Anda di halaman 1dari 9

2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Ambliopia adalah penurunan tajam penglihatan yang terjadi secara
unilateral maupun bilateral tanpa defek anatomik yang nyata pada mata atau jaras-
jaras penglihatan sekalipun telah dikoreksi kelainan refraksinya akibat deprivasi
penglihatan dan/atau interaksi binokular yang abnormal.
1,2,3

2.2. Epidemiologi
Prevalensi ambliopia sulit dinilai dan bervariasi menurut berbagai literatur,
berkisar antara 1-3,5% pada anak yang sehat hingga 4-5,3% pada anak dengan
gangguan penglihatan. Sebagian besar data penelitian menunjukkan bahwa sekitar
2% dari seluruh populasi mengalami ambliopia.
4
Berdasarkan hasil Visual Acuity Impairment Survey yang disponsori oleh
National Eye Institute di Amerika Serikat, ambliopia menjadi penyebab utama
hilangnya penglihatan monokular pada orang dewasa usia 20-70 tahun dengan
prevalensi yang tidak banyak mengalami perubahan tiap tahunnya.
4
Ambliopia merupakan masalah sosioekonomi yang penting mengingat
banyak penelitian menunjukkan bahwa ambliopia merupakan penyebab utama
hilangnya penglihatan monokular pada orang dewasa. Selain itu, seseorang
dengan ambliopia memiliki risiko kebutaan yang lebih tinggi karena potensi
hilangnya fungsi penglihatan pada mata normal akibat sebab lainnya.
4
Ambliopia terjadi selama masa kritis dari perkembangan penglihatan. Risiko
terjadinya ambliopia meningkat pada anak yang memiliki keterlambatan
perkembangan, anak prematur, dan/atau anak dengan riwayat keluarga penderita
ambliopia tanpa preferensi ras maupun gender tertentu.
4


3

2.3. Etiologi
Ambliopia dapat terjadi akibat banyak hal, diantaranya yaitu deprivasi
penglihatan, strabismus, dan kelainan refraksi yang tidak setara (anisometropia).
Sering pula keadaan ini disebabkan oleh lebih dari satu etiologi. Selain itu
intoksikasi zat seperti tembakau dan alkohol serta kelainan organik juga dapat
menimbulkan ambliopia.
1,2,3,5

2.4. Klasifikasi
Beberapa tipe dari ambliopia adalah sebagai berikut:
2,3,5
1. Ambliopia strabismik
Ambliopia strabismik terjadi akibat interaksi binokular abnormal yang
menimbulkan supresi monokular berkelanjutan pada mata yang mengalami
deviasi.
2. Ambliopia anisometropik
Ambliopia anisometropik disebabkan oleh perbedaan kesalahan refraksi di
antara kedua mata dengan rentang perbedaan sferis 1 D. Keadaan ini biasanya
berhubungan dengan mikrostrabismus atau muncul bersamaan dengan ambliopia
strabismik.
3. Ambliopia deprivasi stimulus
Ambliopia deprivasi stimulus terjadi akibat deprivasi penglihatan yang
terjadi unilateral atau bilateral biasanya disebabkan oleh kekeruhan media refraksi
(misalnya katarak) atau ptosis yang menghalangi cahaya masuk melalui pupil.
4. Ambliopia ametropik bilateral
Ambliopia ametropik bilateral terjadi akibat kesalahan refraksi simetris,
biasanya hipermetropi.
5. Ambliopia meridional
Ambliopia meridional disebabkan oleh gambar yang kabur pada satu
meridian. Keadaan ini dapat terjadi secara unilateral atau bilateral dan biasanya
muncul akibat astigmatisma ( biasanya lebih dari 1 dioptri) yang tidak dikoreksi
dalam waktu lama dan muncul pada awal masa kanak-kanak.

4

2.5. Patofisiologi
Meskipun ambliopia memiliki banyak tipe sesuai dengan penyebab
munculnya, dari hasil penelitian didapatkan bahwa mekanisme terjadinya
ambliopia pada setiap tipe adalah sama walaupun masing-masing faktor berperan
dalam intensitas yang berbeda. Secara umum, ambliopia terjadi akibat nirpakai
(disuse) fovea yang rusak atau stimulasi perifer retina dan/atau interaksi binokular
yang abnormal sehingga menyebabkan input visual yang berbeda pada fovea.
6

Pada ambliopia, sistem saraf pusat menjadi tidak dapat mengidentifikasi
stimulus visual; yaitu sinyal dikirimkan oleh mata namun tidak dikenali di otak.
Strabismus, deprivasi, dan gangguan refraksi dapat menyebabkan ambliopia. Hal
ini dapat terjadi karena perkembangan normal visual talamus dan korteks
penglihatan memerlukan stimulus visual binokular selama periode kritis
perkembangan.
4

