Anda di halaman 1dari 7

Dehidrasi

1. Definisi : keadaan keseimbangan cairan yang negative/terganggu yang bisa disebabkan oleh
berbagai penyakit (Huang et al ,2009)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak daripada pemasukan
air(input)(Suraatmaja,2010).Cairan yang keluar basanya disertai dengan elektrolit
(Latief,dkk,2009).
2. Etiologi :
-muntah & diare yang berlebihan
-asupan cairan yang tidak cukup
-ketoasidosis diabetic
-demam tinggi berkepanjangan
-hiperventilasi
3. Klasifikasi
Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan fisik, dehidrasi dapat dibagi menjadi dehidrasi
ringan, sedang dan berat seperti pada tabel di bawah ini:

Tabel 3.1 Klasifikasi Dehidrasi Berdasarkan Gejala Klinis dan Pemeriksaan Fisik

Gejala/tanda ringan (3-5%) Sedang (6-9%) Berat (10% atau
lebih)

Tingkat kesadaran Sadar Letargi Tidak sadar
Pengisian kembali
kapiler
2 detik 2-4 detik Lebih dari 4 detik
Membrane mukosa Normal Kering Sangat kering
Denyut jantung Sedikit meningkat Meningkat Sangat meningkat
Laju pernapasan Normal Meningkat Meningat dan
hiperapnea
Tekanan darah Normal Normal; ortostatik Menurun
Denyut nadi Normal Cepat dan lemah Sangat lemah/ samar
atau tidak teraba
Turgor kulit Kembali normal Kembali lambat Tidak segera kembali
Fontanella Normal Agak cekung Cekung
Mata Normal Cekung Sangat cekung
Keluaran urin Menurun Oliguria Anuria



Berdasarkan gambaran elektrolit serum, dehidrasi dapat dibagi menjadi :
a. Dehidrasi Hiponatremik atau Hipotonik
Dehidrasi hiponatremik merupakan kehilangan natrium yang relatif lebih besar daripada air,
dengan kadar natrium kurang dari 130 mEq/L. Apabila terdapat kadar natrium serum kurang dari
120 mEq/L, maka akan terjadi edema serebral dengan segala akibatnya, seperti apatis, anoreksia,
nausea, muntah, agitasi, gangguan kesadaran, kejang dan koma (Garna, dkk., 2000). Kehilangan
natrium dapat dihitung dengan rumus :



S Na bearti konsentrasi natrium serum yang terukur, sedangkan 135 adalah nilai normal rendah
natrium serum. Pada dehidrasi hipotonik atau hiponatremik, cairan ekstraseluler relatif hipotonik
terhadap cairan intraseluler, sehingga air bergerak dari kompartemen ekstraseluler ke
intraseluler. Kehilangan volume akibat kehilangan eksternal dalam bentuk dehidrasi ini akan
makin diperberat dengan perpindahan cairan ekstraseluler ke kompartemen intraseluler. Hasil
akhirnya adalah penurunan volume ekstraseluler yang dapat mengakibatkan kegagalan sirkulasi
(Behrman et al, 2000). Dehidrasi hiponatremik dapat disebabkan oleh penggantian kehilangan
cairan dengan cairan rendah solut (Graber, 2003).

b. Dehidrasi Isonatremi atau Isotonik
Dehidrasi isonatremik (isotonik) terjadi ketika hilangnya cairan sama dengan konsentrasi natrium
dalam darah. Kehilangan natrium dan air adalah sama jumlahnya/besarnya dalam kompartemen
cairan ekstravaskular maupun intravaskular.
Kadar natrium pada dehidrasi isonatremik 130-150 mEq/L (Huang et al, 2009). Tidak ada
perubahan konsentrasi elektrolit darah pada dehidrasi isonatremik (Latief, dkk., 2005).

c. Dehidrasi Hipernatremik atau Hipertonik
Defisit natrium (mEq) = (135 - S Na) air tubuh total (dalam L) (0,6 x berat badan dalam kg)

Dehidrasi hipernatremik (hipertonik) terjadi ketika cairan yang hilang mengandung lebih
sedikit natrium daripada darah (kehilangan cairan hipotonik), kadar natrium serum > 150 mEq/L.
Kehilangan natrium serum lebih sedikit daripada air, karena natrium serum tinggi, cairan di
ekstravaskular pindah ke intravaskular meminimalisir penurunan volume intravaskular (Huang et
al, 2009). Dehidrasi hipertonik dapat terjadi karena pemasukan (intake) elektrolit lebih banyak
daripada air (Dell, 1973 dalam Suharyono, 2008). Cairan rehidrasi oral yang pekat, susu formula
pekat, larutan gula garam yang tidak tepat takar merupakan faktor resiko yang cukup kuat
terhadap kejadian hipernatremia (Segeren, dkk., 2005). Terapi cairan untuk dehidrasi
hipernatremik dapat sukar karena hiperosmolalitas berat dapat mengakibatkan kerusakan
serebrum dengan perdarahan dan trombosis serebral luas, serta efusi subdural. Jejas serebri ini
dapat mengakibatkan defisit neurologis menetap.
Seringkali, kejang terjadi selama pengobatan bersamaan dengan kembalinya natrium
serum ke kadar normal. Selama masa dehidrasi, kandungan natrium sel-sel otak meningkat,
osmol idiogenik intraselular, terutama taurine, dihasilkan. Dengan penurunan cepat osmolalitas
cairan ekstraselular akibat perubahan natrium serum dan kadang-kadang disertai penurunan
konsentrasi subtansi lainnya yang serasa osmotik aktif misalnya glukosa, dapat terjadi
perpindahan berlebihan air ke dalam sel otak selama rehidrasi dan menimbulkan udem serebri.
Pada beberapa penderita, udem otak ini dapat ireversibel dan bersifat mematikan. Hal ini dapat
tejadi selama koreksi hipernatremia yang terlalu tergesa-gesa atau dengan penggunaan larutan
hidrasi awal yang tidak isotonis. Terapi disesuaikan untuk mengembalikan kadar natrium serum
ke nilai normal tetapi tidak lebih cepat dari 10 mEq/L/24 jam (Behrman et al, 2000).
4. DIAGNOSIS
Gejala dan tanda klinis dehidrasi pada usia lanjut tak jelas, bahkan bisa tidak ada sama sekali.
Gejala klasik dehidrasi seperti rasa haus, lidah kering, penurunan turgordan mata cekung sering
tidak jelas. Gejala klinis paling spesifik yang dapat dievaluasi adalah penurunan berat badan akut
lebih dari 3%. Tanda klinnis obyektif lainya yang dapat membantu mengindentifikasi kondisi
dehidrasi adalah hipotensi ortostatik. Berdasarkan studi di Divisi Geriatri Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI-RSCM, bila ditemukan aksila lembab/basah, suhu tubuh meningkat dari
suhu basal, diuresis berkurang, berat jenis (bj) urin lebih dari atau sama dengan 1,019 (tanpa
adanya glukosuria dan proteinuria), serta rasio blood urea nitrogen/kreatinin lebih dari atau sama
dengan 16,9 (tanpaadanya perdarahan aktif saluran cerna) maka kemungkinan terdapat dehidrasi
pada usia lanjut adalah 81%. Kriteria ini dapat dipakai dengan syarat: tidak menggunakan obat
obat sitostatik, tidak ada perdarahan saluran cerna, dan tidak ada kondisi overload (gagal jantung
kongensif, sirosis hepatis dengan hipertensi portal, penyakit ginjal kronik stadium terminal,
sindrom nefrotik).
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Kadar natrium plasma darah
Osmolaritas serum
Ureum dan kreatinin darah
BJ urin
Tekanan vena sentral (central venous pressure)
6. KOMPLIKASI
Gagal ginjal, sindrom delirium akut
7. TERAPI
Lakukan pengukuran keseimbangan (balans) cairan yang masuk dan keluar secara berkala sesuai
kebutuhan.
Pada dehidrasi ringan, terapi cairan dapat diberikan secara oral sebanyak 1500-2500 ml/24 jam
(30ml/kg berat badan/24 jam) untuk kebutuhan dasar, ditambah dengan penggantian defisit
cairan sehari, termasuk jumlah insensible water loss sangat perlu dilakukan setiap hari.
Perhatikan tanda tanda kelebihan cairan seperti ortopnea, sesak napas, perubahan pola tidur,
atau confusion. Cairan yang diberikan secara oral tergantung jenis dehidrasi.
Dehidrasi hipertonik: cairan yang dianjurkan adalah air atau minuman dengan kandungan
sodium rendah, jus buah seperti apel, jeruk, dan anggur
Dehidrasi isotonik: cairan yang dianjurkan selain air dan suplemen yang mengandung
sodium (jus tomat), juga dapat diberikan larut isotonik yang ada dipasaran
Dehidrasi hipotonik cairan yang dianjurkan seperti di atas tetapi dibutuhkan kadar
sodium yang lebih tinggi
Pada dehidrasi sedang sampai berat dan pasien tidak dapat minum per oral, selain pemberian
cairan enternal, dapat diberikan rehidrasi parental. Jika cairan tubuh yang hilang terutama adalah
air, maka jumlah cairan rehidrasi yang dibutuhkan dapat dihitung dengan rumus:
Defisit cairan (litar) = cairan badan total (CBT) yang diinginkan CBT saat ini
CBT yang diinginkan = kadar na serum X CBT saat ini
140
CBT saat ini (pria) = 50% X berat badan (kg)
CBT saat ini (perempuan) = 45% berat badan (kg)

jenis cairan kristaloid yang digunakan untuk rehidrasi tergantung dari jenis dehidrasinya. Pada
dehidrasi isotonik dapat diberikan cairan Na Cl 0,9% atau dekstrosa 5 % dengan kecepatan 25
30 % dari defisit cairan total per hari. Pada dehidrasi hipertonik cairan NaCl 0,45%. Dehidrasi
hipotonik ditatalaksana dengan mengatasi penyebab yang mendasari, penambahan diet natrium,
dan bila perlu pemberian cairan hipertonik.
8. Patofisiologi




9.Prognosis
Dubia at Bonam

Anda mungkin juga menyukai