Anda di halaman 1dari 6

BAB I

TINJAUAN TEORITIS

1.1 Pengertian
Syok Kardiogenik adalah gangguan yang disebabkan oleh penurunan curah
jantung sistemik pada keadaan volume intravaskular yang cukup, dan dapat
mengakibatkan hipoksia jaringan. Syok dapat terjadi karena disfungsi ventrikel kiri
yang berat, tetapi dapat pula terjadi pada keadaan dimana fungsi ventrikel kiri cukup
baik.
Hipotensi sistemik umumnya menjadi dasar diagnosis. Nilai cut off untuk tekanan
darah sistolik yang sering dipakai adalah 90 mmHg. Dengan menurunnya tekanan
darah sistolik akan meningkatkan kadar katekolamin yang mengakibatkan kontriksi
arteri dan vena sistemik. Manifestasi klinis dapat ditemukan tanda-tanda hipoperfusi
sistemik mencakup perubahan status mental, kulit dingin dan oliguria
Syok Kardiogenik didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik 90 mmHg
selama 1 jam dimana:
Tak respons dengan pemberian cairan saja,
Sekunder terhadap disfungsi jantung, atau,
Berkaitan dengan tanda-tanda hipoperfusi atau indeks kardiak 2,2 1/menit per
m2 dan tekanan baji kapiler paru 18 mmHg.
Termasuk dipertimbangkan dalam definisi ini adalah:
Pasien dengan tekanan darah sistolik meningkat 90 mmHg dalam 1 jam setelah
pemberian obat inotropik, dan
Pasien meninggal dalam 1 jam hipotensi, tetapi memenuhi kriteria lain syok
kardiogenik.

1.2 Etiologi
Komplikasi mekanik akibat infark miokard akut dapat menyebabkan terjadinya
syok. Diantara komplikasi tersebut adalah : ruptur septal ventrikel, ruptur atau
disfungsi otot papilaris dan ruptur miokard yang keseluruhan dapat mengakibatkan
timbulnya syok kariogenik tersebut. Sedangkan infark ventrikel kanan tanpa disertai
infark atau disfungsi ventrikel kiri pun dapat menyebabkan terjadinya syok.
Hal lain yang sering menyebabkan terjadinya syok kardiogenik adalah
takiaritma atau bradiaritma yang rakuren, dimana biasanya terjadi akibat disfungsi
ventrikel kiri, dan dapat timbul bersamaan dengan aritmia supraventrikular ataupun
ventrikular.
Syok kardiogenik juga dapat timbul sebagai manifestasi tahap akhir dari
disfungsi miokard yang progresif, termasuk akibat penyakit jantung iskemia, maupun
kardiomiopati hipertonik dan reskriktif.
Picard MH et al, melaporkan, abnomalitas struktural dan fungsional jantung
dalam rentang lebar ditemukan pada pasien syok kardiogenik akut. Molaritas jangka
pendek dan jangka panjang dikaitkan dengan fungsi sistolik ventrikel kiri awal dan
regurgitasi mitral yang dinilai dengan ekokardiografi, dan tampak manfaat
revaskularisasi dini tanpa dipengaruhi nilai fraksi ejeksi ventrikel kiri pada awal
(baseline) atau adanya regurgitasi mitral.


1.3 Manifestasi Klinis
1.3.1 Anamnesis
Keluhan yang timbul berkaitan dengan etiologi timbulnya syok
kardiogenik tersebut. Pasien dengan infark miokard akut datang dengan
keluhan tipikal nyeri dada yang akut, dan kemungkinan sudah mempunyai
riwayat penyakit jantung koroner sebelumnya.
Pada keadaan syok akibat komplikasi mekanik dan infark miokard akut,
biasanya terjadi dalam beberapa hari sampai seminggu setelah onset infark
tersebut. Umumnya pasien mengeluh nyeri dan dan biasanya disertai gejala
tiba-tiba yang menun jukkan adanya edema paru akut atau bahkan henti
jantung.
Pasien dengan aritma akan mengeluhkan adanya palpitasi, prensinkop,
sinkop atau merasakan irama jantung yang berhenti sejenak. Kemudian pasien
akan merasakan letargi akibat berkurangnya perfusi ke sistem saraf pusat.