Periode kritis perkembangan visual tersebut adalah:
7,8

Perkembangan tajam penglihatan dari 20/200 hingga 20/20 yang terjadi saat
lahir hingga usia 3-5 tahun
Risiko tertinggi terjadinya ambliopia deprivasi terjadi pada masa beberapa
bulan hingga usia 7-8 tahun
Pemulihan ambliopia dapat dicapai mulai masa terjadinya deprivasi hingga
usia remaja sampai dewasa.
Walaupun mekanisme neurofisiologi penyebab ambliopia masih sangat
belum jelas, hasil penelitian menunjukkan ambliopia berkembang karena
gangguan sistem penglihatan dan fungsi neuron yang besar akibat pengalaman
melihat abnormal dini. Sel pada korteks visual primer dapat kehilangan
kemampuan dalam menanggapi rangsangan pada satu atau kedua mata, dan sel
yang masih responsif fungsinya akhirnya dapat menurun. Kelainan juga terjadi
pada neuron corpus geniculatum lateral. Sedangkan keterlibatan retina belum
dapat dibuktikan.
9
Sistem penglihatan membutuhkan pengalaman melihat dan terutama
interaksi kompetitif antar jalur penglihatan di kedua mata pada korteks visual
untuk berkembang hingga dewasa. Bayi sudah dapat melihat sewaktu lahir, tapi
mereka harus belajar bagaimana menggunakan mata mereka. Mereka harus
5

belajar bagaimana untuk fokus, dan bagaimana cara menggunakan kedua mata
bersamaan.
10
Penglihatan yang baik harus jernih, bayangan terfokus sama pada kedua
mata. Bila bayangan kabur pada satu mata, atau bayangan tersebut tidak sama
pada kedua mata, maka jaras penglihatan tidak dapat berkembang dengan baik,
bahkan dapat memburuk. Bila hal ini terjadi, otak akan mematikan mata yang
tidak fokus dan orang tersebut akan bergantung pada satu mata untuk melihat.
10,11


2.6. Diagnosis
Diagnosis ambliopia ditegakkan melalui langkah-langkah berikut:
1. Anamnesa
Anamnesa dilakukan untuk menggali informasi yang mendukung seseorang
menderita ambliopia. Biasanya pasien akan mengeluh pandangannya kabur pada
sebelah atau kedua mata. Perlu juga ditanyakan mengenai riwayat menjalani terapi
oklusi (patching) atau penggunaan obat tetes mata sebelumnya sebagai upaya
mengurangi gejala pandangan kaburnya dan seberapa patuh pasien menjalani
terapi tersebut.
Pasien juga perlu ditanyakan mengenai riwayat operasi mata atau riwayat
menderita penyakit mata sebelumnya. Riwayat keluarga dengan strabismus atau
gangguan penglihatan lainnya juga dapat ditanyakan sebagai informasi
tambahan.
4
2. Pemeriksaan Fisik
a. Tajam Penglihatan
Penderita ambliopia sulit untuk mengidentifikasi huruf yang tersusun
linear (sebaris) dibandingkan dengan huruf yang terisolasi, maka dapat kita
lakukan dengan meletakkan balok di sekitar huruf tunggal. Hal ini disebut
Crowding Phenomenon.
12

Terkadang mata ambliopia dengan tajam penglihatan 20/20 (6/6) pada
huruf isolasi dapat turun hingga 20/100 (6/30) bila ada interaksi bentuk (contour
interaction). Perbedaan yang besar ini terkadang juga muncul sewaktu pasien
sedang diobati kontrol, dimana tajam penglihatannya jauh lebih baik pada huruf
6

isolasi daripada huruf linear. Oleh karena itu, ambliopia belum dikatakan sembuh
hingga tajam penglihatan linear kembali normal.
12

b. Neutral Density Filter Test
Tes ini digunakan untuk membedakan ambliopia fungsional dan organik.
Filter densitas netral dengan densitas yang cukup untuk menurunkan tajam
penglihatan mata normal dari 20/20 (6/6) menjadi 20/40 (6/12) ditempatkan di
depan mata yang ambliopia.
12,14
Bila pasien menderita ambliopia, maka tajam
penglihatan dengan NDF tetap sama dengan visus semula atau sedikit membaik.
13

