Anda di halaman 1dari 10

Materi

PROBLEM BASED LEARNING (PBL)


PDPT UI
































PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS INDONESIA
2012

1

METODE PROBLEM BASED LEARNING (PBL)

PROBLEM BASED LEARNING

Tujuan
1. Mengembangkan keterampilan belajar mahasiswa melalui masalah/kasus, agar mahasiswa dapat
mengumpulkan fakta-fakta/berbagai informasi yang terkait untuk memperoleh suatu konsep/teori yang
melatarbelakangi masalah
2. Mengembangkan kemampuan belajar mandiri pemelajar
3. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, menganalis, dan menyelesaikan persoalan dunia nyata
yang kompleks
4. Mengembangkan keterampilan bekerja dalam kelompok
5. Mengembangkan keterampilan komunikasi mahasiswa baik verbal maupun tertulis.
6. Mengembangkan keterampilan menggunakan content knowledge dan intelectual skill yang diperoleh
agar menjadi seorang continual learner


Pengertian Problem-based Learning
Metode belajar yang menggunakan masalah yang komplek dan nyata untuk memicu
pembelajaran; sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan
pengetahuan baru



Konsep Dasar belajar dalam PBL
Permasalahan atau tugas (triggering problem/question)
Bentuk tugas atau masalah harus memiliki kriteria berikut:
o tidak mempunyai struktur yang jelas sehingga mahasiswa terdorong untuk membuat
sejumlah hipotesis dan mengkaji berbagai kemungkinan penyelesaian masalah.
Permasalahan yang kurang berstruktur ini dirancang oleh pengajar, agar mahasiswa
termotivasi dan berkesempatan untuk secara bebas mencari informasi sebanyak mungkin
dari berbagai sumber
o cukup kompleks dan ambigu sehingga mahasiswa terdorong untuk menggunakan strategi-
strategi penyelesaian masalah dan keterampilan berpikir yang tinggi seperti melakukan
analisis, sintesis, dan evaluasi dalam pembentukan pengetahuan/pemahaman baru. Selain
itu juga mendorong mahasiswa bekerja dalam kelompok guna menyelesaikan pemicu.
o bermakna dan ada hubungan dengan kehidupan nyata mahasiswa, sehingga termotivasi
untuk mengarahkan dirinya sendiri dan menguji pengetahuan/pemahaman lama mereka
dalam menyelesaikan tugas tersebut.
o Mensyaratkan bahwa mahasiswa membuat keputusan/pertimbangan berdasar fakta,
informasi, logika dan rasional.
Karakteristik kelompok
o Dibagi secara acak
o 5-8 orang
o Heterogen (latar belakang maupun kemampuan)
Sumber belajar
Bahan bacaan atau informasi dari nara sumber yang dapat dijadikan acuan bagi mahasiswa dalam
menyelesaikan tugas atau permasalahan. Karena bentuk tugas akan memancing beragam
pemikiran, maka sumber belajar yang tersedia juga diharapkan cukup bervariasi dan dalam jumlah
yang memadai.


2

Waktu kegiatan
Disesuaikan dengan beban kurikulum yang hendak dicapai.

Pelaksanaan PBL
Setiap pemicu akan dibahas melalui langkah-langkah PBL yang salah satunya dan akan digunakan yaitu
menurut Branda (1986) sebagai berikut:
1. Klarifikasi dan definisi masalah
2. Analisis masalah
3. Menyusun hipotesis atau penjelasan logis sistematis
4. Identifikasi pengetahuan yang diperlukan
5. Identifikasi pengetahuan yang sudah diketahui
6. Menentukan isu pemelajaran
7. Mengumpulkan pengetahuan baru
8. Sintesis pengetahuan lama dan baru
9. Mengulang semua langkah yang diperlukan
10. Identifikasi hal-hal yang belum dipelajari
11. Menerangkan yang telah dipelajari
12. Menerapkan pengetahuan ke dalam masalah

Langkah-langkah tersebut di atas dilakukan dalam 2 (dua) kali pertemuan kelompok dan diantaranya
mahasiswa belajar mandiri. Dengan demikian langkah ke 1 s/d 6 dilakukan pada pertemuan pertama, dan
langkah ke 8 s/d 12 dilakukan pada pertemuan kedua. Sesudahnya dilakukan diskusi pleno kelas dan setiap
kelompok mempresentasikan hasil diskusinya. Pada diskusi pleno ini nara sumber dapat dan atau
memberikan umpan balik.