1.3.2 Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan awal hemodinamik akan ditemukan tekanan darah
sistolik yang menurun sampai 90 mmHg, bahkan dapat turun sampai 80
mmHg pada pasien yang tidak memperoleh pengobatan adekuat. Denyut
jantung biasanya cendrung meningkat sebagai akibat stimulasi simpatis,
demikian pula dengan frekuensi pernafasan yang biasanya meningkat sebagia
akibat kongesti di paru.
Pemeriksaan dada akan menunjukkan adanya ronki. Pasien dengan infark
ventrikel kanan atau pasien dengan keadaan hipovolemik yang menurut studi
sangat kecil kemungkinannya menyebabkan kongesti paru.
Sistem kardiovaskular yang dapat dievaluasi seperti vena-vena dileher
sering kali meningkat distensinya. Letak impuls apikal dapat bergeser pada
pasien dengan kardiomiopati dilatasi, dan intensitas bunyi jantung akan jauh
menurun pada efusi perikardial ataupun tamponade. Irama gallop dapat timbul
yang menunjukkan adanya disfungsi ventrikel kiri yang bermakna. Sedangkan
regurgitasi mitral atau defek septal ventrikel, bunyi bising atau murmur yang
timbul akan sangat membantu dokter pemeriksa untuk menentukan kelainan
atau komplikasi mekanik yang ada.
Pasien dengan gagal jantung kanan yang bermakna akan menunjukkan
beberapa tanda-tanda antara lain : pembesaran hati, pulsasi di liver akibat
regurgitasi trikuspid atau terjadinya asites akibat gagal jantung kanan yang
sulit untuk diatasi. Pulsasi arteri di ekstremitas perifer akan menurun
intensitasnya dan edema perifer dapat timbul pada gagfal jantung kanan.
Sianosis dan ekstremitas yang teraba dingin, menunjukkan terjadinya
penurunan perfusi ke jaringan.

1.4 Pemeriksaan Penunjang
1.4.1 Elektrokardiografi (EKG)
Gambaran rekaman elektrokardiografi dapat membantu untuk menentukan
etiologi dari syok kardiogenik. Misalnya pada infark miokard akut akan
terlihat gambarannya dari rekaman tersebut. Demikian pula bila lokasi infark
terjadi pada ventrikel kanan maka akan terlihat proses disandapan jantung
sebelah kanan (misalnya elevasi ST di sandapan V4R). Begitu pula bila
gangguan irama atau aritmia sebagai etiologi terjadinya syok kardiogenik,
maka dapat dilihat melalui rekaman aktivitas listrik jantung tersebut.
1.4.2 Foto Roentgen Dada
Pada foto polos dada akan terlihat kardiomegali dan tanda-tanda kongesti
paru atau edema paru pada gagal ventrikel kiri yang berat. Bila terjadi
komplikasi defek septal ventrikel atau regurgitasi mitral akibat infark miokard
akut, akan tampak gambaran kongesti paru yang tidak disertai kardiomegali,
terutamam pada onset infark yang pertama kali. Gambaran kongesti paru
menunjukkan kecil kemungkinan terdapat gagal ventrikel kanan yang dominan
atau keadaan hipovolemia.
1.4.3 Ekokardiografi
Modalitas pemeriksaan yang non-invasif ini sangat banyak membantu
dalam membuat diagnosis dan mencari etiologi dari syok kardiogenik.
Pemeriksaan ini relatif cepat, aman dan dapat dilakukan secara langsung
ditempat tidur pasien (bedside). Keterangan yang diharapkan dapat diperoleh
dari pemeriksaan ini antara lain : penilaian fungsi ventrikel kanan dan kiri
(global maupun segmental), fungsi katup-katup jantung (stenosis atau
regurgitasi), tekanan ventrikel kanan dan deteksi adanya shunt (misalnya pada
defek septal ventrikel dangan shunt kiri ke kanan), efusi perikardial atau
temponade.
1.4.4 Pemantauan hemodinamik
Penggunaan kateter swan-Gan untuk mengukur tekanan arteri pulmonal
dan tekanan baji pembuluh kapiler paru sangat berguna, khususnya untuk
memastikan diagnosis dan etiologi syok kardiogenik, serta sebagai indikator
evaluasi terapi yang di berikan. Pasien syok kardiogenik akibat gagal ventrikel
kiri yang berat, akan terjadi tekanan baji paru. Bila pada pengukuran
ditemukan baji pembuluh darah paru lebih dari 18 mmHg pada pasien infark
miokard akut menujukan bahwa velume intrakvaskular pasien tersebut cukup
ade kuat. Paien dengan gagal ventrikel kanan atau hipovolenia yang signifikan,
akan menunjukan tekanan baji pembuluh paru yang normal atau lebih rendah.
Pemantauan parameter hemodinamik juga membutuhkan perhitungan
afterload ( Resistensi vaskular sistemik ). Minimalisasi afterload sangat
diperlukan, karna bila terjadi peningkatan afterload akan menimbulkan efek
penurunan kontraktilitas yang akan menghasilkan penurunan curah jantung.



