabean.
b. pengawasan pemenuhan kewajiban pabean.
c. pelaksanaan pemenuhan kewajiban pabean, kecuali pada pos pengawasan.
d. pelaksanaan dan pengawasan pemenuhan kewajiban pabean.

10. Kewajiban pabean adalah:

a. kegiatan di bidang kepabeanan yang harus dilakukan untuk memenuhi ketentuan
dalam Undang-Undang Kepabeanan.
b. kegiatan di bidang kepabeanan yang harus dilakukan untuk memenuhi ketentuan
dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan yang telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan.
c. semua kegiatan di bidang kepabeanan yang wajib dilakukan untuk memenuhi
ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan yang
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan.
d. setiap kegiatan di bidang kepabeanan yang wajib dilakukan untuk memenuhi
ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan yang
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan.
11. Berdasarkan Pasal 5 ayat (1), Pemenuhan kewajiban pabean dilakukan di kantor pabean
atau tempat lain yang disamakan dengan kantor pabean dengan menggunakan
pemberitahuan pabean. Penegasan bahwa pemenuhan kewajiban pabean dilakukan di
kantor pabean maksudnya:

a. agar pejabat Bea dan Cukai dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.
b. agar tersedia tempat bagi importir dan eksportir untuk memenuhi kewajiban
pabeannya.
c. agar tersedia tempat bagi pengguna jasa kepabeanan untuk memenuhi kewajiban
pabeannya.
d. jika kedapatan barang dibongkar atau dimuat di suatu tempat yang tidak ditunjuk
sebagai kantor pabean berarti terjadi pelanggaran terhadap ketentuan undang-
undang kepabeanan.

12. Pemberitahuan pabean adalah:

a. pemberitahuan yang dibuat oleh orang dalam rangka melaksanakan kewajiban pabean
dalam bentuk dan syarat yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1995 Tentang Kepabeanan yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang
Kepabeanan.
b. pemberitahuan yang dibuat oleh orang dalam rangka melaksanakan kewajiban pabean
dalam bentuk dan syarat yang ditetapkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995
Tentang Kepabeanan.
c. pemberitahuan yang dibuat oleh orang dalam rangka melaksanakan kewajiban pabean
dalam bentuk dan syarat yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang
Kepabeanan.
d. pernyataan yang dibuat oleh orang dalam rangka melaksanakan kewajiban pabean
dalam bentuk dan syarat yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1995 Tentang Kepabeanan yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang
Kepabeanan.

13. Pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan yang telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995
Tentang Kepabeanan, dapat disampaikan dalam bentuk:

a. tulisan di atas formulir atau lisan.
b. tulisan di atas formulir, lisan atau dalam bentuk data elektronik.
c. lisan atau dalam bentuk data elektronik.
d. tulisan di atas formulir atau dalam bentuk data elektronik.

14. Impor adalah:

a. memasukkan barang ke dalam daerah pabean.
b. memasukkan barang ke dalam wilayah teritorial Republik Indonesia yang meliputi
wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di
Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di mana berlaku Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan yang telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1995 Tentang Kepabeanan.
c. memasukkan barang ke dalam wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah
darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona
Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen di mana berlaku Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1995 Tentang Kepabeanan yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995
Tentang Kepabeanan.
d. kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean.

15. Ekspor adalah:

a. mengeluarkan barang dari daerah pabean.
b. mengeluarkan barang dari wilayah teritorial Republik Indonesia yang meliputi wilayah
darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona
Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di mana berlaku Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan yang telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1995 Tentang Kepabeanan.
c. kegiatan mengeluarkan barang dari wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah
darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona
Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen di mana berlaku Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1995 Tentang Kepabeanan yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995
Tentang Kepabeanan.
d. kegiatan mengeluarkan barang dari wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah
darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona
Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan yang telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1995 Tentang Kepabeanan.

16. Bea masuk adalah:

a. pungutan berdasarkan undang-undang yang dikenakan terhadap barang yang
diimpor.
b. pungutan berdasarkan undang-undang kepabeanan yang dikenakan terhadap barang
yang diimpor.
c. pungutan berdasarkan undang-undang kepabeanan yang dikenakan terhadap barang
yang diimpor untuk dipakai.
d. pungutan negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang
Kepabeanan yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang
Kepabeanan yang dikenakan terhadap barang yang diimpor.

17. Bea keluar adalah:

a. pungutan berdasarkan undang-undang yang dikenakan terhadap barang ekspor.
b. pungutan berdasarkan undang-undang kepabeanan yang dikenakan terhadap barang
ekspor.
c. pungutan negara berdasarkan undang-undang kepabeanan yang dikenakan
terhadap barang ekspor tertentu.
d. pungutan negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan yang
dikenakan terhadap barang ekspor.

18. Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan: Barang yang dimasukkan ke dalam
daerah pabean diperlakukan sebagai barang impor dan terutang bea masuk. Ayat ini
memberikan penegasan pengertian impor secara yuridis, yaitu:

a. pada saat barang diimpor dan menetapkan saat barang tersebut dikenai bea masuk
serta merupakan dasar yuridis bagi pejabat bea dan cukai untuk melakukan
pengawasan.
b. pada saat barang melintasi daerah pabean dan menetapkan saat barang tersebut
harus dibayar bea masuknya serta merupakan dasar yuridis bagi pejabat bea dan cukai
untuk melakukan pengawasan.
c. pada saat barang memasuki daerah pabean dan menetapkan saat barang tersebut
terutang bea masuk serta merupakan dasar yuridis bagi pegawai bea dan cukai untuk
melakukan pengawasan.
d. pada saat barang memasuki daerah pabean dan menetapkan saat barang tersebut
terutang bea masuk serta merupakan dasar yuridis bagi pejabat bea dan cukai untuk
melakukan pengawasan.

19. Barang yang diekspor, dianggap telah diekspor dan diperlakukan sebagai barang ekspor,
apabila:

a. barang melintasi daerah pabean.
b. telah dimuat di sarana pengangkut untuk dikeluarkan dari pelabuhan.
c. telah dimuat di sarana pengangkut dan melintasi daerah pabean untuk diangkut ke
pelabuhan lain.
d. telah dimuat di sarana pengangkut untuk dikeluarkan dari daerah pabean.

20. Barang yang telah dimuat di sarana pengangkut untuk tujuan luar daerah pabean, dapat
dianggap bukan sebagai barang ekspor, apabila:

a. dilaporkan akan dibongkar di pelabuhan dalam daerah pabean.
b. dapat dibuktikan bahwa barang tersebut tidak akan dibongkar di luar daerah pabean.
c. dapat dibuktikan bahwa barang tersebut ditujukan untuk dibongkar di suatu tempat
dalam daerah pabean.
d. dapat dibuktikan barang tersebut akan dibongkar di dalam daerah pabean dengan
menyerahkan suatu pemberitahuan pabean.

21. Bea keluar dikenakan terhadap barang ekspor dimaksudkan untuk:

a. menjamin terpenuhinya kebutuhan konsumen dalam negeri;
b. menjamin terpenuhinya kebutuhan industri dalam negeri;
c. menambah pendapatan Negara.
d. melindungi kepentingan nasional, bukan untuk membebani daya saing komoditi
ekspor di pasar internasional.

22. Berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, terhadap barang impor
dilakukan pemeriksaan pabean, artinya:

a. Terhadap barang impor dilakukan pemeriksaan fisik yang dilayani dengan jalur merah.
b. Terhadap barang impor dilakukan pemeriksaan dokumen yang dilayani dengan jalur
hijau.
c. Terhadap barang impor tidak dilakukan pemeriksaan dokumen yang dilayani dengan
jalur kuning
d. Pemeriksaan pabean meliputi penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik barang dan
dilakukan secara selektif.

23. Pada dasarnya pemeriksaan pabean atas barang impor dilakukan dalam daerah pabean
oleh pejabat bea dan cukai secara selektif dengan mempertimbangkan risiko yang
melekat pada barang dan importir. Namun, dengan mempertimbangkan kelancaran arus
barang dan/atau pengamanan penerimaan negara, Menteri dapat menetapkan:

a. pelaksanaan pemeriksaan pabean di luar kawasan pabean oleh pejabat bea dan cukai
atau pihak lain.
b. pelaksanaan pemeriksaan pabean di luar kawasan pabean oleh pejabat bea dan cukai
atau pihak lain yang bertindak untuk dan atas nama Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai.
c. pelaksanaan pemeriksaan pabean di luar daerah pabean oleh pejabat bea dan cukai
d. pelaksanaan pemeriksaan pabean di luar daerah pabean oleh pejabat bea dan cukai
atau pihak lain yang bertindak untuk dan atas nama Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai.

24. Dalam rangka mendorong ekspor, terutama dalam kaitannya dengan upaya untuk
meningkatkan daya saing barang ekspor Indonesia di pasar dunia, diperlukan suatu
kecepatan dan kepastian bagi eksportir. Dengan demikian:

a. Terhadap barang ekspor hanya dilakukan penelitian dokumen saja
b. Terhadap barang ekspor dilakukan penelitian dokumen, tidak perlu dilakukan
pemeriksaan fisik.
c. pemeriksaan pabean dalam bentuk pemeriksaan fisik atas barang ekspor harus
diupayakan seminimal mungkin sehingga terhadap barang ekspor pada dasarnya
hanya dilakukan penelitian terhadap dokumennya.
d. Terhadap barang ekspor dilakukan penelitian dokumen dan dalam hal tertentu, dapat
dilakukan pemeriksaan fisik atas barang ekspor.

25. Pengawasan pengangkutan barang tertentu sebagaimana dimaksud dalam pasal 4A
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, hanya dilakukan terhadap pengangkutan barang
tersebut dari satu tempat ke tempat lain dalam daerah pabean yang dilakukan melalui:

a. luat, udara, dan darat perbatasan (lintas batas) darat.
b. udara.
c. darat (antar provinsi).
d. laut.

26. Pengawasan pengangkutan barang tertentu sebagaimana dimaksud dalam pasal 4A
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, bertujuan untuk:

a. mengawasi pengantarpulauan barang-barang impor yang mendapat pembebasan atau
keringanan.
b. mengawasi pengantarpulauan barang-barang ekspor yang mendapat fasilitas KITE.
c. mengawasi pengantarpulauan barang-barang impor yang mendapat fasilitas impor
sementara.
d. mencegah penyelundupan ekspor dengan modus pengangkutan antarpulau barang-
barang strategis seperti hasil hutan, hasil tambang, atau barang yang mendapat
subsidi.

27. Berdasarkan pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan: Terhadap barang yang
diimpor atau diekspor berlaku segala ketentuan sebagaimana diatur dalam undang-
undang ini. Ayat ini mengandung arti bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan
penyelesaian kewajiban pabean atas barang impor atau ekspor harus didasarkan pada
ketentuan dalam undang-undang ini yang pelaksanaan penegakannya dilakukan oleh:

a. Penegak hukum di bidang impor atau ekspor.
b. POLRI.
c. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan POLRI
d. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

28. Barang impor atau ekspor, kecuali Narkotika dan Psikotropika yang tidak dipenuhi
kewajiban pabeannya yang ditegah oleh POLRI atau penegak hukum lainnya, penyelesaian
kewajiban pabean atau penyidikannya dilakukan oleh:

a. POLRI.
b. Penegak hukum yang menegah barang.
c. POLRI bersama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
d. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

29. Berdasarkan pasal 6A ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan: Orang yang akan
melakukan pemenuhan kewajiban pabean wajib melakukan registrasi ke Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai untuk:

a. mendapat nomor identitas selaku importir, eksportir dan Pengusaha Pengurusan Jasa
Kepabeanan.
b. mendapat nomor identitas selaku importir, eksportir, Pengusaha Pengurusan Jasa
Kepabeanan dan Perusahaan Jasa Titipan
c. mendapat nomor identitas selaku importir, eksportir dan Pengusaha Pengurusan Jasa
Kepabeanan dalam rangka pemenuhan kewajiban pabean.
d. mendapat nomor identitas dalam rangka akses kepabeanan.

30. Kewajiba untuk memberitahukan rencana kedatangan sarana pengangkut (RKSP) ke
kantor pabean tujuan, kecuali sarana pengangkut darat sebagaimana yang diatur dalam
pasal 7A ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, dilakukan oleh pengangkut:

a. sejak kedatangan sarana pengangkut.
b. sebelum pembongkaran muatan dimulai.
c. sejak berlabuh atau lego jangkar di perairan pelabuhan.
d. sebelum kedatangan sarana pengangkut.

31. Pengangkut yang sarana pengangkutnya datang dari luar daerah pabean atau datang dari
dalam daerah pabean dengan mengangkut barang sebagaimana dimaksud dalam pasal 7A
ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan wajib menyerahkan pemberitahuan pabean
mengenai barang yang diangkutnya sebelum melakukan pembongkaran. Dalam hal tidak
segera dilakukan pembongkaran, kewajiban dimaksud dilaksanakan:

a. paling lambat 72 (tujuh pulu dua) jam sejak kedatangan sarana pengangkut, untuk
sarana pengangkut yang melalui laut;
b. paling lambat 36 (tiga puluh enam) jam sejak kedatangan sarana pengangkut, untuk
sarana pengangkut yang melalui laut;
c. paling lambat 24 (dua puluh empat) jam sejak kedatangan sarana pengangkut, untuk
sarana pengangkut yang melalui laut.
d. paling lambat 8 (delapan) jam sejak kedatangan sarana pengangkut, untuk sarana
pengangkut yang melalui laut.
32. Pengangkut yang sarana pengangkutnya datang dari luar daerah pabean atau datang dari
dalam daerah pabean dengan mengangkut barang sebagaimana dimaksud dalam pasal 7A
ayat (1) Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, wajib menyerahkan pemberitahuan pabean
mengenai barang yang diangkutnya sebelum melakukan pembongkaran. Pemberitahuan
pabean tersebut mengenai barang niaga yang diangkutnya, yaitu: :
a. barang impor,
b. barang ekspor,
c. barang asal daerah pabean yang diangkut ke tempat lain dalam daerah pabean
melalui luar daerah pabean.
d. barang impor, barang ekspor dan barang asal daerah pabean yang diangkut ke
tempat lain dalam daerah pabean melalui luar daerah pabean.

33. Kewajiban pengangkut untuk menyerahkan pemberitahuan pabean sebagaimana yang
dimaksud dalam pasal 7A ayat (6) huruf b Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, paling
lambat 72 (tujuh puluh dua) jam sesudah pembongkaran, berlaku terhadap:

a. sarana pengangkut yang melalui laut dan melakukan pembongkaran terlebih dahulu.
b. sarana pengangkut yang melalui udara dan melakukan pembongkaran terlebih dahulu.
c. sarana pengangkut yang melalui darat. dan melakukan pembongkaran terlebih
dahulu.
d. sarana pengangkut yang melakukan pembongkaran dalam keadaan darurat.

34. Yang dimaksud dengan saat kedatangan sarana pengangkut (pasal 7A Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995
Tentang Kepabeanan), adalah seperti tersebut dibawah ini, tetapi bukan huruf:

a. saat lego jangkar di perairan pelabuhan untuk sarana pengangkut melalui laut.
b. saat mendarat di landasan bandar udara untuk sarana pengangkut melalui udara.
c. saat kedatangan (melintasi perbatasan) sarana pengangkut untuk sarana pengangkut
yang melalui darat.
d. saat pembongkaran muatan untuk sarana pengangkut melalui darat (melintasi
perbatasan).

35. Pengangkut yang tidak memberitahukan Rencana Kedatangan Sarana Pangangkut
sebagaimana dimaksud dalam pasal 7A ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan
dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit:
a. Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
b. Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
c. Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah)
d. Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah).

36. Pengangkut yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7A ayat
(3), ayat (4), atau ayat (6) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, dikenai sanksi administrasi
berupa denda paling sedikit Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), karena sebab-sebab seperti tersebut di bawah ini,
kecuali:
a. tidak menyerahkan pemberitahuan pabean mengenai barang yang diangkutnya
sebelum melakukan pembongkaran.
b. dalam hal sarana pengangkut yang tidak segera melakukan pembongkaran , tidak
menyerahkan pemberitahuan pabean mengenai barang yang diangkutnya sebelum
melakukan pembongkaran setelah lewat waktu 24 (dua puluh empat) jam sejak
kedatangan sarana pengangkut, untuk sarana pengangkut yang melalui laut.
c. dalam hal sarana pengangkut yang tidak segera melakukan pembongkaran , tidak
menyerahkan pemberitahuan pabean mengenai barang yang diangkutnya sebelum
melakukan pembongkaran setelah lewat waktu 8 (delapan) jam sejak kedatangan
sarana pengangkut, untuk sarana pengangkut yang melalui udara.
d. dalam hal sarana pengangkut dalam keadaan darurat, tidak menyerahkan
pemberitahuan pabean mengenai barang yang diangkutnya sebelum melakukan
pembongkaran setelah lewat waktu 72 (tujuh puluh dua) jam sejak kedatangan sarana
pengangkut, untuk sarana pengangkut yang melalui laut.

37. Pengangkutan barang impor dari tempat penimbunan sementara atau tempat
penimbunan berikat dengan tujuan tempat penimbunan sementara atau tempat
penimbunan berikat lainnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 8A ayat (1) Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1995 Tentang Kepabeanan, wajib diberitahukan ke kantor pabean. Pengangkutan barang
dimaksud adalah:

a. pengangkutan barang melalui laut.
b. pengangkutan barang melalui udara.
c. pengangkutan barang melalui perbatasan darat (lintas batas)
d. pengangkutan barang melalui darat (inland transportation).

38. Pengusaha atau importir yang telah memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam
pasal 8A ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan tetapi jumlah barang impor
yang dibongkar kurang dari yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean dan tidak
dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut terjadi di luar kemampuannya,

a. Diberikan surat tegoran tertulis untuk mempertanggungjawabkan kekurangan
bongkar.
b. wajib membayar bea masuk atas barang impor yang kurang dibongkar.
c. dikenai sanksi administrasi berupa denda.
d. wajib membayar bea masuk atas barang impor yang kurang dibongkar dan dikenai
sanksi administrasi berupa denda.

39. Pengusaha atau importir yang telah memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam
pasal 8A ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, berdasarkan pasal 8A ayat
(2), wajib membayar bea masuk dan dikenai sanksi administrasi berupa denda paling
sedikit Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00
(dua ratus lima puluh juta rupiah), karena:

a. jumlah barang impor yang dibongkar lebih dari yang diberitahukan dalam
pemberitahuan pabean.
b. jumlah barang impor yang dibongkar lebih dari yang diberitahukan dalam
pemberitahuan pabean dan tidak dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut
terjadi di luar kemampuannya.
c. jumlah barang impor yang dibongkar kurang dari yang diberitahukan dalam
pemberitahuan pabean.
d. jumlah barang impor yang dibongkar kurang dari yang diberitahukan dalam
pemberitahuan pabean dan tidak dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut
terjadi di luar kemampuannya.

40. Pengusaha atau importir yang telah memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud
dalam pasal 8A ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan , tetapi jumlah barang impor
yang dibongkar lebih dari yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean dan tidak
dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut terjadi di luar kemampuannya;

a. diberikan surat tegoran tertulis untuk mempertanggungjawabkan kelebihan bongkar.
b. wajib membayar bea masuk atas barang impor yang lebih dibongkar.
c. wajib membayar bea masuk atas barang impor yang lebih dibongkar dan dikenai
sanksi administrasi berupa denda.
d. dikenai sanksi administrasi berupa denda.

41. Berdasarkan pasal 8B ayata (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan:
Pengangkutan tenaga listrik, barang cair, atau gas untuk impor atau ekspor dapat
dilakukan melalui transmisi atau saluran pipa yang jumlah dan jenis barangnya didasarkan
pada hasil pengukuran:

a. di pelabuhan tujuan di luar daerah pabean untuk barang ekspor.
b. di pelabuhan muat di luar daerah pabean untuk barang impor.
c. pada saat pemuatan atau dialirkan untuk barang impor atau ekspor.
d. di tempat pengukuran terakhir dalam daerah pabean.

42. Peranti lunak dan data elektronik (softcopy):

a. bukan merupakan barang yang menjadi objek dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang
Kepabeanan.
b. bukan merupakan barang yang menjadi objek dari dari Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang
Kepabeanan dan pengangkutan atau pengirimannya dapat dilakukan melalui
transmisi elektronik.
c. merupakan barang yang menjadi objek dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan
dan pengangkutan atau pengirimannya tidak dapat dilakukan melalui transmisi
elektronik.
d. merupakan barang yang menjadi objek dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan
dan pengangkutan atau pengirimannya dapat dilakukan melalui transmisi elektronik
misalnya melalui media internet.

43. Pengangkut yang sarana pengangkutnya akan berangkat menuju:
1) ke luar daerah pabean;
2) ke dalam daerah pabean yang mengangkut barang impor, barang ekspor,
dan/atau barang asal daerah pabean yang diangkut ke tempat lain di dalam
daerah pabean melalui luar daerah pabean
wajib menyerahkan:

a. Rencana Keberangkatan Sarana Pengangangkut dan pemberitahuan pabean atas
barang yang diangkutnya.
b. Rencana Keberangkatan Sarana Pengangangkut dan pemberitahuan pabean atas
barang yang diangkutnya 24 jam setelah keberangkatan sarana pengangkut.
c. pemberitahuan pabean atas barang yang diangkutnya 24 jam setelah keberangkatan
sarana pengangkut.
d. pemberitahuan pabean atas barang yang diangkutnya sebelum keberangkatan sarana
pengangkut.

44. Pengangkut yang tidak memenuhi ketentuan penyerahan pemberitahuan pabean
sebagaimana dimaksud dalam pasal 9A ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan:

a. dikenai sanksi berupa teguran keras secara tertulis..
b. dikenai sanksi berupa teguran keras secara tertulis dan sarana pengangkutnya tidak
dizinkan berangkat.
c. dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta
rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
d. dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp10.000.000,00 (sepuluh juta
rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

45. Barang impor yang diangkut sarana pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7A
ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan:

a. dapat dibongkar di kawasan pabean atau di tempat lain yang berfungsi sebagai
pelabuhan laut internasional.
b. dapat dibongkar di kawasan pabean atau di tempat lain setelah mendapat izin
pengusaha pelabuhan.
c. dapat dibongkar di kawasan pabean atau di tempat lain setelah mendapat izin kepala
kantor pabean.
d. wajib dibongkar di kawasan pabean atau dapat dibongkar di tempat lain setelah
mendapat izin kepala kantor pabean.

46. Barang impor yang diangkut sarana pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7A
ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan dapat dibongkar ke sarana pengangkut
lainnya di laut dan barang tersebut:

a. dapat dibawa ke pelabuhan lain dalam daerah pabean melalui jalur pelayaran.
b. dapat dibawa ke pelabuhan lain di luar daerah pabean melalui jalur pelayaran.
c. dapat dibawa ke kantor pabean lain dalam daerah pabean melalui jalur pelayaran.
d. wajib dibawa ke kantor pabean melalui jalur yang ditetapkan.

47. Pengangkut yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10A
ayat (1 ) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, tetapi jumlah barang impor yang dibongkar
kurang dari yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean dan tidak dapat
membuktikan bahwa kesalahan tersebut terjadi di luar kemampuannya, wajib membayar
bea masuk atas barang impor yang kurang dibongkar dan dikenai sanksi administrasi
berupa:

a. teguran keras secara tertulis.
b. denda sebesar 25.000.000.00 (dua puluh lima juta rupiah).
c. denda paling sedikit Rp5.000.000,00 ( lima juta rupiah) dan paling banyak
Rp25.000.000,00 (dua puluh lima puluh juta rupiah).
d. denda paling sedikit Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyak
Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).

48. Berdasarkan pasal 10A Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, bahwa barang impor,
sementara menunggu pengeluarannya dari kawasan pabean:

a. harus ditimbun di tempat penimbunan sementara.
b. wajib ditimbun di tempat penimbunan sementara.
c. perlu ditimbun di tempat penimbunan sementara.
d. dapat ditimbun di tempat penimbunan sementara.

49. Yang dimaksud dengan barang diangkut terus, yaitu barang yang diangkut dengan sarana
pengangkut dari:

a. dan tujuan dalam daerah pabean melalui kantor pabean dengan dilakukan
pembongkaran terlebih dulu.
b. dan tujuan dalam daerah pabean melalui kantor pabean tanpa dilakukan
pembongkaran terlebih dulu.
c. dan tujuan luar daerah pabean melalui kantor pabean dengan dilakukan
pembongkaran terlebih dulu.
d. luar daerah pabean tujuan dalam atau luar daerah pabean melalui kantor pabean
tanpa dilakukan pembongkaran terlebih dulu.

50. Yang dimaksud dengan barang diangkut lanjut, yaitu:

a. barang yang diangkut dengan sarana pengangkut dari dan tujuan dalam daerah
pabean melalui kantor pabean dengan dilakukan pembongkaran terlebih dulu.
b. barang yang diangkut dengan sarana pengangkut dari dan tujuan dalam daerah
pabean melalui kantor pabean tanpa dilakukan pembongkaran terlebih dulu.
c. barang yang diangkut dengan sarana pengangkut dari dan tujuan luar daerah pabean
melalui kantor pabean tanpa dilakukan pembongkaran terlebih dulu.
d. barang yang diangkut dengan sarana pengangkut dari luar daerah pabean tujuan
dalam atau luar daerah pabean melalui kantor pabean dengan dilakukan
pembongkaran terlebih dulu.

51. Orang yang mengeluarkan barang impor dari kawasan pabean atau tempat lain yang
diperlakukan sama dengan tempat penimbunan sementara, setelah memenuhi semua
ketentuan tetapi belum mendapat persetujuan pengeluaran dari pejabat bea dan cukai:

a. dikenai sanksi administrasi berupa teguran keras secara tertulis.
b. dikenai sanksi administrasi berupa teguran keras secara tertulis dan denda.
c. dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus
ribu rupiah).
d. dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp25.000.000,00 (dua puluh lima
juta rupiah).

52. Impor untuk dipakai adalah:

a. memasukkan barang ke dalam daerah pabean dengan tujuan untuk diolah; atau
memasukkan barang ke dalam daerah pabean untuk dimiliki atau dikuasai oleh orang
di Indonesia.
b. memasukkan barang ke dalam daerah pabean dengan tujuan untuk dirakit; atau
memasukkan barang ke dalam daerah pabean oleh orang yang berdomisili di
Indonesia.
c. memasukkan barang ke dalam daerah pabean dengan tujuan untuk digabungkan atau
memasukkan barang ke dalam daerah pabean untuk dimiliki atau dikuasai.
d. memasukkan barang ke dalam daerah pabean untuk dimiliki atau dikuasai oleh orang
yang berdomisili di Indonesia.

53. Barang impor dapat dikeluarkan dari kawasan pabean atau tempat lain yang diperlakukan
sama dengan tempat penimbunan sementara setelah dipenuhinya kewajiban pabean
untuk maksud seperti disebutkan di bawah ini, kecuali:

a. diimpor untuk dipakai.
b. diimpor sementara.
c. ditimbun di tempat penimbunan berikat.
d. ditimbun di tempat penimbunan pabean.

54. Barang impor dapat dikeluarkan sebagai barang impor untuk dipakai setelah:

a. diserahkan pemberitahuan pabean dan ditangguhkan bea masuknya.
b. diserahkan pemberitahuan pabean dan tidak dipungut bea masuknya.
c. diserahkan dokumen pelengkap pabean dan ditangguhkan bea masuknya.
d. diserahkan dokumen pelengkap pabean dan jaminan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 42.

55. Barang impor yang dibawa oleh penumpang, awak sarana pengangkut, atau pelintas
batas ke dalam daerah pabean pada saat kedatangannya:
a. wajib diajukan kepada pejabat bea dan cukai untuk diperiksa.
b. wajib diberitahukan kepada pejabat bea dan cukai cukup secara lisan.
c. wajib diberitahukan kepada pejabat bea dan cukai harus secara tertulis.
d. wajib diberitahukan kepada pejabat bea dan cukai secara tertulis atau lisan.

56. Berdasarkan pasal 10B ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, barang
impor yang dikirim melalui pos atau jasa titipan hanya dapat dikeluarkan:
a. setelah diperiksa pejabat bead dan cukai
b. setelah dibayar bea masuknya.
c. setelah diperiksa pejabat bead dan cukai dan dibayar bea masuknya.
d. atas persetujuan pejabat bea dan cukai.
57. Berdasarkan pasal 10C ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, Importir
dapat mengajukan permohonan perubahan atas kesalahan data pemberitahuan pabean
yang telah diserahkan sepanjang kesalahan tersebut terjadi karena kekhilafan yang nyata,
seperti:

a. kesalahan tarif.
b. kesalahan nilai pabean,
c. kesalahan jumlah dan jenis barang.
d. kesalahan penerapan aturan berupa ketidaktahuan adanya perubahan peraturan.

58. Permohonan perubahan atas kesalahan data pemberitahuan pabean oleh importir
sebagaimana diatur dalam pasal 10 C ayat (2) ) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan,
tidak ditolak apabila:

a. barang telah dikeluarkan dari kawasan pabean;
b. kesalahan tersebut merupakan temuan pejabat bea dan cukai; atau
c. telah mendapatkan penetapan pejabat bea dan cukai.
d. barang belum dikeluarkan dari kawasan pabean, kesalahan tersebut bukan
merupakan temuan pejabat bea dan cukai, dan belum mendapatkan penetapan
pejabat bea dan cukai.
59. Barang impor dapat dikeluarkan sebagai barang impor sementara jika pada waktu
importasinya benar-benar dimaksudkan untuk diekspor kembali:
a. paling lama 3 (tiga) bulan.
b. tidak berada dalam pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
c. yang diberikan keringanan bea masuk, tidak dikenai bea masuk.
d. yang diberikan keringanan bea masuk, setiap bulan dikenai bea masuk.

60. Ketentuan sebagaimana yang diatur dalam pasal 11 A Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang
Kepabeanan, berikut ini adalah benar, kecuali:
a. Barang yang akan diekspor dapat diberitahukan dengan pemberitahuan pabean.
b. Pemberitahuan Ekspor Barang tidak diperlukan terhadap barang pribadi penumpang,
awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai dengan batas
nilai pabean dan/atau jumlah tertentu.
c. Pemuatan barang ekspor dilakukan di kawasan pabean atau dalam hal tertentu dapat
dimuat di tempat lain dengan izin kepala kantor pabean.
d. Barang yang telah diberitahukan untuk diekspor, sementara menunggu pemuatannya,
dapat ditimbun di tempat penimbunan sementara atau tempat lain dengan izin kepala
kantor pabean.

61. Barang yang telah diberitahukan untuk diekspor:
a. ekspornya tidak dapat dibatalkan.
b. pembatalannya tidak wajib dilaporkan kepada pejabat bea dan cukai.
c. yang tidak dilaporkan pembatalan ekspornya tidak dikenai sanksi administrasi berupa
denda.
d. yang tidak dilaporkan pembatalan ekspornya dikenai sanksi administrasi berupa denda
sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).

62. Barang impor dipungut bea masuk berdasarkan tarif setinggi-tingginya empat puluh
persen dari nilai pabean untuk perhitungan bea masuk, diatur dalam:

a. Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan.
b. Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan.
c. Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan.
d. Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan.

63. Berdasarkan pasal 12 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, diikecualikan dari
ketentuan pungutan bea masuk berdasarkan tarif setinggi-tingginya empat puluh persen
dari nilai pabean untuk perhitungan bea masuk, seperti barang impor dibawah ini,
kecuali:

a. barang impor hasil pertanian tertentu.
b. barang impor termasuk dalam daftar eksklusif Skedul XXI-Indonesia pada
Persetujuan Umum Mengenai tarif dan Perdagangan.
c. barang impor bawaan penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, atau
barang kiriman melalui pos atau jasa titipan.
d. barang impor beupa mesin-mesin dalam rangka penanaman modal.

64. Dengan tetap memperhatikan kemampuan daya saing industri dalam negeri,
kebijaksanaan umum di bidang tarif harus senantiasa ditujukan untuk menurunkan tingkat
tarif yang ada dengan tujuan seperti yang disebutkan dibawah ini, kecuali:

a. meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasaran internasional.
b. melindungi konsumen dalam negeri.
c. mengurangi hambatan dalam perdagangan internasional dalam rangka mendukung
terciptanya perdagangan bebas.
d. meningkatkan impor barang kebutuhan konsumen akhir.

65. Untuk penetapan tarif bea masuk dan bea keluar, barang dikelompokkan berdasarkan
sistem klasifikasi barang. Yang dimaksud dengan sistem klasifikasi barang yaitu:

a. suatu daftar penggolongan barang yang dibuat secara sistematis dengan tujuan untuk
penetapan tarif barang impor.
b. suatu daftar penggolongan barang yang dibuat secara sistematis dengan tujuan untuk
penetapan tarif barang ekspor.
c. suatu daftar penggolongan barang yang dibuat secara sistematis dengan tujuan untuk
penetapan tarif barang impor dan ekspor.
d. suatu daftar penggolongan barang yang dibuat secara sistematis dengan tujuan untuk
mempermudah penarifan, transaksi perdagangan, pengangkutan, dan statistik.

66. Nilai pabean untuk penghitungan bea masuk berdasarkan nilai sebagaimana yang
disebutkan dibawah ini, kecuali:

a. nilai transaksi dari barang yang bersangkutan.
b. nilai transaksi dari barang identik.
c. nilai transaksi dari barang serupa.
d. nilai transaksi berdasarkan harga jual barang produksi dalam negeri.

67. Termasuk dalam nilai transaksi sebagai nilai pabean untuk perhitungan bea masuk seperti
tersebut dibawah ini, kecuali:
a. sebagai persyaratan jual beli barang impor yang dinilai, sepanjang royalti dan biaya
lisensi tersebut belum termasuk dalam harga yang sebenarnya dibayar dari barang
impor yang bersangkutan.
b. biaya transportasi barang impor yang dijual untuk diekspor ke pelabuhan atau tempat
impor di daerah pabean.
c. biaya asuransi.
d. komisi pembelian.

68. Dua barang dianggap identik apabila kondisinya seperti tersebut dibawah ini, kecuali:

a. keduanya sama dalam segala hal, setidak-tidaknya karakter fisik, kualitas, dan
reputasinya sama, serta
b. diproduksi oleh produsen yang sama di negara yang sama; atau
c. diproduksi oleh produsen lain di negara yang berbeda.
d. diproduksi oleh produsen lain di negara yang sama.

69. Dua barang dianggap serupa apabila kondisinya seperti tersebut dibawah ini, kecuali:

a. keduanya memiliki karakter fisik dan komponen material yang sama sehingga dapat
menjalankan fungsi yang sama.
b. keduanya memiliki karakter fisik dan komponen material yang sama sehingga dapat
menjalankan fungsi yang sama dan secara komersial dapat dipertukarkan, serta
c. diproduksi oleh produsen yang sama di negara yang sama; atau
d. diproduksi oleh produsen lain di negara yang sama.

70. Baerdasarkan pasal 16 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan:

a. Pejabat bea dan cukai dapat menetapkan tarif terhadap barang impor sebelum
penyerahan pemberitahuan pabean atau dalam waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal
pemberitahuan pabean.
b. Pejabat bea dan cukai dapat menetapkan nilai pabean barang impor untuk
penghitungan bea masuk sebelum penyerahan pemberitahuan pabean atau dalam
waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal pemberitahuan pabean.
c. Dalam hal penetapan tarif dan/atau nilai pabean mengakibatkan kekurangan
pembayaran bea masuk kecuali importir mengajukan keberatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 93 ayat (1) , importir wajib melunasi bea masuk yang kurang
dibayar sesuai dengan penetapan.
d. Dalam hal penetapan tarif dan/atau nilai pabean mengakibatkan kekurangan
pembayaran bea masuk dan barang belum dikeluarkan dari kawasan pabean, importir
wajib melunasi bea masuk yang kurang dibayar sesuai dengan penetapan.

71. Direktur Jenderal dapat menetapkan kembali tarif dan nilai pabean untuk penghitungan
bea masuk dalam jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal:
a. pemberitahuan pabean oleh pengangkut.
b. penimbunan di Tempat Penimbunan Sementara.
c. pemberitahuan pabean oleh Pengusaha Tempat Penimbunan Berikat (BC. 23).
d. terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean oleh importir (PIB).

72. Dalam hal penetapan kembali tarif dan nilai pabean untuk penghitungan bea masuk oleh
Direktur Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 berbeda dengan
penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan,
maka hal-hal yang harus dipenuhi dan/atau ditaati seperti tersebut dibawah ini, kecuali:

a. Direktur Jenderal memberitahukan secara tertulis kepada importir untuk melunasi bea
masuk yang kurang dibayar atau mendapatkan pengembalian bea masuk yang lebih
dibayar.
b. Bea masuk yang kurang dibayar atau pengembalian bea masuk yang lebih dibayar
sebagaimana dimaksud pada huruf a di atas dibayar sesuai dengan penetapan
kembali.
c. apabila penetapan kembali sebagaimana dimaksud pada huruf a di atas diakibatkan
oleh adanya kesalahan nilai transaksi yang diberitahukan sehingga mengakibatkan
kekurangan pembayaran bea masuk, dikenai sanksi administrasi berupa denda paling
sedikit 100% (seratus persen) dari bea masuk yang kurang dibayar dan paling banyak
1000% (seribu persen) dari bea masuk yang kurang dibayar.
d. penetapan kembali sebagaimana dimaksud pada huruf a di atas dilakukan oleh
Direktur Jenderal Bea dan Cukai setelah jangka waktu 2 tahun sejak tanggal
pemberitahuan pabean.

