Anda di halaman 1dari 10

NAMA KELOMPOK :

JULI SAFRIANI (I21111023)


RUDIANSYAH (I21111013)
ARIEF CANDRA (I21111027)
ANALISIS DNA MITOKONDRIA MANUSIA MELALUI KARAKTERISASI
HETEROPLASMI
PADA DAERAH PENGONTROL GEN

Latar Belakang
Mitokondria memiliki genomnya sendiri yang berbeda dengan genom
inti yang terdapat pada matriksnya, yang dikenal sebagai DNA
mitokondria. MtDNA tidak memiliki intron dan semua gen pengode
terletak berdampingan. Selain daerah pengkode mtDNA juga memiliki
daerah yang tidak mengkode yang juga memiliki tiga daerah yang
lestari, yang disebut dengan Conserved Sequence Block (CSB) I, II, dan
III. Daerah yang lestari ini diduga memegang peranan penting dalam
replikasi mtDNA. melalui pendekatan kloning dan karakterisasi
mtDNA, penentuan genotype mutasi tertentu sehingga dapat
melengkapi data varian mtDNA yang berkaitan penyakit maternal
METODOLOGI
Strategi pelaksanaan riset untuk mendapatkan data primer/data
laboratorium urutan nukleotida terbagi dalam tiga tahapan
pelaksanaan utama yakni:
Isolasi dan PCR dengan metode repli-G
kloning dan rekombinasi mtDNA
sekuensing serta analisis mutasi nukleotida pada sampel manusia serta
menemukan-pengujian mutasi penyebab penyakit
CON`T
Tahapan pengolahan data sekunder adalah meliputi:
a. pengumpulan data mtDNA manusia dari GenBank
b. konsorsium penyedia data nukleotida lengkap seperti EMBL dan DDBJ
c. penentuan variasi nukleotida terhadap CRS maupun Rcrs
d. penyusunan basis data variasi nukleotida, pembuatan matriks variasi
nukleotida mtDNA penyebab penyakit, penjajaran data variasi
nukleotida terhadap CRS
e. analisis variasi mutasi nukleotida mtDNA manusia dari Indonesia yang
dikomparasi dengan data mutasi pada mitomap.
Hasil dan Pembahasan
A. Screening klon rekombinan
Tahapan screening ini dilakukan untuk melihat apakah
klon-klon dari dua sampel individu berbeda, yang disimpan
dalam stok gliserol mengandung plasmid yang membawa
DNA sisipan daerah HVSI mtDNA sepanjang 0,4 kb. setiap
klon sampel ditumbuhkan pada media LBA yang
mengandung IPTG dan X-gal. Sepuluh klon sampel Papua
WMN dan satu klon sampel Papua TLK membentuk koloni
berwarna putih, sementara satu klon sampel Papua TLK
lainnya membentuk koloni berwarna biru.

B. Isolasi DNA plasmid
Teknik isolasi DNA plasmid dilakukan menggunakan
metode Maniatis termodifikasi untuk melihat apakah koloni
putih membawa DNA sisipan yang tepat atau tidak pada
sampel Papua. Hasil isolasi plasmid menghasilkan beberapa
pita pada gel elektroforesis. Setelah dipotong dengan
enzim PstI, diperoleh satu pita pada gel elektroforesis. Pita
plasmid sampel Papua WMN 2 dan 3 sejajar dengan Papua
WMN 1, yang merupakan sampel yang sudah diketahui
membawa DNA sisipan daerah HVSI mtDNA sepanjang 0,4
kb, sehingga dapat diketahui bahwa ukuran Papua WMN 2
dan 3 adalah sama dengan Papua WMN 1 yaitu 3,4 kb.

C. Sekuensing DNA Plasmid
Plasmid yang telah diyakini membawa DNA sisipan berupa daerah
HVSI DNA mitokondria sepanjang 0,4 kb pada daerah HV1 kemudian
ditentukan urutannya dengan metode Dideoksi Sanger. Plasmid pGEM-T
telah dilengkapi sisi pengenalan primer universal T7 forward dan SP6
reverse. Reaksi sekuensing dilakukan oleh Macrogen menggunakan
primer SP6 reverse berukuran 18 nukleotida dengan urutan 5ATT TAG
GTG ACA CTA TAG-3.
Prinsip reaksi sekuensing dengan metode Dideoksi Sanger
adalah penghentian / terminasi DNA polimerase dengan penambahan
dideoksinukleotida trifosfat (ddNTP) yang kehilangan gugus hidroksi
pada karbon 3 dari gula ribosa. Hilangnya gugus hidroksi ini
menyebabkan DNA polimerase tidak dapat membentuk ikatan
fosfodiester antara dNTP sebelumnya dengan ddNTP sehingga
perpanjangan rantai DNA oleh DNA polimerase terhenti.


D. Analisis urutan daerah HVSI pengontrol gen mtDNA
Hasil perbandingan urutan setiap klon sampel Papua
WMN (Papua WMN 1, 2, dan 3) terhadap CRS menunjukkan
adanya mutasi T16189C ini. Adanya insersi satu C pada posisi
antara 16184 dan 16193 untuk klon Papua WMN 1/2 serta
insersi dua C pada posisi yang sama untuk klon Papua WMN
3 memperpanjang rangkaian poli-C yang terbentuk menjadi
11C dan 12C untuk masing-masingnya. Perbandingan urutan
sampel Papua WMN dengan CRS.Hasil perbandingan urutan
antara klon-klon ini menunjukkan adanya heteroplasmi
berupa variasi panjang rangkaian poli-C, yaitu 11C untuk
klon Papua WMN 1/2,a dan 12C untuk klon Papua WMN 3.
Variasi panjang rangkaian poli-C dua klon ini menunjukkan
bahwa sampel Papua TLK mengalami heteroplasmi.
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa variasi panjang
rangkaian poli-C pada sampel yang sama menunjukkan adanya
subpopulasi mtDNA pada individu tertentu, yang juga dikenal sebagai
heteroplasmi.
Fenomena ini diduga kuat merupakan penyebab tidak terbacanya
sekuen daerah HVSI D-loop yang memiliki poli-C melalui metode
direct sequencing.
Konsep ini penting dalam mempelajari mutasi mtDNA yang
berhubungan dengan penyakit (disease-related mutations).

Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai