Anda di halaman 1dari 24

1.

PENDAHULUAN
Penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular yang masih merupakan masalah nasional
kesehatan masyarakat, dimana beberapa daerah di Indonesia prevalens rate masih tinggi dan
permasalahan yang ditimbulkan sangat komplek. Masalah yang dimaksud bukan saja dari
segi medis tetapi meluas sampai masalah sosial ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan
sosial.
1,2
Pada umumnya penyakit kusta terdapat di negara yang sedang berkembang, dan sebagian
besar penderitanya adalah dari golongan ekonomi lemah. Hal ini sebagai akibat keterbatasan
kemampuan negara tersebut dalam memberikan pelayanan yang memadai di bidang
kesehatan, pendidikan, kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat. Kusta merupakan
penyakit menahun yang menyerang syaraf tepi, kulit dan organ tubuh manusia yang dalam
jangka panjang mengakibatkan sebagian anggota tubuh penderita tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya. Meskipun infeksius, tetapi derajat infektivitasnya rendah. Kelompok
yang berisiko tinggi terkena kusta adalah yang tinggal di daerah endemik dengan kondisi
yang buruk seperti tempat tidur yang tidak memadai, air yang tidak bersih, asupan gii yang
buruk, dan adanya penyertaan penyakit lain seperti HI! yang dapat menekan sistem imun.
Pria memiliki tingkat terkena kusta dua kali lebih tinggi dari "anita
2,#,#,$,%
1. II. DEFINISI
Penyakit kusta &Penyakit Hansen' adalah infeksi granulomatuosa kronik pada manusia
yang menyerang jaringan superfisial, terutama kulit dan saraf perifer. Istilah kusta
berasal dari bahasa sansekerta, yakni kushtha berarti kumpulan gejala(gejala kulit
se)ara umum. Penyakit kusta disebut juga Morbus Hansen, sesuai dengan nama yang
menemukan kuman yaitu *r. +erhard ,rmau"er Hansen pada tahun 1-.$ sehingga penyakit
ini disebut Morbus Hansen.
$,%,/
Penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah yang
sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas
sampai masalah sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan nasional. Penyakit
kusta pada umumnya sering dijumpai di negara(negara yang sedang berkembang
sebagai akibat keterbatasan kemampuan negara dalam pemberian pelayanan kesehatan yang
baik dan memadai kepada masyarakat. Penyakit kusta sampai saat ini masih ditakuti
masyarakat, keluarga termasuk sebagian petugas kesehatan. Hal ini disebabkan masih
kurangnya pengetahuan0pengertian, keper)ayaan yang keliru terhadap kusta dan )a)at yang
ditimbulkannya.
2
1. III. ETIOLOGI
My)oba)terium leprae merupakan agen )ausal pada lepra. Kuman ini berbentuk batang
tahan asam yang termasuk familia Mycobacteriaeceae atas dasar morfologik, biokimia,
antigenik, dan kemiripan genetik dengan mikobakterium lainnya.
%,.
1entuk bentuk kusta yang dapat dilihat diba"ah mikroskop adalah bentuk utuh, bentuk pe)ah
2 pe)ah &fragmented', bentuk granular &granulated', bentuk globus dan bentuk clumps.
1entuk utuh, dimana dinding selnya masih utuh, mengambil at "arna merata, dan
panjangnya biasanya empat kali lebarnya. 1entuk pe)ah 2 pe)ah, dimana dinding
selnya terputus sebagian atau seluruhnya dan pengambilan at "arna tidak merata.
1entuk granular, dimana kelihatan seperti titik 2 titik tersusun seperti garis lurus atau
berkelompok. 1entuk globus, dimana beberapa bentuk utuh atau fragmented atau
granulated mengandung ikatan atau berkelompok 2 kelompok. Kelompok ke)il adalah
kelompok yang terdiri dari $3 2 /3 14, sedangkan kelompok besar adalah kelompok
yang terdiri dari 233 2 #33 14,. 1entuk clumps, dimana beberapa bentuk granular
membentuk pulau 2 pulau tersendiri dan biasanya lebih dari %33 14, .
1,%,.
1. IV. EPIDEMIOLOGI
4.1 Distribusi Menurut Geograi
1erdasarkan data yang diperoleh dari 5H6 pada akhir tahun 233/ didapatkan jumlah
pasien kusta yang teregistrasi sebanyak 22$..2. penderita. *ari data tersebut
didapatkan jumlah pasien terbanyak dari benua ,sia dengan jumlah pasien yang terdaftar
sebanyak 11/.//# dan dari data didapatkan India merupakan negara dengan jumlah
penduduk terkena kusta terbanyak dengan jumlah -2.731 penderita. 8amun Mi)ronesia
merupakan negara dengan jumlah rata(rata prevalensi per 13.333 penduduk
terbanyak di dunia, yaitu dengan 7,/$ per 13.333 jumlah penduduk. 9ementara Indonesia
pada 233/ ter)atat memiliki jumlah penderita sebanyak 22.1.% &5H6'.
1,#,%,/
+ambar I. Peta penyebaran Penyakit Kusta
9umber : Kepustakaan /
4.! Distribusi Menurut "a#tu
9eperti terlihat pada tabel di ba"ah, ada 1. negara yang melaporkan 1.333 atau lebih kasus
baru selama tahun 233%. 4ujuh belas negara ini memiliki kontribusi 7$; dari seluruh kasus
baru di dunia
8o. 8egara
<umlah Kasus 1aru yang di temukan
177# 2332 233# 233$ 233%
1 ,ngola ##7 $..2. 2.7## 2.137 1.-..
2 1angladesh /.7$# 7.-$$ -..12 -.2$2 ..--2
# 1rail #$.2#% #-.#/% $7.23/ $7.#-$ #-.$13
$ =hina #..%% 1./$/ 1.$3$ 1.$77 1./%-
% Kongo #.72. %.3#. ..1/% 11..-1 13..#.
/ Mesir 1.3$2 1.#1- 1.$12 1.21/ 1.1#$
. >thiopia $.373 $./#2 %.17# $..-. $./7-
- India $%/.333 $.#./%- #/..1$# 2/3.3/# 1/1.$%.
7 Indonesia 12./#-..$3 12.#.. 1$./$1 1/.%$7 17./7%
13 Madagas)ar .$3 %.$-2 %.13$ #..13 2..37
11 Moambi?ue 1.7#3 %.-#3 %.73. $.2// %.#.1
12 Myanmar 12.31- ..#-/ #.-3- #..$- #.%.1
1# 8epal /.1%2 1#.-#3 -.3$/ /.7%- /.1%3
1$ 8igeria $.#-1 %.3.- $..77 %.2./ %.32$
1% Philippines #.$$2 2.$.7 2.#7. 2.2%$ #.1#3
1/ 9ri @anka 7$$ 2.21$ 1.7%2 1.77% 1.72$
1. 4anania 2..#1 /.$7. %.2.7 %.173 $.2#.
