Anda di halaman 1dari 24

2.

1 Pengertian Syariat Islam


Syariat, bisa disebut syirah, artinya secara bahasa adalah sumber air mengalir yang didatangi manusia atau binatang
untuk minum. Perkataan syaraa fiil maai artinya datang ke sumber air mengalir atau datang pada syariah. Kemudian kata
tersebut digunakan untuk pengertian hukum-hukum Allah yang diturunkan untuk manusia. Sedangkan arti syariat menurut
istilah adalah hukum-hukum (peraturan) yang diturunkan Allah swt. melalui rasul-rasulNya yang mulia, untuk manusia, agar
mereka keluar dari kegelapan ke dalam terang, dan mendapatkan petunjuk ke jalan yang lurus.
Jadi Syariat islam adalah hukum dan aturan Islam yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat Muslim. Selain berisi
hukum dan aturan, syariat Islam juga berisi penyelesaian masalah seluruh kehidupan ini. Maka oleh sebagian penganut
Islam, syariat Islam merupakan panduan menyeluruh dan sempurna seluruh permasalahan hidup manusia dan kehidupan
dunia ini.
Kata syaraa berarti memakai syariat. Juga kata syaraa atau istaraa berarti membentuk syariat atau hukum. Dalam
hal ini Allah berfirman, Untuk setiap umat di antara kamu (umat Nabi Muhammad dan umat-umat sebelumnya) Kami
jadikan peraturan (syariat) dan jalan yang terang. [QS. Al-Maidah (5): 48]
Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) tentang urusan itu (agama), maka ikutilah syariat itu
dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang yang tidak mengetahui. [QS. Al-Maidah (5): 18].
Allah telah mensyariatkan (mengatur) bagi kamu tentang agama sebagaimana apa yang telah diwariskan kepada
Nuh. [QS. Asy-Syuuraa (42): 13].
Pembagian Syariat Islam

Hukum yang diturunkan melalui Nabi Muhammad saw. untuk segenap manusia dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Ilmu Tauhid, yaitu hukum atau peraturan-peraturan yang berhubungan dengan dasar-dasar keyakinan agama Islam,
yang tidak boleh diragukan dan harus benar-benar menjadi keimanan kita. Misalnya, peraturan yang berhubungan dengan
Dzat dan Sifat Allah swt. yang harus iman kepada-Nya, iman kepada rasul-rasul-Nya, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-
Nya, dan iman kepada hari akhir termasuk di dalamnya kenikmatan dan siksa, serta iman kepada qadar baik dan buruk.
Ilmu tauhid ini dinamakan juga Ilmi Aqidah atau Ilmu Kalam.
2. Ilmu Akhlak, yaitu peraturan-peraturan yang berhubungan dengan pendidikan dan penyempurnaan jiwa. Misalnya,
segala peraturan yang mengarah pada perlindungan keutamaan dan mencegah kejelekan-kejelekan, seperti kita harus
berbuat benar, harus memenuhi janji, harus amanah, dan dilarang berdusta dan berkhianat.
3. Ilmu Fiqh, yaitu peraturan-peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya dan hubungan manusia
dengan sesamanya. Ilmu Fiqh mengandung dua bagian: pertama, ibadah, yaitu yang menjelaskan tentang hukum-hukum
hubungan manusia dengan Tuhannya. Dan ibadah tidak sah (tidak diterima) kecuali disertai dengan niat. Contoh ibadah
misalnya shalat, zakat, puasa, dan haji. Kedua, muamalat, yaitu bagian yang menjelaskan tentang hukum-hukum hubungan
antara manusia dengan sesamanya. Ilmu Fiqh dapat juga disebut Qanun (undang-undang).
Tujuan Syariat Islam
Menurut buku Syariah dan Ibadah (Pamator 1999) yang disusun oleh Tim Dirasah Islamiyah dari Universitas Islam
Jakarta, ada 5 (lima) hal pokok yang merupakan tujuan utama dari Syariat Islam, yaitu:
1. Memelihara kemaslahatan agama (Hifzh al-din)
Agama Islam harus dibela dari ancaman orang-orang yang tidak bertanggung-jawab yang hendak merusak aqidah, ibadah
dan akhlak umat. Ajaran Islam memberikan kebebasan untuk memilih agama, seperti ayat Al-Quran:
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam) (QS Al-Baqarah [2]: 256).
Akan tetapi, untuk terpeliharanya ajaran Islam dan terciptanya rahmatan lilalamin, maka Allah SWT telah membuat
peraturan-peraturan, termasuk larangan berbuat musyrik dan murtad:
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu,
bagi siapa yang dikehendakiNya. Barangsiapa yang mempesekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang
besar. (QS An-Nisaa [4]: 48).
Dengan adanya Syariat Islam, maka dosa syirik maupun murtad akan ditumpas.
2. Memelihara jiwa (Hifzh al-nafsi)
Agama Islam sangat menghargai jiwa seseorang. Oleh sebab itu, diberlakukanlah hukum qishash yang merupakan suatu
bentuk hukum pembalasan. Seseorang yang telah membunuh orang lain akan dibunuh, seseorang yang telah mencederai
orang lain, akan dicederai, seseorang yang yang telah menyakiti orang lain, akan disakiti secara setimpal. Dengan demikian
seseorang akan takut melakukan kejahatan. Ayat Al-Quran menegaskan:
Hai orang-orang yang beriman! Telah diwajibkan kepadamu qishash (pembalasan) pada orang-orang yang dibunuh (QS
Al-Baqarah [2]: 178).
Namun, qishash tidak diberlakukan jika si pelaku dimaafkan oleh yang bersangkutan, atau daiat (ganti rugi) telah dibayarkan
secara wajar. Ayat Al-Quran menerangkan hal ini:
Barangsiapa mendapat pemaafan dari saudaranya, hendaklah mengikuti cara yang baik dan hendaklah (orang yang diberi
maaf) membayar diat kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula) (QS Al-Baqarah [2]: 178).
Dengan adanya Syariat Islam, maka pembunuhan akan tertanggulani karena para calon pembunuh akan berpikir ulang
untuk membunuh karena nyawanya sebagai taruhannya. Dengan begitu, jiwa orang beriman akan terpelihara.
3. Memelihara akal (Hifzh al-aqli)
Kedudukan akal manusia dalam pandangan Islam amatlah penting. Akal manusia dibutuhkan untuk memikirkan ayat-ayat
Qauliyah (Al-Quran) dan kauniah (sunnatullah) menuju manusia kamil. Salah satu cara yang paling utama dalam
memelihara akan adalah dengan menghindari khamar (minuman keras) dan judi. Ayat-ayat Al-Quran menjelaskan sebagai
berikut:
Mereka bertanya kepadamu (wahai Muhammad) mengenai khamar (minuman keras) dan judi. Katakanlah: Pada
keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa kedua-duanya lebih besar dari
manfaatnya. (QS Al-Baqarah [2]: 219).
Syariat Islam akan memelihara umat manusia dari dosa bermabuk-mabukan dan dosa perjudian.
4. Memelihara keturunan dan kehormatan (Hifzh al-nashli)
Islam secara jelas mengatur pernikahan, dan mengharamkan zina. Didalam Syariat Islam telah jelas ditentukan siapa saja
yang boleh dinikahi, dan siapa saja yang tidak boleh dinikahi. Al-Quran telah mengatur hal-hal ini:
Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin
lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. (QS Al-Baqarah [2]: 221).
Perempuan dan lak-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas
kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman
kepada Allah dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-
orang yang beriman. (QS An-Nur [24]: 2).
Syariat Islam akan menghukum dengan tegas secara fisik (dengan cambuk) dan emosional (dengan disaksikan banyak
orang) agar para pezina bertaubat.
5. Memelihara harta benda (Hifzh al-mal)
Dengan adanya Syariat Islam, maka para pemilik harta benda akan merasa lebih aman, karena Islam mengenal hukuman
Had, yaitu potong tangan dan/atau kaki. Seperti yang tertulis di dalam Al-Quran:
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagaimana) pembalasan bagi apa
yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha perkasa lagi Maha Bijaksana
(QS Al-Maidah [5]: 38).
Hukuman ini bukan diberlakukan dengan semena-mena. Ada batasan tertentu dan alasan yang sangat kuat sebelum
diputuskan. Jadi bukan berarti orang mencuri dengan serta merta dihukum potong tangan. Dilihat dulu akar masalahnya dan
apa yang dicurinya serta kadarnya. Jika ia mencuri karena lapar dan hanya mengambil beberapa butir buah untuk
mengganjal laparnya, tentunya tidak akan dipotong tangan. Berbeda dengan para koruptor yang sengaja memperkaya diri
dengan menyalahgunakan jabatannya, tentunya hukuman berat sudah pasti buatnya. Dengan demikian Syariat Islam akan
menjadi andalan dalam menjaga suasana tertib masyarakat terhadap berbagai tindak pencurian.
Keistimewaan Syariat Islam
Maka Kami jadikan yang demikian itu hukuman yang berat bagi orang-orang pada masa itu, dan bagi mereka yang datang
kemudian, serta menjadi peringatan bagi orang-orang yang bertakwa. (QS Al-Baqarah [2]: 66).
Dalam Islam berlaku kaidah, Tidak ada hukuman kecuali oleh sebab adanya pelanggaran, dan tidak ada pelanggaran
kecuali adanya nash. Jadi, harus ada nash terlebih dahulu baru sebuah perbuatan itu dapat dikatagorikan sebagai
pelanggaran, kemudian diberlakukan hukuman bagi mereka yang melanggar.
Dari sini kita akan dapat memahami betul Ke-Mahaadilan. Allah SWT yang menyatakan: Dan Kami tidak akan mengazab
hingga Kami utus rasul terlebih dahulu. (QS. Al Israa, 17 : 15). Allah SWT tidak akan pernah memberikan siksa atau azab
kepada orang-orang kafir dan ahli maksiat di neraka nanti kecuali setelah Allah mengutus rasul kepada mereka untuk
menjelaskan tentang syariat-Nya.
Orang-orang yang Islamfobia mencoba memanfaatkan kata, Nakaala dalam ayat tersebut di atas yang bermakna
Hukuman yang berat dengan menyebarkan fitnah terhadap Syariat Islam dengan menyatakan, bahwa Syariat Islam itu
terkesan kejam, keras, bertentangan dengan HAM, tidak manusiawi, tidak adil, zalim dan bermacam-macam tuduhan
lainnya. Dan, ironisnya tidak jarang pernyataan semacam ini muncul dari orang-orang yang mengaku muslim, bahkan
kadung dijuluki Cendekiawan Muslim.
Benarkah hukum Allah itu keras sebagaimana yang mereka tuduhkan? Untuk menjawab tuduhan mereka yang tidak
beralasan tersebut, maka perlu dipaparkan beberapa keistimewaan Syariat Islam sebagai pedoman hidup. Paling tidak,
ada empat keistimewaannya.
Pertama, bahwa dalam Islam kekuasaan mutlak itu hanya di tangan Allah. Kekuasaan menetapkan hukum itu hanya
pada Allah, tidak pada perorangan, golongan, partai maupun pada kesepakatan seperti yang terjadi pada sistim demokrasi.
Dalam Syariat Islam yang berhak menetapkan aturan dan hukum hanya Allah,Ingatlah, menciptakan dan memerintah
hanyalah hak Allah (QS. Al Araaf, 7:54). Juga firman Allah SWT pada QS. Al Anaam ayat 57; Asy Syuraa ayat 10 dan An
Nisaa ayat 105. Maka salah satu bentuk kesesatan oorang-orang Yahudi dan Nasrani di antaranya adalah ketika, Mereka
menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah (QS. At Taubah, 9:31).
Kalau kita berbicara tentang hukum, maka hanya hukum Allah-lah yang pasti adil, sedangkan hukum yang dibuat manusia
sudah pasti zalim. Kenapa hukum yang dibuat manusia itu zalim? Karena tatkala manusia membuat aturan dan hukum,
maka faktor subjektifitas manusianya (hawa nafsunya) ikut mempengaruhi aturan dan hukum yang dibuatnya. Inilah salah
satu perbedaan yang paling mendasar antara syariat Allah dan hukum buatan manusia.
Mengapa hukum Allah itu pasti adil? Karena Allah pada saat membuat aturan tidak punya kepentingan apa pun dengan
aturan yang dibuatnya (QS Al Kahfi, 18:29). Manusia mau mumin atau kafir, mau taat atau maksiat sama sekali tidak
membuat Allah beruntung atau rugi. Aturan yang dibuat oleh yang tidak punya kepentingan inilah yang dijamin adil bagi
semua pihak.
Manusia dituntut untuk bisa mengendalikan kecenderungan hawa nafsunya demi kepentingan hukum Allah yang adil dan
dituntut pula untuk bisa berbuat adil dalam melaksanakan hukum (QS. Al Maa-idah, 5 : 49; An Nisaa, 4:58).
Dalam hadits Nabi Saw yang diriwayatkan Imam Bukhari dikisahkan, ada seorang wanita pada zaman Rasululllah Saw
sesudah fathu Mekah telah mencuri. Lalu Rasulullah memerintahkan agar tangan wanita itu dipotong. Usamah bin Zaid
menemui Rasulullah untuk meminta keringanan hukuman bagi wanita tersebut. Mendengar penuturan Usamah, wajah
Rasulullah langsung berubah. Beliau lalu bersabda: Apakah kamu akan minta pertolongan untuk melanggar hukum-hukum
Allah Azza Wajalla? Usamah lalu menjawab, Mohonkan ampunan Allah untukku, ya Rasulullah.
Pada sore harinya Nabi Saw berkhotbah setelah terlebih dulu memuji dan bersyukur kepada Allah. Inilah sabdanya: Amma
badu. Orang-orang sebelum kamu telah binasa disebabkan bila seorang bangsawan mencuri dibiarkan (tanpa hukuman),
tetapi jika yang mencuri seorang awam (lemah) maka dia ditindak dengan hukuman. Demi yang jiwaku dalam genggaman-
Nya, Apabila Fatimah binti Muhammad mencuri maka akulah yang akan memotong tangannya. Setelah bersabda begitu
beliau pun kembali menyuruh memotong tangan wanita yang mencuri itu.
Yang kedua, syariat Islam bersifat komperhensif, yakni mengatur semua aspek kehidupan. Allah SWT berfirman: Dan
Kami turunkan kepadamu (Muhammad) Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat
dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (QS. An Nahl, 16:89).
Ketiga, sempurna dan sesuai dengan fitrah manusia. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan
telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu (QS. Al Maa-idah, 5:3).
Kesesuaian dengan fitrah manusia, maksudnya memandang manusia tidak sebagai hewan sehingga hanya memenuhi
kebutuhan biologisnya, tidak juga sebagai malaikat yang tidak memiliki hawa nafsu. Tetapi seimbang antara kebutuhan
jasmani dan rohani (QS. Al Qashash,28:77). Bahkan dua-duanya dalam Islam tidak bisa dipisah-pisahkan antara urusan
dunia dan akhirat. bila seorang muslim mencari harta itu pun harus dalam rangka dunia dan akhirat, sehingga dalam
mencarinya harus sesuai dengan aturan-Nya.
Keempat, fleksibel (luwes). Ada beberapa bentuk fleksibelitas Syariat Islam, di antaranya,
Pertama, dari sisi hawa nafsu, Islam tidak menghendaki manusia itu mematikan hawa nafsu dan juga tidak menyukai
manusia yang memenuhi nafsunya tanpa aturan, yang dituntut adalah upaya pengendalian (QS. Al Maa-idah, 5:87; Ali
Imran, 3:134) serta tidak boleh berlebih-lebihan (QS. Al Araaf, 7:31-32).
Rasulullah Saw bersabda: Tiap-tiap ucapan baik tasbih, takbir. tahmid maupun tahlil adalah sedekah, amar maruf nahi
munkar sedekah, bersenggama dengan isteri pun sedekah. Para sahabat lalu bertanya, Apakah melampiaskan syahwat
mendapat pahala? Nabi menjawab, Tidakkah kamu mengerti bahwa kalau dilampiaskannya di tempat yang haram
bukankah itu berdosa? Begitu pula kalau syahwat diletakkan di tempat halal, maka dia memperoleh pahala(HR. Muslim).
Kedua, mudah dalam mengerjakan shalat, karena semua bumi ini masjid kecuali kuburan dan tempat pemandian (HR.
Ahmad).
Ketiga, sangat sedikit yang dibebankan dan yang diharamkan.
Keempat, gugurnya kewajiban yang bisa diganti dengan yang lebih ringan. Gugurnya haji karena tidak mampu. Bila tidak
mampu shaum boleh diganti fidiyah dan bila tidak dijumpai air untuk berwudhu boleh bertayamum (QS. Ali Imran, 3:97, Al
Baqarah, 2:184; An Nisaa, 4:43).
Kelima, dalam kondisi yang betul-betul darurat seorang muslim diperbolehkan melakukan yang dilarang (QS. Al Baqarah,
2:173; Al Anaam, 6:145, An Nahl, 16:115).
Keenam, pelaksanaan kewajiban ada yang mutlak harus sempurna tapi ada juga ruksyah (keringanan).
Ketujuh, gugurnya kewajiban berperang bagi yang tidak mampu, di antaranya orang-orang buta dan pincang (QS. Al Fat-h,
48:17).
Kedelapan, dihalalkan beberapa jenis binatang ternak yang dulu diharamkan.
Kesembilan, larangan shaum/puasa sepanjang tahun penuh.
Kesepuluh, bertahap dalam pelaksanakan kewajiban, sebagaimana pelarangan khamar (QS. Al Baqarah, 2:219; An Nisaa,
4:43; Al Maa-idah, 5:90).
Kesebelas, tidak ada perantara antara hamba dengan Allah, baik dalam akidah maupun dalam ibadah, tidak seperti
kesalahan yang dilakukan kaum Yahudi dan Nasrani (QS. At Taubah, 9:31).
Keduabelas, ada hubungan interaksi sosial dengan non-muslim khususnya ahli kitab (QS. Al Maa-idah, 5:5)
Syariah meliputi 2 bagian utama :
1. Ibadah ( dalam arti khusus), yang membahas hubungan manusia dengan Allah (vertikal). Tatacara dan syarat-rukunya
terinci dalam Quran dan Sunah. Misalnya : salat, zakat, puasa
2. Mu'amalah, yang membahas hubungan horisontal (manusia dan lingkungannya) . Dalam hal ini aturannya aturannya
lebih bersifat garis besar. Misalnya munakahat, dagang, bernegara, dll.
Syariah Islam secara mendalam dan mendetil dibahas dalam ilmu fiqh.
Dalam menjalankan syariah Islam, beberpa yang perlu menjadi pegangan :
a. Berpegang teguh kepada Al-Quran dan Sunah (24 :51, 4:59) menjauhi bid'ah (perkara yang diada-adakan)
b. Syariah Islam telah memberi aturan yangjelas apa yang halal dan haram (7 :33, 156-157), maka :
- Tinggalkan yang subhat (meragukan)
- ikuti yang wajib, jauhi yang harap, terhadap yang didiamkan jangan bertele-tele
c. Syariah Islam diberikan sesuai dengan kemampuan manusia (2:286), dan menghendaki kemudahan (2 :185, 22 :78).
Sehingga terhadap kekeliruan yang tidak disengaja & kelupaan diampuni Allah, amal dilakukan sesuai kemampuan
d. hendaklah mementingkan persatuan dan menjauhi perpecahan dalam syariah (3:103, 8:46)
Syariah harus ditegakkan dengan upaya sungguh-sungguh (jihad) dan amar ma'ruf nahi munkar

