Anda di halaman 1dari 23

5

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Dengue Hemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disebabkan
oleh empat serotip virus dengue dan ditandai dengan empat gejala klinis utama
yaitu demam yang tinggi, manifestasi perdarahan, hepatomegali dan tanda-tanda
kegagalan sirkulasi sampai timbulnya renjatan (sindrom renjatan dengue) sebagai
akibat dari kebocoran plasma yang dapat menyebabkan kematian (Soegijanto,
2002).

Demam dengue adalah penyakit yang terutama terdapat pada anak dan remaja
atau orang dewasa dengan tanda-tanda klinis berupa demam, nyeri otot atau nyeri
sendi disertai leucopenia, dengan/tanpa ruam dan limfadenopati, demam bifasik,
sakit kepala yang hebat, nyeri pada pergerakan bola mata, gangguan rasa
mengecap, trombositopenia ringan dan ptekie spontan (Mansjoer, 2000).

Dengue Haemoragic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue adalah
penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui
gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan penyakit ini dapat menyerang semua orang
dan dapat mengakibatkan kematian, terutama pada anak (Nursalam, 2005).

B. Etiologi
Penyebab demam berdarah adalah virus dengue sejenis arbovirus yang dibawa
oleh nyamuk Aedes Aegypti sebagai vektor ke tubuh manusia melalui gigitan
nyamuk tersebut. Virus dengue penyebab demam berdarah termasuk group B
Arthropod borne virus (arbovirusess) dan sekarang dikenal sebagai genus
flavirus, famili flaviviridae dan mempunyai 4 serotipe, yaitu DEN-1, DEN-2,
DEN-3 dan DEN-4. Ternyata DEN-2 dan DEN-3 merupakan serotipe yang
paling banyak sebagai penyebab. Dalam hal ini penularan melibatkan tiga faktor
yaitu manusia, virus dan virus perantara. Nyamuk-nyamuk tersebut dapat
menularkan virus dengue kepada manusia baik secara langsung, yaitu setelah
5
6


menggigit orang yang sedang mengalami viremia, maupun secara tidak langsung
setelah mengalami masa inkubasi dalam tubuhnya selama 8 - 10 hari. Pada
manusia diperlukan waktu 4 - 6 hari atau 13 - 14 hari sebelum menjadi sakit
setelah virus masuk dalam tubuh (Nursalam, 2005).

Virus dengue dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus sebagai
vector ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk tersebut. Infeksi yang pertama
kali dapat memberi gejala sebagai demam dengue. Apabila orang itu mendapat
infeksi berulang oleh tipe virus dengue yang berlainan akan menimbulkan reaksi
yang berbeda. DBD dapat terjadi bila seseorang yang telah terinfeksi dengue
pertama kali, mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya (Mansjoer, 2000).

C. Patofisiologi
1. Proses Penyakit
Virus dengue akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes
Aegypti dimana virus tersebut akan masuk ke aliran darah, maka terjadilah
viremia (virus dalam aliran darah). Kemudian aliran darah beredar ke seluruh
tubuh maka virus tersebut dapat dengan mudah menyerang organ tubuh
manusia. Paling banyak organ yang terserang adalah sistem gastrointestinal,
hepar, pembuluh darah dan pada reaksi imunologi. Jika virus masuk ke dalam
sistem gastrointestinal maka tidak jarang klien mengeluh mual, muntah dan
anoreksia. Bila virus menyerang organ hepar, maka virus dengue tersebut
mengganggu sistem kerja hepar, dimana salah satunya adalah tempat sintesis
dan oksidasi lemak, namun karena hati terserang virus dengue maka hati
tidak dapat memecahkan asam lemak tersebut menjadi benda-benda keton,
sehingga akan menyebabkan pembesaraan hepar atau hepatomegali, dimana
pembesaran hepar ini akan menekan abdomen dan menyebabkan distensi
abdomen.

Virus dengue juga masuk ke pembuluh darah dan menyebabkan peradangan
pada pembuluh darah vaskuler atau terjadi vaskulitis yang mana akan
menurunkan jumlah trombosit (trombositopenia) dan faktor koagulasi
merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan hebat. Dapat terjadi
kebocoran plasma yang akan menyebabkan hipoksia jaringan, asidosis
7


metabolik dan berakhir dengan kematian. Bila virus bereaksi dengan antibodi
maka mengaktivasi sistem komplemen untuk melepaskan histamin dan
merupakan mediator faktor meningginya permeabilitas dinding pembuluh
darah atau terjadi demam, dimana dapat terjadi DHF dengan derajat I, II, III,
IV (Mansjoer, 2000).

2. Manifestasi Klinik
Infeksi virus dengue mengakibatkan manifestasi klinis yang bervariasi mulai
dari asimtomatik, penyakit paling ringan, demam berdarah dengue sampai
sindrom syok dengue. Walaupun secara epidemiologi infeksi ringan lebih
banyak tetapi pada awal penyakit hampir tidak mungkin membedakan infeksi
ringan atau berat. Biasanya ditandai dengan demam tinggi, fenomena
perdarahan, hepatomegali dan kegagalan sirkulasi. Demam dengue pada bayi
dan anak berupa demam ringan disertai timbulnya ruam makulopapular. Pada
anak besar dan dewasa dikenal sindrom trias dengue berupa demam tinggi
mendadak, nyeri pada anggota badan (kepala, bola mata, punggung dan
sendi) dan timbul ruam makulopapular. Tanda lain menyerupai demam
dengue yaitu anoreksia, muntah dan nyeri kepala (Mansjoer, 2000).