Rincian:
Pemberian masalah/pemicu
Pengajar sebagai fasilitator memberikan masalah yang dikenal dengan pemicu pada mahasiswa
Apa yang perlu diketahui?
Setelah membaca masalah, mahasiswa mengenali atau mengidentifikasi masalahnya, lalu
menganalisa masalah seperti membuat hipotesis dan mengelaborasikan hipotesis yang telah
dibangun dengan permasalahannya.
Hipotesis :
Ada banyak kemungkinan hipotesis yang akan dibuat oleh mahasiswa, antara lain:
Mahasiswa menentukan apa yang belum mereka ketahui dan apa yang masih perlu dipelajari.
Mereka memastikan informasi apa yang belum dimiliki, yang membuat pemecahan masalah
belum juga dapat dilakukan. Akan tetapi sebelumnya, mahasiswa mencoba untuk memecahkan
masalah dengan menggunakan pengetahuan yang telah dimiliki. Dalam tahapan ini, mahasiswa
akan mengembangkan gagasan yang lebih jelas mengenai hal-hal apa saja yang telah mereka
ketahui, yang berkaitan dengan masalah. Seringkali bahkan mereka akan terkejut bahwa mereka
telah cukup memiliki informasi untuk memecahkan masalah.





Mempelajari
Siswa mulai membuat rencana kerja yang meliputi semua atau sebagian dari langkah-langkah
berikut:
o Menentukan apa yang perlu dipelajari
o Menentukan tujuan dan sasaran belajar
o Melakukan kegiatan belajar secara mandiri
APA YANG SUDAH DIKETAHUI ?
APA YANG BELUM DIKETAHUI ?

3




Menerapkan
Mahasiswa akan menerapkan pengetahuan baru yang telah diperoleh secara mandiri terhadap
permasalahan yang dihadapi kelompok.
Evaluasi Hasil
Mahasiswa akan mengevaluasi tingkat kemajuan belajar yang
telah terjadi dengan melihat kembali hal-hal seperti berikut :
o Pengetahuan baru yang diperoleh
o Kualitas pemecahan masalah
o Proses belajar yang terjadi
Bila hasil evaluasi menunjukkan adanya ketidakcocokan jawaban dengan permasalahan atau kurangnya
informasi tentang suatu bahasan, mahasiswa dapat mengulang kembali tahapan mencari pengetahuan
tambahan, sehingga pada akhirnya mendapat jawaban yang diinginkan.
Dengan demikian, siklus PBL dapat diulang kembali sesuai dengan kebutuhan belajar.


Faktor-faktor kunci keberhasilan PBL

Sebagaimana halnya metode CL, pada metode PBL juga perlu diperhatikan kendala yang mungkin terjadi
dalam pelaksanaan PBL. Dengan memperhatikan ini, dimungkinkan agar PBL dapat berhasil.

Masa transisi yang tidak mudah
Untuk menjalankan hal baru tidak hanya sulit bagi Anda sebagai
mahasiswa, namun juga bagi pengajar. Dibutuhkan waktu untuk
mengubah mahasiswa yang sebelumnya terbiasa disuapi, agar lebih
mandiri dan bertanggung jawab dalam proses belajarnya sendiri.

Waktu belajar yang tidak sedikit
Dalam PBL dibutuhkan waktu lebih panjang dibandingkan metode ceramah (lecture) untuk mengajarkan
suatu materi. Karakteristik masalah bersifat interdisiplin dan melibatkan mahasiswa untuk memikirkan
permasalahan secara mendalam, sebelum menemukan solusinya.
Belum terbiasa dan minimnya keterampilan yang dimiliki mahasiswa untuk menunjang proses belajar.

