Anda di halaman 1dari 10

PROSI DI NG 201 2 HASIL PENELITI AN FAKULTAS TEKNIK

Arsi tektur Elektro Geologi Mesi n Perkapalan Si pi l



Volume 6 : Desember 2012 Group Tekni k Geologi ISBN : 978-979-127255-0-6
TG2 - 1
KARAKTERISTIK MORFOLOGI PANTAI MALLUSETASI
BERDASARKAN DATA SPASIAL KABUPATEN BARRU
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Budi Rochmanto & Stefano Arby Franscies
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin
Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Tamalanrea - Makassar, 90245
Telp./Fax: (0411) 580202
e-mail: burochmanto@yahoo.com


Abstrak
Lokasi daerah penelitan terletak di Pantai Mallusetasi Kabupaten Barru Provinsi Sulawesi
Selatan, dengan posisi geografis yang dibatasi oleh koordinat 1193600 - 1193900
BT dan 040400 - 041100 LS. Tujuan Penelitian yang akan dilakukan adalah untuk:
(1) menginterpretasi perbedaan relief oleh proses-proses pantai, (2) membuat peta klaster
berdasarkan elevasi dan sudut lereng. Manfaat penelitian, yaitu diharapkan pantai dapat
dikelola berdasarkan karakteristik pantainya. Metode penelitian dilakukan secara deskriptif
dengan mengukur parameter morfologi (kemiringan lereng/slope), beda tinggi, litologi
(stratigrafi) tataguna lahan, vegetasi dan proses pantai. Pengolahan data spasial berupa
data kuantitatif yang dirubah menjadi data spasial yang bersifat kualitatif dibagi menurut
klasifikasi Van Zuidam (1985). Untuk mendapatkan poligon dari parameter terukur, berupa
garis kontur yang dirubah menjadi TIN-3D. Hasil penelitian, berupa proses pantai yang
umumnya pantai sedimentasi. Hasil klaster sudut lereng dibagi menjadi empat bentuk, yaitu:
merah (lereng terjal, 61 - 90), kuning (lereng sedang, 31 - 60) dan hijau (lereng landai,
0
o
- 30).
Kata Kunci: karakteristik, klaster, beda tinggi, kelerengan, pantai Mallusetasi-Barru



PENDAHULUAN

Pengaruh dari erosi oleh air, angin, dan es, berkolaborasi dengan latitude, ketinggian dan posisi relatif terhadap
air laut. Dapat dikatakan bahwa tiap daerah dengan iklim tertentu juga memiliki karakteristik pantai yang
berbeda dengan pantai lainnya sebagai hasil dari proses-proses pantai yang bekerja terhadap kondisi geologi,
seperti litologi, struktur geologi yang memberikan bentuk morfologi yang khas.

Geomorfologi adalah sebuah studi ilmiah terhadap permukaan bumi dan proses yang terjadi terhadapnya.
Mempelajari asal (terbentuknya) topografi sebagai akibat dari pengikisan (erosi) elemen-elemen utama, serta
terbentuknya material-material hasil erosi, pengklasifikasian relief bumi (Van Zuidam, 1985). Relief bumi
adalah bentuk-bentuk ketidakteraturan secara vertikal (baik dalam ukuran ataupun letak) pada permukaan bumi,
yang terbentuk oleh pergerakan-pergerakan pada kerak bumi. Secara luas, berhubungan dengan landform
(bentuk lahan) tererosi dari batuan yang keras, namun bentuk konstruksinya dibentuk oleh runtuhan batuan, dan
terkadang oleh perilaku organisme pada lingkungan tertentu. Van Zuidam (1985) membagi morfologi menjadi
tujuh (7) berdasarkan beda tinggi dan persentase sudut lereng, yaitu: datar atau hampir datar,
bergelombang/miring landai, bergelombang/miring, berbukit bergelombang/miring, berbukit tersayat
tajam/terjal, pegunungan tersayat tajam/sangat terjal, pegunungan/sangat curam.