73. Disebut Bea Masuk Anti Dumping atas barang impor, terutama karena :

a. adanya subsidi yang diberikan di negara pengekspor terhadap barang tersebut.
b. terdapat lonjakan barang impor baik secara absolut maupun relatif terhadap barang
produksi dalam negeri yang sejenis atau barang yang secara langsung bersaing.
c. barang impor yang berasal dari negara yang memperlakukan barang ekspor Indonesia
secara diskriminatif.
d. harga ekspor dari barang tersebut lebih rendah dari nilai normalnya.

74. Disebut Bea Masuk Imbalan atas barang impor, terutama karena:

a. terdapat lonjakan barang impor baik secara absolut maupun relatif terhadap barang
produksi dalam negeri yang sejenis atau barang yang secara langsung bersaing.
b. barang impor yang berasal dari negara yang memperlakukan barang ekspor Indonesia
secara diskriminatif.
c. harga ekspor dari barang tersebut lebih rendah dari nilai normalnya.
d. adanya subsidi yang diberikan di negara pengekspor terhadap barang tersebut.

75. Disebut Bea Masuk Tindakan Pengamanan atas barang impor, terutama karena:

a. harga ekspor dari barang tersebut lebih rendah dari nilai normalnya.
b. adanya subsidi yang diberikan di negara pengekspor terhadap barang tersebut.
c. barang impor yang berasal dari negara yang memperlakukan barang ekspor Indonesia
secara diskriminatif.
d. terdapat lonjakan barang impor baik secara absolut maupun relatif terhadap barang
produksi dalam negeri yang sejenis atau barang yang secara langsung bersaing.

76. Disebut Bea Masuk Pembalasan atas barang impor, terutama karena:

a. harga ekspor dari barang tersebut lebih rendah dari nilai normalnya.
b. adanya subsidi yang diberikan di negara pengekspor terhadap barang tersebut.
c. terdapat lonjakan barang impor baik secara absolut maupun relatif terhadap barang
produksi dalam negeri yang sejenis atau barang yang secara langsung bersaing
d. barang impor yang berasal dari negara yang memperlakukan barang ekspor Indonesia
secara diskriminatif.

77. Barang yang dimasukkan ke Daerah Pabean untuk diangkut terus atau diangkut lanjut ke
luar Daerah Pabean:

a. diberikan pembabasan Bea masuk.
b. diberikan keringanan Bea Masuk.
c. diberikan Penangguhan Bea Masuk.
d. tidak dipungut Bea Masuk.

78. Pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang
Kepabeanan, diberikan atas impor yang tersebut dibawah ini, kecuali terhadap:

a. barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang
kiriman sampai batas nilai pabean dan/atau jumlah tertentu.
b. obat-obatan yang diimpor dengan menggunakan anggaran pemerintah yang
diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat.
c. barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan, dan pengujian;
d. barang yang telah diekspor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang tidak
sama dengan kualitas pada saat diekspor.

79. Pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang
Kepabeanan, diberikan atas impor yang tersebut dibawah ini, kecuali terhadap:

a. barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya.
b. persenjataan, amunisi, perlengkapan militer dan kepolisian, termasuk suku cadang
yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara.
c. barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan
pertahanan dan keamanan negara.
d. barang contoh.

80. Pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang
Kepabeanan, diberikan atas impor yang tersebut dibawah ini:

a. buku ilmu pengetahuan.
b. barang kiriman hadiah/hibah untuk keperluan ibadah, amal, sosial, kebudayaan atau
untuk kepentingan penanggulangan bencana alam.
c. huruf a dan b, salah.
d. huruf a dan b betul.

81. Pembebasan atau keringanan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1995 Tentang Kepabeanan dapat diberikan atas impor, kecuali terhadap:

a. barang oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang ditujukan untuk
kepentingan umum.
b. barang untuk keperluan olahraga yang diimpor oleh induk organisasi olahraga
nasional.
c. barang untuk keperluan proyek pemerintah yang dibiayai dengan pinjaman
dan/atau hibah dari luar negeri.
d. barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan
tujuan untuk diimpor.

82. Pembebasan atau keringanan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1995 Tentang Kepabeanan dapat diberikan atas impor, kecuali terhadap:

a. barang dan bahan dalam rangka pembangunan dan pengembangan industri untuk
jangka waktu tertentu.
b. peralatan dan bahan yang digunakan untuk mencegah pencemaran lingkungan.
c. bibit dan benih untuk pembangunan dan pengembangan industri pertanian,
peternakan, atau perikanan
d. hasil laut yang ditangkap dengan sarana penangkap yang tidak mendapat izin.

83. Pemberian fasilitas KITE (Kemudahan Impor Tujuan Ekspor berdasarkan :

a. pasal 26 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan.
b. pasal 26 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan.
c. pasal 26 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan.
d. pasal 26 ayat (1) huruf k Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan.

84. Orang yang tidak memenuhi ketentuan tentang pembebasan bea masuk yang ditetapkan
menurut pasal 25 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan wajib membayar bea masuk
yang terutang dan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar:

a. paling sedikit 100% (seratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar.
b. paling sedikit 200% (dua ratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar.
c. paling sedikit 300% (tiga ratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar.
d. paling sedikit 100% (seratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar dan
paling banyak 500% (lima ratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar.

85. Pengembalian dapat diberikan terhadap seluruh atau sebagaian bea masuk yang telah
dibayar atas, kecuali:

a. impor barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26.
b. impor barang yang oleh sebab tertentu harus diekspor kembali atau dimusnahkan di
bawah pengawasan pejabat bea dan cukai.
c. kelebihan pembayaran bea masuk akibat putusan Pengadilan Pajak.
d. impor barang yang telah diberikan persetujuan impor untuk dipakai kedapatan jumlah
yang sebenarnya lebih kecil daripada yang telah dibayar bea masuknya, cacat, bukan
barang yang dipesan, atau berkualitas lebih rendah.

86. Contoh Pemberitahuan Pabean adalah seperti tersebut dibawah ini, kecuali :

a. pemberitahuan kedatangan sarana pengangkut.
b. pemberitahuan impor sementara;
c. pemberitahuan pemindahan barang dari suatu Kantor Pabean ke Kantor Pabean lain
dalam Daerah Pabean.
d. pemberitahuan keberangkatan sarana pengangkut.

87. Pengurusan pemberitahuan pabean yang diwajibkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang
Kepabeanan dilakukan oleh:

a. Freight forwarder.
b. Perusahaan Bongkar Muat.
c. Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK).
d. pengangkut, importir, atau eks portir dan PPJK yang mendapat kuasa dari importir
atau eksportir.

88. Importir bertanggung jawab atas bea masuk yang terutang sejak:

a. diserahkan pemberitahuan kedatangan sarana pengangkut.
b. barang impor melintasi batas daerah pabean.
c. selesai dibongkar dan ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara.
d. tanggal pemberitahuan pabean atas impor (Pemberitahuan Impor Barang).

89. Bea masuk yang harus dibayar sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1995 Tentang Kepabeanan dihitung berdasarkan tarif yang berlaku pada tanggal
pemberitahuan pabean atas Impor dan nilai pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal
15 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeana. Ketentuan ini berlaku untuk:

a. barang impor yang harus dipertanggungjawabkan Pengangkut.
b. barang impor yang harus dipertanggungjawabkan Pengusaha tempat penimbunan
sementara.
c. barang impor yang harus dipertanggungjawabkan pengelola tempat penimbunan
pabean.
d. barang impor yang harus dipertanggungjawabkan Importir.

90. Pengangkut bertanggung jawab atas bea masuk yang terutang sejak:

a. diserahkan pemberitahuan kedatangan sarana pengangkut.
b. selesai dibongkar dan ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara.
c. tanggal pemberitahuan pabean atas impor (Pemberitahuan Impor Barang).
d. barang impor melintasi batas daerah pabean sampai selesai dibongkar dan ditimbun di
Tempat Penimbunan Sementara.

91. Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara bertanggung jawab atas bea masuk yang
terutang sejak:
a. diserahkan pemberitahuan kedatangan sarana pengangkut.
b. barang impor melintasi batas daerah pabean.
c. barang impor melintasi batas daerah pabean sampai selesai dibongkar.
d. barang impor ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara sampai pengajuan
pemberitahuan pabean atas impor (Pemberitahuan Impor Barang).

92. Pengusaha pengurusan jasa kepabeanan yang mendapat kuasa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, bertanggung jawab
terhadap bea masuk yang terutang dalam hal:

a. pengangkut memberi kuasa.
b. Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara memberi kuasa.
c. Perusahan Bongkar Muat memberi kuasa.
d. importir tidak ditemukan.

93. Bea masuk yang harus dibayar sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat (1) ) Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1995 Tentang Kepabeanan, harus memenuhi ketentuan tersebut dibawah ini, kecuali:

a. dihitung berdasarkan tarif yang berlaku pada tanggal pemberitahuan pabean atas
Impor.
b. berdasarkan nilai pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1995 Tentang Kepabeanan.
c. dibayar dalam mata uang rupiah.
d. nilai tukar mata uang yang digunakan sebagai dasar penghitungan bea masuk
berdasarkan nilai kurs tengah yang ditetapkan Bank Indonesia.

94. Pengusaha tempat penimbunan sementara (TPS) dibebaskan dari tanggung jawab atas
bea masuk barang impor yang ditimbun di TPS-nya , jika terjadi hal-hal yang disebutkan
dibawah ini, kecuali:

a. barang impor telah diekspor kembali, diimpor untuk dipakai, atau diimpor sementara.
b. barang impor telah dipindahkan ke tempat penimbunan sementara lain.
c. barang impor telah dipindahkan ke tempat penimbunan berikat atau tempat
penimbunan pabean.
d. barang impor telah musnah.

95. Perhitungan bea masuk yang terutang sebagaimana dimaksud dalam pasal 32 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, sepanjang tidak dapat didasarkan pada tarif dan
nilai pabean barang yang bersangkutan, didasarkan pada tarif tertinggi untuk golongan
barang yang tertera dalam pemberitahuan pabean pada saat barang tersebut ditimbun
dan nilai pabean ditetapkan oleh pejabat bea dan cukai. Ketentuan ini berlaku untuk:

a. barang impor yang harus dipertanggungjawabkan Pengangkut.
b. barang impor yang harus dipertanggungjawabkan Importir
c. barang impor yang harus dipertanggungjawabkan pengelola tempat penimbunan
pabean.
d. barang impor yang harus dipertanggungjawabkan Pengusaha tempat penimbunan
sementara.

96. Pengusaha tempat penimbunan berikat bertanggung jawab terhadap bea masuk yang
terutang atas barang yang ditimbun di tempat penimbunan berikatnya, sejak:

a. barang impor melintasi batas daerah pabean.
b. selesai dibongkar dan ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara.
c. tanggal pemberitahuan pabean atas impor (Pemberitahuan Impor Barang).
d. barang impor ditimbun di tempat penimbunan berikatnya.

97. Pengusaha tempat penimbunan berikat (TPB) dibebaskan dari tanggung jawab atas bea
masuk barang impor yang ditimbun di TPB-nya , jika terjadi hal-hal yang disebutkan
dibawah ini, kecuali:

a. barang impor telah diekspor kembali, diimpor untuk dipakai, atau diimpor sementara.
b. barang impor telah dipindahkan ke tempat penimbunan sementara.
c. barang impor telah dipindahkan tempat ke penimbunan penimbunan pabean.
d. barang impor telah musnah.

98. Perhitungan bea masuk atas barang sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan yang harus dilunasi didasarkan pada tarif yang
berlaku pada saat dilakukan pencacahan dan nilai pabean barang pada saat ditimbun.
Ketentuan ini berlaku untuk:

a. barang impor yang harus dipertanggungjawabkan Importir.
b. barang impor yang harus dipertanggungjawabkan pengelola tempat penimbunan
pabean.
c. barang impor yang harus dipertanggungjawabkan Pengusaha tempat penimbunan
sementara.
d. barang impor yang harus dipertanggungjawabkan Pengusaha tempat penimbunan
berikat.

99. Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26 Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995
Tentang Kepabeanan tidak lagi dipenuhi, bea masuk atas barang impor yang terutang
menjadi tanggung jawab orang tersebut dibawah ini, kecuali:

a. Orang yang mendapatkan pembebasan.
b. Orang yang mendapatkan keringanan.
c. Orang yang menguasai barang yang bersangkutan dalam hal Orang sebagaimana
dimaksud huruf a atau b tidak ditemukan.
d. Orang sebagaimana dimaksud huruf a atau b, dan dalam hal tidak ditemukan, Bea
Masuk terutang menjadi piutang negara kepada yang bersangkutan.

100. Perhitungan bea masuk yang terutang sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, didasarkan pada tarif dan nilai pabean yang berlaku
pada tanggal pemberitahuan pabean atas Impor. Ketentuan ini berlaku untuk:

a. Impor sementara.
b. Impor tujuan Tempat Penimbunan Berikat.
c. Impor untuk diangkut lanjut atau terus ke luar daerah pabean.
d. Impor untuk dipakai dengan mendapat pembebasan atau keringanan.

101. Barangsiapa yang kedapatan menguasai barang impor di tempat kedatangan sarana
pengangkut atau di daerah perbatasan yang ditunjuk bertanggung jawab terhadap bea
masuk yang terutang atas barang tersebut. Ketentuan ini berlaku bagi (bisa saja) yang
tersebut dibawah ini, kecuali:

a. penumpang.
b. awak sarana pengangkut.
c. pelintas batas.
d. pegawai perusahaan pengangkut yang mengurusi barang-barang orang tersebut pada
huruf a, b, dan c.

102. Yang dimaksud dengan "tempat tertentu di daerah perbatasan yang ditunjuk" adalah
seperti tersebut dibawah ini, kecuali.

a. suatu tempat di daerah perbatasan yang merupakan bagian dari jalan perairan
daratan.
b. jalan darat di perbatasan yang ditunjuk sebagai tempat lintas batas (point of entry).
c. pos pengawasan lintas batas.
d. jalan atau tempat yang belum ada pos pengawasan bea dan cukai (jalan
setapak/tikus).

103. Berdasarkan pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, bea masuk, denda
administrasi, dan bunga yang terutang kepada negara menurut undang-undang ini,
dibayar di tempat tersebut dibawah ini, kecuali di:

a. Kantor kas negara.
b. Kantor Pos Persepsi
c. Bank Devisa Persepsi.
d. Bank lainnya.
104. Berdasarkan pasal 36 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, ketentuan-ketentuan
tersebut di bawah ini adalah benar, kecuali:

a. Bea masuk, denda administrasi, dan bunga yang terutang kepada negara menurut
undang-undang ini, dibayar di kas negara.
b. Bea masuk, denda administrasi, dan bunga yang terutang kepada negara menurut
undang-undang ini, dibayar di di tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri
Keuangan Republik Indonesia.
c. Bea masuk, denda administrasi, dan bunga dibulatkan jumlahnya dalam ribuan rupiah.
d. Bea masuk, denda administrasi, dan bunga dibayar dalam mata uang rupiah atau
dollar.

105. Berdasarkan pasal 37 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, ketentuan berikut ini adalah
benar,kecuali:

a. Bea masuk yang terutang wajib dibayar paling lambat pada tanggal pendaftaran
pemberitahuan pabean.
b. Kewajiban membayar bea masuk sebagaimana dimaksud pada huruf a dapat diberikan
penundaan dalam hal pembayarannya ditetapkan secara berkala.
c. Penundaan kewajiban membayar bea masuk sebagaimana dimaksud pada huruf b
tidak dikenai bunga sepanjang pembayarannya ditetapkan secara berkala.
d. Penundaan kewajiban membayar bea masuk sebagaimana dimaksud pada huruf b
dikenai bunga sepanjang pembayarannya ditetapkan secara berkala.

106. Berdasarkan pasal 37 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, bea masuk yang
terutang wajib dibayar:

a. paling lambat sebelum penetapan jalur oleh Pejabat Fungsional Pemeriksa Dokumen.
b. paling lambat sebelum pemeriksaan fisik barang.
c. paling lambat sebelum persetujuan pengeluaran barang.
d. paling lambat pada tanggal pendaftaran pemberitahuan pabean atas impor.

107. Kekurangan pembayaran bea masuk dan/atau denda administrasi yang terutang wajib
dibayar paling lambat:

a. 10 (sepuluh) hari hari sejak tanggal penetapan.
b. 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penetapan.
c. 60 (enam puluh) hari sejak tanggal penetapan.
d. 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal penetapan.

108. Ketentuan tersebut dibawah ini adalah sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam pasal
37A Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, kecuali:

a. Kekurangan pembayaran bea masuk dan/atau denda administrasi yang terutang wajib
dibayar paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak tanggal penetapan.
b. Atas permintaan orang yang berutang, Direktur Jenderal dapat memberikan
persetujuan penundaan atau pengangsuran kewajiban membayar bea masuk
dan/atau denda administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 12 (dua
belas) bulan.
c. Penundaan kewajiban membayar bea masuk dan/atau denda administrasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai bunga sebesar 2% (dua persen) setiap
bulan.
d. Penundaan kewajiban membayar bea masuk dan/atau denda administrasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai bunga sebesar 2% (dua persen) setiap
bulan dan bagian bulan dihitung 1 (satu) bulan.

109. Ketentuan tersebut dibawah ini sesuai dengan ketentuaan dalam pasal 38 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, kecuali:

a. Utang atau tagihan kepada negara berdasarkan undang-undang ini yang tidak atau
kurang dibayar dikenai bunga.
b. Utang atau tagihan kepada negara berdasarkan undang-undang ini yang tidak atau
kurang dibayar dikenai bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan.
c. Pengenaan bunga tersebut huruf b untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan
dihitung sejak tanggal jatuh tempo sampai hari pembayarannya.
d. bagian bulan dimaksud pada huruf c dihitung 1 (satu) bulan.

110. Ketentuan tersebut dibawah ini adalah sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam pasal
38 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, kecuali:

a. Utang atau tagihan kepada negara berdasarkan undang-undang ini yang tidak atau
kurang dibayar dikenai bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan untuk paling lama
24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak tanggal jatuh tempo sampai hari
pembayarannya, dan bagian bulan dihitung 1 (satu) bulan.
b. Penghitungan utang atau tagihan kepada negara menurut undang-undang ini
dibulatkan jumlahnya dalam ribuan rupiah.
c. dalam hal tagihan negara kepada pihak yang terutang jatuh tempo sebagaimana
dimaksud pada huruf a, yaitu 60 (enam puluh) hari sejak tanggal penetapan.
d. dalam hal tagihan pihak yang berpiutang kepada negara yaitu 60 (enam puluh) hari
sejak tanggal surat keputusan pengembalian oleh Menteri Keuangan Republik
Indonesia.