<umlah
%%%.#3. %77.7$% $7%.3.$ #-7.32. 2.7.//$
7$; 7.; 7/; 7%; 7$;
Su$ber % &e'usta#aan (
4.) Distribusi Menurut Fa#tor Manusia
#,%,/
a' >tnik dan 9uku
Kejadian penyakit kusta menunjukkan adanya perbedaan distribusi dapat dilihat karena
faktor geografi. 8amun jika diamati dalam satu negara atau "ilayah yang sama kondisi
lingkungannya ternyata perbedaan distribusi dapat terjadi karena faktor etnik. *i Myanmar
kejadian kusta lepromatosa lebih sering terjadi pada etnik 1urma dibandingkan dengan
etnik India. 9ituasi di Malaysia juga mengindikasikan hal yang sama: kejadian kusta
lepromatosa lebih banyak pada etnik =hina dibandingkan etnik Melayu atau India.
*emikian pula dengan kejadian di Indonesia etnik Madura dan 1ugis lebih banyak menderita
kusta dibandingkan etnik <a"a atau Melayu
b' Fa#tor Sosia* E#ono$i
9udah diketahui bah"a faktor sosial ekonomi berperan penting dalam kejadian kusta.
Hal ini terbukti pada negara(negara di >ropa. *engan adanya peningkatan sosial ekonomi,
maka kejadian kusta sangat )epat menurun, bahkan hilang. Kasus kusta imor pada negara
tersebut ternyata tidak menularkan kepada orang yang sosial ekonomi tinggi. Kegagalan
kasus kusta impor untuk menularkan pada kasus kedua di >ropa juga disebabkan
karena tingkat sosial ekonomi yang tinggi
)' Distribusi Menurut U$ur
Kebanyakan penelitian melaporkan distribusi penyakit kusta menurut umur
berdasarkan prevalensi, hanya sedikit yang berdasarkan insiden, kaena pada saat
timbulnya penyakit sangat sulit diketahui. *engn kata lain kejadian penyakit sering
terkait pada umur pada saat timbulnya penyakit. Pada penyakit kronik seperti kusta,
informasi berdasarkan data prevalensi dan data umur pada saat timbulnya penyakit
mungkin tidak menggambarkan resiko spesifik umur. Kusta diketahui terjadi pada semua
umur berkisar antara bayi sampai umur tua &# minggu sampai lebih dari .3 tahun'.
8amun yang terbanyak adalah pada usia muda dan produktif
d' Distribusi Menurut +enis &e*a$in
Kusta dapat mengenai laki(laki dan perempuan. Menurut )atatan sebagian besar negara di
dunia ke)uali di beberapa negara di ,frika menunjukkan bah"a laki(laki lebih banyak
terserang dibandingkan "anita. Aelatif rendahnya kejadian kusta pada perempuan
kemungkinan karena faktor lingkungan atau faktor biologi. 9eperti kebanyakan penyakit
menular lainnya, laki(laki lebih banyak terpapar dengan faktor resiko akibat gaya
hidupnya.
4.4 Fa#tor,a#tor -ang Menentu#an Ter.a/in-a Pen-a#it &usta
#,%,/
a' Su$ber Penu*aran
Hanya manusia satu(satunya sampai saat ini yang dianggap sebagai sumber penularan
"alaupun kuman kusta dapat hidup pada armadillo, simpanse, dan pada telapak kaki
tikus yang tidak mempunyai kelenjar thymus
b' 0ara &e*uar /ari Pe.a$u 1Host2
Mukosa hidung telah lama dikenal sebagai sumber dari kuman. 9uatu kerokan hidung
dari penderita tipe @epromatous yang tidak diobati menunjukkan jumlah kuman sebesar 13(
13. *an telah terbukti bah"a saluran napas bagian atas dari penderita tipe
@epromatous merupakan sumber kuman yang terpenting dalam lingkungan
)' 0ara Penu*aran
Kuman kusta mempunyai masa inkubasi selama 2(% tahun, akan tetapi dapat juga bertahun(
tahun. Penularan terjadi apabila M. leprae yang utuh &hidup' keluar dari tubuh penderita dan
masuk ke dalam tubuh orang lain. 1elum diketahui se)ara pasti bagaimana )ara penularan
penyakit kusta. 9e)ara teoritis penularan ini dapat terjadi dengan )ara kontak yang
lama dengan penderita. Penderita yang sudah minum obat sesuai dengan regimen
5H6 tidak menjadi sumber penularan bagi orang lain
d' 0ara Masu# #e Pe.a$u
4empat masuk kuman kusta ke dalam tubuh pejamu sampai saat ini belum dapat dipastikan.
*iperirakan )ara masuknya adalah melalui saluran pernapasan bagian atas dan melalui
kontak kulit yang tidak utuh
e' Pe.a$u
Hanya sedikit orang yang akan terjangkit kusta setelah kontak dengan penderita, hal ini
disebabkan karena adanya imunitas. M. leprae termasuk kuman obligat intraseluler
dan sistem kekebalan yang efektif adalah sistem kekebalan seluler. Baktor fisiologik
seperti pubertas, menopause, kehamilan, serta faktor infeksi dan malnutrisi dapat
meningkatkan perubahan klinis penyakit kusta. *ari studi keluarga kembar
didapatkan bah"a faktor genetik mempengaruhi tipe penyakit yang berkembang setelah
infeksi. 9ebagian besar &7%;' manusia kebal terhadap kusta, hampir sebagian ke)il &%;'
dapat ditulari. *ari %; yang tertular tersebut, sekitar .3; dapat sembuh sendiri dan hanya
#3; yang dapat menjadi sakit.
V.PATOGENESIS
Masuknya M.@eprae ke dalam tubuh akan ditangkap oleh ,P= &,ntigen
Presenting =ell' dan melalui dua signal yaitu signal pertama dan signal kedua. 9ignal
pertama adalah tergantung pada 4=A( terkait antigen &TCR = T cell receptor' yang
dipresentasikan oleh molekul MH= pada permukaan ,P= sedangkan signal kedua adalah
produksi sitokin dan ekspresinya pada permukaan dari molekul kostimulator ,P= yang
berinteraksi dengan ligan sel 4 melalui =*2-. ,danya kedua signal ini akan
mengaktivasi 4o sehingga 4o akan berdifferensiasi menjadi 4h1 dan 4h2. ,danya 48B C dan
I@ 12 akan membantu differensiasi 4o menjadi 4h1. 4h2 akan menghasilkan I@ $, I@ 13,
I@ %, I@ 1#. I@ % akan mengaktifasi dari eosinofil. I@ $ dan I@ 13 akan mengaktifasi dari
makrofag. I@ $akan mengaktifasi sel 1 untuk menghasilkan Ig+$ dan Ig>. I@ $ , I@13,
dan I@ 1# akan mengaktifasi sel mast. 9ignal I tanpa adanya signal II akan menginduksi
adanya sel 4 anergi dan tidak teraktivasinya ,P= se)ara lengkap akan menyebabkan
respon ke arah 4h2. Pada 4uberkoloid @eprosy, kita akan melihat bah"a 4h 1 akan
lebih tinggi dibandingkan dengan4h2 sedangkan pada @epromatous leprosy, 4h2 akan
lebih tinggi dibandingkan dengan 4h1.