Pesisir Pantai Mallusetasi merupakan pantai yang memberikan gambaran morfologi dari suatu sistem pantai
yang terus mengalami proses abrasi dan sedimentasi. Terdapat Sungai Palungenggellange sebagai sungai
terbesar dan sebagai penyuplai sedimen terbesar di kawasan ini, selain parit-parit yang bermuara ke pantai.
Lokasi daerah penelitan terletak di Pantai Mallusetasi Kabupaten Barru Provinsi Sulawesi Selatan, dengan
posisi geografis yang dibatasi oleh koordinat 1193600 - 1193900 BT dan 040400 - 041100 LS.

Pembangunan infrastruktur, seperti jalan, dermaga, dan pemukiman di sepanjang pantai telah memberikan
kontribusi terhadap perubahan morfologi pantai dan ketidakstabilan garis pantai. Aktifitas hidrodinamika,
seperti arus pasang-surut dan energi ombak menyebabkan terjadinya abrasi di beberapa bagian pantai,


Karakteristi k Morfologi Pantai Mallusetasi Budi Rochmanto & Stefano Arby Franci es
Arsi tektur Elektro Geologi Mesi n Perkapalan Si pi l

ISBN : 978-979-127255-0-6 Group Tekni k Geologi Volume 6 : Desember 2012
TG2 - 2
sementara bagian pantai lainnya mengalami sedimentasi. (Langkoke, 2010, Suriamihardja, 2005, Rochmanto,
dkk, 1996). Telah banyak dilakukan penelitian karakteristik pantai dengan berbagai metode, tetapi dengan
berkembangnya teknologi di bidang Sistem Informasi Geografi (SIG), sehingga peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian karakteristik pantai dengan menggunakan software ArcGIS khususnya analisis TIN-3D
untuk elevasi dan sudut lereng.

Tujuan Penelitian yang akan dilakukan adalah untuk: (1) menginterpretasi perbedaan relief oleh proses-proses
pantai, (2) membuat peta klaster berdasarkan elevasi dan persentase sudut lereng. Manfaat penelitian, yaitu
diharapkan pantai dapat dikelola berdasarkan karakteristik pantainya.


TINJAUAN PUSTAKA

1. Kondisi Geologi

Geomorfologi daerah penelitian Lembar Pangkajene Watampone Bagian Barat terdapat 2 baris pegunungan
yang memanjang hampir sejajar pada dua arah, Utara-Barat laut dan terpisahkan oleh lembah sungai Walanae.
Pegunungan Bagian Barat, hampir setengah luas daerah melebar di bagian Selatan (50 km) dan menyempit di
bagian Utara (22 km).

Puncak tertinggi 1694 m, sedangkan ketinggian rata-rata 1500 m. Pembentukannya sebagian besar batuan
gunung api. Di lereng lembah Barat dan beberapa tempat di lereng Timur terdapat topografi karst, di lereng
Barat terdapat daerah perbukitan yang dibentuk oleh batuan pratersier. Pegunungan di Barat daya dibatasi oleh
daratan Pangkajene - Maros yang luas sebagai lanjutan dari daratan di Selatannya.

Lembah Walanae yang memisahkan kedua pegunungan tersebut di bagian Utara selebar 35 km, tetapi di bagian
Selatan hanya 10 km. Di tengah terdapat Sungai Walanae yang mengalir ke Utara. Bagian Selatan berupa
perbukitan rendah dan bagian Utara terdapat dataran alluvial yang sangat luas mengelilingi Danau Tempe.

Batuan gunung api berumur Paleosen (58,5-63 juta) dan diendapkan dalam lingkungan laut, menindih tak
selaras batu Flysch yang berumur Kapur Akhir. Batuan sedimen Formasi Mallawa yang sebagian besar
dicirikan oleh endapan darat dengan sisipan batubara menindih tak selaras batuan gunung api Paleosen dan
Batuan Flysch Kapur Akhir. Bagian atas Formasi Mallawa ini secara berangsur-angsur berubah menjadi
endapan karbonat Formasi Tonasa yang terbentuk secara terus-menerus dari Eosen Awal sampai bagian Awal
Miosen Tengah. Tebal Formasi Tonasa lebih kurang 3000 m dan menghampar cukup jauh mengalasi batuan
gunung Miosen Tengah di Barat.

Sebagian besar pegunungan baik yang di Barat maupun yang di Timur, berbatasan dengan gunung api. Di
lereng Timur Bagian Utara pegunungan Bagian Barat, terdapat Batuan Gunung Soppeng yang diduga berumur
Miosen Awal. Batuan sedimen yang berumur Miosen Tengah sampai Pilosen berselingan dengan batuan
gunung api yang berumur antara 8,93-9,29 juta tahun, secara bersamaan batuan itu menyusun Formasi Camba
yang tebalnya sekitar 5000 m. Sebagian besar Pegunungan Barat tebentuk dari Formasi Camba ini menindih tak
selaras Formasi Tonasa.

Selama Miosen Akhir sampai Pliosen, di daerah yang sekarang menjadi Lembah Walanae diendapkan sedimen
klastik Formasi Walanae. Batuan itu tebalnya sekitar 4500 m dengan beoherm batugamping koral tumbuh di
beberapa tempat Formasi Walanae berhubungan menjemari dengan bagian atas Formasi Camba. Kegiatan
gunung api selama Miosen Akhir sampai Pliosen Awal merupakan sumber bahan bagian Formasi Walane.
Kegiatan gunung api masih terjadi di beberapa tempat selama Pliosen dan menghasilkan Batuan Gunung api
Pare-Pare, Baturape-Cindako, juga merupakan sumber bagi formasi itu.

Terobosan batuan beku yang menerobos yang terjadi di daerah ini semuanya berkaitan erat dengan kegiatan
gunung api tersebut, dimana bentuknya berupa stok dan retas. Setelah Pliosen Akhir rupanya terjadi
pengendapan yang berarti daerah ini juga tidak ada kegiatan gunung api.

Akhir kegiatan Miosen Awal itu diikuti oleh tektonik yang menyebabkan terjadinya permulaan terbentuk
Walanae. Peristiwa ini kemungkinan besar berlangsung sejak Awal Miosen Tengah dan menurunnya Terban
Walanae yang seluruhnya nampak tersingkap tidak menerus di Sebelah Barat.



PROSI DI NG 201 2 HASIL PENELITI AN FAKULTAS TEKNIK
Arsi tektur Elektro Geologi Mesi n Perkapalan Si pi l

Volume 6 : Desember 2012 Group Tekni k Geologi ISBN : 978-979-127255-0-6
TG2 - 3

Gambar 1. Litologi Penyusun Pesisir Pantai Mallusetasi berupa
Breksi Gunung Api


Sesar utama yang berarah Barat laut terjadi sejak Miosen Tengah sampai Pliosen. Perlipatan besar yang berarah
hampir sejajar dengan adanya tekanan mendatar berarah kira-kira Timur - Barat pada waktu sebelum Akhir
Pliosen. Tekanan ini mengakibatkan pula adanya sesar sungkup lokal yang menyesarkan Batuan Pra-Kapur
Akhir di daerah Bantimala ke atas Batuan Tersier. Perlipatan dan penyesaran yang relatif lebih kecil di bagian
Timur Lembah Walanae dan di bagian Barat Pegunungan Barat, yang berarah Barat laut-Tenggara dan
melancong, kemudian adanya kemungkinan besar terjadi oleh gesekan mendatar tekanan sepanjang sesar besar.