Tahap-tahap Kegiatan Mahasiswa di Kelas PBL
Pertemuan pertama:
Mahasiswa dalam kelompok bersama-sama membahas pemicu yang diberikan fasilitator.
Pembahasan terutama ditujukan pada pemahaman tentang apa yang menjadi masalah sebenarnya
dari masalah yang tertulis dalam pemicu.
Mencari istilah yang belum dipahami dan mencari definisinya
Menganalisis masalah yang sebenarnya (identifikasi masalah yang berupa isu pembelajaran dan
rumusan masalah )
Menyusun hipotesis
Bersama-sama pembahasan dilakukan untuk menetapkan informasi apa saja yang sudah diketahui
maupun belum diketahui yang terkait dengan masalah tersebut, sehingga dapat menetapkan
isu/topik yang harus dipelajari.
Masing-masing anggota kelompok sepakat mendapat tugas mempelajari secara mandiri topik
pemelajaran yang berbeda, dan bertanggung jawab untuk menjelaskan hasil belajarnya kepada
anggota kelompok.
TUJUAN, TARGET & WAKTU BELAJAR ?


4

mahasiswa dalam kelompoknya mengisi Borang Diskusi 1, lalu diparaf fasilitator dan dikumpulkan
beserta tugas mandiri pada pertemuan ke dua.

Pertemuan kedua:
Mahasiswa masih dalam kelompok sama berdiskusi dan berbagi informasi dengan anggota lain.
Sesi saling mengajar ini dilakukan secara terstruktur, setiap anggota mendapat giliran untuk
menjelaskan dan ketua kelompok mengatur diskusi yang terjadi setelah selesai penjelasan dari
setiap anggota.
Pada akhir pertemuan ini diharapkan setiap anggota mendapat pengetahuan baru yang terkait
dengan masalah dalam pemicu
Mengisi Borang Diskusi 2, setelah disetujui seluruh anggota kelompok, lalu diperiksa dan diparaf
oleh fasilitator.
Setiap anggota bersama-sama membahas masalah dan mencoba menyusun solusi yang paling
sesuai untuk masalah tersebut
Solusi diambil dari hasil integrasi pengetahuan yang telah didiskusikan pada pertemuan
sebelumnya. Pengetahuan yang sesuai dengan konteks permasalahan yang kemudian digunakan
untuk membahas solusi masalah.
Pada akhir kegiatan ketiga, tercapai kesepakatan tentang pembahasan masalah dan solusinya.
Berdasarkan hasil diskusi pada pertemuan ketiga, disusun suatu laporan atau bahan presentasi
kelompok.
Mahasiswa melakukan evaluasi efektifitas belajar kelompoknya dengan mengisi Borang B-1.

Pertemuan ketiga:
Pada pertemuan ketiga ini, setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya.
Mahasiswa memperdalam pemahamannya dengan mengamati hasil presentasi kelompok lain, dan
berbagi informasi dengan kelompok lain melalui diskusi kelas.
Tiap kelompok menilai presentasi kelompok lain dengan mengisi Borang C-1, lalu
mengumpulkannya ke fasilitator.

Mahasiswa didorong untuk berdiskusi dengan efektif di kelas. Penjelasan dari teman lain yang
melakukan presentasi merupakan salah satu sumber informasi, demikian juga sesi tanya-jawab setelah
presentasi harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Pada pertemuan ketiga dalam kelas CL maupun PBL, peran
pengajar lebih sebagai nara sumber. Mahasiswa dapat bertanya dan mendapat penjelasan dari pengajar
karena pembahasan untuk topik tersebut telah selesai.


Rangkuman Metode PBL
1. Matriks Metode Problem Based Learning
Tugas 1. Mengembangkan keterampilan belajar mahasiswa melalui masalah/kasus, agar
mahasiswa dapat mengumpulkan fakta-fakta/berbagai informasi yang terkait
untuk memperoleh suatu konsep/teori yang melatarbelakangi masalah
2. Mengembangkan kemampuan belajar mandiri pembelajar
3. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan menganalisis, menyelesaikan
persoalan dunia nyata yang kompleks
4. Mengembangkan keterampilan belajar berkelompok
5. Mengembangkan keterampilan komunikasi mahasiswa, verbal maupun tertulis
6. Mengembangkan keterampilan menggunakan content knowledge dan
intelectuan skill yang diperoleh agar menjadi continual learner
Langkah-langkah Mengenali masalah berdasarkan pemicu
Membuat hipotesa berdasarkan pemicu
Apa yang perlu diketahui
Apa yang sudah diketahui