Jika ada ambliopia orgaanik, tajam penglihatan menurun dengan nyata bila
digunakan filter, misalnya 20/100 (6/30) menjadi hitung jari atau lambaian tangan.
Keuntungan dari dilakukannya tes ini adalah skrining cepat sebelum
dilakukkannya terapi oklusi bila penyebab ambliopia belum diketahui.
13,14,15

c. Menentukan Sifat Fiksasi
Pada pasien ambliopia, sifat fiksasi haruslah ditentukan. Penglihatan
sentral terletak pada fovea; pada fiksasi eksentrik, yang digunakan adalah daerah
retina parafoveal ini sering dijumpai pada pasien ambliopia strabismik daripada
pasien ambliopia anisometropik.
14
Fiksasi eksentrik ditandai dengan tajam
penglihatan 20/200 (6/60) atau lebih buruk lagi.
9,14
Sifat fiksasi tidak cukup hanya
dinilai dengan posisi refleks cahaya korneal. Fiksasi didiagnosis dengan
menggunakan visuskop dan dapat diddokumentasikan dengan kamera fundus
Zeiss. Tes lainnya dapat dilakukan dengan alternate cover test untuk fiksasi
eksentrik bilateral.
13

Visuskop
Visuskop adalah oftalmoskop yang telah dimodifikasi yang
memproyeksikan target fiksasi ke fundus. Mata yang tidak diuji ditutup.
Pemeriksa memproyeksikan target fiksasi ke dekat makula, dan pasien
mengarahkan pandangnnya ke tanda bintik hitam (asterisk/*).
13,14
. Posisi tanda
asterisk di fundus pasien dicatat. Pengujian ini diulangi beberapa kali untuk
menentukan ukuran daerah fiksasi eksentrik. Pada fiksasi sentral, tanda asterisk
terletak di fovea. Pada fiksasi eksentrik, mata akan bergeser sehingga asterisk
bergerak ke daerah ekstrafoveal dari fiksasi retina.
14

7

Alternate Cover Test
Fiksasi eksentrik bilateral adalah suatu kelainan yang jarang dijumpai dan
terjadi pada pasien-pasien dengan ambliopia kongenital kedua belah mata dan
dalam hal ini, pada penyakit makula bilateral dalam jangka lama. Misalnya bila
kedua mata eksotropia atau esotropia, maka bila mata kontralateral ditutup, mata
yang satunya tetap pada posisi semula, tidak ada usaha untuk refiksasi bayangan.
Tes visuskop akan menunjukkan adanya fiksasi eksentrik pada kedua belah
mata.
14


2.7. Penatalaksanaan
Ambliopia pada sebagian besar kasus dapat ditatalaksana dengan efektif
selama satu dekade pertama. Lebih cepat tindakan terapetik dilakukan, maka akan
semakin besar pula peluang keberhasilannya.
Pada prinsipnya, penatalaksanaan ambliopia meliputi langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Menghilangkan (bila ada dan memungkinkan) semua penghalang penglihatan
seperti katarak
2. Koreksi kelainan refraksi
3. Memaksa penggunaan mata yang ambliopik dan membatasi penggunaan mata
yang lebih baik.
Katarak yang dapat menyebabkan ambliopia harus segera dioperasi.
Pengangkatan katarak kongenital pada usia 2-3 bulan pertama kehidupan, sangat
penting dilakukan agar penglihatan kembali pulih dengan optimal. Pada kasus
katarak bilateral, interval operasi pada mata yang pertama dan kedua sebaiknya
tidak lebih dari 1-2 minggu. Terbentuknya katarak traumatika berat dan akut pada
anak di bawah umur 6 tahun harus diangkat dalam beberapa minggu setelah
kejadian trauma, bila memungkinkan, karena katarak traumatik sangat bersifat
ambliopiogenik.
9
Kegagalan dalam menjernihkan media, memperbaiki optikal,
dan penggunaan reguler mata yang terluka akan mengakibatkan ambliopia berat
dalam beberapa bulan, selambat-lambatnya pada usia 6 hingga 8 tahun.
12

Pada ambliopia yang disebabkan oleh kelainan refraksi dapat diterapi
dengan kacamata atau lensa kontak. Ukuran kacamata untuk mata ambliopia
8

diberi dengan koreksi penuh dengan penggunaan siklopegik. Bila dijumpai miopia
tinggi unilateral, lensa kontak merupakan pilihan, karena bila memakai kacamata
akan terasa berat dan penampilannya akan buruk.
12

Karena kemampuan mata ambliopia untuk mengatur akomodasi cenderung
menurun, maka ia tidak dapat mengompensasi hiperopia yang tidak dikoreksi
seperti pada mata anak normal. Koreksi afakia pada anak dilakukan sesegera
mungkin untuk menghindarkan terjadinya deprivasi penglihatan akibat keruhnya
lensa menjadi defisit optikal berat. Ambliopia anisometropik dan ambliopia
isometropik akan sangat membaik walau hanya dengan koreksi kacamata
beberapa bulan.
9

