Anda di halaman 1dari 21

PERKEMBANGAN SISTEM DEMOKRASI DI INDONESIA

DALAM PERSPEKTIF ISLAM



MAKALAH

diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Seminar Pendidikan
Agama Islam



Oleh
Arini Fadilah 1101706
Bayu Angsena Bastari 1100018
Chindy Alies Chintya L 1106139
Kiki Maya Wulandari 1100067



JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2014


i

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah Swt yang telah melimpahkan
karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul Perkembangan Sistem Demokrasi di Indonesia dalam Perspektif Islam.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Seminar
Pendidikan Agama Islam. Makalah ini membahas ketidaksesuaian sistem
demokrasi yang berkembang di Indonesia saat ini dibandingkan dengan konsep
demokrasi dalam Islam.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh sebab
itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca agar penulis dapat membuat karya yang lebih baik. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.


Bandung, 31 Maret 2014

Penulis





ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
C. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 2
D. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 3
E. Metode Penelitian......................................................................................... 3
BAB II LANDASAN TEORI ................................................................................. 4
A. Politik ........................................................................................................... 4
B. Konsep Demokrasi Secara Umum ............................................................... 5
C. Demokrasi dalam Sudut Pandang Islam ...................................................... 5
D. Pelaksanaan Konsep Demokrasi yang Ideal ................................................ 5
E. Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia ........................................................... 5
F. Dampak Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia terhadap Masalah Politik,
Ekonomi, Sosial, dan Budaya .............................................................................. 5
G. Landasan Al-quran dan Hadits terkait Pemerintahan................................... 5
BAB III PEMBAHASAN ....................................................................................... 6
A. Analisis Data Hasil Penelitian ...................................................................... 6
BAB IV PENUTUP ................................................................................................ 7
A. Simpulan ...................................................................................................... 7
B. Saran ............................................................................................................. 7
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 8
LAMPIRAN ............................................................................................................ 9

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sistem pemerintahan yang dianut suatu negara pasti akan berdampak
pada masalah politik, ekonomi, sosial, dan budaya pada negara tersebut.
Namun, hal ini bukan hanya bergantung sistem pemerintahan apa yang
dianut oleh negara tersebut tetapi juga bergantung pada bagaimana
pelaksanaan sistem pemerintahan yang dianut negara tersebut.
Sebagian besar negara yang terdapat di bumi ini menganut sistem
demokrasi. Namun, politik, ekonomi, sosial, dan budaya masing-masing
negara penganut demokrasi tersebut berbeda satu sama lain. Hal ini
disebabkan oleh pelaksanaan sistem demokrasi yang berbeda satu dengan
yang lainnya.
Kebudayaan masyarakat dan sejarah suatu negara mengakibatkan
negara tersebut menjalankan demokrasi sesuai dengan hal tersebut.
Indonesia dengan sejarah pancasila sebagai landasan negara
mengakibatkan Indonesia menerapkan sistem demokrasi pancasila dalam
menjalankan roda pemerintahannya.
Demokrasi yang seharusnya dapat menjadi alat untuk mencapai
kesejahteraan rakyat pada kenyataannya tidak tampak di Indonesia dewasa
ini. Konsep demokrasi yang identik dengan istilah Dari Rakyat, Oleh
Rakyat, dan Untuk Rakyat menjadi bias saat ini. Hal tersebut terlihat
ketika para wakil rakyat yang telah dipilih oleh rakyat dan berasal dari
rakyat itu sendiri tidak berpihak kepada rakyat ketika mengambil
keputusan.
Selain itu, fakta-fakta mengenai kehidupan masyarakat Indonesia
yang belum mencapai kata sejahtera menunjukkan pembiasan konsep
demokrasi di Indonesia.
Di zaman globalisasi seperti saat ini, masih terdapat wilayah di
Indonesia yang belum terjamah listrik. (BERITA).
2