111. Ketentuan tersebut dibawah ini adalah sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam pasal
39 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, kecuali:

a. Negara mempunyai hak mendahulu untuk tagihan pabean atas barang-barang milik
yang berutang.
b. Ketentuan tentang hak mendahulu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi bea
masuk, denda administrasi, bunga, dan biaya penagihan.
c. Hak mendahulu itu hilang setelah lampau waktu dua tahun sejak tanggal
diterbitkannya surat tagihan, kecuali apabila dalam jangka waktu tersebut diberikan
penundaan pembayaran.
d. Hak mendahulu itu hilang setelah lampau waktu sepuluh tahun sejak tanggal
diterbitkannya surat tagihan, kecuali apabila dalam jangka waktu tersebut diberikan
penundaan pembayaran.

112. Ketentuan tersebut dibawah ini adalah sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam pasal
39 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, Hak mendahulu untuk tagihan
pabean melebihi segala hak mendahulu lainnya, kecuali :

a. biaya perkara semata-mata disebabkan oleh suatu penghukuman untuk melelang
barang bergerak dan/atau tidak bergerak.
b. biaya pengangkutan suatu barang impor.
c. biaya hidup dalam menunggu penyelesaian suatu warisan.
d. biaya penagihan cicilan utang yang berutang.

113. Hak penagihan atas utang berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan,
kedaluwarsa setelah:

a. satu tahun sejak timbulnya kewajiban membayar.
b. tiga tahun sejak timbulnya kewajiban membayar.
c. lima tahun sejak timbulnya kewajiban membayar.
d. sepuluh tahun sejak timbulnya kewajiban membayar.

114. Masa kadaluwarsa Hak penagihan atas utang berdasarkan pasal 40 Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995
Tentang Kepabeanan dapat diperhitungkan dalam hal :

a. yang terutang bertempat tinggal di Indonesia.
b. yang terutang tidak bertempat tinggal di Indonesia.
c. yang terutang tidak memperoleh penundaan.
d. yang terutang tidak melakukan pelanggaran Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang
Kepabeanan.

115. Ketentuan mengenai jaminan yang disyaratkan menurut pasal 42 Undang-Undang Undang
Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995
Tentang Kepabeanan, dapat digunakan seperti tersebut di bawah ini, kecuali dengan cara:

a. jaminan yang diserahkan hanya sebagaian.
b. jaminan yang diserahkan hanya dapat digunakan sekali.
c. jaminan yang diserahkan dapat dikurangi setiap ada pelunasan Bea Masuk sampai
jaminan tersebut habis.
d. jaminan tetap dalam batas waktu yang tidak terbatas sehingga setiap pelunasan bea
masuk dilakukan dengan tanpa mengurangi jaminan yang diserahkan.

116. Ketentuan tentang bentuk jaminan tersebut di bawah ini yang dapat diserahakan sesuai
dengan ketentuan dalam pasal 42 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan,
kecuali :

a. uang tunai.
b. jaminan bank.
c. jaminan dari perusahaan asuransi.
d. jaminan lainnya dalam bentuk cek atau giro dari importir.

117. Ketentuan-ketentuan tersebut dibawah ini sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
pasal 43 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, kecuali :

a. di setiap Kawasan Pabean disediakan tempat penimbunan sementara yang dikelola
oleh pengusaha tempat penimbunan sementara.
b. dalam hal barang ditimbun di tempat penimbunan sementara, jangka waktu
penimbunan barang paling lama tiga puluh hari sejak penimbunannya.
c. pengusaha tempat penimbunan sementara yang tidak dapat
mempertanggungjawabkan barang yang seharusnya berada di tempat tersebut
dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar dua puluh lima persen dari bea
masuk yang seharusnya dibayar.
d. Ketentuan tentang penunjukan tempat penimbunan sementara, tata cara
penggunaannya, dan perubahan jangka waktu penimbunan diatur lebih lanjut oleh
Menteri Perhubungan Republik Indonesia.

118. Dalam hal barang ditimbun di tempat penimbunan sementara, jangka waktu penimbunan
barang paling lama:

a. satu bulan sejak penimbunannya.
b. tiga puluh hari sejak penimbunannya.
c. dua bulan sejak penimbunannya.
d. enam puluh hari sejak penimbunannya.

119. Pengusaha tempat penimbunan sementara yang tidak dapat mempertanggungjawabkan
barang yang seharusnya berada di tempat tersebut dikenai sanksi administrasi berupa
denda sebesar:

a. dua puluh lima persen dari bea masuk yang seharusnya dibayar.
b. lima puluh persen dari bea masuk yang seharusnya dibayar.
c. seratus persen dari bea masuk yang seharusnya dibayar.
d. lima ratus persen dari bea masuk yang seharusnya dibayar.

120. Kegiatan-kegiatan tersebut dibawah ini, merupakan kegiatan yang dapat dilakukan di
Tempat penimbunan berikat berdasarkan pasal 44 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan,
kecuali :

a. menimbun barang impor guna diimpor untuk dipakai, dikeluarkan ke tempat
penimbunan berikat lainnya atau diekspor.
b. menimbun barang guna diolah atau digabungkan sebelum diekspor atau diimpor
untuk dipakai.
c. menimbun barang impor, dengan atau tanpa barang dari dalam daerah pabean, guna
dipamerkan.
d. menimbun barang impor guna diberi merek buatan Indonesia.

121. Kegiatan-kegiatan tersebut dibawah ini, merupakan kegiatan yang dapat dilakukan di
Tempat penimbunan berikat berdasarkan pasal 44 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan:

a. menimbun barang impor guna diimpor sementara, dikeluarkan ke tempat
penimbunan berikat lainnya atau diekspor.
b. menimbun barang impor guna dilelang sebelum diekspor atau diimpor untuk dipakai.
c. Huruf a dan b betul.
d. Huruf a dan b salah.

122. Tempat penimbunan berikat yang menimbun, menyediakan untuk dijual dan menjual
barang impor kepada orang dan/atau orang tertentu tersebut dibawah ini dengan
mendapat pembebasan bea masuk, kecuali kepada:

a. warga negara asing yang bertugas di Indonesia sebagai pejabat atau pegawai
perwakilan negara asing berdasarkan asas timbal balik (reciprocal).
b. warga negara asing yang bertugas di Indonesia sebagai pejabat atau pegawai
organisasi/badan internasional yang ditetapkan pemerintah.
c. warga negara Indonesia yang bertugas di Indonesia sebagai pejabat atau pegawai
perwakilan negara asing berdasarkan asas timbal balik (reciprocal).
d. orang yang berangkat ke luar negeri.

123. Barang dapat dikeluarkan dari tempat penimbunan berikat atas persetujuan pejabat bea
dan cukai dan tetap mendapat penaggguhan bea masuk dengan maksud seperti tersebut
dibawah ini, kecuali:

a. diimpor untuk dipakai.
b. diolah.
c. diangkut ke tempat penimbunan berikat lain atau tempat penimbunan
Sementara
d. dikerjakan dalam daerah pabean dan kemudian dimasukkan kembali ke tempat
penimbunan berikat dengan persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan
Republik Indonesia.

124. Orang yang mengeluarkan barang dari tempat penimbunan berikat sebelum diberikan
persetujuan oleh pejabat bea dan cukai tanpa bermaksud mengelakkan kewajiban
pabean, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar

a. Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).
b. Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
c. Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).
d. Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

125. Pengusaha tempat penimbunan berikat yang tidak dapat mempertanggungjawabkan
barang yang seharusnya berada di tempat tersebut:

a. wajib membayar bea masuk yang terutang,
b. dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari bea
masuk yang seharusnya dibayar.
c. wajib membayar bea masuk yang terutang dan dikenai sanksi administrasi berupa
denda sebesar paling sedikit 100% (seratus persen) dan paling banyak 500% (lima
ratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar.
d. wajib membayar bea masuk yang terutang dan dikenai sanksi administrasi berupa
denda sebesar 100% (seratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar.

126. Bilamana penyelenggara tempat penimbunan berikat:
1) berada dalam pengawasan kurator sehubungan tempat penimbunan berikat, atau
2) menunjukkan ketidakmampuan dalam penyelenggaraan tempat penimbunan
berikat;
izin tempat penimbunan berikatnya:

a. dibekukan.
b. dapat diubah dari dibekukan menjadi pencabutan.
c. dicabut.
d. dapat diberlakukan kembali.

127. Bilamana penyelenggara tempat penimbunan berikat yang telah dibekukan izinnya :
1) tidak melunasi utangnya dalam jangka waktu yang ditetapkan; atau
2) tidak mampu lagi mengusahakan tempat penimbunan berikat tersebut;
izin tempat penimbunan berikatnya:

a. dibekukan.
b. dapat diubah dari dibekukan menjadi pencabutan.
c. dicabut.
d. dapat diberlakukan kembali.

128. Bilamana penyelenggara tempat penimbunan berikat :
1) telah melunasi utangnya; atau
2) telah mengusahakan tempat penimbunan berikat tersebut;
izin tempat penimbunan berikatnya:

a. dibekukan.
b. dapat diubah dari dibekukan menjadi pencabutan.
c. dicabut.
d. dapat diberlakukan kembali.

129. Dalam hal :
1) penyelenggara tempat penimbunan berikat untuk jangka waktu satu tahun terus
menerus tidak lagi melakukan kegiatan.
2) penyelenggara tempat penimbunan berikat mengalami pailit.
3) penyelenggara tempat penimbunan berikat bertindak tidak jujur dalam usahanya;
atau
4) terdapat permintaan dari yang bersangkutan;
izin tempat penimbunan berikatnya:
a. dibekukan.
b. dapat diubah dari dibekukan menjadi pencabutan.
c. dicabut.
d. dapat diberlakukan kembali.

130. Bilamana izin tempat penimbunan berikat telah dicabut sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 46 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, pengusaha harus :
1) melunasi semua bea masuk yang terutang;
2) mengekspor kembali barang yang masih ada di tempat penimbunan berikat; atau
3) memindahkan barang yang masih ada di tempat penimbunan berikat ke tempat
penimbunan berikat lain;
dalam batas waktu:

a. tiga puluh hari sejak pencabutan izin.
b. satu bulan sejak pencabutan izin.
c. enam puluh hari sejak pencabutan izin.
d. dua bulan sejak pencabutan izin.

131. Tempat Penimbunan Pabean dikelola oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan
disediakan di setiap:

a. Kawasan pabean.
b. Tempat Penimbunan Sementara.
c. Pos Pengawasan Pabean.
d. Kantor pabean.

132. Berdasarkan pasal 49 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeana: Importir, eksportir,
pengusaha tempat penimbunan sementara, pengusaha tempat penimbunan berikat,
pengusaha pengurusan jasa kepabeanan, atau pengusaha pengangkutan wajib
menyelenggarakan pembukuan. Kewajiban menyelenggarakan pembukuan diperlukan:

a. agar pejabat Bea dan Cukai dapat mengetahui keuntungan perusahaan yang diaudit.
b. agar pejabat Bea dan Cukai dapat mengetahui kerugian perusahaan yang diaudit.
c. untuk mengetahui tingkat kepatuhan membayar pajak dari auditee.
d. untuk pelaksanaan audit kepabeanan setelah barang dikeluarkan dari kawasan
pabean.

133. Berdasarkan pasal 50, orang yang dimaksud dalam pasal 49 Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang
Kepabeanan, wajib menyerahkan laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang
menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk
data elektronik, serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan untuk
kepentingan audit kepabeanan, atas permintaan:

a. Penyidik pegawai negeri sipil Bea dan Cukai.
b. Pegawai bea dan cukai.
c. Public Auditor.
d. Pejabat bea dan cukai.

134. Pembukuan wajib diselenggarakan:

a. di Indonesia atau di negara tempat kedudukan kantor pusat perusahaan yang
bersangkutan.
b. dengan menggunakan huruf latin atau huruf yang lazim digunakan perusahaan yang
bersangkuan.
c. dengan menggunakan angka Arab dengan mata uang rupiah.
d. dengan menggunakan bahasa Indonesia, atau dengan mata uang asing dan bahasa
asing.

135. Laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan,
surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, surat yang
berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan wajib disimpan pada tempat usahanya
di Indonesia, selama:

a. 2 (dua) tahun.
b. 3 (tiga) tahun.
c. 5 (lima) tahun.
d. 10 (sepuluh) tahun.

136. Dalam hal data pembukuan berupa data elektronik, orang wajib:

a. munggunakan perangkat komputer berkapasitas besar.
b. menggunakan sistem pengoperasian komputer yang dirancang oleh pejabat bea dan
cukai.
c. menggunakan sistem pengoperasian komputer yang mutakhir.
d. menjaga keandalan sistem pengolahan data yang digunakan agar data elektronik yang
disimpan dapat dibuka, dibaca, atau diambil kembali setiap waktu.

137. Orang yang tidak menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar:

a. Rp10.000.000,00 (sepuluh juta) rupiah.
b. Rp20.000.000,00 (dua puluh juta) rupiah.
c. Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta) rupiah.
d. Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

138. Orang yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1),
ayat (2), atau ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, dikenai sanksi administrasi
berupa denda sebesar:

a. Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
b. Rp10.000.000,00 (sepuluh lima juta rupiah).
c. Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).
d. Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).

139. Untuk kepentingan pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan larangan dan
pembatasan, instansi teknis yang menetapkan peraturan larangan dan/atau pembatasan
atas impor atau ekspor wajib memberitahukan kepada:

a. Pejabat Bea dan Cukai.
b. Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai.
c. Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
d. Menteri Keuangan Republik Indonesia.

140. Semua barang yang dilarang atau dibatasi yang tidak memenuhi syarat untuk diimpor atau
diekspor, jika telah diberitahukan dengan pemberitahuan pabean, kecuali terhadap
barang dimaksud ditetapkan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku:

a. dibatalkan ekspornya.
b. diekspor kembali.
c. dimusnahkan di bawah pengawasan pejabat bea dan cukai.
d. atas permintaan importir atau eksportir:
1) dibatalkan ekspornya;
2) diekspor kembali; atau
3) dimusnahkan di bawah pengawasan pejabat bea dan cukai.

141. Barang yang dilarang atau dibatasi untuk diimpor atau diekspor yang tidak diberitahukan
atau diberitahukan secara tidak benar:

a. dapat dibatalkan ekspornya, diekspor kembali atau dimusnahkan di bawah
pengawasan pejabat bea dan cukai, kecuali terhadap barang dimaksud ditetapkan lain
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. atas permintaan importir atau eksportir:
1) dibatalkan ekspornya;
2) diekspor kembali; atau
3) dimusnahkan di bawah pengawasan pejabat bea dan cukai.
c. dinyatakan sebagai barang yang tidak dikuasai.
d. dinyatakan sebagai barang yang dikuasai negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal
68, kecuali terhadap barang dimaksud ditetapkan lain berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

142. Atas permintaan pemilik atau pemegang hak atas merek atau hak cipta, ketua pengadilan
niaga dapat mengeluarkan perintah tertulis kepada:

a. hakim pengadilan niaga.
b. juru sita pengadilan niaga.
c. penyidik pegawai negeri sipil bea dan cukai.
d. pejabat bea dan cukai;

untuk menangguhkan sementara waktu pengeluaran barang impor atau ekspor dari
kawasan pabean yang berdasarkan bukti yang cukup, diduga merupakan hasil
pelanggaran merek dan hak cipta yang dilindungi di Indonesia.

143. Permintaan pemilik atau pemegang hak atas merek atau hak cipta sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, kepada Ketua pengadilan niaga;

a. diajukan dengan disertai :
1) bukti mengenai adanya pelanggaran merek atau hak cipta yang bersangkutan.
2) bukti pemilikan merek atau hak cipta.
3) perincian dan keterangan yang jelas mengenai barang impor atau ekspor yang
dimintakan penangguhan pengeluarannya; dan
4) jaminan.

b. diajukan dengan disertai :
1) bukti mengenai adanya pelanggaran merek atau hak cipta yang bersangkutan.
2) bukti pemilikan merek atau hak cipta.
3) perincian dan keterangan yang jelas mengenai barang impor atau ekspor yang
dimintakan penangguhan pengeluarannya; dan
4) jaminan.

c. diajukan dengan disertai:
1) bukti mengenai adanya pelanggaran merek atau hak cipta yang bersangkutan.
2) bukti pemilikan merek atau hak cipta yang bersangkutan.
3) perincian dan keterangan yang jelas mengenai barang impor atau ekspor yang
dimintakan penangguhan pengeluarannya, agar dengan cepat dapat dikenali oleh
pejabat bea dan cukai; dan
4) jaminan.

d. diajukan dengan disertai:
1) bukti yang cukup mengenai adanya pelanggaran merek atau hak cipta yang
bersangkutan.
2) bukti pemilikan merek atau hak cipta yang bersangkutan.
3) perincian dan keterangan yang jelas mengenai barang impor atau ekspor yang
dimintakan penangguhan pengeluarannya, agar dengan cepat dapat dikenali oleh
pejabat bea dan cukai; dan
4) jaminan.

144. Penangguhan pengeluaran barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan (penangguhan pengeluaran barang impor atau
ekspor dari kawasan pabean atas perintah tertulis Ketua Pengadilan Niaga), dilaksanakan
untuk jangka waktu:

a. paling lama 30 (tiga pulu) hari.
b. paling lama 20 (dua puluh) hari.
c. paling lama 10 (sepuluh) hari.
d. paling lama 10 (sepuluh) hari kerja.

145. Jangka waktu penangguhan pengeluaran barang yang diduga merupakan hasil
pelanggaran merek dan hak cipta yang dilindungi di Indonesia dapat diperpanjang:
a. satu kali untuk paling lama 10 (sepuluh) hari kerja.
b. dua kali untuk paling lama 10 (sepuluh) hari kerja.
c. satu kali untuk paling lama 10 (sepuluh) hari kerja, disertai perpanjangan jaminan.
d. dua kali untuk paling lama 10 (sepuluh) hari kerja, disertai perpanjangan jaminan.

146. Ketentuan penangguhan pengeluaran barang yang diduga merupakan hasil pelanggaran
hak atas kekayaan intelektual tidak diberlakukan terhadap:

a. barang bawaan awak sarana pengangkut dan barang bawaan pelintasbatas,
b. barang kiriman melalui pos.
c. barang kiriman melalui jasa titipan.
d. barang bawaan penumpang yang tidak dimaksudkan untuk tujuan komersial.