2. Ruang Lingkup Syariah Islam
Syariah Islam adalah aturan hidup yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Hukum-
hukum Islam yang diatur dalam Al Quran dan As Sunah meliputi :
1. Aspek aqidah.
2. Aspek akhlaq.
3. Aspek hukum-hukum amaliyah (praktis).
Aspek ini terbagi lagi menjadi dua, yaitu aspek ibadah yang mengatur hubungan hamba dengan
Kholiq seperti sholat, zakat, shoum , haji dan seterusnya, serta aspek muamalah yang mengatur
hubungan sesama hamba. Dalam istilah kontemporer, aspek muamalah ini meliputi aturan hidup
yang sangat luas, yaitu :
a. Ahkamul Akhwal Syakhsiah yaitu hukum-hukum yang mengatur hubungan rumah tangga,
Dalam Al Quran terdapat sekitar 70 ayat yang membahas masalah ini.
b. Al Ahkamul Madaniyah yaitu hukum-hukum yang mengatur transaksi ekonomi sesama
anggota masyarakat, seperti jual beli, pegadaian, sewa menyewa, hutang piutang, syirkah dan
seterusnya. Dalam Al Quran terdapat sekitar 70 ayat yang membahas masalah ini.
c. Al Ahkamul J inaiyah (hukum-hukum pidana), mengatur segala hal yang berkaitan dengan
tindak pidana kejahatan serta hukumannya. Dalam Al Quran terdapat sekitar 30 ayat yang
membahas masalah ini.
d. Al Ahkamul Dusturiyah (hukum ketatanegaraan): mengatur mekanisme penyelenggaraan
negara berikut hubungan antara penguasa dan rakyat. Dalam Al Quran terdapat sekitar 10 ayat
yang membahas masalah ini.
e. Ahkamul Murafaat (hukum perdata): mengatur hal-hal yang berkaitan dengan dunia
peradilan, kesaksian dan sumpah. Dalam Al Quran terdapat sekitar 13 ayat yang membahas ini.
f. Al Ahkamul I qtishodiyah wal Maliyah (ekonomi dan moneter) ; mengatur pendapatan dan
belanja negara serta interaksi antara kaum kaya dan miskin sertanegara dan warga negara dalam
masalah ekonomi. Dalam Al Quran terdapat sekitar 10 ayat yang membahas masalah ini.
g. Al Ahkam Ad Duwaliyah : mengatur hubungan antara negara Islam dengan negara lain dan
hubungan negara dengan warga negara kafir dzimmi dalam negara Islam. Dalam Al Quran
terdapat sekitar 10 ayat yang membahas masalah ini.
[Tarikhu Al Tasyri' Al Islami hal. 84-86, Al Madkhal Ila Dirasati Syari'ah Islamiyah hal. 49-53
dan 156-158, Ilmu Ushulil Fiqhi hal. 32-33 ].
Hukum-hukum ini dibukukan dan diatur lagi secara detail dalam As Sunah An Nabawiyah yang
jumlahnya sangatlah banyak. Demikianlah, syariah Islam merupakan aturan hidup dan
perundangundangan paling lengkap dan sempurna yang Allah Taala turunkan untuk umat
manusia sampai akhir zaman nanti.
3. Prinsip-prinsip syariah Islam dan tabiat hukum-hukumnya :
Menurut tabiat (sifat) nya, hukum-hukum syariah bisa dikelompokkan dalam dua kategori :
(a) Hukum-hukum terperinci : yaitu hukum-hukum yang berkaitan dengan aqidah, atau ibadah
atau akhlaq atau beberapa masalah khusus yang berkaitan dengan hubungan antar individu.
Aqidah hadir secara terperinci menerangkan hakekat-hakekat yang bersifat pasti. Ibadah
mengatur hubungan antara hamba dengan Kholiq, sedangkan akhlaq berperan penting dalam
meluruskan perilaku masyarakat. Ketiga unsur yang diterangkan secara terperinci ini berjalan
seiring membentuk masyarakat yang bertauhid dan lurus serta sholeh. Hukum-hukum yang
berkaitan dengan hubungan antara individu juga bersifat tsabat (baku) dan terperinci karena
keberadaannya dan hajat manusia kepadanya akan tetap berlangsung sepanjang masa dan di
segala tempat, sementara aturan lain tidak ada yang bisa menggantikan perannya dan
merealisasika maslahat bagi umat manusia . Yang termasuk dalam hukum ini adalah ; hukum-
hukum yang berkaitan dengan kehidupan rumah tangga, pernikahan dan warisan, pengharaman
riba dalam aspek muamalah (interaksi ekonomi), hukuman atas berbagai tindak kriminal
(qishosh, diyat, rajam, potong tangan, hukuman atas orang murtad dll). Semuanya bersifat baku
karena hanya aturan inilah yang sesuai dengan segala tempat dan zaman serta merealisasikan
maslahat bagi umat manusia.
(b) Hukum yang bersifat global, hanya menyebutkan kaedah-kaedah pokok dan prinsip-prinsip
umum. Hukum-hukum ini tidak menyebabkan kesempitan bagi umat manusia, sebagaimana juga
tidak akan pernah ketinggalan dengan perkembangan tekhnologi dan peradaban umat manusia.
Hukum-hukum yang termasuk dalam kategori ini menjadi ruang ijtihad bagi para ulama
mujtahidin. Di antara contohnya adalah : kaedah (tidak boleh membahayakan diri sendiri dan
orang lain), prinsip syuro dalam bidang hukum dan prinsip keadilan.
[Al Madkhal Ila Dirasati Syari'ah Islamiyah hal. 43-49 dan 157-158, Ilmu Ushulil Fiqhi hal. 33-
34, Al Imamatu Al 'Udzma 'Inda Ahli Sunah wal Jama'ah hal. 93-100 ].
4. Peran Imam dan Negara dalam Penerapan Syariah
Syariah Islam yang begitu sempurna dan paripurna ini tidaklah mungkin bisa dilaksanakan
secara kaafah oleh individu-individu semata. Memang benar, setiap individu muslim wajib
melaksanakan syariat Islam. Namun penerapan syariat Islam secara kaafah menuntut adanya
prasarana yang mengatur, melindungi dan memberi sangsi bagi para pelangar syariah Islam, baik
dalam aspek aqidah, akhlak maupun hukum.
Tujuan luhur ubudiyah (pengabdian dan penghambaan diri kepada Allah Taala) dengan meniti
jalan syariah-Nya memerlukan wasilah (sarana) yang menjamin kelancaran ubudiyah tersebut.
Di sinilah arti penting adanya negara Islam dan imam (khalifah).
Sesungguhnya negara Islam ditegakkan dan imam diangkat adalah untuk menegakkan perintah
Allah di muka bumi ini sesuai dengan yang disyariatkan Allah Taala serta mar maruf nahi
munkar. Memerintahkan segala yang maruf, menyebarkan segala kebajikan d a n
meninggikannya semaksimal mungkin, dan mencegah segala yang mungkar, memberantas dan
menghukum pelakunya. Inilah tujuan utama diangkatnya imam, sebagaimana ditegaskan oleh
firman Allah Taala :
Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah
benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa. (41) (yaitu)orang-orang yang jika Kami teguhkan
kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat,
menyuruh berbuat yang maruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-
lah kembali segala urusan. (TQS. Al Hajj :40-41).
Tujuan agung ini diwujudkan melalui dua tugas pokok yang besar, yaitu :
A. Iqomatu dien : Menegakkan dien Islam dengan melakukan dua hal :
1). Hifdzuhu (menjaganya) : Yaitu menjaga aqidah Islam dalam dada kaum muslimin, menjaga
tashowur kaum muslimin terhadap dien Islam ini agar senantiasa bersih dari segala keraguan dan
kerancuan serta racun dan virus, menjaga kemurnian hakekat dan makna dien Islam sebagaimana
saat diturunkan Allah Taala, disampaikan oleh Rasulullah, para shahabat dan generasi Islam
sesudahnya serta merealisasikan dienul Islam dalam alam nyata.
Dalam hal ini, tugas imam adalah :
a). Menyebarkan dienul Islam dan mendakwahkannya dengan lisan, tulisan dan senjata. Dakwah
ini meliputi dakwah kepada kaum muslimin dan dakwah kepada non muslim, baik di dalam
negara Islam maupun di luar negara Islam. Sebagai wakil dari keseluruhan umat Islam, imamlah
pihak yang paling bertanggung jawab atas tugas ini. Imam berkewajiban menyebarkan dakwah
kepada non muslim dengan tiga opsi : masuk Islam, atau membayar jizyah atau perang.
b). Membantah dan memerangi segala bentuk bidah, syubhat dan kebatilan. Imam berkewajiban
mengerahkan segala sarana untuk membendung, membantah dan memerangi segala bentuk
syubhat, bidah, kebatilan dan tuduhan-tuduhan palsu musuh-musuh Islam yang merusak dan
mengaburkan kemurnian Islam.
c). Menjaga seluruh wilayah negara Islam dan membentengi daerah-daerah rawan (tsughur).
Dalam aspek militer imam berkewajiban menjaga keamanan dari gangguan yang mengancam
wilayah baik yang datang dari dalam maupun dari luar negara Islam sehingga agama, nyawa,
akal, kehormatan dan harta umat Islam terlindungi dan aman.
2. Tanfidzuhu (merealisasikannya)
1). Menegakkan hukum-hukum syariat dan melaksanakan hukuman bagi pelanggarnya. Hukum
pemungutan zakat, pembagian fai, pembentukan ketentaraan yang berjihad, amar maruf nahi
munkar dan penegakkan hudud merupakan kewajiban imam dan pihak yang ditunjuk sebagai
pembantu dan wakilnya, seperti para gubernur wilayah, komandan militer dan para qadhi syari.
Hukum-hukum ini tidak mungkin ditegakkan oleh individu-individu, karena justru akan
menimbulkan fitnah dan kekacauan.
2). Menghasung manusia untuk melaksanakan dan mentaati hukum-hukum syariah dengan cara
lunak (targhib) maupun keras (tarhib). Sebagian rakyat mau melaksankan syariat Islam dengan
ajakan-ajakan dan dakwah, namun ada juga pihak-pihak yang tetap melanggar dan tidak bias
disadarkan kecuali hukuman-hukuman syariat. Imam menjadi pihak yang paling bertanggung
jawab atas tugas penyadaran ini.
Uraian sekilas ini paling tidak cukup menggambarkan bahwa tahkimu syariah secara kaafah
tidak mungkin terlaksana tanpa adanya negara Islam dan imam. Wallahu Alam bish Shawab wal
Hamdu Lillahi Rabbil Alamien