2. Morfologi Pantai

Beberapa istilah yang sering digunakan, seperti pesisir (coast), pantai (shore), dan gisik (beach) yang terkadang
pengertian dari istilah-istilah tersebut sering disamakan, padahal satu dan lainnya memiliki arti yang berbeda.
Pesisir merupakan daerah yang sejalur dengan tempat pertemuan daratan dengan laut mulai batas muka air laut
pada waktu surut terarah menuju ke arah darat sampai batas tertinggi yang mendapat pengaruh gelombang pada
waktu badai. Hal ini sejalan dengan hasil rapat koordinasi BAKOSURTANAL (1990) dalam Sutikno (1999)
dijelaskan bahwa:

a. Batas wilayah pesisir arah ke darat dipengaruhi oleh air laut, yang ditentukan berdasarkan beberapa jauh
pengaruh pasang surut air laut. Seberapa jauh flora yang suka akan air akibat pasang tumbuh dan seberapa
jauh pengaruh air laut ke dalam tanah.
b. Pengaruh kegiatan bahari sosial, seberapa jauh konsentrasi ekonomi bahari (desa nelayan) sampai ke arah
daratan.

Daerah pantai berdasarkan morfologinya, dikelompokkan menjadi empat macam yaitu:

1. Pantai bertebing terjal, merupakan bentuk lahan hasil bentukan erosi marin yang paling banyak terdapat
bentukan dan roman cliff berbeda satu dengan yang lainya, karena dipengaruhi oleh struktur batuan, serta
sifat batuan. Cliff pada batuan beku akan lain dengan batuan sedimen perlapisan, misalnya akan berbeda
dengan pelapisan yang miring dan pelapisan yang mendatar. Aktivitas pasang surut dan gelombang
mengikis bagian tebing, sehingga berbentuk batas-batas abrasi, seperti:
Tebing cliff dan
Tebing bergantung (nocth)

2. Rataan gelombang pasang surut pada daerah bertebing terjal, pantai biasanya berbatu, berkelok-kelok
dengan banyak terdapat masa batuan. Proses ini menyebabkan tebing bergerak mundur khususnya pada
pantai yang proses abrasinya aktif. Apabila batuan menyusun daerah ini berupa batuan gamping atau
batuan lainnya yang banyak memiliki retakan air dari daerah mengalir melalui sistem retakan tersebut dan
muncul di daerah pesisir dan daerah pantai.


Karakteristi k Morfologi Pantai Mallusetasi Budi Rochmanto & Stefano Arby Franci es
Arsi tektur Elektro Geologi Mesi n Perkapalan Si pi l

ISBN : 978-979-127255-0-6 Group Tekni k Geologi Volume 6 : Desember 2012
TG2 - 4
3. Pantai Bergisik, merupakan daerah pasang surut yang terdapat endapan material hasil abrasi. Material ini
berupa material halus dan juga bisa berupa material kasar. Pantai bergisik tidak saja terdapat ada pantai
cliff, tetapi juga bisa terdapat pada daerah pantai yang landai. Pada pantai yang landai material gisik ini
kebanyakan berupa pasir dan sebagian kecil berupa material dengan butiran kerikil yang sampai lebih
besar. Pada umumnya material pasir suatu gisik pantai berasal dari daerah pedalaman yang di bawah air
sungai ke laut, kemudian diendapkan oleh arus laut sepanjang pantai. Gisik seperti ini dapat dijumpai di
sekitar muara sungai.