147. Ketentuan-ketentuan dalam pasal 58 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, berikut ini:

a. Pasal 58 ayat (1): Atas permintaan pemilik atau pemegang hak atas merek atau hak
cipta yang meminta perintah penangguhan, ketua pengadilan niaga dapat memberi
izin kepada pemilik atau pemegang hak tersebut guna memeriksa barang impor atau
ekspor yang diminta penangguhan pengeluarannya.
b. Pasal 58 ayat (2): Pemberian izin pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh ketua pengadilan niaga setelah mendengarkan dan
mempertimbangkan penjelasan serta memperhatikan kepentingan pemilik barang
impor atau ekspor yang dimintakan penangguhan pengeluarannya.
c. Ketetuaan dimaksud dalam huruf a dan b, salah.
d. Ketetuaan dimaksud dalam huruf a dan b, benar.

148. Dalam keadaan tertentu, importir, eksportir, atau pemilik barang impor atau ekspor dapat
mengajukan permintaan kepada ketua pengadilan niaga untuk memerintahkan secara
tertulis kepada pejabat bea dan cukai agar mengakhiri penangguhan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 54 dengan menyerahkan jaminan yang sama sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 55 huruf d Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan. Yang
dimaksud dengan keadaan tertentu:

a. cuaca buruk sehingga tidak bisa dilakukan pemeriksaan.
b. banjir sehingga tidak bisa dilakukan pemeriksaan.
c. hari libur panjang, barang perlu dikeluarkan untuk menghindari biaya penumpukan
yang tinggi.
d. kondisi atau sifat barang yang cepat rusak.

149. Barang yang berdasarkan bukti permulaan diduga terkait dengan tindakan terorisme
dan/atau kejahatan lintas negara dapat dilakukan penindakan oleh pejabat bea dan cukai.
Yang dimaksud dengan penindakan yaitu:

a. penindakan di bidang pemberantasan terorisme dan/atau kejahatan lintas negara.
b. penindakan terhadap pengangkut yang mengangkut barang tersebut.
c. penindakan terhadap teroris dan pelaku kejahatan lintas negara.
d. penindakan di bidang kepabeanan yang perlu dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai.

150. Barang yang ditimbun di tempat penimbunan sementara yang melebihi jangka waktu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) dinyatakan sebagai barang tidak dikuasai
karena telah ditimbun lebih dari:

a. satu bulan.
b. 30 (tiga puluh) hari.
c. dua bulan.
d. 60 (enam puluh) hari.

151. Barang yang dinyatakan sebagai barang tidak dikuasai adalah :
a. barang yang ditimbun di tempat penimbunan sementara yang melebihi jangka waktu
60 (enam puluh) hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2)
b. barang yang tidak dikeluarkan dari tempat penimbunan berikat yang telah dicabut
izinnya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal
47.
c. huruf a dan b, betul.
d. huruf a dan b salah.

152. Barang yang dikirim melalui pos dinyatakan sebagai barang tidak dikuasai dalam hal :

a. ditolak oleh si alamat atau orang yang dituju dan tidak dapat dikirim kembali kepada
pengirim di luar Daerah Pabean.
b. tujuan luar Daerah Pabean yang diterima kembali karena ditolak atau tidak dapat
disampaikan kepada alamat yang dituju, dan tidak diselesaikan oleh pengirim dalam
jangka waktu enam puluh hari sejak diterimanya pemberitahuan dari kantor pos.
c. huruf a dan b, betul.
d. huruf a dan b, salah.

153. Barang yang dinyatakan sebagai barang tidak dikuasai disimpan di:

a. lapangan penumpukan (container yard) di tempat penimbunan sementara.
b. tempat penimbunan penimbunan berikat.
c. gudang atau lapangan penumpukan untuk barang berbahaya (gudang api).
d. tempat penimbunan pabean.

154. Barang yang dinyatakan sebagai barang tidak dikuasai, kecuali yang:
1) busuk,
2) karena sifatnya tidak tahan lama, merusak, berbahaya, atau pengurusannya
memerlukan biaya tinggi,
3) merupakan barang yang dilarang dinyatakan menjadi milik negara sebagaimana
dimaksud dalamn Pasal 73; atau
4) merupakan barang yang dibatasi disediakan untuk diselesaikan oleh pemiliknya
dalam jangka waktu enam puluh hari terhitung sejak disimpan di Tempat
Penimbunan Pabean;
oleh pejabat bea dan cukai segera diberitahukan:
a. secara tertulis kepada pengangkut bahwa barang tersebut akan dilelang jika tidak
diselesaikan dalam jangka waktu yang ditetapkan sejak disimpan di tempat
penimbunan pabean.
b. secara tertulis kepada pengusaha tempat penimbunan sementara bahwa barang
tersebut akan dilelang jika tidak diselesaikan dalam jangka waktu yang ditetapkan
sejak disimpan di tempat penimbunan pabean.
c. secara tertulis kepada pemiliknya bahwa barang tersebut akan dilelang jika tidak
diselesaikan dalam jangka waktu sembilan puluh hari sejak disimpan di tempat
penimbunan pabean.
d. secara tertulis kepada pemiliknya bahwa barang tersebut akan dilelang jika tidak
diselesaikan dalam jangka waktu enam puluh hari sejak disimpan di tempat
penimbunan pabean.

155. Barang yang dinyatakan sebagai barang tidak dikuasai, kecuali yang:
1) busuk segera dimusnahkan;
2) karena sifatnya tidak tahan lama, merusak, berbahaya, atau pengurusannya
memerlukan biaya tinggi dapat segera dilelang dengan memberitahukan secara
tertulis kepada pemiliknya;
3) merupakan barang yang dilarang dinyatakan menjadi milik negara sebagaimana
dimaksud dalamn Pasal 73; atau
4) merupakan barang yang dibatasi disediakan untuk diselesaikan oleh pemiliknya
dalam jangka waktu enam puluh hari terhitung sejak disimpan di Tempat
Penimbunan Pabean;
sepanjang belum dilelang, oleh pemiliknya dapat :
1) diimpor untuk dipakai setelah bea masuk dan biaya lainnya yang terutang dilunasi;
2) diekspor kembali setelah biaya yang terutang dilunasi;
3) dibatalkan ekspornya setelah biaya yang terutang dilunasi;
4) diekspor setelah biaya yang terutang dilunasi; atau
5) dikeluarkan dengan tujuan tempat penimbunan berikat setelah biaya yang
terutang dilunasi;
dalam jangka waktu selambat-lambatnya:

a. dua bulan sebelum tanggal pelelangan.
b. dua pulu hari sebelum tanggal pelelangan.
c. dua minggu sebelum tanggal pelelangan.
d. dua hari kerja sebelum tanggal pelelangan.

156. Barang yang dinyatakan sebagai barang tidak dikuasai, kecuali yang:
1) busuk segera dimusnahkan;
2) karena sifatnya tidak tahan lama, merusak, berbahaya, atau pengurusannya
memerlukan biaya tinggi dapat segera dilelang dengan memberitahukan secara
tertulis kepada pemiliknya;
3) merupakan barang yang dilarang dinyatakan menjadi milik negara sebagaimana
dimaksud dalamn Pasal 73; atau
4) merupakan barang yang dibatasi disediakan untuk diselesaikan oleh pemiliknya
dalam jangka waktu enam puluh hari terhitung sejak disimpan di Tempat
Penimbunan Pabean;
sepanjang belum dilelang, oleh pemiliknya dapat :
a. diimpor untuk dipakai setelah bea masuk yang terutang dilunasi.
b. diekspor kembali setelah biaya yang terutang dilunasi.
c. huruf a dan b, betul.
d. huruf a dan b, salah

157. Pelelangan terhadap barang yang tidak dikuasai dilakukan setelah enam puluh hari sejak
dinyatakan sebagai barang tidak dikuasai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1)
dan karena sifat barangnya tidak tahan lama, merusak, berbahaya atau pengurusannya
memerlukan biaya tinggi sebagaimana dimaksud dalam pasal 66 ayat (3) huruf b Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1995 Tentang Kepabeanan, dilakukan melalui:

a. lelang terbuka
b. lelang tertutup.
c. lelang khusus.
d. lelang umum.

158. Dalam pasal 67 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, ditetapkan bahwa:

a. Hasil lelang sebagaimana dimaksud dalam pasal 66 ayat (1) setelah dikurangi bea
masuk yang terutang dan biaya yang harus dibayar, sisanya disediakan untuk
pemiliknya.
b. Pejabat bea dan cukai memberitahukan secara tertulis kepada pemiliknya sisa hasil
lelang sebagaimana dimaksud pada huru a (pasal 66 ayat (2) ) dalam waktu tiga puluh
hari setelah tanggal pelelangan.
c. huruf a dan b, betul.
d. huruf a dan b, salah

159. Sisa hasil lelang menjadi milik negara apabila tidak diambil oleh pemiliknya dalam jangka
waktu:

a. satu bulan setelah tanggal surat pemberitahuan tentang adanya sisa hasil lelang.
b. tiga puluh hari setelah tanggal surat pemberitahuan tentang adanya sisa hasil lelang.
c. enam puluh hari setelah tanggal surat pemberitahuan tentang adanya sisa hasil lelang.
d. sembilan puluh hari setelah tanggal surat pemberitahuan tentang adanya sisa hasil
lelang.

160. Berdasarkan pasal 68 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, barang yang dilarang atau
dibatasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (4), yaitu barang yang dilarang atau
dibatasi untuk diimpor atau diekspor yang tidak diberitahukan atau diberitahukan secara
tidak benar, dinyatakan sebagai barang:

a. yang ditegah karena tidak memenuhi persyaratan impor atau ekspor.
b. tidak dikuasai.
c. dikuasai negara.
d. milik negara.

161. Barang tersebut dibawah ini:
1) barang yang dilarang atau dibatasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (4)
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, yaitu barang yang dilarang atau
dibatasi untuk diimpor atau diekspor yang tidak diberitahukan atau diberitahukan
secara tidak benar.
2) barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah oleh pejabat bea dan cukai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang
Kepabeanan, dan
3) barang dan/atau sarana pengangkut yang ditinggalkan di Kawasan Pabean oleh
pemilik yang tidak kenal;
adalah barang:

a. yang ditegah karena tidak memenuhi persyaratan impor atau ekspor.
b. tidak dikuasai.
c. dikuasai negara.
d. milik negara.

162. Barang yang dikuasai negara adalah:
1) barang yang dilarang atau dibatasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (4)
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, yaitu yaitu barang yang dilarang atau
dibatasi untuk diimpor atau diekspor yang tidak diberitahukan atau diberitahukan
secara tidak benar.
2) barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah oleh pejabat bea dan cukai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang
Kepabeanan, dan
3) barang dan/atau sarana pengangkut yang ditinggalkan di Kawasan Pabean oleh
pemilik yang tidak kenal;
disimpan di:

a. lapangan penumpukkan (container yard) di tempat penimbunan sementara.
b. tempat penimbunan berikat.
c. gudang atau lapangan penumpukan untuk barang berbahaya (gudang api).
d. tempat penimbunan pabean.

163. Berkaitan dengan penetapan sebagai "barang yang dikuasai negara", maksud dan
tujuannya adalah:

a. yang dimaksud dengan "barang yang dikuasai negara" adalah barang yang untuk
sementara waktu penguasaannya berada pada negara sampai dapat ditentukan status
barang yang sebenarnya.
b. perubahan status barang dimaksudkan agar pejabat bea dan cukai dapat memproses
barang tersebut secara administrasi sampai dapat dibuktikan bahwa telah terjadi
kesalahan atau sama sekali tidak terjadi kesalahan, sehingga masalah kepabeanannya
dapat diselesaikan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang
Kepabeanan.
c. Huruf a dan b, betul.
d. Huruf a dan b salah.

164. Berdasarkan Pasal 69, penyelesaian barang yang dikuasai negara sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 68 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, sebagai berikut:

a. yang busuk segera dimusnahkan.
b. karena sifatnya tidak tahan lama, merusak, berbahaya, atau pengurusannya
memerlukan biaya tinggi sepanjang bukan merupakan barang yang dilarang atau
dibatasi dapat segera dilelang dengan memberitahukan secara tertulis kepada
pemiliknya.
c. Huruf a dan b, betul.
d. Huruf a dan b salah.

165. Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang
Kepabeanan sebagai barang yang dikuasai negara, berdasarkan pasal 69 huruf c apabila
merupakan barang yang dilarang atau dibatasi dinyatakan menjadi barang milik negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan. Ketentuan
ini:

a. belum pernah diatur dalam undang-undang.
b. pernah diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan,
tetapi sudah tidak berlaku.
c. diatur dalam undang-undang, tetapi salah sama sekali.
d. diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan dan tetap
berlaku berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan.

166. Barang dan sarana pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) huruf b
(barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah oleh pejabat bea dan cukai) diserahkan
kembali kepada pemiliknya dalam jangka waktu:

a. sembilan puluh hari sejak penyimpanan di tempat penimbunan pabean;
b. enam puluh hari sejak penyimpanan di tempat penimbunan pabean;
c. tiga puluh hari sejak penyimpanan di tempat penimbunan pabean;
d. sepuluh puluh hari sejak penyimpanan di tempat penimbunan pabean;

dalam hal bea masuk yang terutang telah dibayar dan apabila merupakan barang larangan
atau pembatasan telah diserahkan dokumen atau keterangan yang diperlukan
sehubungan dengan larangan atau pembatasan impor atau ekspor.

167. Barang dan sarana pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) huruf b
(barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah oleh pejabat bea dan cukai) diserahkan
kembali kepada pemiliknya dalam jangka waktu:

a. sembilan puluh hari sejak penyimpanan di tempat penimbunan pabean;
b. enam puluh hari sejak penyimpanan di tempat penimbunan pabean;
c. tiga puluh hari sejak penyimpanan di tempat penimbunan pabean;
d. sepuluh puluh hari sejak penyimpanan di tempat penimbunan pabean;

dalam hal bea masuk yang terutang telah dibayar dan apabila merupakan barang larangan
atau pembatasan telah diserahkan dokumen atau keterangan yang diperlukan
sehubungan dengan larangan atau pembatasan impor atau ekspor serta telah diserahkan
sejumlah uang ditetapkan oleh Menteri sebagai ganti barang yang besarnya tidak
melebihi harga barang, sepanjang barang tersebut tidak diperlukan untuk bukti di
pengadilan.

168. Dengan menyebutkan alasan dan bukti yang menguatkan keberatannya, pemilik barang
dan/atau sarana pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995
Tentang Kepabeanan dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Menteri
Keuangan Republik Indonesia dalam jangka waktu:

a. sepuluh puluh hari sejak diberitahukan oleh pejabat bea dan cukai.
b. dua puluh hari sejak diberitahukan oleh pejabat bea dan cukai.
c. tiga puluh hari sejak diberitahukan oleh pejabat bea dan cukai.
d. sembilan puluh hari sejak diberitahukan oleh pejabat bea dan cukai.

169. Dalam jangka waktu;

a. sepuluh puluh hari sejak diterimanya permohonan keberatan Pemilik barang dan/atau
sarana pengangkut yang ditegah.
b. dua puluh hari sejak diterimanya permohonan keberatan Pemilik barang dan/atau
sarana pengangkut yang ditegah.
c. tiga puluh hari sejak diterimanya permohonan keberatan Pemilik barang dan/atau
sarana pengangkut yang ditegah.
d. sembilan puluh hari sejak diterimanya permohonan keberatan Pemilik barang
dan/atau sarana pengangkut yang ditegah;

Menteri Keuangan Republik Indonesia, memberikan keputusan bahwa :
1) tidak terdapat pelanggaran terhadap undang-undang ini dan segera
memerintahkan agar dan/atau sarana pengangkut yang dikuasai negara atau uang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf b dan Pasal 70 huruf b diserahkan
kepada pemiliknya; atau
2) telah terjadi pelanggaran terhadap undang-undang, barang dan/atau sarana
pengangkut atau uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf b diselesaikan
lebih lanjut berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan.

170. Apabila dalam jangka waktu;

a. sepuluh puluh hari sejak diterimanya permohonan keberatan Pemilik barang dan/atau
sarana pengangkut yang ditegah.
b. dua puluh hari sejak diterimanya permohonan keberatan Pemilik barang dan/atau
sarana pengangkut yang ditegah.
c. tiga puluh hari sejak diterimanya permohonan keberatan Pemilik barang dan/atau
sarana pengangkut yang ditegah.
d. sembilan puluh hari sejak diterimanya permohonan keberatan Pemilik barang
dan/atau sarana pengangkut yang ditegah;
Menteri Keuangan Republik Indonesia tidak memberikan keputusan atas permohonan
keberatan pemilik barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah, permohonan yang
bersangkutan dianggap diterima.

171. Barang yang menjadi milik negara adalah :
a. barang yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (3) huruf c (barang
yang tidak dikuasi dan merupakan barang yang dilarang).
b. barang yang dibatasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (3) huruf d (barang
yang tidak dikuasai dan merupakan barang yang dibatasi) yang tidak diselesaikan oleh
pemiliknya dalam jangka waktu enam puluh hari terhitung sejak disimpan di tempat
penimbunan pabean.
c. huruf a dan b, salah.
d. huruf a dan b betul.

172. Barang yang tidak dikuasi dan merupakan barang yang dibatasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 66 ayat (3) huruf d Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, menjadi
milik negara apabila tidak diselesaikan oleh pemiliknya dalam jangka waktu:

a. sepuluh hari terhitung sejak disimpan di tempat penimbunan pabean.
b. tiga puluh hari terhitung sejak disimpan di tempat penimbunan pabean.
c. enam puluh hari terhitung sejak disimpan di tempat penimbunan pabean.
d. sembilan puluh hari terhitung sejak disimpan di tempat penimbunan pabean.

173. Barang yang menjadi milik negara merupakan kekayaan negara dan disimpan di:

a. tempat penimbunan sementara.
b. tempat penimbunan berikat.
c. tempat penimbunan pabean.
d. tempat penimbunan barang kekayaan negara..

174. Ketentuan tentang penggunaan barang yang menjadi milik negara ditetapkan oleh:

a. Menteri Sekeretaris Negara.
b. Menteri Hukum dan HAM.
c. Menteri Keuangan Republik Indonesia.
d. Direktur Jenderal Bea dan Cukai.

175. Berdasarkan pasal 73 ayat (1) huruf f bahwa barang dan/atau sarana pengangkut yang
berdasarkan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dinyatakan
dirampas untuk negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 ayat 91) atau ayat (2),
merupakan barang:
a. yang tidak dikuasai.
b. yang dikuasi negara.
c. milik negara.
d. rampasan.

176. Berdasarkan pasal 6 ayat (1) jo penjelasan pasal 74 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang
Kepabeanan, bahwa; jika perlu dapat digunakan berbagai upaya untuk mencari dan
menemukan suatu peristiwa di bidang Kepabeanan yang diduga sebagai tindak pidana
kepabeanan guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut
undang-undang ini. Penegasan ini dapat diartikan sebagai berikut:

a. Penyidikan pelanggaran di bidang kepabeanan hanya dilakukan oleh Penyidik Pegawai
Negeri Sipil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
b. Penyidikan pelanggaran di bidang kepabeanan, khusus penyelundupan hasil alut dapat
dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Kementerian Kelautan dan Perikanan.
c. Penyidikan pelanggaran di bidang kepabeanan, khusus penyelundupan hasil hutan,
dapat dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Kementerian Kehutanan.
d. Penyidikan pelanggaran di bidang kepabeanan juga dapat dilakukan oleh POLRI.