A. Pengertian Syariah Islam Dalam Kehidupan
Ketentuan-ketentuan sebagaimana dirumuskan dalam syariah, wajib dipatuhi. Orang Islam yakin
bahwa ketentuan Allah SWT yang terdapat dalam syariah itu adalah ketentuanm Allah SWT
yang bersifat universal, oleh karena itu merupakan hukum bagi setiap komponen dalam satu
sistem. Hal ini berarti bahwa setiap ketentuan yang ditinggalkannya atau dilanggar bukan saja
akan merusak lingkungannya tetapi juga akan menghilangkan fungsi parameter dalam komponen
atau fungsi komponen dalam sisten.
Sebagai contoh, seseorang menyalahi janji, berdusta, zina, mencuri, korupsi, dan lain-lain.
Dalam syariah Islam ada istilah rukshoh (keringanan) apabila seseorang tidak dapat
melaksanakan kewajibannya secara normal, maka ia boleh melaksanakannya dengan cara lain
sesuai dengan kekuatan, kemungkinan, dan kondisi, seperti sholat sambil duduk.

B. Ruang Lingkup Syariah
Ruang lingkup syariah lain mencakup peraturan-peraturan sebagai berikut :
1. Ibadah, yaitu peraturan-peraturan yang mengatur hubungan langsung dengan Allah SWT
(ritual), yang terdiri dari :
a. Rukun Islam : mengucapkan syahadat, mengerjakan shalat, zakat, puasa, dan haji.
b. Ibadah lainnya yang berhubungan dengan rumun Islam.
1. Badani (bersifat fisik) : bersuci meliputi wudlu, mandi, tayamum, pengaturan menghilangkan
najis, peraturan air, istinja, adzan, qomat, Itikaf, doa, sholawat, umroh, tasbih, istighfar, khitan,
pengurusan mayit, dan lain-lain.
2. Mali (bersifat harta) : qurban, aqiqah, alhadyu, sidqah, wakaf, fidyah, hibbah, dan lain-lain.
2. Muamalah, yaitu peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan yang lainnya dalam
hal tukar-menukar harta (jual beli dan yang searti), diantaranya : dagang, pinjam-meminjam,
sewa-menyewa, kerja sama dagang, simpanan, penemuan, pengupahan, rampasan perang, utang-
piutang, pungutan, warisan, wasiat, nafkah, titipan, jizah, pesanan, dan lain-lain.
3. Munakahat, yaitu peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan orang lain dalam
hubungan berkeluarga (nikah, dan yang berhubungan dengannya), diantaranya : perkawinan,
perceraian, pengaturan nafkah, penyusunan, memelihara anak, pergaulan suami istri, mas kawin,
berkabung dari suami yang wafat, meminang, khulu, liam dzilar, ilam walimah, wasiyat, dan
lain-lain.
4. Jinayat, yaitu peraturan yang menyangkut pidana, diantaranya : qishsash, diyat, kifarat,
pembunuhan, zinah, minuman keras, murtad, khianat dalam perjuangan, kesaksian dan lain-lain.
5. Siyasa, yaitu yang menyangkut masalah-masalah kemasyarakatan (politik), diantaranya :
ukhuwa (persaudaraan) musyawarah (persamaan), adalah (keadilan), taawun (tolong
menolong), tasamu (toleransi), takafulul ijtimah (tanggung jawab sosial), ziamah
(kepemimpinan) pemerintahan dan lain-lain.
6. Akhlak, yaitu yang mengatur sikap hidup pribadi, diantaranya : syukur, sabar, tawadlu,
(rendah hati), pemaaf, tawakal, istiqomah (konsekwen), syajaah (berani), birrul walidain
(berbuat baik pada ayah ibu), dan lain-lain.
7. Peraturan-peraturan lainnya seperti : makanan, minuman, sembelihan, berburu, nazar,
pemberantasan kemiskinan, pemeliharaan anak yatim, mesjid, dawah, perang, dan lain-lain.


C. Sumber-Sumber Syariah
1. Al-Quran, kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dan merupakan
Undang-Undang yang sebagian besar berisi hukum-hukum pokok.
2. Al-Hadist (As-Sunnah), sumber hukum kedua yang memberikan penjelasan dan rincian
terhadap hukum-hukum Al-Quran yang bersifat umum.
3. Rayu (Ijtihad), upaya para ahli mengkaji Al-Quran dan As-Sunnah untuk menetapkan hukum
yang belum ditetapkan secara pasti dalam Al-Quran dan As-Sunnah.

D. Klasifikasi Syariah
Syariah dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Wajib (Ijab), yaitu suatu ketentuan yang menurut pelaksanaannya, apabila dikerjakan
mendapat pahala, dan apabila ditinggalkan mendapat dosa.
2. Haram, yaitu suatu ketentuan apabila ditinggalkan mendapat pahala dan apabila dikerjakan
mendapat dosa. Contohnya : zinah, mencuri, membunuh, minum-minuman keras, durhaka pada
orang tua, dan lain-lain.
3. Sunnah (Mustahab), yaitu suatu ketentuan apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila
ditinggalkan tidak berdosa.
4. Makruh (Karahah), yaitu suatu ketentuan yang menganjurkan untuk ditinggalkannya suatu
perbuatan; apabila ditinggalkan mendapat pahala dan apabila dikerjakan tidak berdosa.
Contohnya : merokok, makan bau-bauan, dan lain-lain.

E. Ibadah Sebagai Bagian Dari Syariah
Syariah mengatur hidup manusia sebagai hamba Allah yang harus taat, tunduk, dan patuh kepada
Allah. Ketaatan, ketundukkan, dan kepatuhan kepada Allah dibuktikan dalam bentuk
pelaksanaan ibadah yang tata caranya diatur sedemikian rupa oleh Syariah Islam. Esensi ibadah
adalah penghambaan diri secara total kepada Allah sebagai pengakuan akan kelemahan dan
keterbatasan manusia di hadapan kemahakuasaan Allah. Dengan demikian salah satu bagian dari
syariah adalah ibadah.
Secara umum Ibadah berarti mencakup semua perilaku dalam semua aspek kehidupan yang
sesuai dengan ketentuan Allah SWT. Ibadah dalam pengertian inilah yang dimaksud dengan
tugas hidup manusia. Sebagaimana dalam Firman Allah dalam Al-Quran Surat Adz-Dzariyah
ayat 56 yang berbunyi :


Artinya : Dan aki tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-
Ku (Adz-Dzariyat : 56).

Secara khusus Ibadah berarti perilaku manusia yang dilakukan atas perintah Allah SWT dan
yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW, seperti shalat, dzikir, puasa, dan lain-lain.
Landasan dasar pelaksanaan syariah adalah aqidah (keimanan). Dengan aqidah yang kuat maka
syariah dapat dilaksanakan dengan baik sesuai dengan ketentuan Allah SWT.
PENERAPAN SYARIAT ISLAM PADA MASA RASULULLAH SAW
Strategi Rasulullah SAW
Allah SWT mengutus Nabi Muhammad Saw ketika manusia berada dalam kegelapan,
kezaliman dan kejahiliyahan. Rasulullah SAW datang ke dunia ini dengan membawa agama
Islam yang inti ajarannya dapat kita ringkas atas tiga hal, yaitu akidah, ibadah dan sistem.
Akidah dapat tegak dengan mentauhidkan Allah dalam uluhiyah, rububiyah dan asma wa
sifat. Uluhiyah adalah beribadah hanya kepada Allah saja, rububiyah adalah mengesakan Allah
dalam penciptaan dan pengaturan semua urusan jagat raya, sedangkan asma wa sifat adalah
meyakini bahwa semua sifat Allah Esa dan Sempurna. Ibadah menyangkut semua aktivitas,
ucapan dan pikiran yang ditujukan hanya untuk mencari ridha Allah.
Dalam hal sistem, selain mengajarkan akidah tauhid, Islam datang membawa sistem
untuk mengatur semua aspek kehidupan meliputi bidang agama, ekonomi, sosial, politik, budaya,
pendidikandan lain-lain.
Rasulullah Saw telah meletakkan pondasi negara Islam sejak awal turunnya wahyu Islam.
Bahkan, beliau juga telah meletakkan urusan dalam negeri, luar negeri dan militer untuk
penerapan syariat Islam. Strategi berikut ini dibuat sebelum dan setelah hijrah.

1. Rasulullah Saw memberikan motivasi kepada kaum Quraisy agar dapat
memimpin dunia jika mau mengucapkan dan mengamalkan la ilaha illallah.
2. Peristiwa Baitul Aqabah, sekelompok orang dari Madinah yang terdiri dari 73
laki-laki dan 2 wanita. Mereka berbaiat siap membela Rasul Saw sebagaimana membela
anak, istri dan keluarganya.
3. Hijrah ke Habasyah. Ini adalah strategi politik yang diambil oleh Rasul Saw ,
yaitu memerintahkan beberapa sahabat hijrah ke Habasyah untuk menghindari siksaan
dan intimidasi.
4. Persaudaraan. Rasulullah Saw mengadakan sistem persaudaraan antar sahabat
muhajirin sebelum hijrah di Mekah. Hal itu tiada lain kecuali dalam rangka program
keagamaan, politik dan sosial yang bertujuan melenyapkan kesukuan dan perbedaan
status sosial. Hasilnya, terjadilah persaudaraan antara Paman Hamzah dan Zaid bin
Haritsah, antara Ubaidah bin Harits dan Bilal dan lain-lain. Langkah ini merupakan
fenomena yang sangat indah untuk persamaan manusia dalam pandangan Islam.
5. Minta bantuan dari kabilah, sebagaimana yang terjadi ketika Rasul Saw pulang
dari Taif dengan jaminan Al-Muthim bin Adi.
6. Hijrah ke Madinah bagi para sahabat untuk bergabung dengan sahabat Anshar
adalah persiapan untuk menghadapi serangan musuh.
7. Rasulullah Saw Hijrah setelah Allah mengizinkan Rasul Saw hijrah karena situasi
dan kondisi telah memungkinkan. Dan di Madinah Munawarah banyak orang masuk
Islam termasuk orang-orang Yahudi.
8. Dengan kejelian Rasul Saw , beliau sangat menyadari bahwa masyarakat ini
memerlukan sistem yang mengatur kehidupan mereka lalu beliau mengeluarkan Piagam
Madinah yang mengatur hak dan kewajiban, tanggung jawab, prinsip-prinsip umum dan
urusan yang harus diselesaikan segera. Dengan piagam ini semua lapisan masyarakat
dapat diayomi.

