Anda di halaman 1dari 23

1

BAB I
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. IE
Umur : 23 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Bidan Honorer
Pendidikan : D.3
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Buton/Indonesia
Alamat : Desa Kioko, Kecamatan Bonegunu, Kab. Buton Utara
No. RM : 396968
Kelas : I
Tanggal Masuk : 2 Mei 2014, Jam 18.30 WITA

B. ANAMNESIS
1. Keluhan utama : Keluar air-air dari jalan lahir.
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien rujukan Puskesmas Kulisusu dengan G
I
P
0
A
0
(HPHT : 7-9-2013 ;
TP : 14-6-2014), masuk ruang bersalin dengan keluhan keluar air-air dari jalan
lahir sejak 1 hari yang lalu, air-air yang keluar seperti rembesan, tidak
berwarna dan tidak berbau. Nyeri perut tembus belakang (-). Pelepasan lendir
(-), darah (-). Gerakan janin masih sering dirasakan ibu. Buang air kecil lancar
dan buang air besar teratur. Riwayat berhubungan dengan suami (koitus) (-).
Riwayat berobat ke dokter kandungan 2 bulan yang lalu karena keputihan
tetapi sampai saat ini pasien masih menderita keputihan.


2

3. Riwayat penyakit terdahulu
Pasien tidak pernah mengalami perdarahan selama kehamilan. Pasien
menderita keputihan sejak 2 bulan yang lalu. Riwayat hipertensi (-) saat
sebelum hamil ataupun kehamilan saat ini,. Tidak ada riwayat asma(-),
penyakit diabetes melitus (-), anemia (-), TBC (-), Penyakit jantung (-),
penyakit ginjal (-), alergi obat (-).
4. Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada riwayat hipertensi (-), riwayat asma (-), keganasan (-) maupun
diabetes melitus (-) dalam keluarga.
5. Riwayat pemeriksaan antenatal
Pasien mengatakan melakukan pemeriksaan antenatal di posyandu atau
puskesmas setiap bulan. Pasien sudah mendapatkan imunisasi TT I dan TT II.
6. Riwayat Obstetri
Pasien mengalami haid pertama (menarke) pada usia 12 tahun. Lama
haid 5 hari, siklus haid teratur 28-30 hari. Pasien menikah diusia 22 tahun.
7. Riwayat KB: Pasien belum pernah menggunakan KB

C. STATUS GENERALIS
1. Keadaan umum : Baik, kesadaran komposmentis.
2. Tanda Vital :
TD : 110/70 mmHg FN : 78 kali/menit
FP : 20 kali/menit Suhu : 36,7
0
C
3. Kepala : Konjunktiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
4. Jantung : Bunyi jantung I/II murni reguler, murmur (-)
5. Paru : Bunyi pernapasan vesikuler, wheezing (-/-), Ronkhi (-/-)
6. Abdomen : Bunyi peristaltik (+) kesan normal, linea nigra (+) striae
gravidarum (+), skar (-)
7. Ekstremitas : Edema ekstr.sup (-/-) ekstr.inf (-/-)

3

D. PEMERIKSAAN OBSTETRIK / GINEKOLOGI
1. Pemeriksaan luar:
- Leopold I TFU : pertengahan antara pusat dan proc.xyphoideus ( 29
cm)
- Leopold II Punggung kanan
- Leopold III Bagian terbawah janin: kepala
- Leopold IV Belum masuk PAP, perlimaan 5/5
- DJJ 146 kali/menit, reguler
- HIS (-)
- TBJ : 29 x 82 = 2378 gram
- Janin kesan tunggal
2. Pemeriksaan Dalam Vagina (PDV)
Tidak dilakukan.