1,#,$
,P= pada kulit adalah sel dendritik dimana sel ini berasal dari sum 2 sum tulang dan melalui
darah didistribusikan ke jaringan non limfoid. 9el dendritik merupakan ,P= yang paling
efektif karena letaknya yang strategis yaitu di tempat 2 tempat mikroba dan antigen asing
masuk tubuh serta organ 2 organ yang mungkin dikolonisasi mikroba. 9el denritik dalam hal
untuk bekerja harus terlebih dulu diaktifkan dari I*= menjadi *=. Id) akan diaktifkan oleh
adanya peptida dari MH= pada permukaan sel, selain itu dengan adanya molekul
kostimulator =*-/01.2, =*-301..1, =*#- dan =*$3. 9etelah *= matang, *= akan
pindah dari jaringan yang inflamasi ke sirkulasi limfatik karena adanya ekspresi dari ==A.
& reseptor kemokin satu 2 satunya yang diekspresikan oleh *= matang'. M. @eprae
mengaktivasi *= melalui 4@A 2 2 4@A 1 heterodimer dan diasumsikan melalui
triacylated lipoprotein seperti 17 kda lipoprotein. 4@A 2 polimorfisme dikaitkan
dengan meningkatnya kerentanan terhadap leprosy.
%,/
3.1 Patogenesis &erusa#an Sara 'a/a Pasien &usta
M.@eprae memiliki bagian G domain of extracellular matriks protein laminin 2 yang akan
berikatan dengansel s)h"aan melalui reseptor dystroglikan lalu akan mengaktifkan
MH= kelas II setelah itu mengaktifkan =*$D. =*$D akan mengaktifkan 4h1 dan 4h2
dimana 4h1 dan 4h2 akan mengaktifkan makrofag. Makrofag gagal memakan M.
@eprae akibat adanya fenolat glikolipid I yang melindunginya di dalam makrofag.
Ketidakmampuan makrofag akan merangsang dia bekerja terus(menerus untuk
menghasilkan sitokin dan +B yang lebih banyak lagi. 9itokin dan +B tidak
mengenelai bagian self atau nonself sehingga akan merusak saraf dan saraf yang rusak
akan diganti dengan jaringan fibrous sehingga terjadilah penebalan saraf tepi. 9el
s)h"ann merupakan ,P= non professional.
#
3.! Patogenesis rea#si &usta
Aeaksi kusta adalah suatu episode akut dalam perjalan kronis penyakit kusta yang dianggap
sebagai suatu kelaiman atau bagian dari komplikasi penyakit kusta. ,da dua tipe reaksi dari
kusta yaitu reaksi kusta tipe I dan reaksi kusta tipe II. Aeaksi kusta tipe I sering disebut
reaksi lepra non nodular merupakan reaksi hipersensitifitas tipe I! &*elayed 4ype
Hipersensitivity Aea)tion'. Aeaksi tipe I sering kita jumpai pada 14 dan 1@. M. @eprae akan
berinteraksi dengan limfosit 4 dan akan mengakibatkan perubahan sistem imunitas selluler
yang )epat. Hasil dari reaksi ini ada dua yaitu upgrading reaction / reersal reaction ,
dimana terjadi pergeseran ke arah tuberkoloid &peningkatan sistem imunitas selluler' dan
biasanya terjadi pada respon terhadap terapi, dan do!ngrading, dimana terjadi
pergeseran ke arah lepromatous &penurunan sistem imunitas selluler' dan biasanya
terjadi pada a"al terapi. Aeaksi kusta tipe II adalah hipersensitivitas humoraltepatnya
hipersensitivitas tipe III. Aeaksi tipe dua sering juga disebut eritema nodosum lepromatous.
Aeaksi ini sering terjadi pada pasien @@. M. @eprae akan berinteraksi dengan
antibodi membentuk kompleks imun dan mengendap pada pembuluh darah. Komplemen
akan berikatan pada komples , imun dan merangsang netrofil untuk menghasilkan enim
lisosom. >nim lisosom akan melisis sel.
1,#,$
VI.Ga$baran &*inis
Keluhan utama biasanya sebagai akibat kelainan saraf tepi, yang dalam hal ini dapat
berupa ber)ak pada kulit yang mati rasa, rasa tebal, kesemutan, kelemahan otot(otot dan kulit
kering akibat gangguan pengeluaran kelenjar keringat. +ejala klinis yang terjadi dapat berupa
kelainan pada saraf tepi, kulit, rambut, otot, tulang, mata, dan testis. Klasifikasi kusta
menurut Aidley dan <opling :
1,%,.,-
1. 4ipe 4uberkuloid &44'
@esi ini mengenai baik kulit maupun syaraf, jumlah lesi bisa satu atau beberapa, dapat
berupa makula atau plakat yang berbatas jelas dan pada bagian tengah dapat
ditemukan lesi yang regresi atau )entral healing. Permukaan lesi dapat bersisik dengan
tepi yang meninggi, bahkan dapat menyerupai gambaran psoriasis atau tinea sirsinata.
*apat disertai penebalan saraf perifer yang biasanya teraba, kelemahan otot, dan sedikit rasa
gatal. 4idak adanya kuman merupakan tanda terdapatnya respon imun pejamu yang adekuat
terhadap kuman kusta.
1. 4ipe 1orderline 4uberkuloid &14'
@esi pada tipe ini menyerupai tipe 44, yakni berupa makula atau plakat yang sering
disertai lesi satelit di tepinya. <umlah lesi dapat satu atau beberapa, tetapi gambaran
hipopigmentasi, kekeringan kulit atau skuama tidak sejelas tipe 44. ,danya gangguan
saraf tidak seberat tipe 44 dan biasanya asimetris. @esi satelit biasanya ada dan terletak dekat
saraf perifer yang menebal
1. 4ipe Mid 1orderline &11'
Merupakan tipe yang paling tidak stabil, disebut juga sebagai bentuk dismorfik dan
jarang dijumpai. @esi sangat bervariasi, dapat berbentuk makula infiltratif,
permukaan lesi dapat mengkilap dan batas lesi kurang jelas. =iri khasnya adalah lesi
pun)hed out, yaitu, suatu lesi hipopigmentasi dengan bagian tengah oval dan berbatas
jelas
1. 4ipe 1orderline @epromatosus &1@'
9e)ara klasik lesi dimulai dengan makula, a"alnya sedikit dan dengan )epat menyebar
ke seluruh badan. 5alaupun masih ke)il, papul dan nodul lebih tegas dengan distribusi lesi
yang hampir simetris dan beberapa nodul nampaknya melekuk pada bagian tengah. @esi
bagian tengah sering tampak normal dengan infiltrasi di pinggir dan beberapa tampak
seperti pun)hed out. 4anda(tanda kerusakan saraf lebih )epat mun)ul dibandingkan
dengan tipe @@.