5

Menentukan apa yang belum diketahui
Memperlajari apa yang belum diketahui
Belajar mandiri : - Menentukan tujuan dan sasaran belajar
- Melakukan kegiatan belajar secara mandiri
Sharing dan pooling
Evaluasi hasil
Peran mahasiswa HARUS DILAKUKAN: Mengarahkan, menerangkan, bertanya, mengkritik, merangkum,
mencatat, penengah
HINDARI: Free rider, sucker, dominasi, ganging up on task
Peran
fasilitator/pengajar
Fasilitator:
- Memberi pemicu/masalah, menciptakan lingkungan fisik, fasilitasi sumber-
sumber yang diperlukan, memotivasi siswa, mengarahkan diskusi, memberikan
feedback
- Model (teladan): menjadi contoh dalam kegiatan belajar efektif
- Pelatih: memberikan petunjuk, umpan balik dan pengarahan terhadap upaya
belajar mahasiswa


Proses/Pertemuan Peran Mahasiswa Peran Fasilitator/Pengajar
I. Mengorganisasikan kelompok, (menentukan
ketua kelas, sekretaris, dll.)
Membahas pemicu
Merumuskan masalah
Menentukan apa yang sudah diketahui dan
belum terkait pemicu
Membagi tugas topik yang berbeda secara
mandiri untuk menjelaskan kepada anggota
kelompok lain
Fasilitator:
memberi pemicu/masalah,
menciptakan lingkungan fisik,
fasilitasi sumber-sumber yang
diperlukan, motivasi siswa,
mengarahkan diskusi, memberi
feedback
II. Diskusi dan berbagi pengetahuan dari hasil
pemelajaran mandiri
Ketua kelompok mengatur diskusi
Tiap anggota mendapat giliran menjelaskan
tugas mandirinya, agar diperoleh pengetahuan
baru pada masing-masing anggota
Membahas masalah dan menyusun solusi yang
sesuai
Solusi merupakan integrasi hasil diskusi
kelompok diperoleh kesepakatan laporan

III. Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi
Pemahaman diperdalam dengan mengamati
hasil presentasi kelompok lain dan didiskusikan
di dalam pleno
Narasumber memberi umpan
balik
Kendala Masa transisi yang tidak mudah (terbiasa
teacher-centered)
Waktu belajar yang tidak sedikit
Minimnya keterampilan belajar mahasiswa
Masa transisi tidak mudah (peran
pengajar sebagai fasilitator)
Waktu belajar yang tidak sedikit




6

BAHAN BACAAN 1:
PEMELAJARAN BERDASARKAN MASALAH:
SUATU ALTERNATIF PEMELAJARAN AKTIF YANG BERORIENTASI PADA MAHASISWA
Oleh
Drg. Johan E. M. Corputty, Sp.BM
1


Pendahuluan
Universitas Indonesia, sesuai dengan visi dan misinya, dalam beberapa tahun ke depan berusaha
meningkatkan kinerjanya sebagai salah satu universitas terbaik di Indonesia dengan menghasilkan lulusan
yang berkualitas, yang mampu bersaing di pasar global, dan riset yang berkualitas, yang bertaraf
internasional, yang dapat mendukung daya saing nasional.
Untuk mencapai tujuan tersebut, berdasarkan evaluasi diri (DUE-like Project Self-Evaluation
Report), Universitas Indonesia perlu memperbaiki proses pemelajaran yang selama ini telah dilakukan, dan
membekali lulusannya dengan keterampilan untuk memasuki pasar kerja nasional dan internasional. Mulai
tahun 2002 perbaikan proses pemelajaran di Universitas Indonesia melalui Program Dasar Pendidikan
Tinggi (PDPT) dirancang dengan mengubah strategi pemelajaran dari yang berorientasi pada pengajar
menjadi berorientasi pada mahasiswa. Metode pemelajaran yang diterapkan adalah Pemelajaran
Berdasarkan Masalah (Problem-Based Learning) dan Pemelajaran Kolaboratif (Collaborative Learning) yang
semester lalu oleh reviewer dari Proyek DUE-like dalam evaluasinya dinilai cukup berhasil. Demi
menunjang kesinambungan proses pemelajaran bagi mahasiswa yang telah mengalami metode
pemelajaran tersebut pada semester-semester awal pendidikannya, diharapkan bahwa tiap program studi
akan melanjutkan penggunaan strategi pemelajaran yang sama pada semester berikut, sehingga tujuan
Universitas Indonesia di atas dapat tercapai.
Dalam makalah ini akan dibahas kedua metode yang digunakan tersebut di atas. Harapan penulis
ialah agar tenaga pengajar lebih memahami metode tersebut dengan demikian dapat melaksanakan
tugasnya dengan baik sesuai dengan fungsinya dalam menerapkan pemelajaran aktif di Universitas
Indonesia.