177. Ketentuan dalam pasal 75 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, bahwa:
Pejabat bea dan cukai dalam melaksanakan pengawasan terhadap sarana pengangkut di
laut atau di sungai menggunakaan kapal patroli atau sarana lainnya. Ketentuan ini:

a. belum pernah ditetapkan dalam udang-undang.
b. benar, tetapi sudah tidak berlaku lagi.
c. tidak benar.
d. benar dan berlaku sampai saat ini.

178. Kapal patroli atau sarana lain yang digunakan oleh pejabat bea dan cukai dapat dilengkapi
dengan senjata api yang jumlah dan jenisnya ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Hal ini dimaksudkan utnuk:

a. memberi peringatan kepada sarana pengangkut yang tidak mematuhi perintah
berhenti dari komandan patroli bea dan cukai.
b. menembak penyelundup yang melarikan diri.
c. mempertahankan eksistensi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
d. menghadapi bahaya yang mengancam jiwa atau keselamatan pejabat bea dan cukai
dan kapal patroli dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku.

179. Dalam melaksanakan tugas berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan pejabat bea
dan cukai dapat meminta bantuan Kepolisian Republik Indonesia, Tentara Nasional
Indonesia, dan/atau instansi lainnya. Atas permintaan tersebut, Kepolisian Republik
Indonesia, Tentara Nasional Indonesia, dan/atau instansi lainnya berkewajiban untuk
memenuhinya. Bantuan tersebut dimaksudkan untuk:

a. membantu pejabat bea dan cukai memberantas penyelundupan.
b. membantu pejabat bea dan cukai menangkap penyelundup.
c. memberikan bantuan sarana operasi kepada bea dan cukai.
d. memberi bantuan dan perlindungan atau memerintahkan untuk melindungi pejabat
bea dan cukai dalam segala hal yang berkaitan dengan pekerjaannya.

180. Untuk dipenuhinya kewajibannya pabean berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang
Kepabeanan , pejabat bea dan cukai berwenang menegah barang dan/atau sarana
pengangkut (pasal 77). Wewenang dimaksud adalah.

a. tindakan administrasi untuk menunda pengeluaran, pemuatan, dan pengangkutan
barang impor atau ekspor sampai dipenuhinya kewajiban pabean dan untuk
mencegah keberangkatan sarana pengangkut.
b. tindakan administrasi untuk melarang mengimpor barang dengan cara menegah
barang.
c. tindakan administrasi untuk melarang mengekspor barang dengan cara menegah
barang.
d. tindakan administrasi untuk melarang mengangkut barang ke dalam atau luar daerah
pabean dengan cara menegah sarana pengangkut.

181. Pejabat bea dan cukai berwenang untuk mengunci, menyegel, dan/atau melekatkan tanda
pengaman yang diperlukan terhadap barang tersebut di bawah ini, kecuali:

a. barang yang dimasukkan ke daerah pabean untuk diangkut terus keluar daerah
pabean.
b. Impor yang belum diselesaikan kewajiban pabeannya yang berada di sarana
pengangkut tempat penimbunan atau tempat lain.
c. barang ekspor yang harus diawasi yang berada di sarana pengangkut, tempat
penimbunan atau tempat lain.
d. barang lain yang harus diawasi menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan
yang berada di sarana pengangkut, tempat penimbunan atau tempat lain.

182. Segel dan/atau tanda pengaman tersebut dibawah ini dapat diterima sebagai pengganti
segel atau tanda pengaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995
Tentang Kepabeanan, kecuali:

a. yang digunakan instansi pabean di negara lain.
b. yang digunakan dinas/kantor pos Indonesia atau negara lain.
c. yang diunakan penegak hukum lain di dalam daerah pabean atau negara lain.
d. yang digunakan oleh pengangkut, pemilik tempat penimbunan atau tempat lain yang
harus diawasi.
183. Berdasarkan pasal 80 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan:

a. Pemilik dan/atau yang menguasai sarana pengangkut atau tempat-tempat yang
dikunci, disegel, dan/atau dilekati tanda pengaman oleh Pejabat Bea dan Cukai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 wajib menjamin agar semua kunci segel, atau
tanda pengaman tersebut tidak rusak, lepas, atau hilang.
b. Kunci, segel, atau tanda pengaman yang telah dipasang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 78 dan Pasal 79 tidak boleh dilepas atau dirusak tanpa izin Pejabat Bea dan
Cukai.
c. huruf a dan b, salah.
d. huruf a dan b, betul.

184. Berdasarkan pasal 81 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan:

a. di atas sarana pengangkut atau di tempat lain yang berisi barang di bawah
pengawasan pabean dapat ditempatkan pejabat bea dan cukai.
b. apabila di sarana pengangkut atau tempat lain sebagaimana dimaksud pada pada
huruf a tidak tersedia akomodasi, pengangkut atau pengusaha yang bersangkutan
wajib memberikan bantuan.
c. huruf a dan b, salah.
d. huruf a dan b, betul.

185. Berdasarkan pasal 83 ayat (3) pengangkut atau pengusaha yang tidak memberikan
bantuan yang layak sebagaimana dimaksud dalam pasal 82 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995
Tentang Kepabeanan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar:

a. Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah.
b. Rp.2.000.000,00 (dua juta rupiah).
c. Rp. 3.000.000,00 (tiga juta rupiah)
d. Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

186. Berdasarkan pasal 82 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, Pejabat bea dan cukai
berwenang melakukan:

a. pemeriksaan pabean atas barang impor atau barang ekspor setelah pemberitahuan
pabean diserahkan,
b. pemeriksaan dokumen atas barang impor atau barang ekspor setelah pemberitahuan
pabean diserahkan, atau
c. pemeriksaan fisik atas barang impor atau barang ekspor setelah pemberitahuan
pabean diserahkan.
d. Huruf a lebih tepat.

187. Pemeriksaan barang sebagaimana dimaksud dalam pasal 82 Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang
Kepabeanan, pemilik barang atau kuasanya:

a. tidak wajib menghadiri pemeriksaan.
b. dapat menghadiri pemeriksaan secara sukarela.
c. menghadiri pemeriksaan atas perintah pejabat bea dan cukai.
d. wajib menghadiri pemeriksaan.
188. Pemeriksaan barang sebagaimana dimaksud dalam pasal 82 Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang
Kepabeanan, memberikan wewenang kepada pejabat bea dan cukai untuk melakukan
pemeriksaan barang guna:

a. memperoleh data dan penilaian yang tepat mengenai pemberitahuan atau dokumen
yang diajukan.
b. penegahan barang.
c. pemberian persetujuan pengeluaran barang.
d. huruf a, b, dan c betul.

189. Pejabat bea dan cukai berwenang meminta importir, eksportir, pengangkut, pengusaha
tempat penimbunan sementara, pengusaha tempat penimbunan berikat, atau yang
mewakilinya menyerahkan barang untuk diperiksa, membuka sarana pengangkut atau
bagiannya, dan membuka setiap bungkusan atau pengemas yang akan diperiksa. Yang
dimaksud dengan menyerahkan barang dan membuka sarana pengangkut atau bagiannya
untuk diperiksa, yaitu:

a. Orang tersebut diatas menunjukan tempat atau lokasi barang yang akan diperiksa
kepada pejabat bea dan cukai.
b. Orang tersebut diatas menunjukkan tempat-tempat dimana barang ditimbun atau
disimpan yang dapat diperiksa pejabat bea dan cukai.
c. Orang tersebut diatas membuka semua tempat dimana barang disimpan atau
ditimbun dan menyiapkan barang untuk diperiksa pejabat bea dan cukai.
d. Orang tersebut diatas menyiapkan barang di tempat pemeriksaan barang dan
menyiapkan peralatan pemeriksaan sehingga pejabat bea dan cukai dapat melakukan
pemeriksaan fisik barang dan membuka semua bagian sarana pengangkut yang
ditunjuk oleh pejabat bea dan cukai untuk dilakukan pemeriksaan.

190. Berdasarkan pasal 82 ayat (5) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan; setiap orang yang
salah memberitahukan jenis dan/atau jumlah barang dalam pemberitahuan pabean atas
impor yang mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk dikenai sanksi
administrasi berupa denda:

a. paling sedikit 100% (seratus persen) dari bea masuk yang kurang dibayar .
b. 200% (dua ratus persen) dari bea masuk yang kurang dibayar.
c. paling banyak 500% (lima ratus persen) dari bea masuk yang kurang dibayar.
d. paling sedikit 100% (seratus persen) dari bea masuk yang kurang dibayar dan paling
banyak 1.000% (seribu persen) dari bea masuk yang kurang dibayar.

191. Berdasarkan pasal 82 ayat (6) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan; Setiap orang yang
salah memberitahukan jenis dan/atau jumlah barang dalam pemberitahuan pabean atas
ekspor yang mengakibatkan tidak terpenuhinya pungutan negara di bidang ekspor dikenai
sanksi administrasi berupa denda:

a. paling sedikit 100% (seratus persen) dari pungutan negara di bidang ekspor yang
kurang dibayar.
b. 200% (dua ratus persen) dari pungutan negara di bidang ekspor yang kurang dibayar.
c. paling banyak 500% (lima ratus persen) dari pungutan negara di bidang ekspor yang
kurang dibayar.
d. paling sedikit 100% (seratus persen) dari pungutan negara di bidang ekspor yang
kurang dibayar dan paling banyak 1.000% (seribu persen) dari pungutan negara di
bidang ekspor yang kurang dibayar.

192. Berdasarkan pasal 82A ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan; Untuk
kepentingan pengawasan, pejabat bea dan cukai berwenang melakukan pemeriksaan
karena jabatan atas fisik barang impor atau barang ekspor sebelum atau sesudah
pemberitahuan pabean disampaikan. Pemberitahuan pabean dimaksud, anatara lain:

a. Pemberitahuan Impor Barang (PIB).
b. Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB).
c. Pemberitahuan Kedatangan Sarana Pengangkut.
d. Huruf a, b, dan c betul.

193. Yang dimaksud dengan pemeriksaan karena jabatan atas fisik barang impor atau ekspor
dalam pasal 82A ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, yaitu pemeriksaan yang
dilakukan oleh pejabat bea dan cukai karena:

a. adanya informasi kemungkinan barang impor atau ekspor tidak diberitahukan.
b. barang impor atau ekspor tersebut termasuk kataegori berisiko tinggi.
c. Importir atau eksportir yang bersangkutan berisiko tidak termasuk dalam daftar putih.
d. kewenangan yang dimilikinya berdasarkan undang-undang ini dalam rangka
pengawasan.

194. Berdasarkan pasal 83 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan; surat yang dicurigai berisi
barang impor atau barang ekspor yang dikirim melalui pos dapat dibuka oelh pejabat bea
dan cukai di hadapan si alamat:

a. jika si alamat tidak dapat ditemukan, menunggu sampai si alamat datang.
b. jika si alamat tidak dapat ditemukan, menunggu sampai si alamat datang dalam waktu
yang ditetapkan oleh pihak kantor pos.
c. jika si alamat tidak dapat ditemukan, surat dapat dibuka oleh pejabat bea dan cukai
bersama petugas kantor pos.
d. huruf c yang harus dilaksanakan.

195. Berdasarkan pasal 84 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan; Pejabat bea dan cukai
berwenang meminta kepada importir atau eksportir untuk menyerahkan buku, catatan,
surat menyurat yang bertalian dengan impor atau ekspor, dan mengambil contoh barang
untuk pemeriksaan pemberitahuan pabean. Ini dimaksud sebagai pertimbangan bagi
pejabat bea dan cukai untuk:

a. memberikan persetujuan impor atau ekspor barang.
b. melaksanakan audit.
c. Huruf a dan b salah.
d. Huruf a dan b betul.

196. Berdasarkan pasal 85 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan; Pejabat bea dan cukai
memberikan persetujuan impor atau ekspor setelah pemberitahuan pabean yang telah
memenuhi persyaratan diterima dan hasil pemeriksaan barang tersebut sesuai dengan
pemberitahuan pabean. Ketentuan ini berlaku terhadap penyelesaian impor atau ekspor
yang dilayani dengan:

a. Jalur merah.
b. Jalur kuning.
c. Jalur hijau.
d. Vooruitslag.

197. Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, pejabat bea dan cukai dapat
melakukan pemeriksaan pabean terhadap barang tertentu yang diangkut dalam daerah
pabean (pasal 85A Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan). Pemeriksaan dimaksud
untuk barang:

a. impor untuk dipakai.
b. ekspor yang menyinggahi pelabuhan dalam daerah pabean dan selanjutnya menuju
luar daerah pabean.
c. impor diangkut terus/lanjut tujuan dalam daerah pabean.
d. khusus pengangkutan dalam daerah pabean.

198. Pemeriksaan pabean terhadap barang tertentu sebagaimana dimaksud dalam pasal 85A
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan dapat dilakukan di daerah pabean pada:

a. di tempat pemuatan.
b. saat pengangkutan.
c. saat pembongkaran di tempat tujuan
d. saat pemuatan, pengangkutan, dan/atau pembongkaran di tempat tujuan.

199. Dalam melaksanakan audit kepabeanan, pejabat bea dan cukai berwenang:

a. meminta laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar
pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha, serta surat yang berkaitan
dengan kegiatan di bidang kepabeanan.
b. meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari orang dan pihak lain yang terkait.
c. huruf a dan b betul.
d. huruf a dan b salah.

200. Dalam melaksanakan audit kepabeanan, pejabat bea dan cukai berwenang memasuki
tempat-tempat tersebut dibawah ini, kecuali:

a. rumah tinggal pengusaha yang bersangkutan.
b. ruangan tempat untuk menyimpan laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen
yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan surat-surat yang berkaitan dengan kegiatan
usaha, termasuk sarana/media penyimpan data elektronik, dan barang yang dapat
memberi petunjuk tentang keadaan kegiatan usaha yang berkaitan dengan kegiatan
kepabeanan.
c. bangunan pabrik.
d. bangunan kegiatan usaha.

201. Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan yang
menyebabkan pejabat bea dan cukai tidak dapat menjalankan kewenangan audit
kepabeanan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar:
a. Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
b. Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).
c. Rp50.000.000,00 (lima puluh lima juta rupiah).
d. Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).

202. Audit kepabeanan dilakukan dalam rangka pengawasan sebagai konsekuensi dari
diberlakukannya hal-hal tersebut di bawah ini, kecuali:

a. sistem self assesment.
b. ketentuan nilai pabean berdasarkan nilai transaksi.
c. pemberian fasilitas tidak dipungut, pembebasan, keringanan, pengembalian, atau
penangguhan bea masuk yang hanya dapat diawasi dan dievaluasi setelah barang
impor keluar dari kawasan pabean.
d. sistem pelayanan jalur merah, kuning dan hijau.
203. Apabila dalam pelaksanaan audit kepabeanan ditemukan adanya kekurangan pembayaran
bea masuk yang disebabkan oleh kesalahan pemberitahuan jumlah dan/atau jenis barang,
orang wajib membayar bea masuk yang kurang dibayar dan dikenai sanksi administrasi
berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (5), yaitu sebesar:

a. paling sedikit 100% (seratus persen) dari bea masuk yang kurang dibayar .
b. 200% (dua ratus persen) dari bea masuk yang kurang dibayar.
c. paling banyak 500% (lima ratus persen) dari bea masuk yang kurang dibayar.
d. paling sedikit 100% (seratus persen) dari bea masuk yang kurang dibayar dan paling
banyak 1.000% (seribu persen) dari bea masuk yang kurang dibayar.

204. Pejabat bea dan cukai berwenang melakukan pemeriksaan atas bangunan dan tempat
lain yang penyelenggaraannya berdasarkan izin yang telah diberikan menurut Undang
Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995
Tentang Kepabeanan, dengan ketentuan:

a. harus dengan surat Perintah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
b. harus dengan surat Perintah Direktur Penindakan dan Penyidikan.
c. harus dengan surat Perintah Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai,
d. huruf a, b, dan c tidak betul.

205. Pejabat bea dan cukai berwenang melakukan pemeriksaan atas bangunan dan tempat
lain yang menurut pemberitahuan pabean berisi barang di bawah pengawasan pabean,
dengan ketentuan:

a. harus dengan surat Perintah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
b. harus dengan surat Perintah Direktur Penindakan dan Penyidikan.
c. harus dengan surat Perintah Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai,
d. huruf a, b, dan c tidak betul.

206. Pejabat bea dan cukai berwenang melakukan pemeriksaan atas bangunan dan tempat lain
yang secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan bangunan atau tempat
lain:
1) yang penyelenggaraannya berdasarkan izin yang telah diberikan menurut Undang
Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1995 Tentang Kepabeanan; atau
2) yang menurut pemberitahuan pabean berisi barang di bawah pengawasan
pabean;
dengan ketentuan;
a. harus dengan surat Perintah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
b. tanpa surat perintah.
c. huruf a dan b betul.
d. huruf a dan b salah.

207. Untuk pemenuhan kewajiban pabean berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan,
pejabat bea dan cukai berwenang memasuki dan memeriksa bangunan atau tempat yang
bukan rumah tinggal selain yang dimaksud dalam Pasal 87 dan dapat memeriksa setiap
barang yang ditemukan, dengan ketentuan:

a. harus dengan surat perintah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
b. tanpa surat perintah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
c. huruf a dan b betul.
d. huruf a dan b salah.

208. Surat perintah tidak diperlukan untuk melakukan :

a. pemeriksaan bangunan atau tempat yang menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang
Kepabeanan, berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
b. pengejaran orang dan/atau barang yang memasuki bangunan atau tempat lain.
c. huruf a dan b, salah.
d. huruf a dan b, betul.

209. Pejabat bea dan cukai berwenang melakukan pemeriksaan atas Tempat Penimbunan
Sementara dan Tempat Penimbunan Berikat;
a. harus dengan surat perintah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
b. tanpa surat perintah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
c. huruf a dan b betul.
d. huruf a dan b salah.

210. Barangsiapa yang menyebabkan pejabat bea dan cukai tidak dapat melaksanakan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 (pemeriksaan bangunan dan tempat
lain) dan Pasal 88 (memasuki dan memeriksa bangunan atau tempat yang bukan
merpakan tempat tinggal yang berhubungan lansung atau tidak langsung dengan
bangunan atau tempat yang dimaksud dalam pasal 87), dikenai sanksi administrasi berupa
denda sebesar :

a. Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
b. Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
c. Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).
d. Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).