1. 4ipe @epromatous @eprosy
<umlah lesi pada tipe ini sangat banyak, simetris, permukaan halus, lebih
eritematus, berkilap, berbatas tidak tegas, dan pada stadium dini tidak ditemukan anestesi dan
anhidrosis. *istribusi lesi khas, yakni di daerah "ajah, mengenai dahi, pelipis, dagu, )uping
telingaE sedangkan di badan mengenai bagian badan yang dingin, seperti lengan, punggung
tangan, dan ekstensor tungkai. Pada stadium lanjut, tampak penebalan kulit yang
progresif, )uping telinga menebal, fa)ies leonina, madarosis, iritis, keratitis,
deformitas pada hidung, pembesaran kelenjar limfe, dan orkitis yang selanjutnya dapat
menjadi atrofi testis.Kerusakan saraf yang luas menyebabkan gejala sto)king and glove
anesthesia dan pada stadium lanjut serabut(serabut saraf perifer mengalami degenerasi
hialin atau fibrosis yang menyebabkan anastesi dan penge)ilan otot tangan dan kaki.
8amun ada juga tipe kusta yang tidak termasuk dalam klasifikasi Aidley dan <opling,
tetapi diterima se)ara luas oleh para ahli kusta, yaitu tipe Intermediate &I'. @esi biasanya
berupa makula hipopigmentasi dengan sedikit sisik dan kulit disekitarnya normal.
@okasi biasanya di bagian ekstensor ekstremitas, bokong atau muka, kadang( kadang
dapat ditemukan makula hipostesia atau sedikit penebalan saraf.
#,%
*eformitas dapat terjadi pada kusta. Pada kusta sesuai patofisiologinya ada dua yaitu
primer dan sekunder. *eformitas primer sebagai akibat langsung oleh granuloma yang
terbentuk sebagai reaksi terhadap M.leprae, yang mendesak dan merusak jaringan
disekitarnya, yaitu kulit, mukosa traktus respiratorius atas, tulang 2 tulang jari, dan
"ajah. *eformitas sekunder terjadi sebagai akibat kerusakan saraf, umumnya deformitas
diakibatkan keduanya, tetapi terutama karena kerusakan saraf.
%
+ejala kerusakan saraf pada nervus ulnaris adalah anestesia pada ujung jari anterior
kelingking dan jari manis, )la"ing kelingking dan jari manis, dan atrofi hipotenar
dan otot interoseus serta kedua otot lumbrikalis medial. Pada 8.medianus adalah
anestesia pada ujung jari bagian anterior ibu jari, telunjuk, dan jari tengah, tidak mampu
aduksi ibu jari, )la"ing ibu jari, telunjuk, dan jari tengah, ibu jari kontraktur, dan juga atrofi
otot tenar dan kedua otot lumbrikalis lateral. Pada 8.radialis adalah anestesi dorsum manus,
serta ujung proksimal jari telunjuk, tangan gantung &!rist drop' dan tak mampu ekstensi jari
2 jari atau pergelangan tangan. Pada 8. Poplitea lateralis adalah anestesi tungkai
ba"ah, bagian lateral dan dorsum pedis, kaki gantung &foot drop' dan kelemahan otot
peroneus. Pada 8.tibialis posterior adalah anestesi telapak kaki, cla! toes dan paralisis otot
intrinsik kaki dan kolaps arkus pedis. Pada 8. Basialis adalah )abang temporal dan
igomatik menyebabkan lagoftalmus dan )abang bukal, mandibular serta servikal
menyebabkan kehilangan ekspresi "ajah dan kegagalan mengatupkan bibir. Pada
8.trigeminus adalah anestesi kulit "ajah, kornea dan konjungtiva mata. Kerusakan mata
pada kusta dapat primer dan sekunder. Primer mengakibatkan alopesia pada alis mata
dan bulu mata, juga dapat mendesak jaringan mata lainnya. 9ekunder disebabkan
oleh rusaknya 8. Ba)ialis yang menyebabkan paralisis orbikularis palpebrarum sebagian
atau seluruhnya, mengakibatkan lagoftalmus yang selanjutnya, menyebabkan kerusakan
bagian 2 bagian mata lainnya. 9e)ara sendirian atau bersama 2 sama akan menyebabkan
kebutaan.
%,/
Infiltrasi granuloma ke dalam adneksa kulit yang terdiri atas jaringan keringat, kelenjar
palit, dan folikel rambut dapat mengakibatkan kulit kering dan alopesia. Pada tipe
lepromatous dapat timbul ginekomastia akibat gangguan keseimbangan hormonal dan
oleh karena infiltrasi granuloma pada tubulus seminiferus testis.
%,/
Kusta histioid, merupakan variasi lesi pada tipe lepromatous yang titandai dengan adanya
nodus yang berbatas tegas, dapat juga berbentuk nodus yang berbatas tegas, dapat juga
berbentuk plak. 1akterioskopik positif tinggi. Fmumnya timbul sebagai kasus relapse
sensitie atau relape resistent. Relapse sensitie terjadi, bila penyakit kambuh setelah
menyelesaikan pengobatan sesuai dengan "aktu yang ditentukan. *apat terjadi oleh
karena kuman yang dorman aktif kembali atau pengobatan yang diselesaikan tidak adekuat,
baik dosis maupun lama pemberiannya.
#,%
+ejala pada reaksi kusta tipe I adalah perubahan lesi kulit, demam yang tidak begitu
tinggi, gangguan konstitusi, gangguan saraf tepi, multiple small satellite skin
makulopapular skin lesion dan nyeri pada tekan saraf. Aeaksi kusta tipe I dapat
dibedakan atas reaksi ringan dan berat. Pada reaksi kusta tipe II adalah neuritis,
gangguan konstitusi, dan komplikasi organ tubuh. Aeaksi kusta tipe II juga dapat
dibedakan atas reaksi ringan dan berat.
#
Benomena lu)io berupa plak atau infiltrat difus, merah muda, bentuk tidak teratur, dan nyeri.
@esi lebih berat tampak lebih eritematosa, purpura, bula, terjadi nekrosis dan ulserasi yang
nyeri. @esi lambat sembuh dan terbentuk jaringan parut. *ari hasil histopatologi
ditemukan nekrosis epidermal iskemik, odem, proliferasi endotelial pembuluh darah
dan banyak basil M.leprae di endotel kapiler.
#
>ritema nodosum lepromatous &>8@', timbul nodul subkutan yang nyeri tekann dan
meradang, biasanya dalam kumpulan. 9etiap nodul bertahan selama satua atau dua minggu
tetapi bisa timbul kumpulan nodul baru. *apat terjadi demam, limfadenopati, dan athralgia.
1
VII. Pe$eri#saan Pasien
Inspeksi pasien dapat dilakukan dengan penerangan yang baik, lesi kulit juga harus
diperhatikan dan juga dilihat kerusakan kulit. Palpasi dan pemeriksaan dengan
menggunakan alat 2 alat sederhana yaitu jarum untuk rasa nyeri, kapas untuk rasa raba,
tabung reaksi masing 2 masing dengan air panas dan es, pensil tinta +una"an &tanda
+una"an' untuk melihat ada tidaknya dehidrasi di daerah lesi yang dapat jelas dan dapat pula
tidak dan sebagainya. =ara menggoresnya mulai dari tengah lesi, yang kadang 2
kadang dapat membantu, tetapi bagi penderita yang memiliki kulit berambut sedikit,
sangat sukar untuk menentukannya.