1.4.5 Saturasi oksigen
Pemantauan saturasi oksigen sangat bermanfaat dan dapat dilakukan pada
saat pemasangan kateter Swan-Ganz, yang juga dapat mendeteksi adanya
defek septal ventrikel. Bila terdapat pintas darah yang kaya oksigen dari
ventrikel kiri ke ventrikel kanan maka akan terjadi saturasi oksigen yang step-
up bila dibandingkan dengan saturasi oksigen vena dari vena cava dan arteri
pulmonal.

1.5 Komplikasi

1.6 Penatalaksanaan medis
Volume pengisian ventrikel kiri harus dioptimalkan, pada keadaan tanpa adanya
bendungan paru, pemberian cairan sekurang kurangnya 250ml dapat dilakukan dalam
10 menit. Oksigenasi ade kuat penting,intubasi atau ventilasi harus dilakukan segera
jika ditemukan abnormalitas difusi oksigen. Hipotensi yang terus berlangsung
memicu kegagalan otot pernafasan dan dapat dicegah dengan pemberian ventilasi
mekanis.
Laporan adanya penurunan dramatis mortalitas syok kardiogenik dengan
melakukan revaskularisasi awal mulai muncul pada tahun 1980. Uji klinis secara acak
yang menguji superioritas dan generalisasibilitas strategi revaskularisasi awal telah
dilakukan di USA yaitu SHOCK trial. Pada penelitian SHOCK dilaporkan
peningkatan survival 30 hari dari 46,7% menjadi 56% dengan strategi revaskularisasi
awal namun perbedaan 9% absolut tidak bermakna ( p=0,11 ). Pada pemantauan,
perbedaan survival pada strategi revaskularisasi menjadi lebih besar dan bermakna
setelah 6 bulan ( 36,9% v 49,7% , p = 0,027 ) dalam 1 tahun ( 33,6% v 46,7% ) untuk
reduksi absolut 13,2% ( 95%CL 2,2% sampai 24,1% p < 0.03 ). Terdapat 10
subkelompok yang diuji, termasuk jenis kelamin, usia, riwayat IM, hipertensi,
diabetes, infark miokard antrior, syok awal atau akhir dan transfer atau status rawat
langsung. Manfaat revaskularisasi awal didapatkan pada semua subkelompok kecuali
pada usia lanjut. Manfaat revaskularisasi awal lebih besar pada usia < 75 tahun pada
30 hari ( 41,4% v 56,8%, 95%CL 27,8% sampai 3,0% ) dan 6 bulan ( 44,9% v
65% 95%CL 31,6% sampai 7,1% ).

Anda mungkin juga menyukai