E. DIAGNOSIS
G
I
P
0
A
0
, Gravid preterm (33-34 minggu), Ketuban Pecah Dini

F. RENCANA TERAPI
- IVFD RL 28 tpm
- Inj. Dexametason 1 amp/6 jam/IV (sebanyak 4 kali)
- Amoxicillin tab 500 mg 3x1
- Histolan 1x1
- Bedrest

G. PROGNOSIS
Dubia at Bonam



4

H. FOLLOW UP
Waktu Perjalanan Penyakit

Diagnosa dan Rencana Terapi
Sabtu,
3 Mei 2014

S : Keluar air-air dari jalan lahir (+)
(sedikit), gerakan bayi masih dirasakan ibu.
O : KU = Baik
Kesadaran : CM
TD : 110/70 mmHg FP : 18 x/m
FN : 80 x/m S : 36,5
o
C
DJJ : 132 x/m
Pemeriksaan USG : letak kepala dan
cairan amnion kesan cukup.

Assesment:
G
I
P
0
A
0
Gravid Preterm (34
minggu), Ketuban Pecah Dini

Instruksi :
- IVFD RL 28 tpm
- Selesaikan pematangan paru
sampai pukuk 17.00
- Amoxicillin 3 x 1
- Histolan 1 x 1
- Bedrest
Minggu,
4 Mei 2014

S : Keluar air-air dari jalan lahir (+)
(sedikit), gerakan bayi masih dirasakan ibu.
O : KU = Baik
Kesadaran : CM
TD : 110/70 mmHg FP : 18 x/m
FN : 84 x/m S : 36,5
o
C
DJJ : 140 x/m

Assesment:
G
I
P
0
A
0
Gravid Preterm (34
minggu), Ketuban Pecah Dini

Instruksi :
- Aff infus
- Amoxicillin 3 x 1
- Histolan 1 x 1
Bedrest
Senin,
5 Mei 2014

S : Keluar air-air dari jalan lahir (+)
(sedikit), gerakan bayi masih dirasakan ibu.
O : KU = Baik
Kesadaran : CM
TD : 110/70 mmHg FP : 20 x/m
FN : 80 x/m S : 37
o
C
DJJ : 144 x/m

Assesment:
G
I
P
0
A
0
Gravid Preterm (34
minggu), Ketuban Pecah Dini

Instruksi :
- Amoxicillin 3 x 1
- Histolan 1 x 1
Bedrest
5



Selasa,
6 Mei 2014

S : Keluar air-air dari jalan lahir (-),
gerakan bayi masih dirasakan ibu.
O : KU = Baik
Kesadaran : CM
TD : 110/70 mmHg FP : 20 x/m
FN : 84 x/m S : 37
o
C
DJJ : 140 x/m

Assesment:
G
I
P
0
A
0
Gravid Preterm (34
minggu), Ketuban Pecah Dini

Instruksi :
- Amoxicillin 3 x 1
- Bedrest

Rabu,
7 Mei 2014

S : Keluar air-air dari jalan lahir (-),
gerakan bayi masih dirasakan ibu.
O : KU = Baik
Kesadaran : CM
TD : 110/70 mmHg FP : 20 x/m
FN : 84 x/m S : 37
o
C
DJJ : 141 x/m

Assesment:
G
I
P
0
A
0
Gravid Preterm (34
minggu), Ketuban Pecah Dini

Instruksi :
- Amoxicillin 3 x 1
- Pasien boleh pulang













6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
KETUBAN PECAH DINI

A. DEFINISI
Ketuban pecah dini atau spontaneus/early/premature rupture of membrans
(PROM) merupakan pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum
menunjukkan tanda-tanda persalinan / inpartu. Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi
kapan saja baik pada kehamilan aterm maupun preterm. Saat aterm sering disebut
dengan aterm prematur rupture of membrans atau ketuban pecah dini aterm. Bila
terjadi sebelum umur kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini preterm /
preterm prematur rupture of membran (PPROM) dan bila terjadi lebih dari 12 jam
maka disebut prolonged PROM.
1,2,3

B. ETIOLOGI
Sampai saat ini penyebab KPD belum diketahui secara pasti, tetapi ditemukan
beberapa faktor predisposisi yang berperan pada terjadinya ketuban pecah dini, antara
lain:
1. Infeksi
Adanya infeksi pada selaput ketuban (korioamnionitis lokal) sudah cukup untuk
melemahkan selaput ketuban di tempat tersebut. Bila terdapat bakteri patogen di
dalam vagina maka frekuensi amnionitis, endometritis, infeksi neonatal akan
meningkat 10 kali. Ketuban pecah dini sebelum kehamilan preterm sering diakibatkan
oleh adanya infeksi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bakteri yang terikat
pada membran melepaskan substrat seperti protease yang menyebabkan melemahnya
membran. Penelitian terakhir menyebutkan bahwa matriks metalloproteinase
merupakan enzim spesifik yang terlibat dalam pecahnya ketuban oleh karena
infeksi.
2,4,5

7

2. Defisiensi vitamin C
Vitamin C diperlukan untuk pembentukan dan pemeliharaan jaringan kolagen.
Selaput ketuban (yang dibentuk oleh jaringan kolagen) akan mempunyai elastisitas
yang berbeda tergantung kadar vitamin C dalam darah ibu.
2,4
3. Faktor selaput ketuban
Pecahnya ketuban dapat terjadi akibat peregangan uterus yang berlebihan atau
terjadi peningkatan tekanan yang mendadak di dalam kavum amnion, di samping juga
ada kelainan selaput ketuban itu sendiri. Hal ini terjadi seperti pada sindroma Ehlers-
Danlos, dimana terjadi gangguan pada jaringan ikat oleh karena defek pada sintesa
dan struktur kolagen dengan gejala berupa hiperelastisitas pada kulit dan sendi,
termasuk pada selaput ketuban yang komponen utamanya adalah kolagen. Dimana 72
% penderita dengan sindroma Ehlers-Danlos ini akan mengalami persalinan preterm
setelah sebelumnya mengalami ketuban pecah dini preterm.
4
4. Faktor umur dan paritas
Semakin tinggi paritas ibu akan makin mudah terjadi infeksi cairan amnion
akibat rusaknya struktur serviks akibat persalinan sebelumnya.
2,4
5. Faktor tingkat sosio-ekonomi
Sosio-ekonomi yang rendah, status gizi yang kurang akan meningkatkan
insiden KPD, lebih-lebih disertai dengan jumlah persalinan yang banyak, serta jarak
kelahiran yang dekat.
2,4
6. Faktor-faktor lain
Inkompetensi serviks atau serviks yang terbuka akan menyebabkan pecahnya
selaput ketuban lebih awal karena mendapat tekanan yang langsung dari kavum uteri.
Beberapa prosedur pemeriksaan, seperti amniosintesis dapat meningkatkan risiko
terjadinya ketuban pecah dini. Pada perokok, secara tidak langsung dapat
menyebabkan ketuban pecah dini terutama pada kehamilan prematur. Kelainan letak
dan kesempitan panggul lebih sering disertai dengan KPD, namun mekanismenya
belum diketahui dengan pasti. Faktor-faktor lain, seperti : hidramnion, gamelli,
8

koitus, perdarahan antepartum, bakteriuria, pH vagina di atas 4,5, stres psikologis,
serta flora vagina abnormal akan mempermudah terjadinya ketuban pecah dini.
2,4
Berdasarkan sumber yang berbeda, penyebab ketuban pecah dini mempunyai
dimensi multifaktorial yang dapat dijabarkan sebagai berikut
2,4
:
Serviks inkompeten.
Ketegangan rahim yang berlebihan : kehamilan ganda, hidramnion.
Kelainan letak janin dalam rahim : letak sungsang, letak lintang.
Kemungkinan kesempitan panggul : perut gantung, bagian terendah belum
masuk pintu atas panggul, disproporsi sefalopelvik.
Kelainan bawaan dari selaput ketuban.
Infeksi yang menyebabkan terjadi proses biomekanik pada selaput ketuban
dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah.

C. EPIDEMIOLOGI
Insiden ketuban pecah dini adalah 5-10% dari persalianan, dan 1% dari seluruh
kehamilan. Mencapai 70% dari kasus ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan
aterm, namun pada beberapa center penelitian lebih dari 50% terjadi saat kehamilan
preterm.

D. PATOFISIOLOGI
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus
dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi
perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena
seluruh selaput ketuban rapuh.
1
Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraselular matriks.
Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas
kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah.
1

9

Faktor risiko untuk terjadinya ketuban pecah dini adalah berkurangnya asam
askorbik sebagai komponen kolagen dan kekurangan tembaga dan asam askorbik
yang berakibat pertumbuhan struktur abnormal karena antara lain merokok.
Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metalloproteinase (MMP) yang
dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease.
1

Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1
mengarah pada degradasi proteolitik dari matriks ekstraseluler dan membran janin.
Aktivitas degradasi proteolitik ini meningkat menjelang persalinan. Pada penyakit
periodontitis dimana terdapat peningkatan MMP, cenderung terjadi ketuban pecah
dini.
1
Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester ketiga
selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada
hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin. Pada
trimester terakhir terjadi perubahan biokimia pada selaput ketuban. Pecahnya ketuban
pada kehamilan aterm merupakan hal fisiologis. Ketuban pecah dini pada kehamilan
prematur disebabkan oleh adanya faktor-faktor eksternal, misalnya infeksi yang
menjalar dari vagina. Ketuban pecah dini pada prematur sering terjadi pada
polihidramnion, inkompeten serviks, solusio plasenta.
1
Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa mekanisme.
Beberapa flora vagina termasuk Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus dan
Trikomonas vaginalis mensekresi protease yang akan menyebabkan terjadinya
degradasi membran dan akhirnya melemahkan selaput ketuban. Respon terhadap
infeksi berupa reaksi inflamasi akan merangsang produksi sitokin, MMP, dan
prostaglandin oleh netrofil PMN dan makrofag. Interleukin-1 dan tumor nekrosis
faktor yang diproduksi oleh monosit akan meningkatkan aktivitas MMP-1 dan
MMP-3 pada sel korion. Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga merangsang
produksi prostalglandin oleh selaput ketuban yang diduga berhubungan dengan
ketuban pecah dini preterm karena menyebabkan iritabilitas uterus dan degradasi
10

kolagen membran. Beberapa jenis bakteri tertentu dapat menghasilkan fosfolipase A2
yang melepaskan prekursor prostalglandin dari membran fosfolipid. Respon
imunologis terhadap infeksi juga menyebabkan produksi prostaglandin E2 oleh sel
korion akibat perangsangan sitokin yang diproduksi oleh monosit. Sitokin juga
terlibat dalam induksi enzim siklooksigenase II yang berfungsi mengubah asam
arakidonat menjadi prostalglandin. Sampai saat ini hubungan langsung antara
produksi prostalglandin dan ketuban pecah dini belum diketahui, namun
prostaglandin terutama E2 dan F2 telah dikenal sebagai mediator dalam persalinan
mamalia dan prostaglandin E2 diketahui mengganggu sintesis kolagen pada selaput
ketuban dan meningkatkan aktivitas dari MMP-1 dan MMP-33. Indikasi terjadi
infeksi pada ibu dapat ditelusuri metode skrining klasik, yaitu temperatur rektal ibu
dimana dikatakan positif jika temperatur rektal lebih 38C, peningkatan denyut
jantung ibu lebih dari 100x/menit, peningkatan leukosit dan cairan vaginal berbau.
4

Tabel1. Frekuensi gejala yang berhubungan dengan infeksi intra-amniotik.

Hormon
Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks ekstraseluler
pada jaringan reproduktif. Kedua hormon ini didapatkan menurunkan konsentrasi
MMP-1 dan MMP-3 serta meningkatkan konsentrasi TIMP pada fibroblas serviks
dari kelinci percobaan. Tingginya konsentrasi progesteron akan menyebabkan
penurunan produksi kolagenase pada babi walaupun kadar yang lebih rendah dapat
menstimulasi produksi kolagen. Ada juga protein hormon relaxin yang berfungsi
mengatur pembentukan jaringan ikat diproduksi secara lokal oleh sel desidua dan
plasenta. Hormon ini mempunyai aktivitas yang berlawanan dengan efek inhibisi oleh
11