..1 Pe$eri#saan Sara Te'i
Fntuk saraf perifer, perlu diperhatikan pembesaran, konsistensi dan nyeri atau tidak.
Hanya beberapa saraf yang diperiksa yaitu 8.fasialis, 8.aurikularis magnus, 8.radialis,
8. Flnaris, 8. Medianus, 8. Poplitea lateralis, 8. 4ibialis posterior. Pada pemeriksaan
saraf tepi dapat dibandingkan saraf bagian kiri dan kanan, adanya pembesaran
atau tidak, pembesaran reguler0irreguler, perabaan keras0kenyal, dan yang terakhir dapat
di)ari adanya nyeri atau tidak &*aili, 21:233#'. Pada tipe lepromatous biasanya
kelainan sarafnya billateral dan menyeluruh sedangkan tipe tuberkoloid terlokalisasi
mengikuti tempat lesinya. 1erikut )ara pemeriksaan saraf yang dilakukan pada penderita
kusta:
7
1. 8. ,urukularis magnus
Pasien disuruh menoleh ke samping semaksimal mungkin, maka saraf yang terlibat akan
terdorong oleh otot di ba"ahnya sehingga a)apkali sudah bisa terlihat bila saraf
membesar. *ua jari pemeriksa diletakkan di atas persilangan jalannya saraf tersebut
dengan arah otot. 1ila ada penebalan, maka pada perabaan se)ara seksama akan
menemukan jaringan seperti kabel atau ka"at. <angan lupa membandingkan antara yang kiri
dan yang kanan
1. 8. Flnaris
4angan yang diperiksa harus santai, sedikit fleksi dan sebaiknya diletakkan di atas satu
tangan pemeriksa. 4angan pemeriksa yang lain meraba lekukan di ba"ah siku &sulkus
nervi ulnaris' dan merasakan, apakah ada penebalan atau tidak. Perlu
dibandingkan antara yang kanan dan yang kiri untuk melihat adanya perbedaan atau
tidak
1. 8. Paroneus lateralis
Pasien duduk dengan kedua kaki menggantung, diraba di sebelah lateral dari
)apitulum fibulae, biasanya sedikit ke posterior
4.! Tes Fungsi Sara
a. 4es 9ensoris
7
( Aasa Aaba
9epotong kapas yang dilan)ipkan ujungnya digunakan untuk memeriksa perasaan rangsang
raba dengan menyinggungkannya pada kulit. Pasien yang diperiksa harus duduk pada
"aktu dilakukan pemeriksaan. 4erlebih dahulu petugas menerangkan bah"a
bilamana merasa disinggung bagian tubuhnya dengan kapas, ia harus menunjukkan kulit yang
disinggung dengan jari telunjuknya dan dikerjakan dengan mata terbuka. 1ilamana hal ini
telah jelas, maka ia diminta menutup matanya, kalau perlu matanya ditutup dengan sepotong
kain. 9elain diperiksa pada lesi di kulit sebaiknya juga diperiksa pada kulit yang sehat.
1er)ak pada kulit harus diperiksa pada bagian tengahnya
( Aasa 8yeri
*iperiksa dengan memakai jarum. Petugas menusuk kulit dengan ujung jarum yang
tajam dan dengan pangkal tangkainya yang tumpul dan pasien harus mengatakan
tusukan mana yang tajam dan mana yang tumpul
( Aasa 9uhu
*ilakukan dengan menggunakan 2 tabung reaksi, yang satu berisi air panas &sebaiknya
$33=', yang lainnya air dingin &sebaiknya sekitar 233='. Mata pasien ditutup atau menoleh
ke tempat lain, lalu bergantian kedua tabung tersebut ditempelkan pada daerah kulit
yang di)urigai. 9ebelumnya dilakukan kontrol pada kulit yang sehat. 1ila pada daerah
tersebut pasien salah menyebutkan sensasi suhu, maka dapat disebutkan sensasi suhu di
daerah tersebut terganggu
b. 4es Motoris
( Periksa fungsi saraf ulnaris dengan merapatkan jari kelingking pasien. Peganglah jari
telunjuk, jari tengah, dan jari manis pasien, lalu mintalah pasien untuk merapatkan jari
kelingkingnya. <ika pasien dapat merapatkan jari kelingkingnya, taruhlah kertas diantara jari
kelingking dan jari manis, mintalah pasien untuk menahan kertas tersebut. 1ila pasien
mampu menahan )oba tarik kertas tersebut perlahan untuk mengetahui ketahanan
ototnya
( Periksa fungsi saraf medianus dengan meluruskan ibu jari ke atas. Minta pasien
mengangkat ibu jarinya ke atas. Perhatikan ibu jari apakah benar(benar bergerak ke atas dan
jempolnya lurus. <ika pasien dapat melakukannya, kemudian tekan atau dorong ibu jari pada
bagian telapaknya.
( Periksa fungsi saraf radialis dengan meminta pasien untuk menggerakkna pergelangan
tangan ke belakang. Fji kekuatan otot dengan men)oba menahan gerakan tersebut
( Periksa fungsi saraf eroneus )ommunis dengan meminta pasien melakukan
gerakan fleksi pada pergelangan kaki dan minta juga pasien untuk melakukan gerakan ke
lateral, lalu nilai kekuatan ototnya dengan men)oba untuk menahan gerakan tersebut.

4.) Pe$eri#saan 5a#terios#o'is
Pemeriksaaan bakterioskopik, sediaan dari kerokan jaringan kulit atau usapan mukosa
hidung yang di"arnai dengan pe"arnaan 14, GI>H@ 8>>@968. Pertama 2 tama
harus ditentukan lesi di kulit yang diharapkan paling padat oleh basil setelah terlebih
dahulu menentukan jumlah tepat yang diambil. Fntuk riset dapat diperiksa 13 tempat
dan untuk rutin sebaiknya minimal $ 2 / tempat yaitu kedua )uping telinga bagian ba"ah
dan 2($lesi lain yang paling aktif berarti yang paling eritematosa dan paling infiltratif.
Pemilihan )uping telinga tanpa mengiraukan ada atau tidaknya lesi di tempat tersebut oleh
karena pengalaman, pada )uping telinga didapati banyak M.leprae.
Kepadatan 14, tanpa membedakan solid dan nonsolid pada sebuah sediaan dinyatakan
dengan indeks bakteri & I.1' dengan nilai 3 sampai /D menurut Aidley. 3 bila tidak ada 14,
dalam 133 lapangan pandang &@P'.
1 D 1ila 1 2 13 14, dalam 133 @P
2D1ila 1 2 13 14, dalam 13 @P
#D1ila 1 2 13 14, rata 2 rata dalam 1 @P
$D1ila 11 2 133 14, rata 2 rata dalam 1 @P
%D1ila 131 2 133314, rata 2 rata dalam 1 @P
/D1ilaH 1333 14, rata 2 rata dalam 1 @P
Indeks morfologi adalah persentase bentuk solid dibandingkan dengan jumlah solid dan
non solid.
IM I J 133 ;
9yarat perhitungan IM adalah jumlah minimal kuman
tiap lesi 133 14,, I.1 1D tidak perlu dibuat IM karedna
<umlah solid
<umlah solid D 8on solid
untuk mendapatkan 133 14, harus men)ari dalam 1.333 sampai 13.333lapangan, mulai I.1
#D maksimum harus di)ari 133 lapangan.