Prinsip-prinsip Penerapan Hukum pada masa Rasulullah SAW
Rasulullah Saw memberikan contoh dalam penerapan hukum. Jika kita mengacu pada
penerapan hukum di masa Rasulullah Saw, maka terdapat lima prinsip yang melandasinya, yaitu
kebebasan, musyawarah, persamaan, keadilan dan kontrol.

Kebebasan
Di antara landasan hukum yang dicontohkan Rasulullah Saw adalah kebebasan bagi
individu maupun kolektif, dalam keagamaan maupun sosial politik.
Al-Qur`an memberikan kebebasan di bidang agama.
La ikraha fiddin
Tidak ada paksaan dalam memeluk agama.
Apakah kamu memaksa manusia sehingga mereka beriman.
Prinsip ini diterapkan oleh Rasulullah Saw ketika menyambut kedatangan rombongan
Kristen Najran di Madinah Munawarah. Pada saat bersamaan tibalah waktu shalat Ashar lalu
mereka shalat, maka Rasul Saw bersabda: Biarkan mereka sholat. Mereka shalat menghadap
ke Timur. Perdamaian Hudaibiyah contoh jelas kebebasan di bidang politik.

Musyawarah
Musyawarah merupakan prinsip dan sistem Islam yang sangat ditekankan dalam Islam
dan dipraktikkan oleh Rasul Saw
Allah berfirman:
wa sya wirhum fil amri (Ali Imran: 159)
wa amruhum syuraa bainahum (asy-Syuraa: 38)
Ketika Rasulullah Saw mendengar bahwa pasukan Quraisy sampai di Uhud, beliau
bermusyawarah dengan sahabat, apakah bertahan di dalam kota untuk bertahan atau harus
menghadapinya di luar kota. Demikian, Rasul Saw bermusyawarah sebagai pelajaran bagi umat.
Padahal tanpa musyawarah pun Rasul Saw telah dibimbing langsung oleh Allah.

Persamaan
Islam datang dalam kondisi manusia berkasta-kasta, berbeda suku dan status sosial.
Kaum wanita tidak memiliki derajat dalam pandangan masyarakat saat itu. Islam datang
menghapus kebanggaan keturunan dan kepangkatan. Islam menempatkan posisi yang mulia bagi
kaum wanita. Dan semua manusia disisi Allah SWT memiliki kedudukan yang sama, yang
membedakannya hanyalah amal saleh dan ketakwaannya.
Allah berfirman yang artinya: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara
kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahu lagi Maha Mengenal.
Rasulullah Saw menegaskan prinsip kesamaan ini dengan sabda beliau: Kamu semua
anak cucu Adam dan Adam diciptakan dari tanah.
Manusia sama rata bagaikan gigi sisir.Tiada keutamaan bagi orang Arab
melebihi non Arab kecuali dengan taqwa.

Keadilan
Tugas yang diemban Rasul Saw antara lain berbuat adil kepada seluruh lapisan manusia.
Dan katakanlah; aku beriman terhadap apa yang Allah turunkan dari kitab dan
aku diperintahkan untuk berbuat adil diantara kalian
Contoh kongkret yang dilakukan Rasul Saw ketika Numan bin Basyir mengadu
padanya: Bapakku memberiku hadiah, ibu tidak rela hingga disaksikan Rasul Saw Datanglah
kepada Rasul Saw agar disaksikannya Rasul Saw bersabda: Apakah semua anakmu kamu beri
yang sama. Ia menjawab, Tidak. Rasul Saw bersabda: Bertakwalah kepada Allah dan
bersikap adillah di antara anakmu, saya tidak mau menjadi saksi atas kezaliman, maka ayah
mengambil lagi pemberian tersebut.

Kontrol
Islam sangat menghargai kebebasan individu, kolektif, politik sosial, ekonomi dan
keagamaan. Namun demikian kebebasan yang diberikan Islam bukanlah kebebasan yang tanpa
batas melainkan kebebasan yang sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan kebenaran. Sehingga
dalam mengekspresikan kebebasan diperlukan kontrol. Dalam sistem Islam bentuk kontrol
tersebut adalah amar maruf dan nahi munkar. Hal itu merupakan puncak agama, serta
merupakan tugas yang diemban oleh para Nabi dan Rasul as.
Dalam hadits Riwayat Muslim dikatakan bahwa Umar ra berkata: Rasulullah Saw
membagi barang. Aku berkata:Ya Rasulullah Saw selain orang-orang itu ada yang lebih
berhak. Rasul Saw menjawab: Mereka memberikan pilihan kepadaku, antara meminta
kepadaku dengan kasar atau mengatakan aku orang bakhil, padahal aku tidak bakhil.

Pemerintahan Rasulullah SAW
Sebagian pemikir Islam mengatakan bahwa kita tidak mendapatkan sistem pemerintahan
yang dilaksanakan Rasul Saw . Namun, cendikiawan muslim yang lain menilai apa yang
diaplikasikan Rasul Saw merupakan pemerintahan yang relevan dengan zamannya dan
menjawab kebutuhan rakyat.
Telah dimaklumi bahwa Islam adalah akidah, ibadah dan sistem. Maka, tidak dapat
dipungkiri, sistem yang terdapat dalam Al-Qur`an dan Sunnah, telah meletakkan sarana dan
prasarana penerapannya. Jika tidak, maka Islam hanyalah teori yang tidak ada nilainya, hal itu
ditolak oleh akal sehat.
Sirah Nabawiyah merupakan fakta yang tidak dapat ditolak, bahwa Rasul Saw telah
meletakkan pemerintahan yang sangat rapi serta memenuhi kebutuhan masyarakat sebagai
aplikasi wahyu yang diturunkan kepada beliau.
Sistem pemerintahan Rasul Saw dapat diklasifikasikan atas tiga bagian, yaitu:
(1) Urusan dalam negeri, (2)Urusan luar negeri, dan (3)Urusan militer.

Urusan Dalam Negeri
Struktur pemerintah pada masa Rasul Saw di bidang urusan dalam negeri terdiri atas
instansi-instansi berikut ini:
1. Kementerian. Rasul Saw bersabda: Abu Bakar dan Umar dua orang
menteriku.Namun, tidak bisa dipahami seperti kabinet masa kini. Sejarah membuktikan
bahwa Abu Bakar r.a. dan Umar r.a. adalah dewan pertimbangan utama.
2. Orang kepercayaan Rasul Saw yang terkenal pemegang rahasia beliau. Dia adalah
Hudzaifah ibnul Yaman.
3. Pendidikan. Abdullah bin Said ibnul Ash mengajar baca tulis di Madinah, bahkan
tawanan Badar dapat membebaskan dirinya jika mengajar baca tulis 10 sahabat.
4. Sekretaris. Rasulullah Saw memiliki sekretaris wahyu, penulis surat dan
perjanjian/perdamaian.
5. Pemegang stempel muaigib. Ketika Rasul Saw ingin mengirim surat ke Romawi,
disampaikan kepadanya, maka beliau membuatnya dari perak bertuliskan:
MUHAMMAD RASUL SAW
6. Bendahara. Tugas ini ditangani oleh Rasul Saw sendiri dan beliau mengangkat
seseorang untuk menarik zakat dan Umar ibnul Khatab orang pertama dalam tugas ini.
7. Pengawas pasar, untuk memantau harga. Said bin Said al-Ashi bertugas di pasar
Mekah setelah ditaklukkan.
8. Rumah tahanan sebagaimana menahan Bani Zuraidah di rumah Bintu al-Harits.
9. Petugas pajak. Rasul Saw mengangkat Abu Ubaidah di Bahrain dan al-Alas ibnul
Hadrani dan Muadz bin Jabal di Yaman.
10. Rasulullah Saw menugasi seorang untuk mengambil zakat Bani Salim. Ketika
datang ia menyerahkan zakat kepada Rasul Saw dan menunjukkan hadiah dari seseorang.
Rasul Saw bersabda:Tidakkah engkau diam di rumah bapakmu dan ibumu sampai
hadiah mendatangimu, jika engkau jujur

Urusan Luar Negeri
Rasulullah Saw menyebarkan Islam dan menugasi beberapa sahabat ke luar negeri
sebagai bukti bahwa beliau selain utusan Allah juga negarawan. Muhammad Saw adalah utusan
Allah sebagaimana beliau juga negarawan yang bertugas menyebarkan Islam dengan sendirinya
dan menugasi beberapa sahabat ke luar negeri, seperti Dihyah al-Kalbi sebagai duta ke Kaisar
Romawi. Amar bin Abi Baltaah ke Mukankin penguasa Iskandariyah. Mereka bertugas
menyebarkan Islam yang sekarang dapat dikenal dengan sebutan duta-duta besar.

Delegasi perdamaian
Rasulullah Saw menugasi Khurasy bin Umaiyah al-Khuzai kepada Kabilah Quraisy
untuk menyampaikan pesan Rasul Saw kepada pembesar Quraisy, namun tidak dikabulkan.
Kemudian ingin mengutus Umar, namun Umar mengajukan Utsman bin Afan.

Penerjemah
Rasulullah Saw berbicara dengan Zaid bin Tsabit : Banyak surat datang kepadaku. Aku
tidak ingin surat itu dibaca oleh setiap orang. Mungkinkah engkau belajar bahasa Suryaniah?
Zaid menjawab, Ya Rasul Saw . Bahkan Zaid pandai bahasa Persia, Romawi, Mesir dan
Habasyah.

Sekretariat
Rasulullah Saw mengirim surat ke Romawi, Persia, Quraisy dan kabilah lainnya. Surat-
surat itu didiktekan Rasul Saw kepada sekretarisnya. Kemudian dikirim ke tempat tujuan.

Urusan kemiliteran
Untuk dapat menerapkan syariat Islam, Rasulullah Saw sangat memperhatikan urusan
pertahanan, keamanan dan kemiliteran karena hal itu merupakan unsur penting dalam kehidupan
bangsa.
Oleh karenanya, sejarah mencatat peperangan yang langsung dipimpin oleh Rasul Saw
terjadi 29 kali dan peperangan yang dipercayakan kepada para sahabat sebanyak 48 kali, ada
yang mengatakan 56 kali.
Pada pertempuran tersebut Rasulullah Saw memberikan penugasan di pos masing-
masing, sesuai dengan kemampuan dan bakatnya.

Pemerintah daerah pada masa Rasul Saw
Sejak banyak orang memeluk agama Islam dan kembali ke daerah masing-masing, pada
gilirannya harus ada yang mengatur dan membimbing urusan mereka dalam bidang sosial dan
agama. Maka Rasul Saw mengutus delegasi untuk menjadi pemimpin di wilayah-wilayah sesuai
dengan kebutuhan.

Gubernur pada zaman Rasul Saw
Rasulullah Saw mengangkat beberapa sahabat sebagai pemimpin di berbagai wilayah
yang bertugas hingga Rasul Saw meninggal dunia. Mereka adalah:
1. Uthab bin Usaid salah seorang pembesar, sangat bijak dan berani memeluk agama
Islam pada Fathu Mekah. Dia mendapat mandat memimpin wilayah Mekah.
2. Utsman bin Abi al-Ashs putra Thaif masuk Islam bersama rombongan Taif
kepada Rasul Saw , lalu Rasul Saw mengangkatnya sebagai pemimpin di daerahnya,
Thaif.
3. Amer bin Hazam, sahabat Anshar mengikuti beberapa kali peperangan setelah
Perang Khandak. Kemudian diangkat oleh Rasul Saw petugas bidang ibadah dan Abu
Sufyan di bidang sadaqah di wilayah Najran.
4. Khalid bin Said ibnul Ash diangkat untuk wilayah Ramai dan Zubaid.
5. Amir bin Syaher bertugas di wilayah Hamda.
6. Fairuz al-Dailami di wilayah Shona.
7. Abu Musa al-Asyari di wilayah Marib.
Dalam pengangkatan para pemimpin wilayah, Rasulullah memberikan mandat dan tugas yang
harus dipatuhi oleh semua pihak. Inilah satu contoh surat tugas untuk penduduk Yaman dan
Gubernurnya Amer bin Hasen, yang mengandung nasihat, hukum, bimbingan dan tugas.
Inilah contoh SK yang Rasul Saw berikan kepada Gubernur Amer bin Hasen untuk
Yaman:
1. Inilah keterangan dari Allah dan Rasul Saw (Hai orang yang beriman tepatilah
perjanjian-perjanjian). Janji Nabi Muhammad utusan Allah, kepada Amer bin Hazen
ketika diangkat di Yaman.
2. Hendaknya bertakwa kepada Allah dalam semua urusan, sesungguhnya Allah
bersama orang bertakwa dan berbuat kebaikan (berihsan).
3. Harus menegakkan kebenaran sebagaimana perintah Allah.
4. Hendaknya memberi kabar gembira kepada manusia dan melaksanakan kebaikan.
Mengajar Al-Qur`an dan ajaran Islam. Dan tidak boleh menyentuh Al Quran kecuali
yang berwudhu.
5. Menyampaikan tugas dan hak kepada manusia.
6. Lemah lembut dalam kebenaran dan tegas terhadap kezaliman, karena Allah benci
kepada kezaliman. (Ketahuilah laknat Allah terhadap orang-orang zalim).
7. Memberi kabar gembira tentang surga dan amal menujunya. Dan memberi
peringatan tentang neraka dan amal menuju kepadanya.
8. Menyatu dengan manusia agar mau belajar agama, manasik haji, haji akbar dan
haji asghar yaitu umroh.
9. Melarang orang shalat dengan pakaian ketat.
10. Melarang mengucirkan rambut ke belakang kepala.
11. Melarang perang karena kabilah dan keluarga namun harus karena Allah semata.
Jika tidak pedang akan melayang sehingga hanya karena Allah.
12. Menyeru orang berwudhu dengan sempurna, membasuh muka, tangan hingga
siku, kaki hingga mata kaki dan mengusap kepala seperti yang diperintahkan Allah dan
hal lainnya.