211. Untuk pemenuhan kewajiban pabean berdasarkan undang-undang ini pejabat bea dan
cukai berwenang untuk menghentikan dan memeriksa sarana pengangkut serta:

a. Memeriksa Surat izin berlayar.
b. memeriksa Sertifikat laik laut
c. memeriksa kondisi sarana pengangkut.
d. memeriksa barang di atasnya.

212. Sarana pengangkut yang dapat dikecualikan dari pemeriksaan pejabat bea dan cukai:

a. tidak bermuatan.
b. pengamgkut barang cair.
c. tidak melakukan pembongkaran.
d. disegel oleh penegak hukum lain atau dinas pos.

213. Pejabat bea dan cukai berdasarkan pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7A ayat (3) (pemberitahuan pabean sebelum dilakukan pembongkaran)berwenang
untuk menghentikan pembongkaran barang dari sarana pengangkut, apabila:

a. cuaca buruk seperti hujan deras, badai, banjir dan sebagainya.
b. tidak ada petugas bea dan cukai yang mengawasi pembongkaran.
c. petugas bea dan cukai yang mengawasi pembongkaran sedang beristirahat.
d. ternyata barang yang dibongkar tersebut bertentangan dengan ketentuan yang
berlaku.

214. Orang yang tidak melaksanakan perintah penghentian pembongkaran sebagaimana
dimaksud dalam pasal 90 ayat (3), dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar

a. Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
b. Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
c. Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).
d. Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).

215. Untuk keperluan pemeriksaan sarana pengangkut dan barang di atasnya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 90 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, pengangkut
wajib menghentikan sarana pengangkutnya:

a. karena tidak melalui jalur pelayaran yang ditetapkan.
b. karena tidak memasang bendera negara dimana sarana pengangkut bersangkutan
terdaftar.
c. karena nama dan negara asal sarana pengangkut tidak tertulis pada badan/lambung
sarana pengangkut bersangkutan.
d. atas permintaan atau isyarat pejabat bea dan cukai.

216. Pejabat bea dan cukai berwenang meminta agar sarana pengangkut yang diminta berhenti,
dibawa ke kantor pabean atau tempat lain yang sesuai untuk keperluan:
a. pemeriksaan kelengkapan sarana keselamatan bagi penumpang dan awak sarana
pengangkut.
b. pemeriksaan kemungkinan kelebihan muatan.
c. pemeriksan kelengkapan peralatan navigasi dan kehandalan mesin sarana
pengangkut.
d. pemeriksaan sarana pengangkut dan barang di atasnya atas biaya yang bersalah.

217. Pengangkut atas permintaan pejabat bea dan cukai wajib menunjukkan:

a. semua dokumen pelayaran.
b. dokumen atau sertifikat laik laut atau laik terbang.
c. dokumen atau bukti kepemilikan sarana pengangkut.
d. semua dokumen pengangkutan serta pemberitahuan pabean yang diwajibkan
menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan.

218. Pengangkut yang menolak untuk memenuhi permintaan pejabat bea dan cukai untuk:
1) menghentikan sarana pengangkutnya.
2) membawa sarana pengangkutnya ke kantor pabean atau tempat lain yang sesuai
untuk keperluan pemeriksaan.
3) menunjukkan semua dokumen pengangkutan serta pemberitahuan pabean yang
diwajibkan;
dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar:

a. Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
b. Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
c. Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).
d. Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).

219. Untuk pemenuhan kewajiban pabean berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang
Kepabeanan atau peraturan perundang-undangan lain tentang larangan dan pembatasan
impor atau ekspor barang, pejabat bea dan cukai berwenang memeriksa badan setiap
orang:

a. yang berada di atas atau baru saja turun dari sarana pengangkut yang masuk ke dalam
Daerah Pabean.
b. yang berada di atas atau siap naik ke sarana pengangkut yang tujuannya adalah
tempat di dalam Daerah Pabean.
c. huruf a dan b betul.
d. huruf a dan b salah.

220. Untuk pemenuhan kewajiban pabean berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang
Kepabeanan atau peraturan perundang-undangan lain tentang larangan dan pembatasan
impor atau ekspor barang, pejabat bea dan cukai berwenang memeriksa badan setiap
orang:

a. yang sedang berada atau baru saja meninggalkan tempat penimbunan sementara atau
tempat penimbunan berikat.
b. yang sedang berada di dalam atau baru saja meninggalkan daerah pabean.
c. huruf a dan b betul.
d. huruf a dan b salah.

221. Untuk pemenuhan kewajiban pabean berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan
atau peraturan perundang-undangan lain tentang larangan dan pembatasan impor atau
ekspor barang, pejabat bea dan cukai berwenang memeriksa badan setiap orang:

a. yang berada di atas atau siap naik ke sarana pengangkut yang tujuannya adalah
tempat di dalam Daerah Pabean.
b. yang sedang berada di dalam atau baru saja meninggalkan daerah pabean.
c. Huruf a betul dan huruf b salah.
d. Huruf a dan b salah sama sekali.

222. Pemeriksaan badan sebagaiman yang dimaksud dalam pasal 92 Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang
Kepabeanan harus memenuhi ketentuan-ketentuan tersebut di bawah ini:
a. dilakukan dengan tertib.
b. dilakukan di tempat tertutup oleh pejabat bea dan cukai.
c. yang diperiksa melepas seluruh pakaiannya apabila diminta oleh pejabat bea dan
cukai.
d. dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh kedua belah pihak.

223. Orang yang diperiksa sebagaimana dimaksud dalam pasal 92 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995
Tentang Kepabeanan wajib memenuhi permintaan pejabat bea dan cukai menuju tempat
pemeriksaan untuk dilakukan pemeriksaan/penggeledahan. Apabila orang dimaksud
menolak untuk dibawa ke tempat pemeriksaan dan diperiksa/digeledah badan:

a. yang bersangkutan dipaksa secara fisik agar mau diperiksa badan.
b. dikenai sanksi administrasi.
c. dilaporkan kepada instansi yang menangani pembangkangan.
d. ditahan sementara dan dibujuk sampai bersedia untuk diperiksa/digeledah badan.

224. Berdasarkan pasal 92A Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, Direktur Jenderal Bea dan
Cukai karena jabatan atau atas permohonan dari orang yang bersangkutan dapat:

a. membetulkan surat penetapan tagihan kekurangan pembayaran bea masuk yang
dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan
dalam penerapan ketentuan undang-undang ini.
b. mengurangi atau menghapus sanksi administrasi berupa denda dalam hal sanksi
tersebut dikenakan pada orang yang dikenai sanksi karena kekhilafan atau bukan
karena kesalahannya
c. huruf a dan b salah.
d. huruf a dan b betul.

225. Dalam penjelasan pasal 92A Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, disebutkan bahwa:
1) Pengertian membetulkan dapat berarti menambah, mengurangi, atau menghapus,
sesuai dengan sifat kesalahan dan kekeliruannya.
2) Direktur Jenderal Bea dan Cukai karena jabatannya dapat membetulkan atau
membatalkan surat tagihan kekurangan pembayaran bea masuk yang tidak benar,
misalnya tidak memenuhi persyaratan formal meskipun persyaratan materialnya
telah terpenuhi.
3) Pengertian membetulkan dapat berarti menambah, mengurangi, atau menghapus,
sesuai dengan sifat kesalahan dan kekeliruannya.
4) Direktur Jenderal Bea dan Cukai dapat mengurangi atau menghapus sanksi
administrasi berupa denda apabila orang yang dikenai sanksi ternyata hanya
melakukan kekhilafan bukan kesalahan yang disengaja atau kesalahan dimaksud
terjadi akibat perbuatan orang lain yang tidak mempunyai hubungan usaha
dengannya serta tanpa sepengetahuan dan persetujuannya;
penjelasan tersebut diatas:

a. tidak benar sama sekali.
b. sebagaian benar, sebagaian salah
c. nomor 2) dan nomor 4), benar.
d. seluruhnya benar.

226. Orang yang berkeberatan terhadap penetapan pejabat bea dan cukai mengenai tarif
dan/atau nilai pabean untuk penghitungan bea masuk dapat mengajukan keberatan
secara tertulis hanya kepada Direktur Jenderal (pasal 92 Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang
Kepabeanan) dalam waktu:

a. 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penetapan sebesar tagihan yang harus dibayar.
b. 60 (enam puluh) hari sejak tanggal penetapan sebesar tagihan yang harus dibayar.
c. 90(sembilan puluh) hari sejak tanggal penetapan sebesar tagihan yang harus dibayar.
d. 60 (enam puluh) hari sejak tanggal penetapan dengan menyerahkan jaminan sebesar
tagihan yang harus dibayar.

227. Jaminan atas pengajuan keberatan terhadap penetapan pejabat bea dan cukai mengenai
tarif dan/atau nilai pabean untuk penghitungan bea masuk sebagaiman dimaksud dalam
pasal 92 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, tidak wajib diserahkan dalam hal barang
impor:

a. telah dikeluarkan dari kawasan pabean sementara menunggu keputusan pembebasan
berdasarkan pasal 25 Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan dan sepenuhnya berada
di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
b. telah dikeluarkan dari kawasan pabean sementara menunggu keputusan pembebasan
atau keringanan berdasarkan pasal 26 Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan dan
sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
c. telah dikeluarkan dari tempat penimbunan sementara dan ditimbun di tempat
penimbuan berikat.
d. belum dikeluarkan dari kawasan pabean.

228. Direktur Jenderal Bea dan Cukai memutuskan keberatan terhadap penetapan pejabat bea
dan cukai mengenai tarif dan/atau nilai pabean untuk penghitungan bea masuk
sebagaiman dimaksud dalam pasal 92 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, dalam
jangka waktu:

a. satu bulan sejak diterimanya pengajuan keberatan.
b. 30 (tiga puluh hari) sejak diterimanya pengajuan keberatan.
c. 60 (enam puluh hari) sejak diterimanya pengajuan keberatan.
d. 90 (sembilan puluh hari) sejak diterimanya pengajuan keberatan

229. Apabila keberatan terhadap penetapan pejabat bea dan cukai mengenai tarif dan/atau
nilai pabean untuk penghitungan bea masuk sebagaiman dimaksud dalam pasal 92
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan dikabulkan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai:

a. jaminan dicairkan untuk membayar bea masuk dan/atau sanksi administrasi berupa
denda yang ditetapkan.
b. jaminan dikembalikan dalam bentuk utang negara kepada yang bersangkutan sebesar
yang ditetapkan.
c. jaminan dikembalikan, namun diperhitungkan dengan kewajiban membayar bea
masuk yang akan datang, sebesar yang ditetapkan.
d. jaminan dikembalikan.

230. Apabila Direktur Jenderal Bdea dan Cukai tidak memberikan keputusan atas keberatan
terhadap penetapan pejabat bea dan cukai mengenai tarif dan/atau nilai pabean untuk
penghitungan bea masuk sebagaiman dimaksud dalam pasal 92 Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang
Kepabeanan dalam jangka waktu tersebut dibawah ini, keberatan yang bersangkutan
dianggap dikabulkan dan jaminan dikembalikan. Jangka waktu dimaksud:

a. satu bulan sejak diterimanya pengajuan keberatan.
b. 30 (tiga puluh hari) sejak diterimanya pengajuan keberatan.
c. 60 (enam puluh hari) sejak diterimanya pengajuan keberatan.
d. 90 (sembilan puluh hari) sejak diterimanya pengajuan keberatan.

231. Apabila jaminan atas keberatan terhadap penetapan pejabat bea dan cukai mengenai tarif
dan/atau nilai pabean untuk penghitungan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam
pasal 92 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, berupa uang tunai dan pengembalian
jaminan dimaksud dilakukan setelah jangka waktu:

a. satu bulan sejak keberatan dikabulkan, pemerintah memberikan bunga sebesar 2%
(dua persen) setiap bulannya.
b. 30 (tiga puluh) hari sejak keberatan dikabulkan, pemerintah memberikan bunga
sebesar 2% (dua persen) setiap bulannya.
c. 30 (tiga puluh) hari sejak keberatan dikabulkan, pemerintah memberikan bunga
sebesar 2% (dua persen) setiap bulannya paling lama 12 (dua puluh empat) bulan.
d. 30 (tiga puluh) hari sejak keberatan dikabulkan, pemerintah memberikan bunga
sebesar 2% (dua persen) setiap bulannya paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.

232. Dalam hal batas waktu pengajuan keberatan terhadap penetapan pejabat bea dan cukai
mengenai tarif dan/atau nilai pabean untuk penghitungan bea masuk sebagaimana
dimaksud dalam pasal 92 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, tersebut dibawah ini
dilewati, hak yang bersangkutan menjadi gugur dan penetapan dianggap disetujui. Batas
waktu dimaksud, yaitu:

a. satu bulan sejak diterimanya penetapan pejabat bea dan cukai.
b. 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya penetapan pejabat bea dan cukai.
c. dua bulan sejak diterimanya penetapan pejabat bea dan cukai.
d. 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya penetapan pejabat bea dan cukai.

233. Dengan menyerahkan jaminan, orang yang berkeberatan terhadap penetapan pejabat bea
dan cukai selain tarif dan/atau nilai pabean untuk penghitungan bea masuk dapat
mengajukan keberatan secara tertulis hanya kepada Direktur Jenderal bea dan cukai,
dalam waktu:

a. satu bulan sejak tanggal penetapan.
b. 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penetapan.
c. 60 (enam puluh) hari sejak tanggal penetapan.
d. 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal penetapan.

234. Jaminan atas berkeberatan terhadap penetapan pejabat bea dan cukai selain tarif
dan/atau nilai pabean untuk penghitungan bea masuk, tidak wajib diserahkan dalam hal
barang impor:

a. telah dikeluarkan dari kawasan pabean sementara menunggu keputusan pembebasan
berdasarkan pasal 25 Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan dan sepenuhnya berada
di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
b. telah dikeluarkan dari kawasan pabean sementara menunggu keputusan pembebasan
atau keringanan berdasarkan pasal 26 Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan dan
sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
c. telah dikeluarkan dari tempat penimbunan sementara dan ditimbun di tempat
penimbuan berikat.
d. belum dikeluarkan dari kawasan pabean.

235. Dengan menyerahkan jaminan sebesar sanksi administrasi berupa denda yang ditetapkan,
orang yang dikenai sanksi administrasi berupa denda dapat mengajukan keberatan
secara tertulis hanya kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai, dalam jangka waktu:

a. satu bulan sejak tanggal penetapan.
b. 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penetapan.
c. 60 (enam puluh) hari sejak tanggal penetapan.
d. 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal penetapan.

236. Direktur Jenderal memutuskan keberatan atas sanksi administrasi berupa denda
sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 94 Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, dalam
jangka waktu:

a. satu bulan sejak diterimanya pengajuan keberatan.
b. 30 (tiga puluh hari) sejak diterimanya pengajuan keberatan.
c. 60 (enam puluh hari) sejak diterimanya pengajuan keberatan.
d. 90 (sembilan puluh hari) sejak diterimanya pengajuan keberatan.

237. Jaminan yang diserahkan orang atas pengajuan keberatan terhadap pengenaan sanksi
administrasi berupa denda, tidak wajib dalam hal:

a. pemberitahuan pabean tentang kedatangan sarana pengangkut yang segera
melakukan pembongkaran yang terlambat diserahkan, telah dipenuhi/diserahkan.
b. laporan pembongkaran karena keadaan darurat telah diserahkan walaupun lebih dari
72 jam sejak pembongkaran darurat.
c. pemberitahuan pabean kedatangan sarana pengangkut yang tidak segera melakukan
pembongkaran telah diserahkan walaupun sudah lebih dari 24 jam sejak kedatangan
sarana pengangkut melalui laut.
d. Huruf a, b, dan c salah.

238. Apabila dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya pengajuan keberatan
atas pengenaan sanksi administrasi berupa denda, Direktur Jenderal Bea dan Cukai tidak
memberikan keputusan, keberatan yang bersangkutan dianggap dikabulkan dan jaminan
dikembalikan. Apabila berupa uang tunai dan pengembalian jaminan dilakukan setelah
jangka waktu:

a. satu bulan sejak keberatan dikabulkan, pemerintah memberikan bunga sebesar 2%
(dua persen) setiap bulannya.
b. 30 (tiga puluh) hari sejak keberatan dikabulkan, pemerintah memberikan bunga
sebesar 2% (dua persen) setiap bulannya.
c. 30 (tiga puluh) hari sejak keberatan dikabulkan, pemerintah memberikan bunga
sebesar 2% (dua persen) setiap bulannya paling lama 12 (dua puluh empat) bulan.
d. 30 (tiga puluh) hari sejak keberatan dikabulkan, pemerintah memberikan bunga
sebesar 2% (dua persen) setiap bulannya paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.

239. Berdasarkan pasal 95 Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan ,Orang yang berkeberatan terhadap:
1) penetapan kembali oleh Direktur Jenderal Bea Dan Cukai atas tarif dan nilai
pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2),
2) keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93
ayat (2),
3) keputusan Direktur Jenderal Bea Dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal
93A ayat (4), atau
4) keputusan Direktur Jenderal Bea Dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94
ayat (2);
dapat mengajukan permohonan banding kepada Pengadilan Pajak, dalam jangka waktu:

a. 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penetapan atau tanggal keputusan.
b. 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penetapan atau tanggal keputusan, setelah pungutan
yang terutang dilunasi.
c. 60 (enam puluh) hari sejak tanggal penetapan atau tanggal keputusan dengan
menyerahkan jaminan sebesar pungutan yang terutang.
d. 60 (enam puluh) hari sejak tanggal penetapan atau tanggal keputusan, setelah
pungutan yang terutang dilunasi.

240. Setiap orang yang melakukan hal tesebut di bawah ini, dipidana karena melakukan
penyelundupan di bidang impor dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah). Hal yang dimaksud (jawaban lebih dari satu):

a. mengangkut barang impor yang tidak tercantum dalam manifes sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7A ayat (2).
b. membongkar barang impor di luar kawasan pabean atau tempat lain tanpa izin kepala
kantor pabean.
c. membongkar barang impor yang tidak tercantum dalam pemberitahuan pabean
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7A ayat (3).
d. membongkar atau menimbun barang impor yang masih dalam pengawasan pabean di
tempat selain tempat tujuan.

241. Setiap orang yang melakukan hal tesebut di bawah ini, dipidana karena melakukan
penyelundupan di bidang impor dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah). Hal yang dimaksud adalah (jawaban lebih dari satu):
a. membongkar atau menimbun barang impor yang masih dalam pengawasan pabean di
tempat selain tempat tujuan yang ditentukan dan/atau diizinkan.
b. menyembunyikan barang impor secara melawan hukum.
c. mengeluarkan barang impor yang belum diselesaikan kewajiban pabeannya dari
kawasan pabean atau dari tempat penimbunan berikat atau dari tempat lain di bawah
pengawasan pabean tanpa persetujuan pejabat bea dan cukai yang mengakibatkan
tidak terpenuhinya pungutan negara berdasarkan Undang Nomor 17 Tahun 2006
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang
Kepabeanan.
d. mengangkut barang impor dari tempat penimbunan sementara atau tempat
penimbunan berikat sampai ke kantor pabean tujuan dan tidak dapat membuktikan
bahwa hal tersebut di luar kemampuannya.