Sejarah Perkembangan Pemelajaran Berdasarkan Masalah
Pemelajaran Berdasarkan Masalah (Problem-Based Learning/PBL) ialah suatu pemelajaran aktif
yang pertama kali diperkenalkan di Fakultas Kedokteran Universitas McMaster, Kanada, pada tahun 1986.
Sejak itu banyak fakultas kedokteran di pelbagai tempat di dunia yang mengadopsi metode ini dengan
berbagai variasi sesuai dengan kebutuhan masing-masing lembaga. Di samping universitas McMaster,
Universitas Maastrichte di negeri Belanda dan Universitas Newcastle di Australia merupakan institusi
pelopor yang melaksanakan kurikulum Pemelajaran Berdasarkan Masalah (PBL). Pada umumnya PBL
dilaksanakan dalam konteks kurikulum inti yang sudah baku dan terintegrasi antara pengetahuan
kedokteran dasar dan klinik.
Ada beberapa definisi PBL yang pernah diusulkan. Empat diantaranya dikutip di bawah ini:
Problem-based learning is a way of constructing and teaching courses using problems as
the stimulus and focus for student activity (Boud dan Feletti, 1991:14).
Problem-based learning is a process whereby a student learns by using a problem as a
stimulus to discover what information is needed to understand and facilitate the resolution
of the problem. The problem is encountered right at the beginning of the learning process
(Gulibert, 1987).
Problem-based learning is one way of meeting the requirements placed on courses which
prepare students for increasing demand of professional life (Boud, 1985:19).
Problem-based learning is the learning that results from the process of working toward
the understanding or resolution of a problem (Barrows dan Tamblyn, 1980:1).

1
Bagian Bedah Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

7

Dari keempat definisi itu dapat disimpulkan bahwa BL merupakan suatu metode pemelajaran yang
memicu mahasiswa belajar bagaimana memperoleh informasi yang diperlukan untuk mempelajari dan
menyelesaikan masalah, yang diberikan pada awal pertemuan sebagai pemicu.
Pemelajaran berdasarkan materi/subjek dimulai dengan pengajar memberikan apa yang perlu
diketahui oleh mahasiswa, lalu mahasiswa mempelajarinya, dan kemudian masalah diberikan sebagai
ilustrasi bagaimana menggunakan pengetahuan yang dipelajari. Pemelajaran berdasarkan masalah justru
dimulai dengan memberikan masalah, lalu mahasiswa mengidentifikasi apa yang perlu mereka ketahui,
mempelajarinya, dan kemudian mengaplikasikannya pada masalah yang diberikan sebelumnya.
Pemelajaran berdasarkan materi mengsumsikan pengetahuan mahasiswa sangat terbatas sehingga mereka
diharuskan mempelajari semua informasi sesuai urutan yang dibuat dan dipilih oleh pengajar. Dalam hal ini
mungkin ada beberapa informasi yang telah diketahui mahasiswa sebelumnya, namun mereka dipaksa lagi
untuk mempelajari semuanya karena pengajar takut ada yang terlewatkan.