Gambar 2. Pesisir Pantai Mallusetasi memperlihatkan Bentuk Lereng
yang Landai


4. Pantai Berawa Payau mencirikan daerah pantai yang tumbuh atau akresi. Proses sedimentasi merupakan
penyebab bertambahnya maju pantai ke laut. Material penyusun berbutir halus dan medan ini berkembang
pada lokasi yang gelombangnya kecil atau terhalang, serta dengan kondisi air laut yang relatif dangkal.
Karena airnya payau, maka daerah ini kemungkinan pengembangannya sangat terbatas. Rawa payau ini
umumnya ditumbuhi oleh tumbuhan rawa payau seperti bakau, nipah, dan tumbuhan rawa lainnya yang
hidup di air payau. Tumbuhan paku ini berfungsi sebagai pemecah gelombang dan sebagai penghalang
pengikisan di pantai, sebaliknya sedimentasi bisa terjadi. Oleh karena itu, pantai mengalami ekresi. Peranan
bakau dalam merangsang pertumbuhan pantai terbukti jelas jika bakaunya hilang/mati ditebang habis,
maka yang terjadi adalah sebaliknya, yaitu pantai mengalami erosi. Pada pantai yang mengalami ekresi,
umumnya terdapat urutan tumbuhan yang ada, yaitu bakau yang paling depan, di belakangnya nipah,
tumbuhan rawa air tawar/lahan basah. Batas teratas dari bakau adalah setinggi permukaan maksimum.
Permukaan air pasang tertinggi pada saat pasang purnama (saat bulan purnama) dan pasang perbani (pada
saat bulan gelap bulan mati).

5. Pantai terumbu karang, terbentuk oleh aktivitas binatang karang dan jasad renik lainnya. Proses ini
terjadi pada areal-areal yang cukup luas. Bird (1970) pada intinya menyatakan bahwa binatang karang
dapat hidup dengan beberapa persyaratan kondisi, antara lain: air jernih, suhu tidak lebih dari 18

c, kadar
garam antara 27-38 ppmd. Arus tidak terlalu deras terumbu karang yang banyak terangkat umumnya
banyak terdapat endapan puing-puing dan pasir koral di lepas pantainya. Ukuran butiran puing dan pasir
lebih kasar kearah datangnya ombak/gelombang jika gelombang tanpa penghalang.


3. Data Spasial

Data spasial merupakan suatu data yang berisikan suatu gambar, dalam hal ini adalah peta yang bersifat
kuantitatif (atribut) dan kualitatif (peta). Input dari sebuah data spasial, yaitu berupa citra/foto udara/survei
lapangan yang dilakukan suatu penskalaan, kemudian dituangkan dalam suatu gambaran berupa peta.
Keunggulan dari data spasial adalah dapat mengetahui sebaran dari data dan juga data dapat dimodelkan sesuai
dengan keinginan, sehingga mudah untuk dilakukan analisis. Pengolahan data secara spasial pada penelitian ini
menggunakan metode tidak langsung, yaitu dengan metode tumpang susun (overlay) dengan terlebih dahulu
memberikan nilai/skor dari setiap parameter.


PROSI DI NG 201 2 HASIL PENELITI AN FAKULTAS TEKNIK
Arsi tektur Elektro Geologi Mesi n Perkapalan Si pi l

Volume 6 : Desember 2012 Group Tekni k Geologi ISBN : 978-979-127255-0-6
TG2 - 5
Komponen yang ada di dalam SIG mencakup tiga hal, yaitu input, proses dan output. Input dapat berupa bahan
data berupa citra/foto udara dan data primer dari lapangan yang dilakukan intepretasi serta digitasi, dalam
penelitian ini digunakan digitizing on screen. Proses dalam SIG mencakup suatu teknik query dari parameter-
parameter input yang dilakukan tumpang susun (overlay). Untuk melakukan analisis pada peta terlebih dahulu
dilakukan penyamaan koordinat, serta sistem proyeksi setiap parameter peta. Di dalam penelitian ini digunakan
koordinat UTM (Universal Trade Mercator) dengan tujuan agar dalam perhitungan luasan didapatkan nilai
yang akurat. Pada query dilakukan suatu perhitungan data baik berupa penjumlahan, pengurangan, pembagian,
serta perkalian nilai dari peta. Sebagai output, yaitu berupa data peta yang disajikan guna tujuan tertentu.