Pelayanan kesehatan yang baik pun sulit didapatkan oleh masyarakat
kurang mampu. (BERITA).
Layanan pendidikan yang layak di daerah terpencil juga sangat sulit
didapatkan. (BERITA).
Banyak sekali fakta-fakta yang menunjukkan bahwa masyarakat
Indonesia belum mencapai kesejahteraan sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai melalui demokrasi. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat
penyimpangan pada pelaksanaan sistem demokrasi di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan
masalah penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana sistem demokrasi dalam pandangan Islam?
2. Bagaimana sistem demokrasi yang ideal?
3. Apakah sistem demokrasi yang digunakan di Indonesia saat ini sesuai
dengan sistem demokrasi menurut pandangan Islam?
4. Bagaimana dampak penggunaan sistem demokrasi di Indonesia
terhadap aspek politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang
berkembang?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang tertulis di atas, makalah ini
memiliki tujuan untuk :
1. Mengetahui sistem demokrasi yang sesuai dalam pandangan Islam
2. Mengetahui sistem demokrasi yang ideal
3. Mengetahui perkembangan sistem demokrasi yang diterapkan di
Indonesia serta kesesuaiannya menurut pandangan Islam
4. Mengetahui dampak penggunaan sistem demokrasi yang diterapkan di
Indonesia terhadap aspek politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang
berkembang.
3



D. Manfaat Penelitian
Penyusunan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara
teoritis dan praktis. Secara teoritis makalah ini diharapkan dapat
bermanfaat dalam mengembangkan ide dan pemikiran kritis terkait politik
yang berkembang di Indonesia. Secara praktis makalah ini diharapkan
dapat bermanfaat sebagai media yang menjadi sumber ilmu pengetahuan.
E. Metode Penelitian
Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
dengan metode wawancara kepada beberapa narasumber yang memiliki
pengetahuan luas dan mendalam terkait materi yang diangkat dalam
makalah ini. Selain itu, dilakukan pula kajian literatur untuk menunjang
informasi dalam pembahasan makalah ini.






4

BAB II
LANDASAN TEORI
A. Politik
Politik (dalam bahasa Yunani: politikos, yang berarti dari, untuk,
atau yang berkaitan dengan warga negara, dari bahasa Inggris; politic
(adj): bijaksana, beradab, berakal, yg dipikirkan) menurut Ariestoteles
dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk mewujudkan kebaikan bersama.
Maka apabila dihubungkan dengan konteks kenegaraan maka politik
merupakan jalan yang dilalui bersama baik oleh rakyat maupun
pemerintah yang berkuasa untuk membangun suatu negara yang makmur
dan sejahtera sesuai dengan cita-cita suatu negara tersebut. Jika dilihat dari
sudut pandang yang lain, ada beberapa pengertian dari politik itu sendiri,
yaitu antara lain :
1. Politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan
pemerintahan dan negara
2. Politik merupakan kegiatan yang diarahakan untuk mendapatkan
dan mempertahankan kekuasaan dimasyarakat
3. Politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan
pelaksanakan kebijakan publik
4. Dalam ilmu politik, politik dipandang sebagai proses pembentukan
dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain
berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara.
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas ada beberapa elemen
penting dalam politik yaitu pemerintahan, kekuasaan, masyarakat dan
negara. Dalam prosesnya dua dari keempat elemen tersebut yaitu
pemerintah dan kekeuasaan dicapai melaui sistem pemerintahan yang
dianut oleh suatu negara itu sendiri salah satunya adalah demokrasi.






B. Konsep Demokrasi Secara Umum
Kata demokrasi itu sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu demos
yang berarti rakyat dan kratos yang berarti kekuasaan. Dalam ilmu
sosiologi, demokrasi adalah sikap hidup yang berpijak pada sikap egaliter
(mengakui persamaan derajat) dan kebebasan berpikir.
Demokrasi digunakan banyak negara sistem pemerintahan suatu
negara karena demokrasi dianggap sebagai bentuk pemerintahan yang
paling adil karena selalu mengutamakan rakyat. Karena pemerintahan
terdiri dari rakyat yang begitu banyak, maka kepuasan dan kenyamanan
rakyat adalah tujuan utama dari sebuah negara menjaga warganya agar
aman dan damai. Sehingga dapat dikatakan bahwa kekuasaan ada di
tangan rakyat, karena kebanyakan yang kita lihat di negara-negara yang
tidak menerapkan sistem demokrasi rakyat menjadi tertindas karena tidak
keberdayaannya, dan menjadi tidak punya harapan karena kelemahan yang
dibuat oleh penguasa terjadi kesenjangan sosial yang begitu besar antara
rakyat dan penguasa yang menindas tersebut. Demokrasi selalu
mengutamakan rakyat, rakyatlah yang menjadi raja. Sehingga kekuatan
selalu berada di tangan rakyat.
C. Demokrasi dalam Sudut Pandang Islam
D. Pelaksanaan Konsep Demokrasi yang Ideal
E. Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia
F. Dampak Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia terhadap Masalah
Politik, Ekonomi, Sosial, dan Budaya
G. Landasan Al-quran dan Hadits terkait Pemerintahan