242. Setiap orang yang:
1) mengangkut barang impor dari tempat penimbunan sementara atau tempat
penimbunan berikat yang tidak sampai ke kantor pabean tujuan dan tidak dapat
membuktikan bahwa hal tersebut di luar kemampuannya; atau
2) dengan sengaja memberitahukan jenis dan/atau jumlah barang impor dalam
pemberitahuan pabean secara salah,
dipidana karena melakukan penyelundupan di bidang impor dengan pidana:
a. penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
b. penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp5.00.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
c. penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun.
d. penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahundan pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

243. Setiap orang yang melakukan hal tersebut di bawah ini, dipidana karena melakukan
penyelundupan di bidang ekspor dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah). Hal yang dimaksud adalah (jawaban lebih dari satu):

a. mengekspor barang tanpa menyerahkan pemberitahuan pabean.
b. dengan sengaja memberitahukan jenis dan/atau jumlah barang ekspor dalam
pemberitahuan pabean secara salah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11A ayat
(1) Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1995 Tentang Kepabeanan yang mengakibatkan tidak terpenuhinya pungutan
negara di bidang ekspor.
c. memuat barang ekspor di luar kawasan pabean dengan izin kepala kantor pabean
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11A ayat (3) Undang Nomor 17 Tahun 2006
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang
Kepabeanan.
d. membongkar barang ekspor di dalam daerah pabean dengan izin kepala kantor
pabean;

244. Setiap orang yang melakukan hal tersebut di bawah ini, dipidana karena melakukan
penyelundupan di bidang ekspor dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah). Hal yang dimaksud adalah (jawaban lebih dari satu):

a. memberitahukan jenis dan/atau jumlah barang ekspor dalam pemberitahuan pabean
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11A ayat (1) ) Undang Nomor 17 Tahun 2006
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang
Kepabeanan.
b. memuat barang ekspor di luar kawasan pabean tanpa izin kepala kantor pabean
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11A ayat (3).
c. membongkar barang ekspor di dalam daerah pabean tanpa izin kepala kantor pabean.
d. mengangkut barang ekspor sesuai dengan pemberitahuan pabean sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9A ayat (1) ) Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan.

245. Setiap orang yang:
1) membongkar barang ekspor di dalam daerah pabean tanpa izin kepala kantor
pabean; atau
2) mengangkut barang ekspor tanpa dilindungi dengan dokumen yang sah sesuai
dengan pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9A ayat (1)
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan;
dipidana karena melakukan penyelundupan di bidang ekspor dengan pidana:

a. penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
b. penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
c. penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun.
d. penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahundan pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

246. Pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 dan Pasal 102A Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995
Tentang Kepabeanan yang mengakibatkan terganggunya sendi-sendi perekonomian
negara dipidana dengan pidana:

a. penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun.
b. penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp5000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
c. penjara paling singkat 5(lima) tahun dan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh)
tahun.
d. penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh)
tahun dan pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan
paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

247. Dalam hal perbuatan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 102, Pasal 102A,
Pasal 102B dilakukan oleh pejabat

dan aparat penegak hukum, pidana yang dijatuhkan:
a. sama dengan pidana sebagaimana ancaman pidana dalam Pasal 102, Pasal 102A, dan
Pasal 102B Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan.
b. sama dengan pidana sebagaimana ancaman pidana dalam Pasal 102, Pasal 102A, dan
Pasal 102B Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan ditambah 1/3 (satu pertiga)
pidana denda administrasi.
c. sama dengan pidana sebagaimana ancaman pidana dalam Pasal 102, Pasal 102A, dan
Pasal 102B Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan ditambah 1/3 (satu pertiga)
pidana penjara.
d. sama dengan pidana sebagaimana ancaman pidana dalam Pasal 102, Pasal 102A, dan
Pasal 102B Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan ditambah 1/3 (satu pertiga).

248. Setiap orang yang mengangkut barang tertentu yang tidak sampai ke kantor pabean
tujuan:

a. karena di luar kemampuannya dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu)
tahun.
b. karena ditimpa bencana alam dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling
sedikit Rp1.000.000.00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000.00 (seratus
juta rupiah).
c. dan tidak dapat membuktikan bahwa hal tersebut di luar kemampuannya dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.00 (satu juta rupiah)
dan paling banyak Rp100.000.000.00 (seratus juta rupiah).
d. dan tidak dapat membuktikan bahwa hal tersebut di luar kemampuannya dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp10.000.000.00 (sepuluh juta
rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000.00 (satu miliar rupiah).

249. Setiap orang yang:
1) menyerahkan pemberitahuan pabean dan/atau dokumen pelengkap pabean yang
palsu atau dipalsukan, atau
2) membuat, menyetujui, atau turut serta dalam pemalsuan data ke dalam buku atau
catatan.
dipidana dengan:

a. pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)
dan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
b. pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah)
c. pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana penjara paling lama 8
(delapan) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp10.000.000,00 (sepuluh juta
rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima milayar rupiah).
d. pidana penjara paling singkat 2 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama
(delapan) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima milayar rupiah).

250. Setiap orang yang:
1) memberikan keterangan lisan atau tertulis yang tidak benar, yang digunakan untuk
pemenuhan kewajiban pabean; atau
2) menimbun, menyimpan, memiliki, membeli, menjual, menukar, memperoleh, atau
memberikan barang impor yang diketahui atau patut diduga berasal dari tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102
dipidana dengan:

a. pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)
dan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
b. pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
c. pidana penjara paling singkat 2 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 8
(delapan) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (sepuluh juta
rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima milayar rupiah).
d. pidana penjara paling singkat 2 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 8
(delapan) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima milayar rupiah).

251. Setiap orang yang melakukan hal seperti tersebut di bawah ini; dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun
dan/atau pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Hal yang dilakukan dimaksud yaitu:

a. menyerahkan pemberitahuan pabean dan/atau dokumen pelengkap pabean yang
palsu atau dipalsukan.
b. memberikan keterangan lisan atau tertulis yang digunakan untuk pemenuhan
kewajiban pabean.
c. Huruf a dan b betul.
d. Huruf a dan b salah.

252. Setiap orang yang melakukan hal seperti tersebut di bawah ini; dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun
dan/atau pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Hal yang dilakukan dimaksud yaitu:

a. memperoleh barang impor yang diketahui atau patut diduga berasal dari tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102.
b. memperoleh barang impor yang diketahui atau patut diduga berasal dari tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 dengan itikad baik.
c. Huruf a dan b betul.
d. Huruf a dan b salah.

253. Setiap orang yang secara tidak sah mengakses sistem elektronik yang berkaitan dengan
pelayanan dan/atau pengawasan di bidang kepabeanan dipidana dengan:

a. pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
b. pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
dan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
c. pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
d. pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
dan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

254. Setiap orang yang secara tidak sah mengakses sistem elektronik yang berkaitan dengan
pelayanan dan/atau pengawasan di bidang kepabeanan yang mengakibatkan tidak
terpenuhinya pungutan negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan,
dipidana dengan pidana:

a. penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan/atau pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan
paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
b. penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan/atau pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
c. penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
d. penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

255. Setiap orang yang:
1) mengangkut barang yang berasal dari tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 102, Pasal 102A, atau Pasal 102B;
2) memusnahkan, memotong, menyembunyikan, atau membuang buku atau catatan
yang menurut undang-undang ini harus disimpan;
3) menghilangkan, menyetujui, atau turut serta dalam penghilangan keterangan dari
pemberitahuan pabean, dokumen pelengkap pabean, atau catatan; atau
4) menyimpan dan/atau menyediakan blangko faktur dagang dari perusahaan yang
berdomisili di luar negeri yang diketahui dapat digunakan sebagai kelengkapan
pemberitahuan pabean menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan;
dipidana dengan pidana penjara:

a. paling singkat 1 (satu) tahun, dan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau
pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
b. paling singkat 1 (satu) tahun, dan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau
pidana denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
c. paling singkat 1 (satu) tahun, dan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau
pidana denda paling sedikit Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
d. paling singkat 1 (satu) tahun, dan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau
pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

256. Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak membuka, melepas, atau merusak kunci,
segel atau tanda pengaman yang telah dipasang oleh pejabat bea dan cukai dipidana
dengan pidana:

a. penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun
dan/atau pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
b. penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun
dan/atau pidana denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
c. penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun
dan/atau pidana denda paling sedikit Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
d. penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun
dan/atau pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

257. Pengusaha pengurusan jasa kepabeanan yang melakukan pengurusan Pemberitahuan
Pabean atas kuasa yang diterimanya dari importir atau eksportir, apabila melakukan
perbuatan yang diancam dengan pidana berdasarkan menurut Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang
Kepabeanan,

a. ancaman pidana tersebut tidak berlaku terhadapnya.
b. ancaman pidana tersebut tidak sepenuhnya berlaku terhadapnya.
c. ancaman pidana tersebut berlaku juga terhadapnya sesuai perbuatan yang dilakukan.
d. ancaman pidana tersebut berlaku juga terhadapnya seperti importir atau eksportir.

258. Dalam hal suatu tindak pidana yang dapat dipidana menurut undang-undang ini dilakukan
oleh atau atas nama suatu badan hukum, perseroan atau perusahaan, perkumpulan,
yayasan atau koperasi, tuntutan pidana ditujukan dan sanksi pidana dijatuhkan kepada:

a. badan hukum, perseroan atau perusahaan, perkumpulan, yayasan atau koperasi
tersebut; dan/atau
b. yang melakukan tindak pidana tersebut.
c. huruf a dan b salah
d. huruf a dan b betul.

259. Barang tersebut berikut ini:
1) Barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102, Pasal 103 huruf d, atau
Pasal 104 huruf a, barang ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102A, atau
barang tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102D yang berasal dari tindak
pidana,
2) Sarana pengangkut yang semata-mata digunakan untuk melakukan tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 dan Pasal 102A,
3) Sarana pengangkut yang digunakan untuk melakukan tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 102D,
dinyatakan sebagai berikut:

a. dirampas untuk negara.
b. dapat dirampas untuk negara.
c. huruf a dan b salah.
d. huruf a dan b betul.

260. Dalam hal pidana denda tidak dibayar oleh terpidana, sebagai gantinya diambil dari
kekayaan dan/atau pendapatan terpidana, apabila tidak dapat dipenuhi, pidana denda
diganti dengan pidana kurungan;

a. paling lama dua bulan.
b. paling lama tiga bulan.
c. paling lama lima bulan.
d. paling lama enam bulan.

261. Tindak pidana di bidang kepabeanan tidak dapat dituntut setelah lampau waktu:

a. empat tahun sejak diserahkan pemberitahuan pabean atau sejak terjadinya tindak
pidana.
b. lima tahun sejak diserahkan pemberitahuan pabean atau sejak terjadinya tindak
pidana.
c. elapan tahun sejak diserahkan pemberitahuan pabean atau sejak terjadinya tindak
pidana.
d. sepuluh tahun sejak diserahkan pemberitahuan pabean atau sejak terjadinya tindak
pidana.

262. Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam undang-undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak
pidana di bidang kepabeanan, karena kewajibannya berwenang :
1) menyuruh berhenti orang yang disangka melakukan tindak pidana di bidang
kepabeanan serta memeriksa tanda pengenal diri tersangka. menerima laporan
atau keterangan dari seseorang tentang adanya tindak pidana di bidang
kepabeanan.
2) memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi.
3) meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan yang berkaitan dengan tindak
pidana di bidang kepabeanan.
4) melakukan penangkapan dan penahanan terhadap orang yang disangka
melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan.
5) meminta keterangan dan bukti dari orang yang sangka melakukan tindak pidana di
bidang kepabeanan.
6) memotret dan/atau merekam melalui media audiovisual terhadap orang, barang,
sarana pengangkut, atau apa saja yang dapat dijadikan bukti adanya tindak pidana
di bidang Kepabeanan.
7) memeriksa catatan dan pembukuan yang diwajibkan menurut undang-undang ini
dan pembukuan lainnya yang terkait.
8) mengambil sidik jari orang.
9) menggeledah rumah tinggal, pakaian, atau badan.
10) menggeledah tempat atau sarana pengangkut dan memeriksa barang yang
terdapat di dalamnya apabila dicurigai adanya tindak pidana di bidang
kepabeanan.
11) menyita benda-benda yang diduga keras merupakan barang yang dapat dijadikan
sebagai bukti sehubungan dengan tindak pidana di bidang kepabeanan.
12) memberikan tanda pengaman dan mengamankan apa saja yang dapat dijadikan
sebagai bukti sehubungan dengan tindak pidana di bidang kepabeanan.
13) mendatangkan tenaga ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara tindak pidana di bidang kepabeanan.
14)
15) menghentikan penyidikan.
16) melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di
bidang kepabeanan menurut hukum yang bertanggung jawab;
wewenang penyidik pegawai negeri sipil Bea dan Cukai tersebut di atas:

a. pada mumunya betul.
b. sebagaian tidak betul.
c. sebagaian uraiannya kurang lengkap.
d. semuanya betul.

263. Untuk kepentingan penerimaan negara, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan
tindak pidana di bidang kepabeanan atas permintaan:

a. Kepala Kantor Pabean.
b. Penyidik Prgawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
c. Direktur Jenderal Bea dan Cukai
d. Menteri Keuangan Republik Indonesia.

264. Penghentian penyidikan tindak pidana di bidang kepabeanan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 113 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan hanya dilakukan setelah
yang bersangkutan:

a. melunasi bea masuk yang tidak atau kurang dibayar.
b. melunasi sanksi administrasi berupa denda.
c. melunasi bea masuk yang tidak atau kurang dibayar ditambah dengan sanksi
administrasi berupa denda.
d. melunasi bea masuk yang tidak atau kurang dibayar ditambah dengan sanksi
administrasi berupa denda empat kali jumlah bea masuk yang tidak atau kurang
dibayar.

265. Penghentian penyidikan tindak pidana di bidang kepabeanan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 113 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan hanya dilakukan setelah
yang bersangkutan melunasi bea masuk yang tidak atau kurang dibayar, ditambah dengan
sanksi administrasi berupa denda sebesar:

a. satu kali jumlah bea masuk yang tidak atau kurang dibayar.
b. dua kali jumlah bea masuk yang tidak atau kurang dibayar.
c. tiga kali jumlah bea masuk yang tidak atau kurang dibayar.
d. empat kali jumlah bea masuk yang tidak atau kurang dibayar.

266. Sikap dan perilaku pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terikat pada kode etik yang
menjadi pedoman pelaksanaan tugas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang
Kepabeanan. Ini mengamanatkan setiap pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya harus mengutamakan fungsi pelayanan maupun
pengawasan:

a. dalam menghimpun dana melalui pemungutan bea masuk,
b. melindungi kepentingan masyarakat, kelancaran arus barang, orang, dokumen, dan
c. dapat menciptakan iklim usaha yang dapat lebih mendorong laju pembangunan
nasional.
d. huruf a, b, dan c betul.

267. Apabila pejabat bea dan cukai dalam menghitung atau menetapkan bea masuk atau bea
keluar tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan sehingga
mengakibatkan belum terpenuhinya pungutan negara, pejabat bea dan cukai dikenai
sanksi:

a. sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. mengganti kerugian negara yang tidak terpungut.
c. pembebasan sementara dari tugas.
d. menagih yang bersangkutan.

268. Orang perseorangan, kelompok orang, dan/atau unit kerja yang berjasa dalam menangani
pelanggaran kepabeanan berhak memperoleh premi. Jumlah premi diberikan paling
banyak sebesar:

a. 10% (sepuluh persen) dari sanksi administrasi berupa denda dan/atau hasil lelang
barang yang berasal dari tindak pidana kepabeanan.
b. 20% (dua puluh persen) dari sanksi administrasi berupa denda dan/atau hasil lelang
barang yang berasal dari tindak pidana kepabeanan.
c. 35% (tiga puluh lima persen) dari sanksi administrasi berupa denda dan/atau hasil
lelang barang yang berasal dari tindak pidana kepabeanan.
d. 50% (lima puluh persen) dari sanksi administrasi berupa denda dan/atau hasil lelang
barang yang berasal dari tindak pidana kepabeanan.
269. Semua pelanggaran yang oleh Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan diancam dengan sanksi
administrasi berupa denda yang dihitung berdasarkan persentase dari bea masuk, jika
tarif atau tarif akhir bea masuk atas barang yang berkaitan dengan pelanggaran tersebut
nol persen, maka atas pelanggaran tersebut, si pelanggar dikenai sanksi administrasi
berupa denda sebesar:

a. Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
b. Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah).
c. Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
d. Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).

270. Berdasarkan pasal 115 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, persyaratan dan tata cara :
1) barang yang diimpor dari suatu kawasan yang telah ditunjuk sebagai daerah
perdagangan bebas dan/atau pelabuhan bebas;
2) Pemberitahuan Pabean di instalasi dan alat-alat yang berada di Landas Kontinen
Indonesia dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia,;
diatur dengan:

a. peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
b. peraturan Menteri Keuangan Republi Indonesia.
c. peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia.
d. peraturan pemerintah.

271. Barang yang dimasukkan atau dikeluarkan ke dan dari serta berada di kawasan yang telah
ditunjuk sebagai daerah perdagangan bebas dan/atau pelabuhan bebas:

a. tidak diawasi oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
b. diawasi secara selektif oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
c. dipantau oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
d. dapat diawasi oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

272. Berdasarkan permintaan masyarakat, Direktur Jenderal memberikan informasi yang
dikelolanya, kecuali:

a. informasi yang sifatnya tertentu.
b. informasi nilai barang impor dan ekspor.
c. informasi tarif.
d. informasi nilai tukar mata uang asing.

273. Setiap pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dilarang memberitahukan segala
sesuatu yang diketahuinya atau diberitahukan kepadanya oleh orang dalam rangka
jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang
Kepabeanan kepada:

a. pegawai bea dan cukai.
b. pejabat bea dan cukai
c. pejabat atasannya.
d. pihak lain yang tidak berhak.

274. Pada saat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan mulai berlaku:

a. peraturan pelaksanaan yang telah ada di bidang kepabeanan tetap berlaku sepanjang
tidak bertentangan dan/atau belum diatur dengan peraturan pelaksanaan yang baru
berdasarkan undang-undang ini.
b. urusan kepabeanan yang pada saat berlakunya undang-undang ini belum dapat
diselesaikan,penyelesaiannya dilakukan berdasarkan ketentuan perundang-undangan
di bidang kepabeanan yang meringankan setiap orang.
c. huruf b salah.
d. huruf a dan b betul.

Anda mungkin juga menyukai