METODOLOGI PENELITIAN

Parameter morfologi yang diukur, yaitu kemiringan lereng (slope), topografi, litologi (stratigrafi) tataguna
lahan, vegetasi dan proses pantai yang diamati secara deskriptif di lapangan. Pengolahan data spasial berupa
data kuantitatif yang dirubah menjadi data spasial yang bersifat kualitatif. Untuk mendapatkan poligon dari
parameter terukur, berupa garis kontur yang dirubah menjadi TIN (kenampakan 3 Dimensional) kemudian
diubah menjadi grid-grid dan dilakukan re-klasifikasi. Setiap pixel dalam grid memberikan nilai sesuai
parameter yang diukur. (lihat Gambar. 3) Untuk menyajikan hasil peta karakteristik pantai, maka dilakukan
tumpang susun (overlay).

Tabel 1. Klasifikasi Relief berdasarkan Sudut Lereng dan Beda Tinggi (Van Zuidam 1985)
Satuan Relief
Sudut Lereng
(%)
Beda Tinggi
(m)
Warna
Datar atau hampir datar 0-2 5
Bergelombang/miring landai 3-7 5-50
Bergelombang/miring 8-13 25-75
Berbukit bergelombang/miring 14-20 75-200
Berbukit tersayat tajam/terjal 21-55 200-500
Pegunungan tersayat tajam/sangat terjal 56-140 500-1000
Pegunungan/sangat curam > 140 > 1000


a b


c d

Gambar 3. (a) Kontur, (b) Analisis Data Spasial yang menunjukkan Beda Tinggi, (c)
Analisis Data Spasial yang menunjukkan Topografi Sebelum Klaster Sudut
Lereng dan (d) Analisis Data Spasial yang memperlihatkan Perbedaan Sudut
Lereng









Karakteristi k Morfologi Pantai Mallusetasi Budi Rochmanto & Stefano Arby Franci es
Arsi tektur Elektro Geologi Mesi n Perkapalan Si pi l

ISBN : 978-979-127255-0-6 Group Tekni k Geologi Volume 6 : Desember 2012
TG2 - 6

Pengumpulan data

Metodologi
(deskriptif, kualitatif)

Proses pantai Morfometri
Van Zuidam (1985)
Data Spasial
ArcGIS

- Erosi
- Sedimentasi
- Beda Tinggi
- Sudut Lereng
- Kontur
- Topografi
- Citra satelit



Peta abrasi,
sedimentasi

Analisis


TIN 3D ArcGIS



Peta Tematik

Peta Klaster Beda tinggi
Peta Klaster Kelerengan



Peta Karakteristik Pantai Mallusetasi


Gambar 4. Diagram Alur Penelitian


BAHASAN

Pantai

Pembagian pantai dibuat mengacu kepada klasifikasi menurut Van Zuidam, 1985 yang membagi morfologi
berdasarkan beda tinggi dan sudut lereng. Pembagian morfologi berdasarkan Van Zuidam kemudian
dikombinasikan dengan software Arc GIS 9.3 yang akan menghasilkan data klaster berupa peta klaster
kelerengan dan peta klaster beda tinggi. Pembagian klaster berdasarkan kelerengan dan beda tinggi akan
dijelaskan sebagai berikut.

a. Klaster Kelerengan

Klaster sudut lereng dibuat dengan menggunakan software Arc GIS 9.3 dengan cara mengaktifkan extension
slope 3D dengan mengacu kepada klasifikasi Van Zuidam, 1985. Gambar 10. Berdasarkan pembagian sudut
lereng, maka diperoleh kombinasi warna, yaitu sebagai berikut:

1. 61

-90

, diinterpretasikan sebagai daerah dengan morfologi yang terjal, digambarkan dengan warna
merah, Gambar 5.
2. 31

-60

, diinterpretasikan sebagai daerah dengan morfologi yang sedang, digambarkan dengan warna
kuning, Gambar 6.
3. 0

-30

, diinterpretasikan sebagai daerah dengan morfologi yang landai, digambarkan dengan warna hijau,
Gambar 7.

b. Klaster Beda Tinggi

Klaster beda tinggi dibuat dengan menggunakan software Arc GIS 9.3 dengan mengaktifkan extension
elevation 3D, mengacu pada klasifikasi Van Zuidam, 1985 yang telah dimodifikasi, sehingga menghasilkan
pembagian rona warna yang berbeda pada setiap ketinggiannya. Interval ketinggian yang digunakan, yaitu 50
m dengan titik tertinggi pada ketinggian 400 m. Gambar 9.