4.4 Pe$eri#saan Histo'ato*ogis
Pemeriksaan histopatologi, gambaran histopatologi tipe tuberkoloid adalah tuberkel
dan kerusakan saraf yang lebih nyata, tidak ada basil atau hanya sedikit dan non solid. 4ipe
lepromatosa terdpat kelim sunyi subepidermal & subepidermal clear "one ' yaitu suatu
daerah langsung di ba"ah epidermis yang jaringannya tidak patologik. 1isa dijumpai sel
vir)ho" dengan banyak basil. Pada tipe borderline terdapat )ampuran unsur(unsur tersebut.
9el vir)ho" adalah histiosit yang dijadikan M.leprae sebagai tempat berkembangbiak dan
sebagai alat pengangkut penyebarluasan.
4.3 Pe$eri#saan Sero*ogis
Kegagalan pembiakan dan isolasi kuman mengakibatkan diagnosis serologis merupakan
alternatif yang paling diharapkan. Pemeriksaan serologik, didasarkan terbentuk
antibodi pada tubuh seseorang yang terinfeksi oleh M.leprae. Pemeriksaan serologik
adalah M@P, &My)oba)terium @eprae Parti)le ,glutination', uji >@I9, dan M@
dipsti)k.
4.( Pe$eri#saan Le'ro$in
4es lepromin adalah tes non spesifik untuk klasifikasi dan prognosis lepra tapi tidak
untuk diagnosis. 4es ini berguna untuk menunjukkan sistem imun penderita terhadap
M.leprae. 3,1 ml lepromin dipersiapkan dari ekstrak basil organisme, disuntikkan
intradermal. Kemudian diba)a setelah $- jam0 2hari & reaksi Bernande' atau # 2 $ minggu
& reaksi Mitsuda'. Aeaksi Bernande positif bila terdapat indurasi dan eritemayang
menunjukkan kalau penderita bereaksi terhadap M. @eprae yaitu respon imun tipe
lambat ini seperti mantouK test & PP*' pada tuberkolosis
Aeaksi Mitsuda bernilai :
3 Papul berdiameter # mm atau kurang
D 1 Papul berdiameter $ 2 / mm
D 2 Papul berdiameter . 2 13 mm
D # papul berdiameter lebih dari 13 mm atau papul dengan ulserasi

VIII.Diagnosis
Penyakit kusta disebut juga dengan the greatest immitator karena memberikan gejala yang
hampir mirip dengan penyakit lainnya. *iagnosis penyakit kusta didasarkan pada
penemuan tanda kardinal &cardinal sign', yaitu:
1. 1er)ak kulit yang mati rasa
Pemeriksaan harus di seluruh tubuh untuk menemukan ditempat tubuh yang lain, maka
akan didapatkan ber)ak hipopigmentasi atau eritematus, mendatar &makula' atau
meninggi &plak'. Mati rasa pada ber)ak bersifat total atau sebagian saja terhadap rasa
raba, rasa suhu, dan rasa nyeri.
1. Penebalan saraf tepi
*apat disertai rasa nyeri dan dapat juga disertai dengan atau tanpa gangguan fungsi
saraf yang terkena, yaitu:
( +angguan fungsi sensoris: hipostesi atau anestesi
( +angguan fungsi motoris: paresis atau paralisis
( +angguan fungsi otonom: kulit kering, retak, edema, pertumbuhan rambut yang
terganggu.
1. *itemukan kuman tahan asam
Fntuk menegakkan diagnosis penyakit kusta, paling sedikit harus ditemukan satu
tanda kardinal. 1ila tidak atau belum dapat ditemukan, maka kita hanya dapat
mengatakan tersangka kusta dan pasien perlu diamati dan diperiksa ulang setelah #(/
bulan sampai diagnosis kusta dapat ditegakkan atau disingkirkan
I6.Diagnosis 5an/ing
Pada lesi makula differetial diagnosisnya vitiligo, Pitiriasis !ersikolor, Ptiriasis alba, 4inea
korporis. Pada lesi papul, +ranuloma annulare, li)hen planus dll. Pada lesi plak, 4inea
korporis, Ptiriasis rosea, psoriasis dll. Pada lesi nodul, ,)ne vulgaris, neurofibromatosis
dll. Pada lesi saraf, ,myloidosis, diabetes, tra)homa dll.
!itiligo, makula putih berbatas tegas dan mengenai seluruh tubuh yang
mengandung sel melanosit. !itiligo merupakan hipomelanosis idiopatik yang ditandai
dengan makula putih yang dapat meluas. Patogenesis vitiligo ada beberapa yaitu hipotesis
autoimun, hipotesis neurohumoral, hipotesis autotoksik dan pajanan terhadap bahan
kimia.
Hipotesis autoimun,ada hubungan dengan hipotiroid Hashimoto, anemia pernisiosa dan
hipoparatiroid. Hipotesis neurohumeral, karena melanosit terbentuk dari neural )rest
maka diduga faktor neural berpengaruh. Hasil metabolisme tirosin adalah melanin dan
katekol. Kemungkinan ada produk intermediate dari katekol yang mempunyai efek
merusak melanosit. Pada beberapa lesi ada gangguan keringat, dan pembuluh darah,
terhadap respon transmitter saraf misalnya setilkolin. Hipotesis autotoksik,hasil
metabolisme tirosin adalah *6P, lalu akan diubah menjadi dopa?uinon. Produk 2 produk
dari *6P, bersifat toksik terhadap melanin. Pajanan terhadap bahan kimia, adanya
monobenil eter hidrokuinon pada sarung tangan dan fenol pada detergen.
+ejala klinis vitiligo adalah terdapat repigmentasi perifolikuler. *aerah yang paling
sering terkena adalah bagian ekstensor tulang terutama bagian atas jari, periofisial pada mata,
mulut dan hidung, tibialis anterior dan pergelangan tangan bagian fleksor. Mukosa jarang
terkena, kadang 2 kadang mengenai genitalia eksterna, puting susu, bibir dan ginggiva.
!itiligo dapat dibagi atas dua yaitu lokal dan generalisata. !itiligo lokal dapat dibagi
tiga yaitu vitiligo fokal adalah makula satu atau lebih tetapi tidak segmental, vitiligo
segmental adalah makula satu atau lebih yang distribusinya sesuai dengan dermatom,
dan mukosal yang hanya terdapat pada mukosa. !itiligo generalisata juga dapat dibagi
tiga yaitu vitiligo a)rofasial adalah depigmentasi hanya pada bagian distal ekstremitas dan
muka serta merupakan stadium a"al vitiligo generalisata, vitiligo vulgaris adalah
makula yang luas tetapi tidak membentuk satu pola, dan vitiligo )ampuran adalah
makula yang menyeluruh atau hampir menyeluruh merupakan vitiligo total.