Standar DHF menurut WHO (1997) yang telah ditetapkan tanda klinis, yaitu:
a. Demam tinggi mendadak dan terus-menerus selama 2 - 7 hari (tanpa sebab
yang jelas).
b. Manifestasi perdarahan, termasuk paling tidak setelah di uji dengan
tourniquet positif dan tampak bentuk lain perdarahan atau perdarahan
spontan (petechia, purpura, echimosis, epistaksis, perdarahan gusi dan
hematemesis melena).
c. Pembesaran hati
d. Syok, yang ditandai nadi cepat dan lemah (130 x/menit), disertai oleh
tekanan darah menurun (tekanan sistole menurun sampai 80 mmHg atau
kurang) dan kulit yang teraba dingin dan lembab, terutama pada ujung
hidung, jari dan kaki. Penderita mengalami gelisah serta timbul sianosis di
sekitar mulut.


8


3. Derajat/klasifikasi
Berdasarkan derajat beratnya DBD secara klinis dibagi sebagai berikut
(Mansjoer, 2005).
a. Derajat I (ringan)
Terdapat demam mendadak selama 2 - 7 hari disertai gejala klinis lain
dengan manifestasi perdarahan teringan yaitu uji tourniquet positif.
b. Derajat II (sedang)
Ditemukan pula perdarahan kulit dan manifestasi perdarahan yang lebih
hebat seperti: ptikie, purpura,ekimosisdan perdarahan konjugtiva.
c. Derajat III
Didapatkan perdarahan sirkulasiyaitu nadi cepat dan lemeh tekanan
menurun (20mmhg ) hipotens,sianosis disekitarulut,, kulit dingin dan
lembab,gelsah.
d. Derajat IV
Terdapat Dengue Syok Syndrom (DSS) dengan nadi dan tekanan darah
yang tidak terukur.

4. Komplikasi
Adapun komplikasi dari penyakit demam berdarah (Hidayat,2004)
diantaranya:
1. Perdarahan gastrointestinal karena trombositopenia serta terganggunya
fungsi trombosit di samping difisiensi yang ringan atau sedang.
2. Syok hpoolumik karena kekurangan olume plasmasampai 20% atau
lebih,menghilangya plasma melalui endhotelium ditandai dengan
peningkatan hematokrit yang menyeabkan asidosis metabolik,bahkan
menibulkan kematian.
3. efusipleura terjai karenakerusakandindind pembuluh drah bersifat
sementara,dengan pemberian cairan yang cukupsyok dapat di atasi dari
efusi pleura biasanya menghilang setelah beberapa kali perawatan.
4. Kegagalan sirkulasi darah terjadi karena kerusakan sistim vaskuler dengan
adanya peninggian permeabilitas pembuluh darah terhadap protein plasma
dan efusi pada ruang serosa di bawah peritonial pleura.



9


D. Penatalaksanaan
1. SOP: Penanganan Klien DHF Di RS Hospital Cinere.
Kondisi Klinis Asuhan Keperawatan
1. Panas hari ke 1-3
Fase waspada Kode
kuning


Keluhan DHF sesuai kriteria
WHO
Derajat I: Panas mendadak
dan rumple leed (+)







2. Panas hari ke 4-7
Fase kritis Kode merah



Keluhan DHF sesuai kriteria
WHO
Derajat II:
a. Demam
b. Rumple leed (+)
c. Perdarahan spontan (+)




Diagnosa utama:
a. Hipertermi
b. Resiko injuri: perdarahan
c. Resiko kekurangan volume cairan
Intervensi:
a. Istirahatkan klien (bedrest)
b. Observasi tingkat kesadaran
c. Observasi tanda-tanda perdarahan pada
gusi, hidung, kulit dan saluran cerna
d. Ukur tanda-tanda vital tiap 4-6 jam
e. Monitor ulang keluhan klien, kembung
dan nyeri perut
f. Bantu kebutuhan hygiene dan
eliminasi


Diagnosa utama:
a. Hipertermi
b. Resiko injuri: perdarahan
c. Resiko kekurangan volume cairan

Intervensi:
a. Istirahatkan klien (bedrest)
b. Observasi tingkat kesadaran
c. Observasi tanda-tanda perdarahan pada
gusi, hidung, kulit dan saluran cerna
d. Ukur tanda-tanda vital tiap 4-6 jam
e. Monitor ulang keluhan klien, kembung
dan nyeri perut
f. Bantu kebutuhan hygiene dan
eliminasi
10
