Perjanjian tersebut dapat dianalisis sebagai berikut:
1. Pengangkatan Amer bin Hazen sebagai Gubernur Yaman.
2. Surat ini dapat diklasifikasikan dalam tiga hal:
a. Nasihat
b. Hukum
c. Bimbingan

Penutup
Islam bukan agama yang mengatur ruhani saja, namun juga sebagai sistem untuk
mengatur kehidupan yang harmonis, damai, aman dan makmur
Maka dalam penerapannya, Islam akan dapat menyelesaikan semua problem manusia:
individu, kolektif dan bernegara. Untuk penerapan syariat Islam, Rasul Saw telah meletakkan
strategi, sistem dan agenda pemerintahan pusat dan daerah. Dan telah terwujud janji Allah
berupa pemerintahan yang menerapkan syariat Islam sebagai solusi semua problem yang dialami
umat manusia.
Allah pun telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan
mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan
mereka berkuasa di bumi, sebagaimana ia telah menjadikan orang-orang yang sebelum
mereka berkuasa dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah
diridhai-Nya untuk mereka dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka,
sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap
menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan
barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang
fasik. (QS An-Nur: 55).
B. Sejarah penerapan syariat islam di Aceh.

1. masa kerajaan Aceh.
Kerajaan Aceh mencapai gemilang masa pemerintahan iskandar muda (1607-1636). Salah satu usaha beliau adalah
meneruskan perjuangan sultan sebelumnya untuk melawan kekuasaan portugis yang sangat membenci islam. Dia juga
mendorong penyebaran agama islam keluar kerajaan Aceh, seperti malaka dan pantai barat pulau sumatera. (Zakaria
Ahmad, 1973:20-22).
Peradilan islam dibentuk untuk mengatur tatanan hokum yang di atur oleh ulama. Pengadilan diberikan kewenangan
sepenuhnya untuk mengatur jalan roda hokum tanpa meminta persetujuan pihak atasan, peranan Qadhi malikul Adil (haki m
agung kesultanan) di pusat kerajaan Aceh memiliki kewenangan seperti Mahkamah Agung sekarang ini.
Setiap kawasan ada Qadhi ulee baling yang memutuskan perkara di daerah tersebut. Jika ingin mengajukan banding
diteruskan pada Qadli Maliku Adil. Kedua Qadhi ini diangkat dari kalangan ulama yang cakap dan berwibawa.
( http//www.mahkamahsyariahaceh.go.id)
Sultan Aceh merupakan pelindung ajaran islam sehingga banyak ulama dating ke Aceh. Pada masa itu hidup ulama seperti
Hamzah fansuri, Syamsuddin As-samathrani dan syekh Ibrahim as-syami. Pada masa iskandar thani (1636-1641) dating
Nuruddin arraniri. Pada tahun 1603, bukhari al jauhari mengarang buku tajussalatih (mahkota raja-raja), sebuah buku yang
membahas tata Negara yang berpedoman pada syariat islam ( zakaria ahmad, 1973: 22).
Di bawah perintah sultan juga ditulis buku mitat-uttullah karangan syekh abdurrauf disusun pada masa pemerintahan
sultanah safiattuddin syah ( 1641-1675 ), dan buku safinat-ulhukkamyi takhlish khashham karangan syekh jalaluddin at-
tarussani disusun masa pemerintahan sultan alaiddin johansyah (1732-1760). Buku ini ditulis sebagai pegangan hakim
dalam menyelesaikan perkara yang berlaku di seluruh wilayah di seluruh kerajaan Aceh sendiri dan di seluruh rantau
takluknya. Kedua buku ini bersumber pada buku-buku fiqih bermazhab syafii.
Hukum berlaku untuk setiap lapisan masyarakat termasuk kaum bangsawan dan kerabat raja. Dari cerita mulut ke mulut
iskandar muda menjatuhkan hukuman rajam kepada anak kandungnya sendiri karena terbukti berzina dengan salah
seorang isteri bangsawan di lingkungan istana. Raja ling eke XIV masa sultan alauddin riayatsyah-al qahhar (1537-1571) di
jatuhi hukuman oleh qadli malikul adil untuk membayar 100 ekor kerbau kepada keluarga adik tirinya yang dia bunuh
dengan sengaja ( al yasa abu bakar, 2006:389-390)
Masa Aceh di bawah tampuk kerajaan masa dulu sudah di terapkan syariat islam,buktinya adalah:
a. datangnya ulama-ulama besar, berarti kebutuhan dan penghargaan terhadap ulama masa itu sangat besar.
b. Di bentuknya peradilan islam yang di atur oleh ulama tanpa campur tangan penguasa, ada keleluasaan untuk
menjalankan hukum syariah.
c. Pengadilan di buat sistematis, dari tingkat daerah hingga pusat. Masalah yang tidak selesai di tingkat daerah( qadhi ulee
baling) diteruskan ke mahkamah yang lebih tinggi (qadhi malikul adil).
d. Jika kisah iskandar muda yang menghukum anaknya berzina adanya, berarti hukum rajam bagi pelaku zina sudah
diberlakukan pada saat itu.

1. Masa awal kemerdekaan Indonesia dan orde baru.
Ketika kemerdekaan Indonesia di deklarasikan soekarno pada 17 agustus 1945, aceh belum menjadi bagian dari NKRI.
Kesediaan bergabung dalam wilayah RI karena adanya janji soekarno yang ingin memberikan kebebasan untuk mengurus
diri sendiri termasuk pelaksanaan syariat islam. Janji itu terucap pada tahun 1948, bung karno dating ke aceh mencari
dukungan moril dan materil bagi perjuangan bangsa Indonesia melawan belanda. Kebebasan melaksakan syariat
merupakan imbalan jika bangsa Aceh bersedia memberikan bantuan.
Gayung pun bersambut. Di bawah komando daud beureueh berhasil terkumpul dana sebanyak 500.000 dolar AS. Untuk
membiayai ABRI 250.000 dolar,50.000 dolar untuk perkantoran pemerintahan,100.000 dolar untuk biaya pengembalian
pemerintahan RI dari Yogya ke Jakarta. Bangsa Aceh juga menyumbang emas lantakan untuk membelia oblogasi
pemerintahan dan dua pesawat terbang, selawah agam dan selawah dara.
Janji yang di lontarkan sang presiden RI di wujudkan malah provinsi Aceh di satukan dengan provinsi sumatera utara tahun
1951. Hak mengurus wilayah sendiri dicabut. Rumah rakyat,dayah,menasah yang hancur porak-porandaakibat peperangan
melawam Belanda dibiarkan begitu saja. Dari sinilah daud beureueh menggulirkan ide pembentukan Negara islam
Indonesia( DII ), april 1953 dia bergerilya ke hutan. Namun pada tahun 1962 bersedia menyerah karena di janjikan akan di
buatkan UU syariat Islam bagi rakyat Aceh (majalah Era Muslim untold history. ] 30 September 2009 jam 22:35)
Setelah itu di berikan otonomi khusus untuk menjalankan proses keagamaan, peradatan dan pendidikan namun
pelaksanaan syariat islam masih sebatas yang di izinkan pemerintah pusat. Hal itu tertuang dalam keputusan penguasa
perang (panglima militer 1 Aceh/ iskandar muda, colonel M.Jasin) no KPTS/PEPERDA-061/3/1962 tentang kebijaksanaan
unsure-unsur syariat agama islam bagi pemeluknya di Daerah Istimewa Aceh yang berbunyi :
pertama: terlaksananya secara tertib dan seksama unsur-unsur syariat agama islam bagi pemeluknya di Daerah Istimewa
Aceh, dengan mengindahkan peraturan perundangan Negara.
Kedua: penertiban pelaksanaan arti dan maksud ayat pertama di serahkan sepenuhnya kepada pemerintah Daerah
Istimewa Aceh. (al yasa Abu Bakar, 2006:33).
Pada tahun 1966 orde baru yang berkuasa, di sahkan peraturan daerah nomor 1 tahun 1966 tentang pedoman dasar
majelis permusyawaratan ulama. Fungsi majelis ini adalah sebagai lembaga pemersatu umat, sebagai penasehat
pemerintah daerah dalam bidang keagamaan dan sebagai lembaga fatwa yang akan memberikan pedoman kepada umat
islam dalam hidup keseharian dan keagamaanya.
Langkah untuk mewujudkan syariat islam melalui PERDA yang mengatur rambu-rambu pelaksanaan stariat islam di Aceh
ditempuh dengan membuat panitia khusus yang terdiri dari cendekiawan dan ulama di luar DPRD. Rancangan ini disahkan
DPRD menjadi peraturan daerah nomor 6 tahun 1968 tentang pelaksanaan unsure syariat islam Daerah Istimewa Aceh.
Ketika peraturan daerah ini di ajukan kedepartemen dalam negeri untuk mengesahkan namun di tolak dan secara halus
(tidak resmi) meminta DPRD dan PEMDA Aceh mencabut PERDA tersebut.
Tahun 1974 pemerintah mengesahkan undang-undang tentang pokok pemerintahan didaerah yang antara lain menyatakan
bahwa sebutan Daerah Istimewa Aceh hanyalah sekedar nama, peraturan sama dengan daerah lain. Syariat islam yang
berlaku di tingkat gampong dig anti dengan undang-undang no:5 tahun 1979 tentang pemerintahan desa ( alyasa abu
bakar, 2006:31-39)
Tidak ada penerapan syariat islam sama sekali baik pada masa orde lama maupun orde baru. Syariat islam Cuma senjata
politik untuk memuluskan rencana penguasa.
Periode orde lama, soekarno menggunakan janji keleluasaan penerapan syriat islam untuk mencari dukungan dari
pemimpin Aceh, Abu Beureueh dan berhasil. Saat janji yang tak pernah di tepati itu ditagih melalui perlawanan bersenjata,
kembali jurus syariat islam yang di pergunakan dan sekali lagi berhasil. Beberapa PERDA yang mengatur tata pelaksanaan
syariat namun sebatas yang di bolehkan penguasa. Masa orde lama pun tak jauh beda. Syariat islam Cuma sekedar usaha
penguatan kedudukan di mata masyarakat yang sudah hilang kesabaran menanti janji pemerintah. Setelah kepercayaan
masyarakat tumbuh malah syariat islam yang di laksnakan turun-temurun tingkat desa malah di hapuskan dan di ganti
dengan peraturan yang berlaku di seluruh Indonesia.

1. Syariat islam era otonomi khusus (sekarang).
Penerapan syariat islam era otonomi khusus untuk aceh akrab dengan kata-kata penerapan syariat islam secara kaffah di
Aceh. Bisa di artikan usaha untuk memberlakukan islam sebagai dasar hukum dalam tiap tindak-tanduk umat muslim
secara sempurna.
Istilah kaffah digunakan karena Negara akan melibatkan diri dalam pelaksanaan syariat islam di Aceh. Membuat hukum
positif yang sejalan dengan syariat, merumuskan kurikulum yang islami, dan masalah-maslah lain yang berkaitan dengan
syariat.
Dasar hukum pelaksanaan syariat islam di Aceh adalah diundangkan UU no 44 tahun 1999 dan UU no 18 tahun 2001.
Dalam undang-undang nomor 44 syariat islam didefinisikan sebagai semua aspek ajaran islam. Dalam undang-undang
nomor 18 disebutkan bahwa mahkamah syariyah akan melaksanakan syariat islam yang di tuangkan ke dalam qanun
terlebih dahulu. Qanun adalah peraturan yang dibuat oleh pemerintah daerah Aceh untuk melaksanakan syariat islam bagi
pemeluknya di Aceh ( al yasa abu bakar, 2004:61).



