Anda di halaman 1dari 1

ANGKOT versus PEREMPUAN

Menelisik berita akhir akhir ini banyak sekali yang


mengangkat kasus, kekerasan dan pelecehan seksual
terhadap perempuan di angkutan umum. Pada
kenyataannya memang kasus pelecahan seksual di angkot
semakin marak terjadi. Mulai kasus yang ringan hingga berat
seperti pemerkosaan dan pembunuhan. Dalam pantauan
Komnas Perempuan selama 13 tahun terakhir (1998-2011),
sedikitnya setiap hari ada 4 perempuan menjadi korban
kekerasan seksual di ruang publik. Total jumlah kasus
kekerasan seksual di ruang publik mencapai 22.284 kasus
dan menempati urutan kedua terbanyak dari seluruh kasus
kekerasan seksual yang mencapai 93.960 kasus.
Hal ini meresahkan saya sebagai pengguna jasa angkutan umum. Setiap hari saya
menggunakan angkutan umum 105 dengan trayek pondok labu depok dan D11. Selama ini
saya belum pernah menemui kasus pelecehan seksual di angkot yang saya tumpangi.
Namun, beberapa waktu yang lalu salah satu teman kampus saya meninggal akibat
berusaha melarikan diri saat hampir menjadi korban pelecehan seksual. Semakin hari kasus
pelecehan seksual itu, semakin dekat dengan lingkungan saya. Mau tidak mau kekhawatiran
juga menghinggapi saya, apalagi kalau terpaksa harus pulang hingga larut malam,
penumpang angkot tinggal saya sendiri, saya jadi was-was.
Sebenarnya untuk menciptakan suasana aman dan nyaman bagi para pengguna angkutan
umum, Dishub DKI sejak beberapa pekan terakhir gencar melakukan razia. Razia difokuskan
untuk menjaring angkutan umum yang tidak layak jalan serta menertibkan penggunaan kaca
film pada angkutan umum, khususnya angkot yang menyalahi aturan dengan menggunakan
kaca film. Namun kasusnya belum juga berhenti, diperlukan penanganan yang lebih jauh lagi
untuk mengatasi masalah ini.
Sangat disayangkan kota metropolitan, ibu kota negara, sekaligus kampung halaman saya
sendiri, sekarang menjadi tempat yang tidak aman untuk masyarakatnya. Siapa yang harus
dipersalahkan, darimana harus membenahinya. Arus globalisasi yang tidak dibarengi
dengan pembinaan moralitas manusianya, tuntutan ekonomi, ketidakdisiplinan aparat,
faktor- faktor tersebut menjadikan Jakarta menjadi kota yang keras dan semakin tidak aman
untuk ditinggali terutama bagi perempuan.

Meita Ilyana( Warga Jakarta)

Anda mungkin juga menyukai