3. Panas hari ke 4-7
Fase kritis Kode merah



Keluhan DHF sesuai kriteria
WHO
Derajat III dan IV:
a. Syok berat
b. Nadi tidak teraba
c. Tekanan darah tidak
teratur
g. Berikan minum banyak
1) Anak: 1 - 2 L/hari
2) Dewasa: > 2 L/hari
h. Berikan makanan lunak atau sesuai
diet, porsi kecil dan sering
i. Berikan kompres air biasa atau tepid
spong pada anak-anak
j. Berikan cairan infus sesuai
1) Anak: kriteria BB anak
2) Dewasa: RL 4 jam/kolf

k. Ukur intake output cairan tiap 4 - 6
jam,
hitung balance cairan /24 jam
l. Ambil darah untuk pemeriksaan DL
sesuai SOP medis
m. Lapor hasil laboratorium dan bila ada
perdarahan
n. Kolaborasi antipiretik dan antiemetic
o. Komunikasi terapeutik dengan klien
dan keluarga

Diagnosa utama:
a. Gangguan perfusi jaringan
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif
c. Gangguan pertukaran gas

Intervensi:
a. Istirahatkan klien bedrest total
b. Observasi tingkat kesadaran,
perdarahan lebih lanjut dan ukur tanda-
tanda vital tiap 15 menit
c. Bebaskan jalan napas
d. Berikan O
2
2 - 4 liter/menit
11


d. Pernafasan tidak teratur
e. Ekstremitas dingin
f. Berkeringat dan kulit
tampak biru













4. Panas lebih dari hari ke 7
Fase penyembuhan Kode
hijau

Keluhan :
a. Tidak demam
b. Trombosit meningkat
c. Nadi dan tekanan darah
kembali normal
d. Nafsu makan membaik




e. Pasang monitor tanda-tanda vital,
infus, dower keteter dan alat bantu
nafas/gudel
f. Puasakan klien
g. Berikan cairan infus sesuai SOP medis
h. Monitor tetesan infus secara ketat
i. Ukur dan catat intake output cairan
tiap 3 jam dan hitung balance cairan
j. Kolaborasi: tranfusi darah,
pemeriksaan darah lengkap, AGD,
elektrolit, ureum, kreatinin dan
hemostase
k. Lapor hasil laboratorium pada dokter
Observasi reaksi tranfusi dan lapor
segera pada dokter bila terjadi
komplikasi tranfusi

Diagnosa utama:
Resiko kelebihan volume cairan


Intervensi:
a. Observasi tingkat kesadaran dan
perdarahan
b. Ukur tanda-tanda vital tiap 8 jam
c. Monitor ulang keluhan klien
d. Istirahatkan klien (mobilisasi tetap)
e. Bantu kebutuhan personal hygiene dan
eliminasi
f. Berikan minum banyak
1) Anak: 1 - 2 L/hari
2) Dewasa: > 2 L/hari
Berupa air putih, teh manis, sirup, jus
buah dan susu
12


g. Berikan makanan sesuai diit
h. Berikan pengurangan infus sesuai
program medis
i. Waspadai resiko kelebihan cairan
j. Ukur intake output cairan tiap 6 jam
k. Ambil darah untuk pemeriksaan darah
lengkap sesuai SOP medis
l. Lapor pada dokter hasil LAB bila ada
kondisi klien menurun
m. Pendidikan kesehatan pada klien dan
keluarga
n. Discharge planning


2. Terapi
a. Grade I + II:
1) Oral (minum)
Pemasukan cairan:
a) Infus cairan ringer laktat dengan dosis 75 ml/kgBB/hari untuk anak
dengan BB < 10 kg atau 50 ml/kgBB/hari untuk anak dengan BB >
10 kg bersama-sama diberikan minuman oralit, air buah atau susu
secukupnya.
b) Untuk kasus yang menunjukkan gejala dehidrasi disarankan minum
sebanyak-banyaknya dan sesering mungkin.
c) Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah
cairan infus yang harus diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan
penderita dalam kurun waktu 24 jam yang diestimasikan sebagai
berikut:
(1) 100 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 kg
(2) 75 ml/ kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26 - 30 kg
(3) 60 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31 - 40 kg
(4) 50 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41 - 50 kg


13


Kebutuhan Cairan Untuk Dehidrasi Sedang
Berat Waktu Masuk
(kg)
Jumlah cairan
ml/kg BB/hari
< 7
7 - 11
12 - 18
> 18
220
165
132
88

Kebutuhan Cairan Rumatan
Berat Waktu Masuk
(kg)
Jumlah cairan
ml/kg BB/hari
10
10 - 20
> 20
100/kg BB
1.000 + 50 x kg (diatas 10 kg)
1.500 20 x kg (diatas 20 kg)

b. Grade III
1) Berikan cairan infus ringer laktat 20 ml/kgBB/1 jam.
Apabila menunjukkan perbaikan (tensi terukur > 80 mmHg dan nadi
teraba dengan frekuensi < 120 x/menit dan akral hangat) lanjutkan
dengan ringer laktat 10 ml/kgBB/1 jam.
2) Apabila 1 jam setelah pemakaian cairan infus ringer laktat
20 ml/kgBB/1 jam keadaan tensi masih terukur < 80 mmHg, maka
penderita tersebut harus memperoleh cairan plasma atau plasma
expander (dekstran L atau lainnya) sebanyak 10 ml/kgBB/1 jam dan
dapat diulang maksimal 30 ml/kgBB dalam kurun waktu 24 jam.

c. Grade IV
1) Berikan cairan infus ringer laktat sebanyak 30 ml/kgBB/1 jam, bila
keadaan membaik (tensi > 80 mmHg, nadi< 120 x/menit dan akral
hangat) dilanjutkan dengan pemberian cairan infus ringer laktat
sebanyak 10 ml/kgBB/1 jam).
2) Apabila setelah pemberian cairan infus ringer laktat 30 ml/kgBB/1 jam
keadaan umum masih buruk, maka penderita harus dipasang infus pada
dua tempat dengan maksud satu tempat untuk cairan infus ringer laktat
10 ml/kgBB/1 jam dan satu tempat lainnya untuk pemberian cairan
plasma atau plasma expander (dekstran L atau lainnya) sebanyak
20 ml/kgBB/1 jam.
14


3) Apabila keadaan umum masih buruk maka penderita tersebut sebaiknya
diberikan cairan plasma sebanyak 20 ml/kgBB/1 jam.
4) Apabila setelah pemberian cairan infus ringer laktat 30 ml/kgBB/1 jam
keadaan umum membaik tetapi tensi terukur < 80 mmHg dan nadi
< 120 x/menit, akral hangat atau dingin maka penderita ini sebaiknya
diberikan cairan plasma sebanyak 10 ml/kgBB/1 jam dan dapat diulangi
maksimal sampai 30 ml/kgBB/24 jam.
5) Jika tatalaksana grade IV setelah dua jam plasma sebanyak
20 ml/kgBB/1 jam dan cairan infus ringer laktat 10 ml/kgBB/1 jam
tidak menunjukkan perbaikan (tensi = 0, nadi = 0) maka penderita ini
perlu dikonsultasikan ke bagian anastesi untuk dievaluasi tentang
kebenaran cairan yang dibutuhkan apakah sudah sesuai dengan yang
masuk.
6) Jika tatalaksana grade IV setelah dua jam sesudah memperoleh cairan
infus ringer laktat 30 ml/kgBB/1 jam dan cairan plasma atau plasma
expander sebanyak 20 ml/kgBB/1 jam belum menunjukkan perbaikan
yang optimal (tensi < 80 mmHg, nadi > 120 x/menit) maka penderita ini
perlu diberikan cairan plasma sebanyak 10 ml/ kg/BB/1 jam.
7) Jika tatalaksana grade IV setelah dua jam sesudah memperoleh cairan
infus ringer laktat 30 ml/kgBB/1 jam dan cairan plasma atau plasma
expander (dekstran L atau lainnya) sebanyak 10 ml/kgBB/1 jam belum
menunjukkan perbaikan yang optimal (tensi > 80 mmHg, nadi
< 120 x/menit, akral dingin) maka penderita ini perlu diberikan cairan
plasma atau plasma expander (dekstran L atau lainnya) sebanyak
10 ml/kgBB/1 jam dan dapat diulangi maksimal 30 ml/kgBB/24 jam.
Untuk kasus-kasus yang sudah memperoleh 60 ml/kgBB/2 jam pikirkan
bahwa overload dan kemampuan kontraksi yang kurang. Dalam hal ini
penderita perlu diberikan lasix 1 mg/kgBB/1 jam dan dopamin.

3. Obat-obat lain:
a. Antibiotik apabila terdapat infeksi sekunder.
b. Antipiretik untuk menurunkan suhu tubuh.
c. Darah 15 cc/kgBB/hari bila perdarahan hebat.

15


4. Penatalaksanaan DHF tanpa penyulit adalah :
a. Tirah baring
b. Makanan lunak dan bila belum nafsu makan diberi minum 1,5 - 2 liter
dalam 24 jam, dengan air teh, gula atau susu
c. Berikan paracetamol bila demam
d. Monitor TTV (tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan)
e. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut

E. Konsep Tumbuh Kembang Anak Usia 9 Tahun
1. Definisi pertumbuhan dan perkembangan
Pertumbuhan merupakan bertambahnya jumlah dan besarnya sel diseluruh
bagian tubuh yang secara kuantitatif dapat diukur, sedangkan perkembangan
merupakan bertambahnya kesempurnaan fungsi alat tubuh yang dapat dicapai
melalui tumbuh kematangan dan belajar (Whelly dan Wong, 2000).

2. Faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang
Pada anak usia sekolah, secara umum aktivitas fisik pada anak semakin tinggi
dan memperkuat kemampuan motoriknya. Secara khusus perkembangan pada
masa ini anak banyak mengembangkan kemampuan interaksi sosial,
perkembangan konsep diri, keterampilan membaca, menulis serta berhitung,
serta belajar menghargai disekolah.

Pada saat ini kepuasan anak mulai terintegrasi, anak masuk dalam masa
pubertas dan berhadapan langsung pada tututan sosial seperti hubungan
dengan teman sebaya atau sekelompoknya. Anak sudah memandang realitis
dari dirinya dan mempunyai anggapan yang sama dengan orang lain, sifat
egosentrik sudah mulai hilang sebab anak mempunyai pengertian tentang
keterbatasan diri sendiri, sifat pikiran sudah mempunyai dua pandangan atau
disebut reversibilitas merupakan cara memandang dari arah berlawanan.

3. Karakteristik Fisik
a. Berat Badan (BB) rata-rata 26 kg
Berat Badan menurut Berhman:
6 - 12 tahun: Umur (tahun) x 7 - 5
2
b. Tinggi Badan (TB) rata-rata 113 cm
Tinggi Badan menurut Berhman 2 - 12 tahun: umur (tahun) x 6 + 77
16


4. Sosialisasi
Anak mulai sadar atas kemampuannya untuk bekerjasama dengan orang lain.
Ia mulai mengerti bahwa orang bisa mempunyai pendapat yang berbeda
mengenai suatu hal yang sama. Ia pun mulai belajar untuk menyesuaikan diri
dengan teman-temannya dan belajar untuk menerima pendapat yang berbeda
dari pendapatnya sendiri.

F. Dampak Hospitalisasi Anak Usia 9 Tahun
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana
atau darurat, mengharuskan anak tinggal dirumah sakit untuk menjalani terapi
dan perawatan sampai pemulangannya kembali kerumah (Supartini, 2004).
1. Pada anak
Perawatan anak di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah dengan
lingkungan yang dicintainya, yaitu keluarga terutama kelompok sosialnya dan
menimbulkan kecemasan. Kehilangan kontrol tersebut berdampak pada
perubahan peran dalam keluarga, anak kehilangan kelompok sosialnya karena
biasa melakukan kegiatan bermain atau pergaulan sosial, perasaan takut mati
dan adanya kelemahan fisik. Anak usia sekolah sudah mampu mengontrol
perilakunya jika merasa nyeri, yaitu dengan menggigit bibir/kuku, menggigit
dan atau memegang suatu yang erat.

2. Pada keluarga
Orang tua akan merasa begitu cemas dan takut terhadap kondisi anaknya,
perasaan sedih juga muncul terutama pada saat anak dalam kondisi rewel dan
anak yang telah dirawat cukup lama dan dirasakan tidak mengalami
perubahan serta tidak adekuatnya dukungan psikologis yang diterima orang
tua baik dari keluarga maupun kerabat lainnya maka orang tua akan merasa
putus asa dan bahkan frustasi. Oleh karena itu sering kali orang tua
menunjukkan perilaku tidak kooperatif, putus asa, menolak tindakan dan
bahkan menginginkan pulang paksa.

G. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah proses pengumpulan data untuk mendapatkan berbagai
informasi yang berkaitan dengan masalah yang dialami klien, agar dapat
mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan
keperawatan Klien baik fisik, mental, sosial dan lingkungan (Nursalam, 2005).
17


Pengkajian keperawatan pada anak dengan DHF terdiri dari :
1. Identitas Klien
Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang dengan usia < 15 tahun),
jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua, pendidikan orang tua dan
pekerjaan orang tua.

2. Keluhan utama
Alasan atau keluhan yang menonjol pada Klien DHF untuk datang ke rumah
sakit adalah panas tinggi dan anak lemah.

3. Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dan saat
demam kesadaran compos mentis. Turunnya panas terjadi antara hari ke-3
dan ke-7 serta anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai dengan keluhan
batuk, nyeri telan, mual, muntah, anoreksia, diare atau konstipasi, nyeri otot
dan persendian, sakit kepala, nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata terasa
pegal serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi, epistaksis, melena
atau hematemesis.

4. Riwayat penyakit yang pernah diderita
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF, anak dapat mengalami
serangan ulangan DHF dengan tipe virus yang lain.

5. Riwayat imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan
timbulnya komplikasi dapat dihindarkan.

6. Riwayat gizi
Status gizi anak yang menderita DHF dapat bervariasi. Semua anak dengan
status gizi baik maupun buruk dapat berisiko, apabila terdapat faktor
predisposisinya. Anak yang menderita DHF sering mengalami keluhan mual,
muntah dan nafsu makan menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak
disertai dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi maka anak akan dapat
mengalami penurunan BB sehingga status gizinya menjadi kurang.
18


7. Kondisi lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang
kurang bersih (seperti air yang menggenang dan gantungan baju di kamar).

8. Pola kebiasaan
a. Nutrisi dan metabolisme : frekuensi, jenis pantangan, nafsu makan
berkurang atau menurun.
b. Eliminasi bowel (BAB) kadang-kadang anak mengalami diare atau
konstipasi. Sementara DHF pada grade III-IV dapat terjadi melena.
c. Eliminasi urine (BAK) perlu dikaji apakah sering kencing, sedikit atau
banyak, sakit atau tidak pada DHF grade IV sering terjadi hematuria.
d. Tidur dan istirahat. Anak yang mengalami kurang tidur karena mengalami
sakit atau nyeri otot dan persendian sehingga kuantitas dan kualitas tidur
maupun istirahatnya kurang.
e. Kebersihan upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan
cenderung terutama untuk membersihkan sarang nyamuk Aedes Aegypti.
f. Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya untuk
menjaga kesehatan.

9. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi dari
ujung rambut sampai ujung kaki. Berdasarkan tingkatan (grade) DHF
keadaan fisik anak adalah sebagai berikut:
a. Grade I : Kesadaran compos mentis, keadaan umum lemah, tanda-
tanda vital dan nadi lemah.
b. Grade II : Kesadaran compos mentis, keadaan umum lemah, ada
perdarahan spontan petekie, perdarahan gusi dan telinga,
serta nadi lemah, kecil dan tidak teratur.
c. Grade III : Kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah, nadi
lemah, kecil dan tidak teratur serta tensi menurun.
d. Grade IV : Kesadaran koma, tanda-tanda vital: nadi tidak teraba, tensi
tidak terukur, pernafasan tidak teratur, ekstremitas dingin,
berkeringat dan kulit tampak biru.
10. Sistem Integumen
a. Adanya petekie pada kulit, turgor kulit menurun, muncul keringat dingin
dan lembab.
b. Kuku sianosis/tidak
19


c. Kepala dan leher
Kepala terasa nyeri, muka tampak merah karena demam, mata anemis,
hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis) pada grade II, III, IV
pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering terjadi perdarahan
gusi dan nyeri telan, sementara tenggorokan mengalami hyperemia
pharing dan terjadi perdarahan telinga (pada grade II, III,IV).
d. Dada
Bentuk simetris dan kadang-kadang terasa sesak. Pada foto thorax
terdapat adanya cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan (efusi
pleura), rales (+), ronchi (+) yang biasanya terdapat pada grade III dan IV.
e. Abdomen
Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali) dan asites.
f. Ekstremitas
Akral dingin dan lembab, serta terjadi nyeri otot, sendi serta tulang.

11. Pemeriksaan laboratorium
a. Pada pemeriksaan darah Klien DHF akan dijumpai:
1) Hb dan ht meningkat (> 20%)
2) Trombositopenia (< 100.000 /ml)
3) Leukopenia (mungkin normal/lekositosis)
4) Ig g dengue positif
5) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukan: hipoproteinemia,
hipokalemia dan hiponatremia
6) Urium dan ph darah mungkin meningkat.
7) Asidosis metabolik: pco2 < 35 - 40. Mmhg dan hco3 rendah.
8) SGOT / SGPT mungkin meningkat.
b. Pemeriksaan rontgen thoraks dan USG.

H. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan manusia
(status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok
dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan
intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan, membatasi,
mencegah dan mengubah (Carpenito, 2000 dikutip dari Nursalam 2008).
20


Diagnosa atau masalah keperawatan yang terjadi pada anak dengan Dengue
Heamoragic Fever antara lain:
1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan proses infeksi
virus (viremia).
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas
kapiler, peningkatan metabolisme tubuh (demam), perdarahan dan muntah.
3. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan perdarahan.
4. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang tidak adekuat (mual, muntah, nafsu makan
menurun).
5. Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan trombositopenia.
6. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan dampak hospitalisasi.
7. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya, diet dan perawatan
Klien DHF berhubungan dengan kurangnya informasi.

I. Perencanaan Keperawatan
Intervensi adalah penanganan perawatan langsung dimana perawatan melakukan
tindakan untuk kepentingan klien atau keluarga. Di dalam menetapkan tujuan
intervensi terdapat tujuan umum dan khusus. Tujuan umum merupakan tujuan
yang lebih menekankan pada pencapaian akhir sebuah masalah, dimana
perubahan perilaku dari yang merugikan kesehatan ke arah perilaku yang
menguntungkan kesehatan, tujuan umum ini lebih mengarah pada kemandirian
klien dan keluarga. Pada tujuan khusus dalam rencana perawatan lebih
menekankan pada pencapaian hasil dari masing-masing kegiatan. Perencanaan
merupakan tahap selanjutnya setelah pengkajian dan penentuan diagnosa
keperawatan.

1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan proses
infeksi virus (viremia).
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, suhu tubuh kembali normal.

Kriteria hasil:
Demam berkurang, suhu tubuh klien 36,5 - 37,5
0
C.
21


Perencanaan:
a. Ukur TTV
Rasional: Suhu yang meningkat menandakan terjadinya hipertermi.
b. Anjurkan klien minum air banyak 2000 cc/24 jam.
Rasional: Mengganti cairan yang hilang akibat penguapan cairan saat
mengalami peningkatan suhu tubuh.
c. Berikan kompres air hangat.
Rasional: Membantu menurunkan suhu tubuh.
d. Ukur intake dan output.
Rasional: Intake dan output seimbang menunjukkan keseimbangan cairan
tubuh.
e. Kolaborasi dalam pemberian terapi cairan parenteral, antipiretik dan
antibiotik.
Rasional: Cairan parenteral dapat mengganti hilangnya cairan tubuh,
antipiretik untuk menurunkan suhu tubuh dan antibiotik untuk
mengurangi infeksi karena demam.

2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas kapiler, peningkatan metabolisme tubuh (demam),
perdarahan dan muntah.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien menunjukkan volume cairan
kembali adekuat

Kriteria hasil:
TTV (TD: 113/68 mmHg, nadi: 105 x/menit, pernafasan: 20 - 30 x/menit,
suhu: 36,5 - 37,5 C), intake output seimbang, membran mukosa lembab,
turgor kulit elastis, Klien bebas dari demam, capillary refill < 3 detik, klien
tidak muntah dan hasil laboratorium Hb: 10,7 - 14,7 gr/dl, Ht: 31 - 34 %,
trombosit 150 - 440 ribu/ul dan leukosit 5 - 10 ribu/ul.

Perencanaan:
a. Kaji ulang turgor kulit, membran mukosa, capillary refill dan muntah.
Rasional: Indikasi langsung keadekuatan volume cairan dan menentukan
intervensi yang tepat.

22


b. Ukur intake output.
Rasional: Intake output seimbang menunjukkan keseimbangan cairan
tubuh.
c. Ukur TTV (TD, nadi, suhu)
Rasional: Suhu meningkat, tekanan darah cepat dan lemah menunjukan
ketidak seimbangan cairan dan elektrolit.
d. Anjurkan klien minum banyak 2000 cc/24 jam.
Rasional: Mengganti cairan yang hilang akibat penguapan cairan saat
mengalami peningkatan suhu tubuh.
e. Berikan kompres air hangat.
Rasional: Membantu menurunkan suhu tubuh.
f. Libatkan keluarga saat melakukan tindakan keperawatan.
Rasional: Keterlibatan keluarga sangat mempengaruhi keberhasilan
intervensi.
g. Kolaborasi dalam pemberian cairan parenteral.
Rasional: Pemberian cairan parenteral dapat mengganti hilangnya cairan
tubuh.
h. Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, dan trombosit) tiap
12 jam dan monitor hasil pemeriksaan laboratorium.
Rasional: Ht menurun dan jumlah trombosit menurun menandakan
kurangnya kebutuhan cairan.
i. Kolaborasi dalam pemberian antipiretik.
Rasional: Antipiretik dapat menurunkan suhu tubuh.

3. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan perdarahan.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, perfusi jaringan perifer kembali
adekuat.

Kriteria hasil:
TTV (TD: 113/68 mmHg, nadi: 105 x/menit, pernafasan: 20 - 30 x/menit,
suhu: 36,1 - 37,5 C), turgor kulit elastis, membran mukosa lembab, capillary
refill < 3 detik, warna kulit kemerahan, akral hangat, sianosis tidak ada, nyeri
tidak ada dan oedem tidak ada.
23


Perencanaan:
a. Ukur TTV
Rasional: TTV abnormal mengindikasikan terjadinya perubahan perfusi
jaringan.
b. Kaji sirkulasi pada ekstermitas (suhu, kelembaban, warna).
Rasional: Mengetahui secara dini adanya perubahan perfusi jaringan.
c. Observasi kemungkinan terjadinya kematian jaringan pada ekstremitas.
Rasional: Adanya kematian jaringan seperti dingin, nyeri, oedem,
menunjukkan terjadinya perubahan perfusi jaringan.
d. Ambil darah untuk pemeriksaan darah lengkap (trombosit, leukosit,
hemoglobin hemotrokit)
Rasional : Dengan jumlah trombosit yang dipantau setiap hari dapat
diketahui tingkat kebocoran pembuluh darah dan kemungkinan
pendarahan yang dapat dialami oleh Klien.
e. Anjurkan Klien untuk istirahat
Rasional : Aktivitas klien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan
terjadinya perdarahan.

4. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang tidak adekuat (mual, muntah, nafsu
makan menurun).
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, kebutuhan nutrisi klien kembali
adekuat.

Kriteria hasil:
Mual dan muntah klien berkurang atau hilang, nafsu makan meningkat,
makan habis - 1 porsi, konjungtiva ananemis, mukosa mulut lembab, turgor
kulit elastis, klien mampu mempertahankan berat badan normalnya
(35 -39 kg), LILA klien normal (20 - 25 cm) dan hasil laboratorium
Hb: 10,7 - 14,7 gr/dl, albumin: 4 - 5 gr/dl.

Perencanaan:
a. Kaji status nutrisi (konjungtiva, membran mukosa, turgor kulit, mual dan
muntah).
Rasional: Mengetahui kondisi klien untuk menentukan intervensi
selanjutnya.
24


b. Beri makanan yang mudah ditelan, seperti bubur dan tim serta
dihidangkan selagi masih hangat.
Rasional: Membantu mengurangi kelelahan Klien dan meningkatkan
asupan makanan karena mudah ditelan.
c. Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.
Rasional: Untuk menghindari mual dan muntah.
d. Jelaskan manfaat makanan/nutrisi bagi Klien terutama saat sakit.
Rasional: Meningkatkan pengetahuan Klien tentang nutrisi sehingga
motivasi untuk makan meningkat.
e. Libatkan keluarga dalam memberikan makan dan catat jumlah makanan
yang masuk.
Rasional: Untuk mengetahui pemenuhan nutrisi Klien.
f. Timbang BB dan ukur LILA Klien setiap hari (bila mungkin).
Rasional: Untuk mengetahui status gizi Klien.
g. Kolaborasi pemberian obat-obatan antiemetik.
Rasional: Dengan pemberian obat antiemetik membantu Klien
mengurangi rasa mual dan muntah.
h. Kolaborsi pemeriksn laboratorium (Hb dan albumin).
Rasional: Hb dan albumin indikator status nutrisi klien.

5. Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan trombositopenia.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan perdarahan tidak terjadi.
Kriteria hasil:
Tidak terjadi tanda-tanda perdarahan lebih lanjut (secara klinis) dan jumlah
trombosit meningkat.

Perencanaan:
a. Monitor tanda penurunan trombosit yang disertai dengan tanda klinis.
Rasional: Penurunan jumlah trombosit merupakan tanda-tanda adanya
kebocoran pembuluh darah yang pada tahap tertentu dapat menimbulkan
tanda-tanda klinis berupa perdarahan seperti epistaksis, petikie.
b. Ambil darah untuk pemeriksaan darah lengkap (trombosit, Hb dan Ht).
Rasional: Dengan jumlah trombosit yang dipantau setiap hari dapat
diketahui tingkat kebocoran pembuluh darah dan kemungkinan
perdarahan yang dapat dialami Klien.
25


c. Berikan penjelasan mengenai pengaruh trombositopenia pada Klien.
Rasional: Agar Klien/keluarga mengetahui hal-hal yang mungkin terjadi
pada Klien dan dapat membantu mengantisipasi terjadinya perdarahan
karena trombositopenia.
d. Anjurkan Klien untuk banyak istirahat.
Rasional: Aktivitas Klien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan
terjadinya perdarahan.
e. Berikan penjelasan pada Klien/keluarga untuk segera melapor jika ada
tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
Rasional: Keterlibatan keluarga dengan segera melaporkannya terjadinya
perdarahan akan membantu Klien mendapatkan penangan sedini
mungkin.

6. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan kondisi anak.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, keluarga menunjukkan koping yang
adaptif.
Kriteria hasil:
Cemas klien/keluarga berkurang dan keluarga menunjukkan koping yang
adaptif dan dapat menceritakan keluhannya.

Perencanaan:
a. Kaji rasa cemas yang dialami oleh Klien/keluarga.
Rasional: Menetapkan tingkat kecemasan yang dialalmi Klien/keluarga.
b. Tunjukkan sikap empati atau gunakan sentuhan pada saat yang tepat.
Rasional: Sikap empati akan membuat Klien/keluarga merasa di
perhatikan dengan sungguh-sungguh.
c. Beri kesempatan pada Klien/keluarga untuk mengungkapkan rasa
cemasnya.
Rasional: Meringankan beban pikiran Klien/keluarga.
d. Gunakan komunikasi teraupetik.
Rasional: Agar segala sesuatu yang disampaikan, diajarkan pada
Klien/keluarga memberikan hasil yang efektif.

26


e. Identifikasi koping yang biasa digunakan untuk memecahkan masalah.
Rasional: Koping tersebut dapat digunakan kembali untuk memecahkan
masalah.
f. Penuhi kebutuhan dasar anak dan lanjutkan untuk memandirikan anak.
Rasional: Kemandirian anak dalam memenuhi kebutuhannya dapat
mengurangi cemas keluarga.

7. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya, diet dan
perawatan DHF berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan:
Setelah tindakan keperawatan pengetahuan klien dan keluarga bertambah.
Kriteri hasil:
Klien dan keluarga mengatakan mengerti tentang penyakit yang di derita oleh
klien dan keluarga klien mengatakan mengerti manfaat pengobatan.

Perencanaan:
a. Kaji tingkat pengetahuan Klien/keluarga tentang penyakit DHF.
Rasional: Mengetahui sejauh mana informasi/pengetahuan tentang
penyakit yang diketahui Klien serta kebenaran informasi yang telah
didapatkan sebelumnya.
b. Kaji latar belakang pendidikan Klien/keluarga.
Rasional: Agar perawat dapat memberikan penjelasan sesuai dengan
tingkat pendidikan mereka sehingga penjelasan dapat dipahami dan
tujuan yang direncanakan tercapai.
c. Berikan kesempatan pada Klien/keluarga untuk menanyakan hal-hal yang
ingin diketahui sehubungan dengan penyakitnya.
Rasional: Mengurangi kecemasan dan memotivasi Klien kooperatif
selama masa perawatan/penyembuhan.
d. Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan dan manfaatnya bagi Klien
dan keluarga.
Rasional: Dengan mengetahui prosedur/tindakan yang akan dialami
Klien akan lebih kooperatif dan kecemasannya menurun.
e. Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan obat-obatan pada
Klien dengan bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti.
Rasional: Agar informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat
sehingga tidak dapat menimbulkan kesalah pahaman.
27


J. Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan keperawatan merupakan tindakan keperawatan yang dilaksanakan
untuk mencapai tujuan pada rencana tindakan keperawatan yang telah disusun,
prinsip-prinsip dalam melakukan pelaksanaan keperawatan perawat dapat
menggunakan komunikasi terapeutik, serta memberikan penjelasan kepada
keluarga dan klien untuk setiap tindakan keperawatan yang diberikan.(Iyer et al,
2000).
Dalam melakukan tindakan keperawatan pada klien dengan DHF yang harus
diperhatikan adalah ukur intake output, monitor adanya perdarahan, mual dan
hasil laboratorium DL (Hb, Ht dan trombosit).

K. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir proses keperawatan yang dapat digunakan
sebagai alat ukur keberhasilan suatu asuhan keperawatan yang telah dibuat,
evaluasi ini berguna untuk menilai apakah tindakan yang dilakukan sudah benar
dengan rencana yang dibuat dan evaluasi hasil yang berfokus pada perubahan
perilaku dan keadaan status kesehatan klien.

Adapun evaluasi akhir yang diharapkan pada klien dengan DHF adalah suhu
tubuh kembali normal, volume cairan kembali adekuat, perfusi jaringan perifer
kembali adekuat, kebutuhan nutrisi klien kembali adekuat, tidak terjadi
perdarahan, cemas klien/keluarga berkurang dan pengetahuan klien dan keluarga
bertambah.

Anda mungkin juga menyukai