Pelaksanaan syariat islam secara kaffah mempunyai beberapa tujuan , di antaranya yaitu:
1. Alas an agama: pelaksanaan syariat islam merupakan perintah agama untuk dapat menjadi muslim yang lebih
baik,sempurna, lebih dekat dengan ALLAH.
2. Alas an psikologis: masyarakat akan merasa aman dan tenteram karena apa yang mereka jalani dalam pendidikan,
dalam kehidupan sehari-hari sesuai dan sejalan dengan kesadaran dan kata hati mereka sendiri.
3. Alasan hukum: masyarakat akan hidup dalam tata aturan yang lebih sesuai dengasn kesadaran hukum, rasa keadilan
dan nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat.
4. Alas an ekonomi dan kesejahteraan sosial: bahwa nilai tambah pada kegiatan ekonomi, serta kesetiakawanan sosial
dalam bentuk tolong menolong, baik untuk kegiatan ekonomi atau kegiatan sosial akan lebih mudah terbentuk dan lebih
solid.
Lembaga yang terkait penerapan syariat islam.
a. Dinas syariat islam.
Dinas syariat islam provinsi diresmikan pada tanggal 25 feb 2002. Lembaga inilah yang mengatur jalannya pelaksanaan
syariat islam. Tugas utamanya adalah menjadi perencana dan penanggung jawab pelaksanaan syariat islam di NAD.
b. Majelis permusyawaratan ulama (MPU)
Lembaga ini merupakan suatu lembaga independen sebagai suatu wadah bagi ulama-ulama untuk berinteraksi, berdiskusi,
melahirkan ide-ide baru di bidang syariat. Kaitannya dalam pelaksanaan syariat islam adalah lembaga ini bertugas
memberikan masukan pertimbangan, bimbingan dan nasehat serta saran dalam menentukan kebijakan daerah dari aspek
syariat islam, baik kepada pemerintahan daerah maupun kepada masyarakat.
c. Wilayatul hisbah (WH)
Wilayatul hisbah merupakan lembaga yang berwenag member tahu dan mengingatkan anggota anggota masyarakat
tentang aturan-aturan yang ada yang harus di ikuti, cara menggunakan dan menaati hukum tersebut, serta perbuatan yang
harus di hindari karena bertentangan dengan peraturan.
Tugas wilayatul hisbah.
Tugas yang harus di jalankan wilayatul hisbah antara lain:
1. Memperkenalkan dan mensosialisasi qanun dan peraturan-peraturan lainnya yang berkaitan dengan syariat islam dan
juga mengingatkan atau memperkuatkan aturan akhlak dan moral yang baik.
2. mengawasi masyarakat agar mereka memahami peraturan yang ada dan berakhlak dengan akhlak yang luhur yang
dituntun islam.
3. melakukan pembinaan agar para pelaku perbuatan pidana tidak melakukan perbuatan maksiat (kejahatan) lanjut.
Wilayatul hisbah diangkat secara khusus oleh gubernur pada tingkat provinsi, tingkat kabupaten atau kota oleh bupati atau
walikota sedangkat tingkat gampong di angkat oleh petugas tuha peut (tetua gampong) setempat. Jika dijabarkan tahapan
tugas wilayatul hisbah dan kaitannya dengan penegak hukum syariah lain adalah:
a. Tahap sosialisasi akan berhubungan dengan pimpinan gampong.
b. Tahap penyidikan bertugas sebagai PPNS (petugas penyidik negeri sipil) dan akan berhubungan dengan polisi.
c. Tahap penjatuhan hukuman bertugas sebagai petugas pencambuk dan akan berhubungan dengan kejaksaan.
d. Mahkamah syariah.
Mahkamah syariah merupakan pengganti pengadialan agama yang sudah di hapuskan. Mahkamah ini akan mengurus
perkara muamalah (perdata), jinayah (pidana) yang sudah ada qanunnya. Pendek kata lembaga ini adalah pengadilan yang
akan mengadili pelaku pelanggaran syariat islam.
Tingkat kabupaten dibentuk mahkamah syariah dan tingkat provinsi mahkamah syariah provinsi yang diesmikan pada tahun
2003 (dalam alyasa abu bakar, 2004 dan 2006).
Sistem penyusunan hukum syariat islam di NAD
Syariat islam yang akan menjadi hukum materil dituliskan dalam bentuk qanun terlebih dahulu, untuk mencegah
kesimpangsiuran. Penerapan hukum jika hakim mengambil langsung dari buku-buku fikih dan berijtihad sendiri dari al-quran
dan sunnah rasul.
Sebelum terbentuknya qanun terlebih dahulu di buat rancangan oleh sebuah team untuk disosialisasikan kepada
masyarakat untuk memperoleh masukan dan tanggapan. Setelah itu dilakukan konsultasi antara DPRD dengan MPU.
Beberapa qanun yang telah disahkan
(agustus 2005)
Sampai tahun 2005 sudah ada beberapa qanun yang disusun dan disahkan bahkan sudah ada pelaku pelanggar syariat
yang ditindak dengan hukum ini, diantaranya :
1. Qanun nomor 11 tahun 2002 tentang pelaksanaan syariat islam bidang aqidah. Ibadah dan syariat islam.
2. Qanun nomor 12 tahun 2003 tentang larangan khamar (minuman keras), pelaku yang mengkonsumsi khamar akan
dijatuhi hukuman cambuk 40 kali. Hakim tidak di beri izin untuk memilih (besar kecil atau tinggi rendah) hukuman. Bagi yang
mem[roduksi khamar dijatuhi hukuman tazir berupa kurungan paling lama satu tahun, paling sedikit 3 bulan dan denda
paling banyak Rp. 75.000.000 (tujuh puluh lima juta) dan paling sedikit Rp. 25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah).
3. Qanun nomor 13 tahun 2003 tentang larangan maysir (perjudian).
4. Qanun nomor 14 tahun 2003 tentang larangan khalwat (perbuatan mesum).
5. Qanun nomor 7 tahun 2004 tentang pengelolaan zakat.
Hukuman cambuk
Hukuman cambuk merupakan salah satu hukum yang berlaku dalam syariat islam NAD. Ketentuan dlam hukum cambuk
antara lain:
a. Terhukum dalam kondisi sehat.
b. Pencambuk adalah wilayatul hisbah yang di tunjuk jaksa penuntut umum.
c. Cambuk yang digunakan adalah rotan dengan diameter 0.75 s/d 1.00 cm.
d. Jarak pencambuk dengan terhukum kira-kira 70 cm.
e. Jarak pencambuk dengan orang yang menyaksikan paling dekat 10 meter.
f. Pencambukan di hentikan jika menyebabkan luka, di minta dokter atas pertimbangan medis, atau terhukum melarikan
diri.
g. Pencambukan akan dilanjutkan setelah terhukum dinyatakan sehat atau setelah terhukum menyerahkan diri atau
tertangkap.
(al yasa abu bakar, 2006)
Kritik terhadap penerapan syariat islam
Penerapan syariat islam hamper jalan 10 tahun. Perlahan-lahan hukum positif yang dituangkan dalam KUHP digantikan
dengan hukum Allah yang terangkum dalam Al-Quran dan Hadish dan di tuangkan dinas syariat islam ke dalam qanun. Pro
dan kontra dari berbagai pihak terus saja mengalir. Mereka berusaha mengkritisi, mengevaluasi dan mengajukan ide baru
untuk perbaikan system penerapan syariat islam ke depan.
Menurut Teuku Reiza Yuanda, penerapan syariat islam lebih berkorelasi dengan aspek politik, yaitu sebagai upaya
pemerintah menyelesaikan konflik Aceh. Syariat islam cenderung di praktekkan dengan cara-cara kekerasan oleh
masyarakat dan pihak pelaksana syariat islam sendiri tidak berdaya mencegah aksi kekerasan masyarakat tersebut. Hala
yang sering muncul kepermukaan adalah kasus mesum, khalwat, judi, khamar yang direspon masyarakat melalui sweeping
di kafe dan jalan dengan penekana pada busana wanita. Pelaksanaan syariat telah terjadi pelanggaran terhadap
serangkaian aturan lainnya, apakah korupsi dan manipulasi keuangan Negara dibenarkan dalam islam? Apakah menghujat
orang lain, memukul dan menghina pelaku pelanggar syariat islam tanpa proses hukum yang adil dibenarkan dalam islam?
Sebagian besar masyarakat Aceh membenci pelanggar syariat islam padahal justru si pembenci sendiri terkadang jarang
beribadah untuk melakukan kewajian sebagai seorang muslim.
Sedangkan H.Taqwaddin mengkritisi hukum rajam bagi pelaku zina dan di potong tangan untuk mencuri yang sedang
hangat diwacanakan di Aceh sekarang.
1. Negara tidak layak merajam orang yang berzina jka Negara tidak mampu menangkal media yang menjurus kepada
hal-hal yang berbau porno dan memicu zina. Negara harus menjalankan fungsinya dengan baik.
2. Fungsi dan peranan hukum sering disamarkan sehingga seolah-olah masyarakat kalangan bawah tidak berlaku bagi
kalangan atas.
Pemberlakuan syariat islam secara kaffah, yaitu keikutsertaan pemerintah untuk menegakkan agama islam secara
semourna. Segala bidang baik hukum, kesenian, pendidikan, system pemerintahan akan akan dijalankan sesuai tata aturan
yang dituangkan dalamhukum syariat islam. Membangkitkan semangat keagamaan dan memberikan ganjaran bagi
merekan yang tidak menjadikan Al-Quran dan hadis sebagai tuntutan hidup.
Pada periode ini dibuatlah aturan dalam bentuk qanun sebagai rujukan hakim untuk mengadili pelanggar syaariah.
Pemerintah juga membentuk polisi khusus (wilayatul hisbah) untuk mengawasi dan mensosialisasikan jalannya qanun
tersebut. Dinas syariat islam dibentuk untuk mengkoordinir terlaksananya syariat islam menjadi satu kesatuan. Peranan
ulama sebagai penuntun dalam menelaah agama islam juga tidak di abaikan. Maka di bentuklah MPU ( majelis
permusyawaratan ulama ). Sebagai pemberi masukan, saran dan kritik.
Beberapa kemajuan yang dicapai sejak dari pertama diberlakukan diantaranya, kedudukan sekolah umum dengan sekolah
madrasah menjadi setara. Kesempatan mengajar pelajaran agama di sekolah oleh guru dayah. Tgk imum gampong, guru
pengajian memperoleh honorarium dari pemerintah. Pembangunan balai pengajian dan kegiatan penagjian di danai oleh
pemerintah.
Pemerintah ingin memperbaiki kesalahan orde lama dan orde baru saat syariat islam secara kaffah bukan tuntutan
masyarakat Aceh umumnya. Hasil penelitian oleh bustami ( pasca sarjana UGM, 2004 ) memperlihatkan bahwa kalangan
ulama dan aktifis mahasiswa memang melakukan tuntutan agar syariat diberlakukan di Aceh, sedangkan aktivis LSM,
cendekiawan, dan masyarakat kalangan bawah, tidak pernah melakukannya.
Jadi dalam penerapan syariat islam ini ada dua serangkai kuat dalam masyarakat. ulama sebagai pemimpin dan pengarah
hidup dalam masyarakat. mahasiswa meski sebagai intelektual muda, pemerintahan setangguh rezim Soeharto bisa
ditumbangkan, artinya peranan mahasiswa dalam masyarakat sangat besar.
Jika dikaitkan dengan pendapat Teuku Reiza yuanda yang telah diuraikan sebelumnya, penerapan syariat islam lebih
berkorelasi dengan aspek politik. Maka kekuatan ulama dan mahasiswa digunakan pemerintah untuk mempengaruhi
masyarakat agar berpersepsi syariat islamlah juru kunci perdamaian di Aceh karena ulama sebagai orang cerdik dan bijak
saja berdiri digaris depan.
Banyak kejanggalan dan kekurangan dari segi penerapan dari hukum syariat. Syariat islam yang paling mengemuka dari
tahun 2001-sekarang adalah khalwat, judi, khamar, jilbab wanita, celana panjang bagi wanita. Akhir-akhir ini pun sempat di
hebohkan dengan wacana pemberlakuan rajam bagi pelaku zina dan potong tangan bagi pencuri.
Memang minuman keras dapat menjerumuskan seseorang untuk melakukan perbuatan keji lain seperti pembunuhan, zina
dan dosa-dosa besar lainnya. Judi dapat membawa kesengsaraan karena sifatnya untung-untungan. Negitu juga dengan
pakaian yang menonjolkan lekuk tubuh wanita yang merupakan aurat bagi mereka dan khalawat akan mendorong
terjadinya pemerkosaan, perzinaan, pelecehan terhadap kehormatan wanita. Lebih parah lagi zina akan menghasilkan
keturunan yang tidak diridhai oleh Allah, terlunta-luntanya anak-anak hasil zina,
Namun mengapa sampai sekarang tidak ada seorang pun pejabat pernah dihukum yang telah ketahuan melakukan KKN
terus merajalela. Untuk Pemkab Aceh Utara sendiri 22 milyar uang rakyat lenyap, namun tidak ada sorotan dalam bidang
syariat islam.
Lading ganja, pembunuhan, perampokan terus saja merajalela namun tidak pernah ada penanganan yang serius dari pihak
berwenang. Media massa yang tidak islami terus saja bermunculan dan merupakan pencetak oplah terbanyak di Aceh.
Seperti Pro haba, rakyat Aveh, Metro Aceh. Koran ini menonjolkan berita seks, kriminalitas tanpa menghormati identitas
korban suatu kejahatan. Dalam panduan komunikasi massa umum saja sudah ditegaskan tidak boleh memuat suatu berita
dengan mengabaikan hak-hak orang yang diberitakan apalagi dalam komunikasi islami.
Hal ini selaras dengan pendapat H.Taqwaddin yang mengatakan pemerintahan tidak layak merajam orang yang berzina jika
Negara tidak mampu menangkal mediayang menjurus kepada hal-hal yang berbau porno. Percuma saja pelarangan zina
jika hal-hal yang memicu terjadinya zina terus menerpa umat islam.
Dari segi pakaian mengapa selalu celana panjang wanita yang menjadi sorotan dan rok menjadi solusinya? Jika rok juga
dapat menonjolkan aurat intinya kan sama saja. Mengapa kaum lelaki yang memakai celana pendek tidak pernah
dipermasalahkan? Padahal dia dalam islam jelas diatur aurat wanita adalah seluruh tubuh dan laki-laki dari pusar hingga
lutut. Mengapa pula dalam VCD karya seni anak Aceh modelnya tidak memakai pakaian yang islami dan ceritanya disajikan
tidak islami. Mengapa hal itu tidak mendapat perhatian dari dinas syariat islam atau pihak-pihak terkait lainnya. Ada apa
dibalik semua itu???
Mungkin yang perlu dilakukan agar islam kembali jaya di Aceh sepeti pada masa Rasulullah adalah mencoba bangkit dari
hal-hal kecil tapi efeknya sangat besar. Seperti disiplin waktu, menjaga kebersihan, ketertiban di jalan raya, penghormatan
terhadap milik dan karya intelektual orang lain, kesopanan, rasa cinta kepada Allah dan Rasul.
Sosialisasi syariat islam perlu dilakukan dengan cara modern. Di bidang pakaian harus digiatkan seni merancang busana
yang islami karena ada kecenderungan masyarakat kita berbusana sesuai trend. Maka kita harus menciptakan trend yang
islami.
Dapat juga dilakukan melalui pemanfaatan media milik pemerintah seperti TVRI dan RRI. Produktivitas TVRI yang kurang
berkembang perlu disokong dengan acara-acara yang berbasiskan islam. Media cetak islami perlu digiatkan
perkembangannya. Jadi intinya adalah kita jangan hanya pandai melarang tanpa memberikan solusi, tapi solusi yang tepat
akan meminimalisir hal-hal yang menguras keimanan kepada Allah SWT.
Landasan Syari Penerapan Syariat Islam
Aturan-aturan kehidupan yang biasa kita sebut sebagai syariat itu bisa saja berbeda dari umat
satu ke umat yang lainnya, meskipun asasnya sama yaitu tauhid. Hal ini telah dinyatakan oleh
Allah dalam QS Al-Maidah : 48.
Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan syirat dan minhaj.
Dari sini kita memahami bahwa setiap umat diwajibkan untuk berhukum pada syariatnya
masing-masing. Umat Nabi Musa as diwajibkan untuk berhukum pada Taurat (QS Al-Maidah :
44). Umat Nabi Isa as diwajibkan untuk berhukum pada Injil (QS Al-Maidah : 47). Demikian
pula umat Nabi Muhammad saw diwajibkan untuk berhukum pada Al-Quran (QS Al-Maidah :
48-49). Dan yang dimaksud dengan umat Muhammad adalah umat manusia di seluruh penjuru
dunia semenjak Muhammad diutus menjadi rasul penutup sekalian nabi dan rasul.

Penerapan Syariat Islam pada Masa Kenabian
Masa kenabian merupakan masa formasi syariat Islam itu sendiri. Masa kenabian merupakan
transisi dari masa jahiliyah menuju masa yang penuh dengan cahaya petunjuk. Sirah Nabi
mengajarkan kepada kita bahwa proses perubahan sistem masyarakat dan negara harus dilakukan
secara bertahap dan berkesinambungan. Perubahan masyarakat harus dimulai dari perubahan
kepribadian. Negara Madinah yang sedemikian hebat adalah bermula dari para sahabat awal (al-
sabiqun al-awwalun) yang telah menjalani penggemblengan kepribadian dalam waktu yang
sangat lama di Makkah.
Syariat Islam yang turun di Makkah lebih banyak yang berorientasi pada hal-hal yang asasi,
yakni pokok-pokok keimanan dan kebenaran universal. Syariat-syariat yang bersifat peripheral
baru muncul setelah tegaknya sistem bernegara, yakni Negara Madinah. Itupun tetap terjadi
secara bertahap dan berkesinambungan. Kita sangat mengetahui bahwa pengharaman judi dan
riba, misalnya, dilakukan secara bertahap. Demikian pula ketentuan-ketentuan tentang sikap
terhadap orang-orang kafir juga turun secara bertahap dan berkesinambungan.
Namun satu hal yang mesti kita catat ialah bahwa syariat Islam itu sudah sempurna pada
penghujung risalah Nabi, dimana Allah berfirman :
Pada hari ini telah Kusempurnakan bagi kalian din kalian, dan telah kusempurnakan atas
kalian nikmat-Ku, dan Aku telah ridha Islam menjadi din kalian (QS Al-Maidah : 3)
Dengan demikian sepeninggal Rasulullah, umat Islam wajib melaksanakan keseluruhan syariat
Islam yang sudah sempurna. Dan demikianlah yang telah dicontohkan oleh umat Islam pada
masa khilafah rasyidah. Hanya saja sesudah itu, simpul-simpul hukum Islam terurai satu demi
satu, sedikit demi sedikit, sampai akhirnya hampir ditinggalkan sama sekali pada zaman kita
sekarang ini. Hal ini terjadi karena umat Islam dihadapkan pada berbagai hambatan, baik internal
maupun eksternal, untuk melaksanakan syariat Islam secara sempurna.
Atas fenomena ini, kita berpegang pada kaidah fiqih bahwa ketidakmampuan untuk
melaksanakan suatu kewajiban secara sempurna tidak berarti menyebabkan gugurnya kewajiban
itu sama sekali, akan tetapi kewajiban itu tetap harus ditunaikan sesuai dengan kemampuan yang
ada.

Syariat Islam pada Masa Khilafah Rasyidah
Masa khilafah rasyidah termasuk masa yang dijadikan model bagi sistem tata kehidupan islami.
Pada masa Umar ibn Khaththab, Islam telah meluas ke wilayah-wilayah sekitar Hijaz.
Keragaman kondisi sosiokultural masyarakat di wilayah-wilayah baru menuntut Umar untuk
melakukan ijtihad-ijtihad baru dalam berbagai aspek hukum Islam. Masa Umar dan khalifah
sebelumnya, yakni Abu Bakar, merupakan masa-masa yang stabil. Pada penghujung
kekhalifahan Utsman ibn Affan, kondisi politik mulai tidak stabil. Meskipun demikian, hukum-
hukum Islam masih ditegakkan dibawah sistem khilafah.

Syariat Islam pada Masa Dinasti-dinasti Islam
Yang dimaksud dengan masa dinasti-dinasti Islam ialah masa Bani Umayyah sampai masa
runtuhnya Dinasti Utsmaniyah. Masa-masa ini dan masa-masa-masa sesudahnya (sebelumnya
tegaknya kembali khilafah) disebut oleh para ulama sebagai masa mulk, untuk membedakannya
dari khilafah.
Pada masa dinasti-dinasti Islam, hukum Islam masih diakui dan ditetapkan sebagai sistem hukum
yang harus diterapkan. Karena itu tidaklah mengherankan apabila kita bisa mendapatkan banyak
kitab-kitab hukum positif islam dari masa-masa ini, misalnya kitab Al-Kharraj karya Hakim
Agung Abu Yusuf yang mengatur masalah keuangan negara secara islami. Jadi, meskipun
bentuk negaranya bukan lagi khilafah, namun dinasti-dinasti islam tersebut masih menerapkan
hukum Islam.

Syariat Islam Pasca Runtuhnya Dinasti Utsmaniyah
Runtuhnya Dinasti Utsmaniyah menandai mulai masuknya pengaruh dan hegemoni Barat secara
signifikan terhadap negeri-negeri muslim. Hal ini terutama sangat didukung oleh adanya
gelombang kolonialisme dan imperialisme Barat atas negeri-negeri muslim. Dari sisi hukum dan
aturan bernegara, negeri-negeri muslim akhirnya menerapkan hukum dan sistem bernegara ala
Barat, dengan meninggalkan hukum dan sistem bernegara ala Islam, baik sedikit maupun
banyak.
Kolonialisme dan imperialisme tersebut ternyata tidak begitu saja berakhir pada saat negeri-
negeri muslim itu mendapatkan kemerdekaannya. Ternyata, kolonialisme dan imperialisme Barat
terus berlanjut, hanya saja dalam bentuk lain yang lebih halus, yang dikenal dengan istilah neo-
kolonialisme dan neo-imperialisme. Intinya, negeri-negeri muslim masih saja terbelenggu oleh
hegemoni Barat dan amat tergantung kepada mereka. Dan saat ini, hukum Barat telah diterapkan
oleh hampir sebagian besar negara-negara muslim.
Berbagai krisis dan kegagalan pada negeri-negeri muslim yang menerapkan hukum Barat
tersebut telah membangkitkan kesadaran sebagian kalangan bahwa hukum Barat harus
ditinggalkan. Dan alternatif utama mereka ialah hukum Islam, yang mereka sadari telah berhasil
mengantarkan para pendahulu mereka menuju kejayaan. Cita-cita penerapan kembali hukum
Islam dalam banyak kasus sulit untuk dipisahkan dengan cita-cita penegakan kembali khilafah
islamiyah. Hal ini tidaklah mengherankan karena hukum Islam memang hanya akan bisa
diterapkan secara sempurna dalam sebuah negara yang bernama khilafah islamiyah.

Syariat Islam di Beberapa Negara Muslim Saat Ini
Arab Saudi, sebagai contoh, telah sejak lama menerapkan hukum positif Islam, termasuk dalam
aspek pidana, meskipun disana terdapat perbincangan khusus dalam hal sistem negara dan
berbagai kebijakan luar negerinya. Negeri ini merupakan negeri yang mayoritas penduduknya
adalah muslim. Belum lagi, di negeri ini terdapat dua kota suci, yaitu Makkah, tempat kaum
muslimin menunaikan ibadah haji, dan Madinah, bekas ibukota Negara Islam Pertama. Di negeri
ini, beberapa bagian dari syariat Islam bahkan telah menjadi tradisi masyarakatnya. Contohnya
ialah syariat menutup aurat bagi wanita. Bagi masyarakat Saudi, mengenakan jilbab tidak lagi
dipandang sebagai kewajiban yang baru, akan tetapi sudah dianggap sebagai tradisi kehidupan
mereka.
Di kawasan Asia Tenggara, kita telah menyaksikan bahwa beberapa wilayah di Malaysia dan
demikian pula propinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD) di Indonesia telah memiliki
mahkamah syariah. Setidak-tidaknya, itu merupakan pilot project bagi penerapan syariat Islam
secara lebih luas dan lebih lengkap.
Di Afghanistan pada masa pemerintahan Thaliban, kita menyaksikan bahwa pemerintah
berusaha untuk menerapkan syariat Islam secara total dengan, tentu saja, konsep syariat Islam
yang mereka pahami.
Di Iran, meskipun mereka bukan muslim Sunni, syariat Islam telah diterapkan dalam berbagai
sektor kehidupan, berdasarkan konsep aqidah Syiah dan fiqih Syiah (fiqih Jafari).
Beberapa negara muslim yang lain juga berusaha menerapkan syariat Islam dalam beberapa
sektor kehidupan yang memungkinkan, baik dengan nama syariat Islam ataupun dengan hanya
mementingkan esensinya.

Syariat Islam di Indonesia Saat Ini
Sebagian kecil dari syariat Islam sebetulnya sudah diterapkan di Indonesia. Yang dimaksud ialah
penerapan nilai-nilai kebenaran dan keadilan yang bersifat universal dan beberapa bagian dari
hukum yang khas Islam seperti hukum pernikahan dan hukum waris. Kalau kita perhatikan,
hukum-hukum khas Islam yang telah diterapkan ialah yang bersifat ritual dan tidak memiliki
dampak sosial politik yang signifikan.
Sebenarnya, Islam merupakan agama yang sangat memperhatikan aspek-aspek sosial politik.
Tanpa aspek-aspek tersebut, Islam tidak layak lagi disebut sebagai Islam. Bahkan, salah satu
sebab utama mengapa Islam dimusuhi di Mekkah ialah karena Islam memasuki wilayah-wilayah
social politik.
Kalaupun ada penerapan syariat Islam di Indonesia dalam wilayah yang lebih luas, maka kita
dapati sifatnya masih belum mengikat, tetapi sekedar pilihan. Padahal, hukum baru dikatakan
hukum apabila ia bersifat mengikat.

Hambatan-hambatan dalam Usaha Penerapan Syariat Islam
Secara umum hambatan-hambatan yang ada adalah sebagai berikut.
1. Hambatan eksternal berupa pihak-pihak yang memang sejak awal memiliki
antipati terhadap Islam dan syariat Islam. Mereka adalah para pengusung agama dan
ideologi tertentu diluar Islam, terutama yang memiliki pengalaman pahit melawan Islam.
Mereka senantiasa menyebarluaskan imej yang negative tentang Islam dan syariat Islam,
misalnya dengan menjelek-jelekkan Islam dengan slogan Harem dan Pedang (sebagai
simbol bagi pengungkungan kaum wanita dan kekerasan ).
2. Hambatan dari pihak-pihak yang sebetulnya tidak terlalu ideologis kecuali bahwa
mereka menolak penerapan syariat Islam karena akan mengekang kesenangan mereka.
Mereka itulah yang sering disebut sebagai para hedonis, atau yang dalam bahasa Islam
disebut sebagai ahlul maaashiy.
3. Hambatan dari pihak-pihak yang menolak syariat Islam karena belum memahami
syariat Islam, atau memahaminya dengan pemahaman yang salah. Mereka inilah yang
dalam bahasa Islam disebut sebagai ahlul jahl.
4. Disamping itu, usaha-usaha menuju penerapan syariat Islam juga berkaitan
dengan masalah strategi. Hambatan-hambatan bisa pula muncul dari pihak-pihak yang
sudah sepakat dengan syariat Islam dan penerapannya, akan tetapi memiliki strategi yang
berbeda-beda. Hambatan dari sisi ini akan menjadi semakin signifikan apabila strategi-
strategi tersebit saling berseberangan satu sama lain.