6

BAB III
PEMBAHASAN
A. Analisis Data Hasil Penelitian
7

BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Dari hasil penelitian melalui wawancara dan kajian literatur, dapat
disimpulkan bahwa dalam Islam tidak ada istilah demokrasi. Namun, nilai-
nilai demokrasi ada yang sesuai dengan ajaran Islam seperti prinsip
musyawarah. Perbedaan yang mendasar dari demokrasi secara global dan
kekuasaan dalam Islam adalah dalam demokrasi kekuasaan tertinggi
berada di tangan rakyat , sedangkan dalam Islam kekuasaan adalah
amanah dari Allah dan kekuasaan tertinggi adalah dari Allah.
Sistem demokrasi yang ideal sendiri adalah yang dapat mencapai
tujuan yang ingin dicapai melalui demokrasi, yaitu kesejahteraan rakyat.
Dalam Indonesia sendiri, masih terdapat penyimpangan yang terjadi dalam
menggunakan demokrasi sebagai alat untuk mencapai kesejateraan rakyat.
Pelaksanaan demokasi di Indonesia memberikan berbagai dampak
positif dan negatif dalam hal politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
B. Saran
Dalam
8

DAFTAR PUSTAKA





LAMPIRAN

10

Hasil Wawancara dengan Narasumber (Encep Supriatna)
P : Apakah makna politik dalam Islam?
N : Makna politik dalam pandangan Islam, merujuk pada buku Khilafah dan
Kerajaan, politik itu sama dengan kekuasaan. Kalau dalam Islam
sebenarnya ada wakala, atau diwakilkan maka ada istilah Khalifah =
pemimpin, negaranya = khilafah. Itu ada dalam sejarah Islam, misalnya
khulafa al-rasyidin (Khalifah yang 4) memimpin selama 13 tahun,
Hummaya 90 tahunan, Abbasiyah sampai abad ke 13. Jadi intinya politik
itu kekuasaan, kekuasaan dalam Islam itu amanah, yang didasarkan pada
nilai-nilai Illahiyah (keTuhanan) jadi bukan diambil dari rakyat begitu
saja, tapi ada mandat dari Tuhan. Seorang pemimpin itu harus yang
memiliki kriteria seperti: Islam, akhil baligh, adil, integritas, dan jujur. Ya
sama dengan Nabi lah ada siddik, amanah, fatonah, tabligh dsb. Jadi
sebetulnya dalam terminologi Barat sama saja tapi disini penekanannya ke
amanah.
P : Seperti apa sistem politik yang diterapkan dalam zaman nabi Muhammad?
N : Islam tidak mengatur secara rinci mengenai sistem politik. Tetapi kita lihat
para ulama tidak menunjukkan pola yang sama, dari nabi Muhammad
meninggal ke Abu Bakar, Abu Bakar menjadi penggantinya itu karena
dipilih langsung oleh ummat Islam terutama oleh kaum Muhajirin dan
kaum Anshor. untuk memilih Umar kan, Umar meninggal dia memilih tim
formatur enam orang: Abdurohman bin Auf, Saad bin Abdul waqas,
Utsman, Ali, Abdullah bin Ummar, bertujuan untuk memilih siapa kira-
kira yang cakap diantara mereka, bahkan ada pemungutan suara juga disitu
dan terpilihlah Utsman. Nah kemudian Ali, Ali itu di baiat secara
langsung ketika Utsman meninggal oleh Saad, Ubaidah dsb. Intinya
musyawarah mufakat.
P : Berarti pada masa khulafa al-rasyidin pernah ada voting juga ya Pak?