progesteron dan estradiol dengan meningkatkan aktivitas MMP-3 dan MMP-9 dalam
membran janin. Aktivitas hormon ini meningkat sebelum persalinan pada selaput
ketuban manusia saat aterm. Peran hormon-hormon tersebut dalam patogenesis
pecahnya selaput ketuban belum dapat sepenuhnya dijelaskan.
4
Kematian Sel Terprogram
Pada ketuban pecah dini aterm ditemukan sel-sel yang mengalami kematian sel
terpogram (apoptosis) di amnion dan korion terutama disekitar robekan selaput
ketuban. Pada korioamnionitis terlihat sel yang mengalami apoptosis melekat dengan
granulosit, yang menunjukkan respon imunologis mempercepat terjadinya kematian
sel. Kematian sel yang terprogram ini terjadi setelah proses degradasi matriks
ekstraseluler dimulai, menunjukkan bahwa apoptosis merupakan akibat dan bukan
penyebab degradasi tersebut. Namun mekanisme regulasi dari apoptosis ini belum
diketahui dengan jelas.
4
Peregangan Selaput Ketuban
Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa faktor di selaput
ketuban seperti prostaglandin E2 dan interleukin-8. Selain itu peregangan juga
merangsang aktivitas MMP-1 pada membran. Interleukin-8 yang diproduksi dari sel
amnion dan korionik bersifat kemotaktik terhadap neutrofil dan merangsang aktifitas
kolegenase. Hal-hal tersebut akan menyebabkan terganggunya keseimbangan proses
sintesis dan degradasi matriks ektraseluler yang akhirnya menyebabkan pecahnya
selaput ketuban.
4
12


Gambar 1. Mekanisme multifaktorial menyebabkan ketuban pecah dini.

E. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Pasien dengan KPD merasa basah pada vagina atau mengeluarkan cairan yang
banyak secara tiba-tiba atau dalam jumlah kecil yang terus-menerus.
1,2,4,5,6

Warna cairam : jernih atau keruh, jika bercampur mekonium: kuning atau
hijau.
5

Bau cairan : berbau atau tidak
5

Apakah pasien disertai demam atau tidak.
4

Pasien tidak sedang dalam masa perslinan, tidak ada nyeri atau kontraksi
uterus.
4

Menanyakan senggama terakhir
5

2. Pemeriksaan Fisik
Palpasi abdomen untuk memastikan volume cairan amnion. Jika ketuban
benar-benar pecah, palpasi abdomen kadang-kadang dapat mendeteksi
berkurangnya cairan karena terdapat peningkatan molase uterus dan dinding
abdomen disekeliling dan penurunan ballottement.
4

13

Pemeriksaan inspekulo
- Inspeksi genitalia eksternal untuk melihat adanya cairan.
4

- Melihat adanya cairan yang mengalir dari ostium serviks.
4

- Lihat genangan cairan amnion di vagina.
,6

- Meminta pasien untuk mengejan, tekan dengan lembut pada fundus atau
angkat bagian presentasi per abdomen sehingga cairan bias mengalir.
4

3. Pemeriksaan Dalam
Pemeriksaan dalam dilakukan untuk menentukan penipisan dan dilatasi serviks.
Pemeriksaan vagina juga mengindentifikasikan bagian presentasi janin dan
menyingkirkan kemungkinan prolaps tali pusat. Periksa dalam harus dihindari kecuali
jika pasien jelas berada dalam masa persalinan atau telah ada keputusan untuk
melahirkan.
4

Pemeriksaan dalam dihindari karena tindakan ini akan meningkatkan risiko
infeksi dan kematian neonatal serta meningkatkan kemungkinan persalinan terjdi
lebih cepat.
3
4. Pemeriksaan Penunjang
Gunakan kertas lakmus yang akan berubah dari merah menjadi biru (Nitrazine
tes positif).
1,2,5

Fern tes cairan amnion : cairan dari fornix posterior di tempatkan pada objek
glass dan didiamkan dan cairan amnion tersebut akan memberikan gambaran
seperti daun pakis (tes pakis positif).
2,4,5

Pemeriksaan leukosit darah, jika > 15.000/mm
3
menentukkan adanya infeksi
atau tidak.
1

Bila kecurigaan infeksi, apusan diambil dari kanalis servikalis untuk
pemeriksaan kultur seviks terhadap Streptococcus beta group B, Clamidia
trachomatis, dan Neisseria gonorea.
2,4,5

Pemeriksaan USG untuk menentukkan : Amniotic fluid index (AFI), usia
kehamilan, aktivitas janin, pengukuran BB janin.
1,2,4,5

14

Kardiotokografi untuk menentukan ada tidaknya kegawatan janin secara dini
atau memantau kesejahteraan janin. Jika ada infeksi intrauterin atau
peningkatan suhu, denyut jantung janin akan meningkat.
4

Amniosintesis digunakan untuk mengetahui rasio lesitin - sfingomielin dan
fosfatidilsterol yang berguna untuk mengevaluasi kematangan paru janin.
4


F. PENATALAKSANAAN
Konservatif
Rawat di rumah sakit dengan metode tirah baring untuk mengurangi
keluarnya air ketuban sehingga masa kehamilan dapat diperpanjang.
1,2

Berikan antibiotik (ampisilin 4x500 mg, erythromycin 3x250 mg peroral,
amoxicillin 3x500 mg selama 7 hari).
2,6,7,8

Jika umur kehamilan < 32 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih
keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
1

Jika umur kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa
negatif : beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan
janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu.
1

Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah in partu, tidak ada infeksi, berikan
tokolitik (salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 24 jam.
1

Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan
induksi.
1

Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterin).
1

Pada usia kehamilan 32-34 minggu, berikan steroid untuk memacu
kematangan paru janin dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin dan
spingomielin tiap minggu.
1




15

Tatalaksana aktif
Kortikosteroid untuk mematangkan paru dengan menggunakan betametason
dan dexametason. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2
hari, deksametason i.m 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.
7,8

Tokolitik untuk mengurngi atau menghambat kontraksi uterus.
7

Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal pikirkan seksio
sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50g intravaginal tiap 6 jam
maksimal 4 kali.
1

Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi dan persalinan
diakhiri jika
1
:
a. Bila skor pelvik < 5, lakukanlah pematangan serviks, kemudian induksi.
Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.
b. Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam
Tatalaksana agresif
Tindakan agresif dilakukan jika ada indikasi vital sehingga tidak dapat ditunda
karena mengancam kehidupan janin atau maternal. Indikasi vital yang dimaksudkan
yaitu
2
:
a. Infeksi intrauteri
b. Solusio plasenta
c. Gawat janin
d. Prolaps tali pusat
e. Evaluasi detak jantung janin dengan KTG menunjukkan hasil gawat janin atau
redup.
f. BB janin cukup viable untuk dapat beradaptasi di luar kandungan.




16





























Gambar 2. Tatalaksana pada ketuban pecah dini kahamilan premature
17

Gambar 3. Tatalaksana ketuban pecah dini pada kehamilan aterm
18

G. KOMPLIKASI
Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode
laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi di dalam
24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24
jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50%
persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan
terjadi dalam 1 minggu.
1

Infeksi
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada
ibu terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia,
omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada
ketuban pecah dini prematur, infeksi lebih sering daripada aterm. Secara
umum, insiden infeksi sekunder pada ketuban pecah dini meningkat
sebanding dengan lamanya periode laten.
1

Hipoksia dan Asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali
pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara
terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air
ketuban, janin semakin gawat.
1

Sindroma deformitas janin
Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan
pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan
anggota badan janin, serta hipoplasia pulmonal.
1


H. Prognosis
Ditentukan berdasarkan umur dari kehamilan, penatalaksanaan dan komplikasi-
komplikasi yang mungkin timbul.
19

BAB III
PEMBAHASAN

Pasien Ny.IE usia 23 tahun masuk ke ruang bersalin RSU Bahteramas pada
tanggal 2 Mei 2014 dengan diagnosa G
I
P
0
A
0
, Gravid preterm (33-34 minggu),
Ketuban Pecah Dini.
Kasus ini di diagnosa kehamilan preterm ditegakkan berdasarkan hasil
anamnesis dan pemeriksaan fisis. Pada anamnesis, didapatkan bahwa HPHT adalah
tanggal 07-09-2013, dengan siklus menstruasi teratur setiap bulannya (setiap 28 hari,
selama 5 hari). Menurut rumus Naegle, yaitu tanggal+7, bulan-3, dan tahun +1, maka
taksiran partus (TP)-nya adalah tanggal 14-06-2014. Berdasarkan HPHT pasien, usia
kehamilannya ialah 33-34 minggu. Berdasarkan pemeriksaan fisik ditemukan tanda-
tanda kehamilan berupa hiperpigmentasi areola mamma, linea nigra dan striae
gravidarum. Dari hasil palpasi didapatkan tinggi fundus uteri adalah pertengahan
antara pusat dan proc.xyphoideus yaitu setinggi 29 cm dan tidak dirasakan adanya
his, sedangkan berdasarkan auskultasi didapatkan denyut jantung janin (DJJ)
146x/menit, reguler. Tetapi untuk lebih memastikan usia kehamilan maka dapat
dilakukan pemeriksaan USG dengan mengukur BPD (Biparietal diameter).
Pada kasus ini pasien juga didiagnosa sebagai ketuban pecah dini berdasarkan
hasil anamnesis yaitu keluarnya air-air dari jalan lahir yang berupa rembesan, tidak
berwarna dan tidak berbau. Berdasarkan teori, diagnosis KPD 90% dapat ditegakkan
melalui anamnesis yaitu pasien dengan KPD merasa basah pada vagina atau
mengeluarkan cairan yang banyak secara tiba-tiba atau dalam jumlah kecil yang
terus-menerus, warna cairan harus diperhatikan (jernih atau berwarna), berbau khas
atau berbau busuk serta belum menunjukkan tanda-tanda persalinan / inpartu
(keadaan inpartu didefinisikan sebagai kontraksi uterus teratur dan menimbulkan
nyeri yang menyebabkan terjadinya efficement atau dilatasi serviks, serta belum ada
pengeluaran lendir darah).
20

Pada dasarnya untuk menentukkan diagnosa KPD masih diperlukan
pemeriksaan fisik berupa pemeriksaan tanda-tanda vital untuk menentukan adanya
infeksi, tetapi berdasarkan hasil pemeriksaan didapatkan suhu 36,7
0
C dan nadi 78
x/m sehingga dapat disimpulkan pada kasus ini tidak ditemukan tanda-tanda infeksi
pada pasien. Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan inspekulo dengan
menggunakan speculum steril, dimana akan didapatkan hasil berupa adanya cairan
yang pada genitalia eksterna, melihat adanya cairan yang mengalir dari ostium
serviks, meliihat genangan cairan amnion di vagina, dan meminta pasien untuk
mengejan, tekan dengan lembut pada fundus atau angkat bagian presentasi per
abdomen sehingga cairan bias mengalir. Tetapi pada kasus ini pemeriksaan inspekulo
tidak dilakukan.
Pemeriksaan lain yang juga dapat dilakukan adalah pemeriksaan dalam, tetapi
pada kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan dalam karena tindakan ini akan
meningkatkan risiko infeksi dan kematian neonatal serta meningkatkan kemungkinan
persalinan terjdi lebih cepat. Periksa dalam harus dihindari kecuali jika pasien sudah
menunjukkan tanda-tanda inpartu.
Pemeriksaan penunjang lain yang dapt dilakukan yaitu dengan menggunakan
kertas lakmus yang akan berubah dari merah menjadi biru (Nitrazine tes positif), Fern
tes cairan amnion : cairan dari fornix posterior di tempatkan pada objek glass dan
didiamkan dan cairan amnion tersebut akan memberikan gambaran seperti daun pakis
(tes pakis positif), pemeriksaan leukosit darah, jika > 15.000/mm
3
menentukkan
adanya infeksi atau tidak, bila kecurigaan infeksi, apusan diambil dari knalis
servikalis untuk pemeriksaan kultur seviks terhadap Streptococcus beta group B,
Clamidia trachomatis, dan Neisseria gonorea, pemeriksaan USG untuk
menentukkan : Amniotic fluid index (AFI), usia kehamilan, aktivitas janin,
pengukuran BB janin, kardiotokografi untuk menentukan ada tidaknya kegawatan
janin secara dini atau memantau kesejahteraan janin. Jika ada infeksi intrauterin atau
peningkatan suhu, denyut jantung janin akan meningkat, amniosintesis digunakan
untuk mengetahui rasio lesitin - sfingomielin dan fosfatidilsterol yang berguna untuk
21