PROSI DI NG 201 2 HASIL PENELITI AN FAKULTAS TEKNIK
Arsi tektur Elektro Geologi Mesi n Perkapalan Si pi l

Volume 6 : Desember 2012 Group Tekni k Geologi ISBN : 978-979-127255-0-6
TG2 - 7

Gambar 5. Peta Analisis Klaster Lereng Pantai Terjal



Gambar 6. Peta Analisis Klaster Lereng Pantai Sedang



Gambar 7. Peta Analisis Klaster Lereng Pantai Landai


Karakteristi k Morfologi Pantai Mallusetasi Budi Rochmanto & Stefano Arby Franci es
Arsi tektur Elektro Geologi Mesi n Perkapalan Si pi l

ISBN : 978-979-127255-0-6 Group Tekni k Geologi Volume 6 : Desember 2012
TG2 - 8
Karakteristik Pantai Daerah Penelitian

Peta karakteristik pantai dibuat sebagai hasil akhir daripada penelitian. Peta ini dibuat dengan menggabungkan
beberapa peta, antara lain peta klaster kelerengan, peta klaster beda tinggi serta memperhatikan data deskriptif
lapangan. Berdasarkan beberapa parameter di atas, maka daerah penelitian berdasarkan karakteristik pantainya
termasuk dalam karakteristik pantai abrasi dan pantai sedimentasi. Pantai abrasi dijumpai di bagian Utara
daerah penelitian, sedangkan pantai sedimentasi dijumpai di bagian Selatan daerah penelitian, Gambar 8.















Gambar 8. Peta Karakteristik Pantai Mallusetasi Kab. Barru Prov. Sulawesi Selatan


Tabel 2. Tabel Hubungan Antara Proses Pantai, Kelerengan dan Beda Tinggi
Proses Pantai
Kelerengan
(derajat)
Beda tinggi
(meter)
Keterangan
Sedimentasi 11-20 0-50 Pantai Sedimentasi
Abrasi 61 -70 0-50 Pantai Abrasi
Sedimentasi 11-20 0-50 Pantai Sedimentasi
Abrasi 41-50 50-100 Pantai Abrasi
Sedimentasi 11-20 0-50 Pantai Sedimentasi
Abrasi 31-40 50-100 Pantai Abrasi
Sedmentasi 11-20 0-50 Pantai Sedmentasi
Abrasi 41-50 0-50 Pantai Abrasi
Sedimentasi 21-30 0-50 Pantai Sedimentasi
Abrasi 51-60 0-50 Pantai Abrasi
Sedimentasi 0-10 0-50 Pantai Sedimentasi


SIMPULAN

1. Proses pantai yang terjadi pada daerah penelitian, yaitu abrasi dan sedimentasi. Secara umum, proses
pantai yang terjadi pada daerah penelitian di dominasi oleh proses sedimentasi. Sedimentasi yang dominan
bekerja dipengaruhi oleh akumulasi material darat yang tertransportasi oleh sungai- sungai yang terdapat
pada daerah penelitian. Proses sedimentasi pada daerah penelitian, secara umum berkembang ke Selatan
daerah penelitian, sedangkan semakin ke Utara proses abrasi semakin meningkat.
2. Klaster kelerengan yang dibuat mengacu kepada klasifikasi Van Zuidan (1985) tentang morfologi
berdasarkan presentase sudut lereng. Klaster kelerengan yang dibuat menggunakan software ArcGIS 9.3
dengan menggunakan extension slope. Klaster kelerengan yang dihasilkan dalam bentuk TIN 3D. Klaster
kelerengan membagi morfologi pantai menjadi tiga (3) bagian, yaitu daerah berlereng terjal (61
0
-90
0
),
daerah berlereng sedang (31
0
-60
0
) dan daerah berlereng landai (0
0
-30
0
).
3. Klaster beda tinggi yang dibuat mengacu kepada klasifikasi Van Zuidan (1985) tentang morfologi
berdasarkan beda tinggi. Klaster beda tinggi yang dibuat menggunakan software ArcGIS 9.3 dengan
menggunakan extension elevation. Klaster beda tinggi yang dihasilkan dalam bentuk TIN 3D. Interval
ketinggian yang digunakan, yaitu 50 m dengan titik tertinggi pada ketinggian 400 m.