N : Ada. Pada masa memilih Utsman itu, jadi karena draw 3:3 akhirnya
Abdullah bin Ummar memilih Utsman. Total suara jadi 4:3 sehingga
dimenangkan oleh Utsman itu atas lobi Abdurrohman bin Auf. Abdulah
bin Ummar, anaknya Ummar bin Khatab tidak punya hak untuk dipilih,
tetapi hanya punya hak memilih. Upaya ini dilakukan untuk menghindari
KKN.
P : Apakah saat ini masih ada negara yang menerapkan sistem politik Islam?
N : Kalau zaman sekarang di negara-negara yang penduduknya mayoritas
Islam, ada, seperti Arab Saudi, ada putra mahkota, pokonya negara-negara
yang mengklaim dirinya sebagai negara Islam, seperti Republik Islam
Pakistan (yang saya kaji), negara-negara di Timur tengah rata-rata masih
menggunakan sistem monarki, tetapi monarki konstutional, jadi sudah ada
pembatasan, ada UUD, yang dilandaskan pada syariat Islam seperti di
Arab Saudi itu. Jadi pasang surut hubungan Islam dengan kekuasaan itu
ada dinamika dari waktu ke waktu. Apalagi nanti dengan munculnya
demokrasi dari Barat.
P : Apakah ada istilah demokrasi dalam Islam?
N : Demokrasi dalam Islam jika merujuk pada pendapatnya, siapa ya saya lupa
tokohnya. Ia menganggap bahwa tidak ada konsep demokrasi dalam Islam.
Tetapi nilai-nilai demokrasinya ada, yaitu prinsip musyawarah, kan
pemilihan khulafa al-rasyidin itu ada musyawarah, jadi berbaiat misalnya
dari Abu Bakar ke Ali itu kan hasil musyawarah mufakat. Jadi dalam
demokrasi itu ada nilai-nilai yang selaras dengan Islam yaitu prinsip
musyawarah. Kan ada hadisnya Hendaklah kalian bermusyawarah dalam
memutuskan suatu perkara, dan hendaknya masalah itu diselesaikan
dengan cara yang damai yang baik diantara kalian. Demokrasinya berasal
dari Barat, yaitu kekuasaan dari, untuk, oleh rakyat sementara dalam Islam
kan dari Tuhan, kekuasaan itu merupakan mandate/amanah yang
diberikan, memang dari rakyat juga.




P : Berarti demokrasi yang berkembang saat ini tidak sesuai dengan
demokrasi dalam Islam?
N : Ya, bukan dari Islam tapi ada nilai demokrasi yang selaras dengan Islam
yaitu prinsip musyawarah mufakat dalam pengambilan keputusan. Artinya,
nilai-nilai itu tidak mesti berasal dari Islam jika nilainya tidak bertentangan
boleh juga kita adopsi. Misalnya mengapa dulu Nabi mengeluarkan sabda
kejarlah ilmu sampai ke negeri Cina. Cina itu kan bukan negara Islam
walaupun ada juga umat Islam disana ya. Saat Abdul bin Wakaf meninggal
kan disana, jadi abad ke 7 Islam sudah masuk ke Cina, artinya Nabi
mensyinyalir adanya nilai Islam disana, tidak kemudian jadi haram kan.
Jadi walaupun itu bukan berasal dari Islam jika selaras dengan nilai Islam
boleh kita ambil. Sekarang ilmu yang kita pelajari ini, terutama ilmu alam,
ya itu ada yang berasal dari Islam ada yang dikembangkan oleh ilmuan
Barat. Kan tidak kemudian menjadi haram untuk dipelajari.
P : Menurut pandangan Bapak, perkembangan demokrasi di Indonesia itu
seperti apa?
N : Di Indonesia itu demokrasi pancasila, bukan demokrasi pure Barat. Jadi
demokrasi itu menurut teman saya ya, inilah salahnya Amerika yang
sebagai rumahnya demokrasi selalu memaksakan demokrasi harus seperti
demokrasi Barat, padahal demokrasi diterapkan harus sesuai dengan
kondisi geografis, psikologis, sosiologis dan antropologis suatu bangsa,
misalnya demokrasi itu belum tentu cocok diterapkan di Timur tengah
yang masyarakatnya kesukuan (fabilah fabilah). Ketika misalnya Saddam
Husein digulingkan sekarang kan sering terjadi pemboman dimana-mana,
jadi dibutuhkanlah pemimpin yang sedikit otoriter tetapi menurut
pandangan Barat otoriter itu jelek, padahal kan tidak. Di Arab saja, suku
nya ada 8, diantaranya itu Audz, Fakrad, Bani Adi, Bani Tamin, Bani
Angso Haish, Quraisy, jadi harus ada pemimpin yang kuat dan otoriter,
otoriter yang baik tapi. Demokrasi yang di Indonesia pun bukan demokrasi