Ptiriasis versikolor,disebabkan oleh Malaie furfur. Patogenesisnya adalah terdpat flora
normal yang berhubungan denganPtiriasis versikolor yaitu Pitysporum orbi)ulare bulat
atau Pitysporum oval. Malaie furfur merupakan fase spora dan miselium. Baktor predisposisi
ada dua yaitu faktor eksogen dan faktor endogen. Baktor endogen adalah akibat
rendahnya imun penderita dsedangkan faktor eksogen adalah suhu, kelembapan udara
dan keringat. Hipopigmentasi dapat disebabkan oleh terjadinya asam dekarbosilat yang
diprosuksi oleh Malaie furfur yang bersifat inhibitor kompetitif terhadap enim
tirosinase dan mempunyai efek sitotoksik terhadap melanin.
+ejala klinis Ptiriasis versikolor, kelainannya sangat superfisialis, ber)ak ber"arna("arni,
bentuk tidak teratur sampai teratur, batas jelas sampai difus, fluoresensi dengan menggunakan
lampu "ood akan ber"arna kuning muda, papulovesikular dapat ada tetapi jarang, dan gatal
ringan. 9e)ara mikroskopik akan kita peroleh hifa dan spora & spaghetti and meat ball'.
4inea korporis, dermatiofitosis pada kulit tubuh tidak berambut &glabrous skin'. +ejala
klinisnya adalah lesi bulat atau lonjong, eritema, skuama, kadang papul dan vesikel di
pinggir, daerah lebih terang, terkadang erosi dan krusta karena kerokan, lesi umumnya
ber)ak 2 ber)ak terpisah satu dengan yang lain, dapat polisiklik, dan ada )enter healing.
@i)hen Planus, ditandai dengan adanya papul 2 papul yang mempunyai "arna dan
konfigurasi yang khas. Papul 2papul ber"arna merah, biru, berskuama, dan berbentuk
siku 2 siku. @okasinya diekstremitas bagian fleksor, selaput lendir, dan alat kelamin.
Aasanya sangat gatal, umumnya membaik 1 2 2 tahun. Hipotesis mengatakan liken
planus merupakan infeksi virus.
Psoriasis penyebabnya autoimun bersifat kronik dan residitif. *itandai dengan adanya
ber)ak 2 ber)ak eritema berbatas tegas dengan skuama kasar, berlapis 2 lapis dan
transparan disertai fenomena tetesan lilin, ,uspit, Koebner. +ejala klinisnya adalah tidak
ada pengaru terhadap keadaan umum, gatal ringan, kelainan pada kulit terdiri ber)ak 2
ber)ak eritema yang meninggi atau plak dengan skuama diatasnya, eritema sirkumskrip
dan merata tapi pada akhir di bagian tengah tidak merata. Kelainan bervariasi yaitu numuler,
plakat, lentikuler dan dapat konfluen.
,kne !ulgaris, penyakit peradangan menahun folikel pilosebasea yang umumnya pada
remaja dan dapat sembuh sendiri. +ejala klinisnya adalah sering polimorf yang terdiri
dari berbagai kelainan kulit, berupa komedo, papul, pustul, nodus dan jaringan parut
akibat aktif tersebut, baik jaringan parut yang hipotropik maupun yang hipertopik.
8europatik pada diabetes, gejalanyatergantung pada jenis neuropatik dan saraf yang
terkena. 1eberapa orang dengan kerusakan saraf tidak menunjukkan gejala apapun. +ejala
ringan mun)ul lebih a"al dan kerusakan saraf terjadi setelah beberapa tahun. +ejala
kerusakan saraf dapat berupa kebas atau nyeri pada kaki, tangan , pergelangan tangan,
dan jari 2 jari tangan, maldigestion# diare, konstipasi, masalah pada urinasi, lemas,
disfungsi ereksi dll
*efisiensi vitamin 1/,gejala klinis termasuk seboroik dermatitis, )heilotis, glossitis,
mual, muntah, dan lemah. Pemeriksaan neurologis menunjukka penurunan propiosepsi
dan vibrasi dengan rasa sakit dan sensasi temperatur, refleks a)hilles menurun atau
tidak ada.
*efisiensi folat, gejala klinisnya tidak dapat dipisahkan dengan defisiensi
kobalamin & vitamin 112' "alaupun demensia lebih dominan. Pasien mengalami
sensorimotor poly neuropathy dan demensia.
6.Pengobatan
4ujuan utama yaitu memutuskan mata rantai penularan untuk menurunkan insiden penyakit,
mengobati dan menyembuhkan penderita, men)egah timbulnya penyakit, untuk men)apai
tujuan tersebut, srategi pokok yg dilakukan didasarkan atas deteksi dini dan
pengobatan penderita.
*apson, diamino difenil sulfon bersifat bakteriostatik yaitu mengahalangi atau
menghambat pertumbuhan bakteri. *apson merupakan antagonis kompetitif dari para$
aminobe"oic acid &P,1,' dan men)egah penggunaan P,1, untuk sintesis folat oleh
bakteri. >fek samping dari dapson adlah anemia hemolitik, skin rash, anoreksia, nausea,
muntah, sakit kepala, dan vertigo
@amprene &=lofaimin', merupakan bakteriostatik dan dapat menekan reaksi kusta.
=lofaimin bekerja dengan menghambat siklus sel dan transpor dari 8,0K ,4Pase. >fek
sampingnya adalah "arna kulit bisa menjadi ber"arna ungu kehitaman, "arna kulit akan
kembali normal bila obat tersebut dihentikan, diare, nyeri lambung.
Aifampi)in, bakteriosid yaitu membunuh kuman. Aifampi)in bekerja dengan )ara
menghambat %&'$ dependent R&' polymerase pada sel bakteri dengan berikatan pada
subunit beta. >fek sampingnya adalah hepatotoksik, dan nefrotoksik.
Prednison, untuk penanganan dan pengobatan reaksi kusta. 9ulfas Berrosus untuk penderita
kusta dgn anemia berat. !itamin,, untuk penderita kusta dgn kekeringan kulit dan bersisisk
&i)htyosis'. 6floKa)in dan Minosiklin untuk penderita kusta tipe P1 I.
Aegimen pengobatan kusta disesuaikan dengan yang direkomendasikan oleh
5H60*>PK>9 AI &17-1'. Fntuk itu klasifikasi kusta disederhanakan menjadi
1. Pausi 1asiler &P1'
2. Multi 1asiler &M1'
*engan memakai regimen pengobatan M*4 I multi drug treatment.Kegunaan M*4
untuk mengatasi resistensi *apson yang semakin meningkat, mengatasi ketidakteraturan
penderita dalam berobat, menurunkan angka putus obat pada pemakaian monoterapi
*apson, dan dapat mengeliminasi persistensi kuman kusta dalam jaringan.
Aegimen Pengobatan Kusta tersebut &5H60*>PK>9 AI'.P1 dengan lesi tunggal diberikan
A6M &Aifampi)in 6floKa)in Mino)y)lin'. Pemberian obat sekali saja langsung
AB40IRelease (rom Treatment. 6bat diminum di depan petugas. ,nak(anak Ibu hamil tidak
di berikan A6M. 1ila obat A6M belum tersedia di Puskesmas diobati dengan
regimen pengobatan P1 lesi &2(%'.1ila lesi tunggal dgn pembesaran saraf diberikan:
regimen pengobatan P1 lesi &2(%'
Aifampi)in 6floKa)in Mino)y)lin
*e"asa&%3(.3
kg'
/33 mg $33 mg 133 mg
,nak
&%(1$ th'
#33 mg 233 mg %3 mg
P1 dengan lesi 2 2 %.@ama pengobatan / dosis ini bisa diselesaikan selama &/(7' bulan.