Mengapa Harus Pemelajaran Berdasarkan Masalah?
Gulibert (1987) memberikan ilustrasi berikut. Apabila kita melihat proses pemelajaran yang
berlangsung di pendidikan tinggi (kesehatan) dewasa ini, hampir di semua lembaga itu kita akan
menemukan kenyataan seorang pengajar bertanggung jawab atas pemelajaran sekelompok mahasiswa
yang biasanya terdiri atas lebih dari 30 orang. Pengetahuan ditransfer dari pengajar secara lisan. Mahasiswa
bersifat pasif. Kegiatan mereka hanya membuat catatan, dan kualitas pengetahuan mereka akan diverifikasi
secara tidak langsung oleh pengajar melalui ujian. Mahasiswa diminta menuliskan kembali pengetahuan
yang diajarkan oleh pengajar dari masing-masing disiplin ilmu. Namun apabila kita melihat kegiatan lulusan
dalam profesi kesehatan, mereka biasanya dihadapkan pada masalah yang kompleks dan memerlukan
keterampilan praktis, kemampuan berdialog yang saling menghargai dan menjaga kerahasiaan, serta
mengaplikasikan informasi dan pengetahuan yang berbeda dari berbagai disiplin ilmu secara terintegrasi. Di
lain pihak, mereka juga dituntut untuk mampu menyelesaikan masalah kesehatan yang memerlukan
kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain. Dalam pada itu ilmu pengetahuan berkembang sangat pesat
sehingga sangat tidak mungkin semua diajarkan atau dipelajari. Yang harus dilakukan ialah mempelajari apa
yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah yang akan dihadapi kelak.
Widodo (2002:2) mengatakan bahwa dengan cepatnya ilmu berkembang dan besarnya body of
knowledge yang dibebankan pada mahasiswa, sangat tidak mungkin bagi mahasiswa untuk mempelajari
semua semasa pendidikannya. Mahasiswa perlu dibekali dengan kemampuan menggunakan metode
pemelajaran untuk mencari, menemukan dan menggunakan informasi baru yang diperlukan agar dapat
menerangkan dan menyelesaikan masalah pasien yang akan dihadapinya kelak. Dalam pada itu, Paul
(1993:217-224) mengatakan bahwa pengetahuan hanya dapat diperoleh melalui berpikir, dan pengetahuan
hanya merupakan alat untuk berbagai keperluan seperti menerangkan, mengklarifikasi,
menentukan/menetapkan, menyelesaikan masalah, memberikan informasi, dan sebagainya. Demikianlah,
melalui langkah-langkah dalam pemelajaran berdasarkan masalah mahasiswa diharapkan dapat
meneruskan proses pemelajaran mereka untuk mendapatkan informasi baru dengan menggunakan
masalah sebagai pemicu.

Tujuan PBL
Beberapa pakar telah merumuskan berbagai tujuan PBL. Seorang di antaranya, Branda, dikutip di
bawah ini. Menurut Branda (1986), setelah mengikuti proses pemelajaran dengan metode PBL, mahasiswa
diharapkan mampu
a. Mengembangkan kompetensi dalam PBL
b. Mengembangkan kompetensi dalam pemecahan masalah (problem solving)
c. Mengembangkan kompetensi dalam belajar mandiri (self-directed learning)
d. Mengembangkan kompetensi dalam belajar dalam kelompok kecil (small group learning)
e. Mengembangkan kemampuan dalam berpikir kritis (critical thinking)
f. Mengintegrasikan bagian-bagian yang berbeda dalam kurikulum, dan
g. Mengidentifikasi dan menelaah ilmu lain di luar kurikulum.