Barat, tetapi pancasila sebagai nilai-nilai luhur dari bangsa kita. Pancasila
digali dari aspek Hindu, Budha, Islam, dan Barat, dikarnakan kita pernah
dijajah dari beberapa bangsa.
P : Menurut Bapak, penerapan sistem demokrasi di Indonesia saat ini lebih
memberikan dampak positif atau negatif?
N : Sebetulnya jika dilihat dari dinamika umat Islam, demokrasi itu lebih
banyak maslahatnya, contohnya pada pengambilan keputusan yang
berdasarkan suara paling banyak, terbukti tidak sedikit dari kita yang
menang di parlemen dll. Itu mayoritas agama Islam, walaupun Islamnya
macam-macam. Jadi demokrasi itu dalam pandangan saya, untuk
kemaslahatan umat Islam itu bagus.
P : Apakah Bapak setuju bila Indonesia menjadi Negara Islam?
N : Saya tidak akan jawab setuju atau tidak. Tetapi dilihat dari aspek
historisnya, negara Islam Indonesia itu alami pasang surut, dari zamannya
Karto Suwiryo mendirikan DITI, Kahar Muzakar, dan Daud di Aceh. Jadi,
memang wacana pendirian negara Islam di Indonesia itu sudah lampau.
Dari hasil perjanjian rumit seperti saat merumuskan piagam Jakarta dan
UUD, kita harus percaya pada kader-kader itu mengapa mereka tidak
mendirikan negara Islam. Walaupun di sisi lain, kita kecewa dengan
penghapusan 7 kata itu pada Pancasila, konon katanya ada utusan dari
Indonesia bagian Timur menghadap bung Hatta jika itu tidak dihapus,
mereka akan dirikan negara sendiri. Dengan wise, para kader ahli agama,
ada kiayi Bagus Hadi Kusumo dari Muhamadiyah, KH. Wahid Hasyim
Ayahnya Gusdur dari NU duduk sejalan dengan panitia Sembilan PPKI
untuk menghapus 7 kata itu. Nah kita harus percaya pada mereka.
Buktinya seluruh sila-sila dalam pancasila itu selaras dengan Islam
menurut saya, karena ada sila keTuhanan yang Maha Esa, artinya tauhid
kan. Jadi itu sudah final. Wacana itu boleh saja harus diakui, karena
memang dulu zaman khilafah itu pernah ada juga tapi itu semuanya tidak