PROSI DI NG 201 2 HASIL PENELITI AN FAKULTAS TEKNIK
Arsi tektur Elektro Geologi Mesi n Perkapalan Si pi l

Volume 6 : Desember 2012 Group Tekni k Geologi ISBN : 978-979-127255-0-6
TG2 - 9



















































Gambar 9. Peta Klaster Beda Tinggi Daerah Mallusetasi Kab. Barru Prov. Sulawesi Selatan







P
e
t
a

K
l
u
s
t
e
r

B
e
d
a

T
i
n
g
g
i

U
t
a
r
a



Karakteristi k Morfologi Pantai Mallusetasi Budi Rochmanto & Stefano Arby Franci es
Arsi tektur Elektro Geologi Mesi n Perkapalan Si pi l

ISBN : 978-979-127255-0-6 Group Tekni k Geologi Volume 6 : Desember 2012
TG2 - 1 0


















Gambar 10. Peta Klaster Kelerengan Daerah Mallusetasi Kab. Barru Prov. Sulawesi Selatan


DAFTAR PUSTAKA

Batterson, M., Liverman, D.,G.,E., dkk., (1999), The Assessment of Geological Hazards and Disasters in
Newfoundland: An Update, St. John's: Government of Newfoundland and Labrador, Department of
Mines and Energy, Geological Survey.
Komar, P.,D., (1996), Coastal Geology, Processes & Morphology of Coasts and Beaches, Oregon State
University, Corvallis, Oregon, USA.
Ongkosongo, O.,S.,R., & Suyarso, (1989), Pasang Surut, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Pusat
Penelitian & Pengembangan Oseanologi, Jakarta.
Rochmanto, B., Sulfan, R., dkk., (1996), The Change of Coastline in The Vicinity of The Jeneberang River
Mouth, Makassar, South Sulawesi, Indonesia, Proceedings of IAGI XXV Annual Meeting, Bandung,
Indonesia.
Rohaya, L., (2006), Coastal Sediment Cell on the Vicinity of the Jeneberang Estuary, Makassar, South
Sulawesi, Indonesia, Proceedings The 35
th
IAGI Annual Convention & Exhibition, Pekanbaru - Riau,
Indonesia.
Silvester, R., & Hsu, J.,R.,C., (1993), Coastal Stabilization, Innovative Concepts, Prentice Hall, Inc., A. Simon
& Schuster Company, Englewood Cliffs, New Jersey 07632.
Suriamihardja, D.,A., (1996), Morfogenetika Pantai dan Geomorfologi Pantai, Pusat Studi Lingkungan, tidak
dipublikasikan, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Triatmodjo, B., (1999), Teknik Pantai, Beta offset, Yogyakarta.
Lobeck, A.,K., (1939), Geomorfology, an Introduction to the study of Lanscape, Mc Graw-Hill Book
Company Inc., New York and London.
Sutikno, (1999), Karakteristik Bentuk Pantai, Diktat, PUSPICS UGM, Yogyakarta.
Sunarto, (1991/1992), Geomorfologi Pantai, Makalah, Pusat Antar Universitas Ilmu Teknik UGM,
Yogyakarta.
Shepared, (1963), Marine Geology, ELSEVIER.
van Zuidam, R.,A., (1985), Aerial Photo-Interpretation in Terrain Analysis and Geomorphologic Mapping,
Smits Publisher The Hagne, Netherlands.

Anda mungkin juga menyukai