mengevaluasi kematangan paru janin. Pada kasus ini pemeriksaan penunjang yang
dilakukan yaitu pemeriksaan USG yang menunjukkan bagian terbawah janin kepala
dan cairan amnion kesan cukup.
Ada beberapa faktor predsiposisi terjadi KPD yaitu infeksi, defisiensi vitamin
C, faktor selaput ketuban itu sendiri, faktor umur dan paritas, faktor tingkat sosial-
ekonomi, serta faktor lainnya, seperti : hidramnion, gamelli, koitus, perdarahan
antepartum, bakteriuria, pH vagina di atas 4,5, stres psikologis, serta flora vagina
abnormal akan mempermudah terjadinya ketuban pecah dini. Pada kasus ini faktor
predisposisi KPD dapat dihubungkan dengan gejala keputihan yang terjadi sejak 2
bulan yang lalu, dimana flora vagina abnormal yang menyebabkan keputihan pada
akhirnya akan mensekresi protease yang akan menyebabkan terjadinya degradasi
membran dan akhirnya melemahkan selaput ketuban.
Pada kasus ini penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien berupa terapi
konservatif berupa tirah baring untuk mengurangi keluarnya air ketuban sehingga
kehamilan dapat diperpanjang, pemberian amoxicillin 3 x 500 mg untuk menghindari
terjadinya infeksi. Selanjutnya diberikan tatalaksana aktif berupa pemasangan IVFD
28 tpm, injeksi dexametason 1 ampul diberikan setiap 6 jam sebanyak 4 kali untuk
melakukan pematangan paru, dan pemberian histolan 3 x 1 yang berperan sebagai
tokolitik untuk mengurangi atau menghambat kontraksi uterus.
Prognosis pada kasus ini adalah dubia ad bonam, karena dengan
penatalaksanaan yang telah dilakukan sesuai dengan prosedur penatalaksanan
ketuban pecah dini, perkembangan pasien semakin baik yaitu pengeluaran air-air dari
jalan lahir sudah berhenti dan pasien pulang dengan keadaan umum baik.






22

DAFTRA PUSTAKA

1. Prawirohardjo, S. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT. Bina Pustaka. 2009
2. Manuaba, dkk. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta:EGC. 2007
3. Sinclair, C. Buku Saku Kebidanan. Jakarta : EGC. 2010
4. Amaliaturrahma dan Noor, YA. Ketuban Pecah Dini. [Cited 20 Mei 2014].
Available from URL http://www.scribd.com/doc/ 65476803/tinjauan-pustaka-
KPD.html . 2012
5. Kriebs, JM dan Gegor, CL. Buku Saku Asuhan Kebidanan Varney. Jakarta:EGC.
2010
6. Cunningham, dkk. Obstetri Williams, Ed.23. Jakarta: EGC. 2013
7. Jazayeri,A. Premature Rupture of Membranes. Cited 20 Mei 2014]. Available
from URL http://emedicine.medscape.com/article/261137 . 2013
8. Yulianti, D. Manajemen Komplikasi Kehamilan dan Persalinan. Jakarta:EGC.
2012














23

Bagian Obstetri dan Ginekologi Laporan Kasus
Fakultas Kedokteran Mei 2014
Universitas Halu Oleo

G
I
P
0
A
0
GRAVID PRETERM (33-34 MINGGU) + KETUBAN PECAH DINI


Disusun Oleh:
Sitti Fatimah Siampa
K1A1 09 006


Pembimbing
dr. Hj. Juminten Saimin, Sp.OG (K)


Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik
Bagian Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran
Universitas Halu Oleo
Kendari
2014

Anda mungkin juga menyukai