Faktor-faktor Penguat dan Pendukung dalam Usaha Penerapan Syariat Islam
Setidaknya ada beberapa hal yang menjadi modal atau kekuatan dalam usaha menuju penerapan
syariat Islam.
1. Jumlah umat Islam cukup signifikan.
2. Maraknya gerakan-gerakan Islam yang senantiasa menyuarakan diterapkannya
syariat Islam.
3. Gagalnya beberapa sistem hukum dan bernegara yang bukan Islam telah
memunculkan rasa frustasi umat manusia, sehingga mereka membutuhkan alternatif-
alternatif yang lain. Diantara alternatif itu ialah Islam.
4. Keberhasilan usaha-usaha politik dari kalangan Islam dan partai-partai politik
Islam di beberapa negeri muslim.
5. Sejarah umat Islam yang cemerlang di masa lampau ketika mereka menerapkan
syariat Islam. Sejarah cemerlang ini setidak-tidaknya bisa memunculkan kerinduan-
kerinduan pada benak umat Islam atas kembalinya masa kejayaan mereka.

Strategi Menuju Penerapan Syariat Islam
Dalam usaha menuju penerapan syariat Islam atau sistem hukum apapun juga, setidak-tidaknya
akan ada lima elemen yang terlibat. Kelima elemen tersebut ialah :
1. Masyarakat
2. Konsep
3. Aparatur (SDM)
4. Sistem kekuasaan / Negara
5. Lingkungan eksternal

I. Masyarakat sebagai Salah Satu Elemen dalam Usaha Menuju Penerapan Syariat Islam
Masyarakat dalam hal ini merupakan elemen yang sangat penting kalau bukannya yang paling
penting, karena merekalah sasaran, pendukung, sekaligus kekuatan pengendali dari sistem
hukum yang akan diterapkan. Dalam rangka menuju penerapan syariat Islam, masyarakat harus
memiliki dua karakter.
1. Memiliki komitmen untuk siap menerima dan melaksanakan syariat Islam.
2. Memiliki pemahaman yang benar tentang materi syariat Islam itu sendiri.
Karakter yang pertama bisa dibentuk dengan cara memperkuat komitmen dan ghirah keislaman
masyarakat. Hal ini bisa dilakukan dengan banyak cara. Salah satunya yang harus ada adalah
pemurnian dan penguatan aqidah umat. Disamping itu masyarakat harus dibuat sadar dan
prihatin atas permasalahan-permasalahan umat Islam saat ini, sehingga kecemburuannya
(ghirahnya) terhadap Islam dan umat Islam serta semangat perjuangannya (ruh jihadnya) menjadi
berkobar.
Karakter yang kedua bisa dibentuk dengan berbagai bentuk pencerdasan masyarakat tentang
materi hukum Islam. Usaha tersebut bisa dilakukan melalui berbagai penyuluhan, kajian,
seminar, paparan media massa, penerbitan buku secara massal, dan sebagainya, yang dilakukan
pada segenap lapisan masyarakat, dengan pendekatan dan pembahasaan yang sesuai. Dengan
demikian, masyarakat diharapkan akan bisa memandang syariat Islam sebagai sesuatu yang
sempurna, canggih, dan indah. Hanya saja usaha-usaha tersebut membutuhkan SDM yang juga
memiliki pemahaman yang memadai tentang materi hukum Islam itu sendiri.

II. Stok Aparatur (SDM) sebagai Salah Satu Elemen dalam Usaha Menuju Penerapan
Syariat Islam
Aparat-aparat dalam penerapan syariat Islam nantinya paling tidak harus memenuhi beberapa
kriteria berikut.
1. Memiliki kepribadian yang terpercaya (amanah, taqwa)
2. Memiliki kapabilitas yang memadai dalam bidang keahlian atau keilmuan yang
terkait.
3. Tersedia dalam jumlah mencukupi dalam segenap levelnya.
Kriteria-kriteria diatas hanya bisa dicapai apabila terdapat lembaga-lembaga pengkaderan dan
pendidikan yang berkualitas dan mampu memenuhi tuntutan kuantitas. Dengan demikian,
sebelum syariat Islam diterapkan, harus ada terlebih dulu lembaga-lembaga pendidikan yang
akan mencetak SDM-nya.
Dalam hal ini, beberapa hal berikut barangkali bisa dilakukan.
1. Memberdayakan dan membenahi (menyempurnakan) lembaga-lembaga
pendidikan terkait yang sudah ada. Apabila sekarang kita sudah memiliki banyak IAIN
dan semacamnya maka kita harus melakukan pemberdayaan dan pembenahan
(penyempurnaan) dalam berbagai aspeknya (kurikulum, sistem, dan sebagainya) sehingga
kedepan lembaga-lembaga tersebut mampu menyediakan stok SDM yang diinginkan.
Demikian pula, apabila sekarang ini kita telah memiliki fakultas-fakultas hukum favorit
yang notabene sekular, maka kita bisa melakukan perombakan pada beberapa sub
sistemnya sehingga tidak lagi secular akan tetapi tetap menyisakan aspek-aspek
keilmuannya yang bersifat netral. Demikian seterusnya.
2. Membuka lembaga-lembaga pendidikan baru dalam keilmuan dan keahlian
terkait. Ada bebarap alasan atas usaha ini. Pertama, belum adanya lembaga dalam bidang
keilmuan atau keahlian tertentu yang amat dibutuhkan. Kedua, lembaga-lembaga dalam
bidang keilmuan atau keahlian yang dimaksud sudah ada akan tetapi jumlahnya masih
kurang. Sekarang ini tentu kita menyaksikan bahwa telah banyak berdiri kolese-kolese
atau fakultas-fakultas ilmu ekonomi islam, perbankan syariah, manajemen islam, dan
sebagainya. Ini semua merupakan fenomena yang harus terus ditingkatkan, baik kualitas
maupun kuantitasnya.
3. Menjalin kerjasama pendidikan dengan negara-negara muslim yang kualitas
pendidikan dalam keilmuan terkait telah lebih maju. Diantara bentuk kerjasama ini ialah
pengiriman mahasiswa berprestasi ke luar negeri, pendirian kampus-kampus baru dengan
standar kualifikasi kampus-kampus luar negeri yang ternama, pembukaan kampus-
kampus cabang dari kampus-kampus luar negeri yang ternama, pengiriman dosen-dosen
dan guru besar yang berkualitas dari luar negeri, kerjasama dalam bentuk pendanaan atau
pemberian beasiswa belajar kepada mahasiswa berprestasi, dan sebagainya.
4. Mengadakan pelatihan-pelatihan (courses dan trainings) dalam rangka up-
grading stok SDM yang saat ini sudah ada.

III. Konsep sebagai Salah Satu Elemen dalam Usaha Menuju Penerapan Syariat Islam
Sesudah muncul suara-suara yang menuntut diterapkannya syariat Islam, tidaklah mengherankan
jika ada yang bertanya,Bagaimana konsep syariat Islam yang akan diterapkan itu? Ini
menyadarkan kita bahwa penerapan syariat Islam tidaklah cukup hanya dengan berbekal
kemauan, akan tetapi harus ada juga konsep yang jelas tentang syariat Islam itu sendiri.
Permasalahan konsep ini merupakan permasalahan yang amat penting, dengan beberapa alasan
sebagai berikut.
1. Banyak fenomena ketakutan (fobia) terhadap syariat Islam, bahkan di kalangan
umat Islam sendiri, disebabkan karena belum paham terhadap syariat Islam atau karena
pemahaman yang salah.
2. Beberapa kalangan masih meragukan penerapan syariat Islam karena mereka
belum melihat adanya konsep yang jelas dan lengkap tentang syariat Islam. Diantara
mereka ada yang meragukan bahwa Islam memiliki konsep yang mampu menjawab
tantangan zaman modern.
3. Beberapa kalangan, terutama para pemikir Barat, masih meragukan bahwa syariat
Islam bisa diterapkan sebagai representasi dari Islam itu sendiri. Mereka senantiasa
mengklaim bahwa penerapan syariat Islam dalam kenyataannya hanyalah penerapan atas
konsep yang dimiliki oleh madzhab tertentu saja, dengan tidak memberikan ruang bagi
madzhab yang lainnya. Pandangan ini tentu saja harus dipupus dengan cara menyusun
dan mensosialisasikan konsep yang tidak terkungkung oleh satu madzhab saja akan tetapi
terbuka bagi setiap konsep yang lebih baik meskipun datang dari madzhab yang berbeda.
4. Ternyata, konsep syariat Islam masih memerlukan proyek ijtihad besar-besaran,
apabila akan diterapkan sebagai hukum positif di zaman sekarang ini. Hal ini sangat
mudah dimengerti, karena sudah sejak lama kita tidak menerapkan syariat Islam dan
karenanya ijtihad juga berhenti kecuali dalam skala yang sangat kecil. Stagnasi ijtihad
ini akhirnya berakibat pada kondisi dimana sebagian konsep-konsep syariat Islam yang
ada saat ini adalah konsep-konep yang sudah out of date. Disamping itu, penerapan
sistem kehidupan yang tidak islami dalam jangka waktu yang sangat lama telah
memunculkan habitat yang kurang kondusif bagi penerapan syariat islam secara
sempurna dan menyeluruh. Habibat tersebut, setidak-tidaknya dalam waktu dekat ini,
hanya memungkinkan adanya penerapan syariat Islam sebagai tambal sulam saja atau
pada wilayah-wilayah tertentu saja.
Dalam usaha merumuskan konsep syariat Islam, terdapat empat hal yang bisa diintegrasikan
untuk kemudian menghasilkan sebuah konsep baru. Empat hal tersebut ialah konsep asasi (yakni
teks-teks Al-Quran dan Al-Sunnah), konsep lama (yang merupakan hasil ijtihad para pemikir
Islam terdahulu), realitas, dan ide-ide baru.
Setelah konsep baru terumuskan, maka kita harus melakukan uji reliabilitas terhadap konsep
tersebut. Sesudah itu, ada baiknya jika kita juga melakukan pilot project (proyek percobaan)
terhadap konsep tersebut. Setelah melakukan berbagai evaluasi dalam rangka mencapai
kesempurnaan, maka kita baru bisa menerapkan konsep tersebut secara massal.
Langkah-langkah bertahap diatas perlu dilakukan untuk menghindari kesalahan-kesalahan
penerapan syariat Islam dalam skala luas. Kita tidak menginginkan bahwa manusia mengalami
trauma atau menjadi antipati terhadap syariat Islam hanya gara-gara penerapan syariat Islam
yang keliru, sembrono, atau kurang matang. Jika hal ini terjadi, maka sesungguhnya
penyembuhan itu lebih sulit daripada pencegahan. Lebih-lebih lagi masyarakat Barat, tentunya
akan menjadikan kesalahan tersebut sebagai senjata untuk menyebarluaskan gambaran yang
negatif tentang Islam dan syariat Islam, karena mereka selalu memandang segala sesuatu
berdasarkan sejarah dan fakta, bukan pada konsepnya.

IV. Sistem Kekuasaan / Negara sebagai Salah Satu Elemen dalam Usaha Menuju
Penerapan Syariat Islam.
Sistem kekuasaan atau negara dalam hal ini merupakan elemen yang sangat penting karena pada
akhirnya merekalah pelaksana, penjamin, dan pelindung penerapan syariat Islam. Karena itu,
tidak mengherankan jika kemudian muncul slogan Laa huduuda illa bid daulah (Tidak ada
hukum pidana Islam kecuali dengan adanya negara [Islam]) dan slogan-slogan lain yang
semakna. Dalam hal ini, yang kita butuhkan adalah sebuah kepemimpinan yang islami. Dalam
usaha kesana, dibutuhkan langkah-langkah politis yang efektif.
Dalam iklim demokrasi liberal saat ini, barangkali umat Islam harus berjuang secara parlementer
dengan cara membentuk partai-partai politik untuk bisa meraih posisi-posisi kepemimpinan
negara. Dan kita tidak bisa memungkiri bahwa partai politik merupakan salah satu sarana yang
sangat efektif untuk saat ini. Usaha menuju kepemimpinan Negara yang Islami juga bisa
didukung dengan gerakan-gerakan ekstraparlementer, pada saat gerakan-gerakan yang demikian
dipandang efektif. Adapun jalan yang paling radikal menuju kepemimpinan islami ialah revolusi.
Hanya saja, Nabi tidak pernah mencontohkan revolusi berdarah dalam meraih sebuah
kepemimpinan Negara. Yang beliau saw contohkan ialah sebuah perjuangan yang menyeluruh,
simultan dan alami. Namun jika revolusi tersebut bisa dilakukan tanpa darah, maka itu baru bisa
dibenarkan karena pernah dicontohkan oleh Nabi.

V. Lingkungan Eksternal sebagai Salah Satu Elemen dalam Usaha Menuju Penerapan
Syariat Islam
Yang dimaksud dengan lingkungan eksternal disini ialah dunia internasional diluar wilayah
negara yang akan menerapkan syariat Islam. Bagaimanapun juga, terlebih-lebih di era informasi
dan globalisasi ini, dunia internasional memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap setiap
negara yang ada.
Dalam rangka menghadapi pengaruh eksternal yang begitu kuat, kita harus memiliki posisi tawar
yang tinggi. Hal ini bisa dicapai apabila kita memiliki kemandirian yang tinggi dan memiliki
kekuatan yang diperhitungkan. Disamping itu, kita juga harus senantiasa memberikan imej yang
positif dan simpatik kepada dunia eksternal. Akan lebih efektif lagi, jika itu juga kita ikuti
dengan usaha-usaha infiltrasi pemikiran kepada dunia internasional.

Anda mungkin juga menyukai