9etelah minum / dosis ini dinyatakan AB4 &Release (rom Treatment' yaitu berhenti
minum obat.
Aifampi)in *apson
*e"asa /33 mg0bulan
*iminum didepan
petugas kesehatan
133 mg0hr diminum
dirumah
,nak(anak
&13(1$ th'
$%3 mg0bulan *iminum
didepan petugas kesehatan
%3 mg0hari diminum di
rumah
M1 dengan lesi H %.@ama pengobatan 12 dosis ini bisa diselesaikan selama 12(1- bulan.
9etelah selesai minum 12 dosis obat ini, dinyatakan B40IRealease (rom Treatment
yaitu berhenti minum obat. Masa pengamatan setelah AB4 dilakukan se)ara pasif
untuktipe P1 selama 2 tahun dan tipe M1 selama % tahun.
Aifampi)in *apson @amprene
*e"asa /33
mg0bulandiminum di
depan petugas
kesehatan
133 mg0hari
diminumdi rumah
#33
mg0bulandiminum di
depan petugas
kesehatan dilanjutkan
dgn %3 mg0hari
diminum di rumah
,nak(anak&13(
1$ th'
$%3
mg0bulandiminum di
depan petugas
%3 mg0hari
diminumdi rumah
1%3
mg0bulandiminum di
depan petugas
kesehatan dilanjutkan
dg %3 mg selang
sehari diminum di
rumah
Pengobatan reaksi kusta. 1ila reaksi tidak ditangani dengan )epat dan tepat maka dapat
timbul ke)a)atan berupa kelumpuhan yang permanen seperticla! hand , drop foot, cla! toes
dan kontraktur. Fntuk mengatasi hal(hal tersebut diatas dilakukan pengobatan prinsip
pengobatan reaksi kusta yaitu immobilisasi 0 istirahat, pemberian analgesik dan sedatif,
pemberian obat(obat anti reaksi, M*4 diteruskan dengan dosis yang tidak diubah.
Pada reaksi ringan, istirahat di rumah, berobat jalan, pemberian analgetik dan obat(obat
penenang bila perlu, dapat diberikan =hloro?uine 1%3 mg #L1 selama #(% hari, dan M*4
&obat kusta' diteruskan dengan dosis yang tidak diubah.
Aeaksi berat, immobilisasi, ra"at inap di rumah sakit, pemberian analgesik dan
sedative, M*4 &obat kusta' diteruskan dengan dosis tidak diubah, pemberian obat(obat
anti reaksi dan pemberian obat(obat kortikosteroid misalnya prednison.6bat(obat anti
reaksi,,spirin dengan dosis /33(1233 mg setiap $ jam &$ 2 /K0hari ' , Klorokuin dengan dosis
# K 1%3 mg0hari, ,ntimon yaitu stibophen &-,% mg antimon per ml ' yang diberikan 2(# ml
se)ara selang(seling dan dosis total tidak melebihi #3 ml. ,ntimon jarang dipakai oleh
karena toksik. 4halidomide juga jarang dipakai,terutama pada "anita &teratogenik'. *osis
$33 mg0hari kemudian diturunkan sampai men)apai %3 mg0hari.
Pemberian Kortikosteroid, dimulai dengan dosis tinggi atau sedang. *igunakan prednison
atau prednisolon. +unakan sebagai dosis tunggal pada pagi hari lebih baik "alaupun
dapat juga diberikan dosis berbagi. *osis diturunkan perlahan(lahan &tapering off' setelah
terjadi respon maksimal
6I. Pengobatan &usta Untu# Situasi &7usus
<ika M*4(5H6 tidak dapat dilaksanakan karena berbagai alasan, 5H6 eKpert
)ommitte pada tahun 177. mempunyai regimen untuk situasi khusus, yaitu:
1. Penderita tidak dapat diobati dengan rifampisin
Penyebabnya mungkin alergi, gangguan pada fungsi hepar, ada penyakit penyerta atau
resisten terhadap obat ini. Aegimen untuk penderita ini, adalah
@ama Pengobatan <enis 6bat *osis
/ 1ulan
Klofaimin %3 mg0hari
6floksasin $33 mg0hari
Minosiklin 133 mg.hari
*iikuti dengan 1- bulan
Klofaimin D 6floksasin %3 mg0hari
atau
Minosiklin $33 mg0hari
Pada tahun 177$ 5H6 9tudy +roup on =hemotherapy of @eprosy menyatakan
klaritromisisn %33 mg0hari dapat menggantikan ofloksasin atau minosiklin pada regimen di
atas.
1. Penderita yang menolak kofaimin
1iasanya penderita menolak obat ini karena adanya pe"arnaan kulit. Fntuk itu
klofaimin pada M*4MM1 dapat diganti dengan ofloksasin $33 mg0hari selama 12 bulan
atau minosiklin 133 mg0hari selama 12 bulan.
Pada tahun 177., 5H6 >Kpert of =ommitte on @eprosy merekomendasikan juga
regimen M*4(M1 alternatis selama 2$ bulan:
( Aifampisin /33 mg0bulan selama 2$ bulan,
( 6floksasin $33 mg0bulan selama 2$ bulan, dan
( Minosiklin 133 mg0bulan selama 2$ bulan
1. Penderita yang tidak dapat diobati dengan **9
1ila **9 menyebabkan terjadinya efek samping berat pada penderita P1 maupun M1,
obat ini harus dihentikan.
Aifampisin Klofaimin
*e"asa /33 mg0bln %3 mg0hari dan #33 mg0bulan
,nak(anak $%3 mg0bln %3 mg0hari dan 1%3 mg0bulan

6II.&o$'*i#asi
*i dunia, lepra mungkin penyebab tersering kerusakan tangan. 4rauma dan infeksi kronik
sekunder dapat menyebabkan hilangnya jari jemari ataupun ekstremitas bagian distal.
<uga sering terjadi kebutaan. Benomena lu)io yang ditandai dengan artitis, terbatas pada
pasien lepromatosus difus, infiltratif dan non noduler. Kasus klinik yang berat lainnya
adalah vaskulitis nekrotikus dan menyebabkan meningkatnya mortalitas. ,miloidos
sekunder merupakan penyulit pada penyakit leprosa berat terutama >8@ kronik.
6III. Prognosis
9etelah program terapi obat biasanya prognosis baik, yang paling sulit adalah
manajemen dari gejala neurologis, kontraktur dan perubahan pada tangan dan kaki. Ini
membutuhkan tenaga ahli seperti neurologis, ortopedik, ahli bedah, prodratis, oftalmologis,
physi)al medi)ine, dan rehabilitasi. Nang tidak umum adalah se)ondary amyloidosis
dengan gagal ginjal dapat mejadi komplikasi.

Anda mungkin juga menyukai