8

Langkah-langkah dalam Proses PBL
Beberapa ahli telah memperkenalkan berbagai macam langkah dalam proses pemelajaran
berdasarkan masalah. Penulis beranggapan bahwa yang paling lengkap dan mudah diikuti oleh pemula
adalah 12 langkah yang diusulkan oleh Branda (1986) yang diterapkan di Universitas McMaster, Kanada,
yakni
1. Mengklarifikasi dan mendefinisikan masalah
2. Menganalisis masalah
3. Mengajukan hipotesis
4. Mengidentifikasi pengetahuan apa yang diperlukan
5. Mengidentifikasi apa saja yang telah diketahui
6. Mengidentifikasi sumber-sumber pemelajaran
7. Mengumpulkan informasi/pengetahuan yang baru
8. Membuat sintesis dari pengatahuan yang sudah dimiliki dan pengetahuan yang baru serta berusaha
mengaplikasikannya pada masalah
9. Mengulangi langkah-langkah sebelumnya
10. Mengidentifikasi apa yang tidak atau belum dipelajari
11. Membuat ringkasan dari apa yang telah dipelajari, dan, bila mungkin,
12. Menguji pemahaman akan pengetahuan yang diperoleh dengan mengaplikasikannya pada
permasalahan yang lain.

Apa Keuntungan dan Kerugian PBL?
Keuntungan PBL ialah yang berikut.
1. Dengan menggunakan metode ini mahasiswa dimungkinkan untuk memperoleh pengetahuan dan
sekaligus mengembangkan kemampuan dalam pemecahan masalah.
2. Berdasarkan penelitian, mahasiswa ternyata lebih termotivasi apabila menggunakan metode ini.
3. Metode ini memudahkan mahasiswa mengingat kembali informasi, konsep, dan keterampilan yang
disimpannya dalam memorinya karena hal-hal tersebut dikaitakan dengan suatu problem.
4. Karena mahasiswa dipaksa bekerja dengan masalah yang mereka tidak pahami, mereka dipaksa
untuk mengembangkan kemampuan memecahkan masalah, melakukan diagnosis dan mengajukan
hipotesis.

Sebaliknya, apakah ada kerugian dari penerapan PBL? Ada beberapa kritik yang pernah dilontarkan
terhadap metode ini, di antaranya sebagai berikut.
1. Kesuksesan penerapan metode PBL bergantung pada kedisiplinan mahasiswa untuk belajar.
2. Metode PBL lebih menekankan kemampuan pemecahan masalah (problem solving) daripada
pemerolehan ilmu dasarnya sendiri.
3. Metode PBL tidak efisien. Apabila seorang mahasiswa menghadapi masalah yang harus
dipecahkan, ia harus mengerti dulu terminologi yang ada, apa saja gejalanya, dan masalah-
masalah lain.
4. Metode ini tidak memfasilitasi mahasiswa agar dapat lulus dalam ujian. Mahasiswa akan
mudah mengingat informasi apabila dikaitkan dengan problem, tetapi akan sulit bagi mereka
untuk melakukan hal itu apabila mereka menjumpai soal-soal yang terpisah, bukan merupakan
kesatuan, seperti pertanyaan Benar atau salah?
5. Banyak pengajar yang merasa bahwa alat ukur untuk menguji kemampuan para peserta didik
sedikir lunak.
Akan tetapi kritik tersebut sudah mendapat sanggahan dari para pengguna metode PBL.


9

Penutup
Dengan uraian di atas penulis berharap bahwa metode PBL dapat dipahami oleh lebih banyak staf
akademik Universitas Indonesi, agar dapat dijadikan salah satu alternatif pilihan metode pemelajaran yang
berorientasi pada mahasiswa sehingga tujuan universitas untuk menghasilkan lulusan berkualitas akan
tercapai.

Rujukan
Barrows, H.S. 1985. How to Design a Problem-Based Curriculum for the Preclinical Year. New York: Springer
Publishing Co.
Barrows, H.S. dan R.M. Tamblyn. 1984. Problem-Based Learning: An Approach to Medical Education. New
York: Springer Publishing Co.
Boud D dan G. Feletti. 1991. The Challenge of Problem Based Learning. London: Kogan Page.
Gulibert, J. J. 1987. Educational Handbook for Health Personnel. Geneva: WHO Offset Publication.
Paul, R. 1993. Critical Thinking: How to Prepare Students for a Rapidly Changing World. Santa Rosa, CA:
Foundation for Critical Thinking.
Widodo, Siri Oetarini S. 2002. Problem-Based Learning, A Method for Acquisition of New Knowledge: An
Experience at the Medical Faculty, University of Indonesia. (Bahan Penataran Pemelajaran
Berdasarkan Masalah, P4T UI).

Anda mungkin juga menyukai