mulus. Bayangkan dari 4 khulafa al-rasyidin, 3 meninggal dengan cara
dibunuh, yang satu selamat yaitu Abu Bakar (meninggalnya normal).
Umar oleh Yahudi, Utsman bin Affan sampe sekarang tidak tahu
pembunuhnya siapa karena kejadiannya saat demo dimalam hari, pendemo
masuk ke rumah Utsman saat beliau sedang mengaji diterangi lampu
cempor sehingga itu tidak jelas. Makanya dari golongan Bani Ummayah
itu menuntut kepada Ali yang pengganti Khalifah supaya bisa menemukan
siapa pembunuh Utsman tetapi sampai sekarang tidak ada yang tahu.
Terakhir Ali, oleh seorang Islam militan golongan Hawarid yang kecewa
atas perdamaian Ali dengan Muawiyah bin Abu Sofyan namanya Abduloh
bin Abu Muldjan, ia adalah seorang Islam fanatik, sholeh. Tapi kenapa
bisa membunuh? Kembali jika orang sudah benci, walaupun seorang
sholeh bisa saja tergoda untuk membunuh pemimpinnya sendiri. Ali
dibunuh saat hendak mengimami sholat, ditengah jalan ia ditikam
punggungnya. Setelah pemerintahan Ali ke Abu Sofyan, khalifah Husein
bin Ali sempat memegang pemerintahan selama 6 bulan lalu dibunuh oleh
anaknya Abu Sofyan. Dinasti Muawiyah runtuh, khalifah Marwan dibunuh
juga oleh Abdul Abbas (pendiri dinasi Abbasiyah) kepalanya dipenggal.
Itu dalam khilafah looh. Jadi, jika sekarang ingin mendirikan negara Islam,
perjalanannya tidak selamanya mulus. Wacana itu boleh-boleh saja, tapi
ingin mengembalikan kejayaan, kejayaan yang mana tepatnya.
P : Saat ini masih adakah negara Islam seperti yang ada pada zaman
Rasulullah?
N : Tidak ada. Arab Saudi, sistemnya monarki hereditas. Zaman Nabi kan
harusnya kepemimpinan diturunkan pada anaknya tetapi tidak. Bagusnya
khulafa al-rasyidin, karena tidak ada istilah keturuan. Masuk ke dinasti
Ummayah, jadi monarki hereditas, Ummayah meninggal digantikan
anaknya, karena meniru Romawi Timur dimana ibukotanya
Constantinople direbut oleh Turki. Utsmani abad ke 15, meniru gaya
Barat, tadinya musyawarah menjadi monarki. Kepemimpinan Ummar bin




Abdul Aziz, bagus. Ia jalan-jalan melihat kondisi rakyatnya. Selain itu, ia
menjadi salah satu khalifah yang dikenal sederhana, dikarenakan saat
menerima tamu yang bukan membahas urusan negara, cempornya
dimatikan karena ia menganggap itu sama saja dengan korupsi.
P : Terdapat istilah bahwa Voting adalah Jalan Setan bagaimana menurut
Bapak? Apakah mungkin dalam pemilihan pemimpin pemerintahan di
Indonesia dilakukan dengan musyawarah?
N : Pemilihan itu kan minta pendapat, tapi tidak melihat kualitas, hanya
kuantitas saja. Hakikatnya minta pendapat, ketika tidak ada titik temu
maka di ambil suara terbanyak. Voting itu kan dari Barat. Ada istilah
Suara rakyat suara Tuhan, saya tidak setuju. Jika rakyat sepakat pada
keputusan yang salah, itu akan menjadi benar. Misalnya miras dan
pelacuran. Harusnya suara rakyat disesuaikan dengan suara Tuhan,
guideline-nya dari Al-quran dan Hadist. Pemikiran manusia kan bisa saja
salah.
P : Terkait partai politik, saat ini banyak partai Islam namun pada
kenyataannya kurang diminati oleh rakyat, bagaimana tanggapan Bapak
mengenai fenomena ini?
N : Masyumi, dibubarkan oleh Soekarno karena dianggap membahayakan.
Sukarno ingin PNI yang menonjol, dia diangkat jadi pemimpin, sistemnya
menjadi demokrasi terpimpin Masyumi tidak setuju sehingga menolak di
parlemen, dan akhirnya dibubarkan. Sebelum orde baru, tahun 1955
dengan adanya makslumat X dari bung Hatta, bermuncullah partai-partai
pemilu pertama. Ada 4 suara tertinggi,yaitu Masyumi, PNI, PKI dan NU.
Dari situ, mereka diberi mandate untuk membuat UUDS, tapi tidak sesuai
dan mandeg. Oleh karena itu, setahun kemudian kembali lagi ke UUD
1945 hasil amandemen. Kenapa kurang populer, menurut Eep Saefulah
Fatah partai politik Islam itu berdasarkan aliran, misalnya PAN itu
alirannya Muhamadiah, PKB itu NU, PBB dari Masyumi, tokoh PBB




Yusril itu dari Masyumi, M.S. Kaban dari HMI. Menurut pendapatnya Cak
Nur Islam Yes, partai Islam No. Kenapa? Karena partai Islam sering
gontrok-gontrokan, ketika memimpin pun tidak menunjukan sikap Islam,
kurang toleran dan kurang simpatik. Islam itu dianggap sebagai penarik
massa saja akibatnya jualannya kurang laku, serta karena lebih inklusif.
Persis itu condong ke PBB.
P : Apakah sistem politik di Indonesia ini ada yang harus diperbaiki? Jika ada,
sisi mana yang harus diperbaiki?
N : Sistem politik Indonesia harus diperbaiki, misalnya pemilu. Demokrasi
hanya alat bukan tujuan. Sistemnya bisa diganti-ganti saja, yang penting
rakyat sejahtera. Sistem pemilu dan pilkada yang butuh biaya banyak,
kenapa tidak di satu paketkan agar hemat. Provinsi tidak perlu pilkada,
tunjuk saja Sarjana yang sudah sesuai. Tetapi untuk yang berada di
otonomi daerah calegnya boleh dipilih lewat pemilu, supaya tidak beli
kucing dalam karung. Umumnya, setelah duduk di DPR, mereka bukan
wakil rakyat tapi wakil partai.karena mereka takut pada partai. Misalnya
keputusan kenaikan harga BBM, jika partai setuju dan rakyat menolak,
tetapi saja keputusan itu dijalakan. Jadi pemilu yang sekarang ini high
cost, dan tidak transparan.
P : Menghadapi pemilu yang sudah di depan mata ini, menurut Bapak,
sebaiknya kita memilih atau menjadi golput saja?
N : Itu kan hak. Menurut saya,jika kenal dengan calonnya dan tahu
backgroundnya, lebih baik gunakan hak pilih. Tapi saat blank, kita
gunakan hak pilih itu sama seperti memberi cek kosong, kita rugi, mereka
untung. Kalaupun memilih, gunakan hak pilih dengan cerdas. (tahu
background).
P : Bagaimana tanggapan Bapak terkait fenomena kuota 30% wanita yang
duduk di kursi DPR?




N : Masalah perempuan jadi pemimpin masih jadi perdebatan para ahli.
Perempuan lebih banyak halangan nya. Kemudian, merujuk pada tradisi di
Arab, perempuan itu di marginalkan, anak bayi perempuan dikubur hidup-
hidup. Perempuan dianggap aib, karena tidak bisa diajak perang. Zaman
Jahiliah, ada prakter poliandri. Islam datang untuk angkat hak perempuan.
Di beberapa kesultanan, perempuan pernah memimpin, misalnya: Aceh
dan Banten ketika Sultan Maulana Muhamad meninggal, anaknya masih 6
tahun, maka perwaliannya oleh Ibundanya. Jadi bila ada laki-laki yang
lebih kompeten, utamakan laki-laki, kecuali situasi memaksa perempuan
boleh memimpin. Pada ayat-ayat Al-quran pun lebih mendukung laki-laki
jadi pemimpin. Islam itu ada aspek eksoterism (fenomena budaya).
Mengenai kepemimpinan perempuan, boleh-boleh saja kalo tidak ada laki-
laki yang kompeten. 30% itu agar menjaga parlemen tidak laki-laki saja.
Misalnya partai Hanura pada dapil Jabar 6 menempatkan 10 laki-laki, agar
tidak gugur harus menempatkan 3 calon perempuan, yang penting ada
perwakilan dari perempuan. Kedepannya, ketika golongan laki-laki sudah
wise tidak perlu 30% lagi, termasuk di Menteri pemberdayaan perempuan,
artinya peran perempuan sudah dianggap sama sehingga tidak perlu lagi
adanya Menteri pemberdayaan perempuan. Pondasi bangsa hebat itu
berasal dari Ibu-ibu yang hebat di keluarganya. Perempuan di parpol itu
untuk memberdayakan perempuan yang dirasa masih dikesampingkan.





Dokumentasi

Anda mungkin juga menyukai