Selanjutnya untuk tujuan memaksa penggunaan mata ambliopik dan
mengurangi penggunaan mata yang normal dapat dilakukan melalu terapi oklusi
dan degradasi optikal. Terapi oklusi (patching) telah dilakukan sejak abad ke-18
dan merupakan terapi pilihan pada ambliopia yang keberhasilannya cukup baik
dan cepat. Patching dapat dilakukan penuh waktu (full time) atau paruh waktu
(part time).
1,4,14
a. Terapi Oklusi
Oklusi Full Time
Oklusi dilakukan pada mata sehat untuk setiap saat kecuali 1 jam berjaga.
Penutup mata yang digunakan biasanya berupa adhesive patch. Patch dapat
dibiarkan terpasang pada malam hari saat akan tidur atau dapat pula dilepaskan.
Selain adhesive patch, penggunaan kacamata okluder atau lensa kontak opak juga
dapat digunakan sebagai pilihan terapi ini. Teknik oklusi full time baru akan
dilakukan hanya bila strabismus konstan menghambat penglihatan binokular,
karena oklusi full time mempunya sedikit risiko, yaitu bingung dalam penglihatan
binokular.
9

Oklusi full time, berdasarkan aturannya, diberikan selama 1 minggu per
tahun usia. Misalnya, seorang anak ambliopia mata kanan berusia 3 tahun, diterapi
oklusi pada mata kiri selama 3 minggu, lalu dilakukan evaluasi untuk menghindari
terjadinya ambliopia pada mata yang masih sehat.
4


9

Oklusi Part Time
Oklusi part time adalah oklusi selama 1-6 jam per hari, akan memberikan
hasil sama dengan oklusi full time. Durasi interval buka-tutup patch tergantung
pada derajat ambliopia.
9

Ambliopia Treatment Studies (ATS) telah membantu menjelaskan peranan
oklusi full time dibandingkan dengan oklusi part time. Dari hasil penelitian
tersebut disampaikan bahwa pasien usia 3-7 tahun dengan ambliopia berat (tajam
penglihatan antara 20/100 dan 20/400) akan menunjukkan hasil yang sama baik
dengan terapi oklusi full time maupun part time selama 6 jam per hari. Dalam
penelitian lainnya juga didapatkan bahwa kemajuan tajam penglihatan pada terapi
oklusi 2 jam/hari sama efektifnya dengan terapi oklusi 6 jam/hari pada pasien
ambliopia sedang (tajam penglihatan lebih baik dari 20/100) usia 3-7 tahun. Pada
penelitian ini, teknik oklusi dikombinasikan dengan aktivitas melihat dekat selama
1 jam/hari.
4

Idealnya, terapi ambliopia diteruskan hingga terjadi fiksasi alternat atau
tajam penglihatan dengan Snellen linear 20/20 (6/6) pada masing-masing mata.
Hasil ini tidak selalu dicapai. Sepanjang terapi terus menunjukkan kemajuan,
maka penatalaksanaannya harus tetap dilanjutkan .
12

b. Degradasi Optikal
Metode lain untuk penatalaksanaan ambliopia adalah dengan menurukan
kualitas bayangan pada mata yang lebih baik hingga menjadi lebih buruk dari
mata yang ambliopia, yang sering disebut sebagai teknik penalisasi. Siklopegik
(biasanya atropine 1%) diberi satu kali dalam sehari pada mata yang lebih baik
sehingga tidak dapat sehingga tidak dapat berakomodasi dan kabur bila melihat
dekat.
9
ATS menunjukkan metode ini memberi hasil yang sama efektifnya dengan
patching untuk ambliopia sedang (tajam penglihatan lebih baik daripada 20/100).
ATS tersebut dilakukan pada anak usia 3-7 tahun. ATS juga memperlihatkan
bahwa pemberian atropine pada akhir minggu memberi perbaikan tajam
penglihatan sama dengan ambliopia sedang. Ada juga studi terbaru yang
membandingkan atropine dengan patching pada 419 orang anak usia 3-7 tahun
menunjukkan atropine merupakan pilihan efektif. Sehingga, ahli mata yang
10

tadinya masih ragu-ragu, memilih atropine sebagai pilihan pertama daripada
patching.
4


2.8. Komplikasi
Komplikasi utama dari ambliopia yang tidak diterapi adalah hilangnya
penglihatan permanen. Sebagian besar ambliopia dapat reversibel jika dideteksi
dan diterapi secepatnya sehingga komplikasi ini dapat dicegah.
4

2.9. Prognosis
Beberapa faktor mempengaruhi prognosis dan keberhasilan terapi
ambliopia, yaitu:
4
1. Tipe ambliopia; pasien dengan anisometropia tinggi dan kelainan organik
memiliki prognosis yang lebih buruk, sedangkan ambliopia strabismik memiliki
prognosis yang lebih baik.
2. Umur saat terapi dimulai; semakin muda usia pasien saat memulai terapi,
semakin baik prognosisnya.
3. Tajam penglihatan awal; semakin baik tajam penglihatan awal pada mata
ambliopia, maka semakin baik pula prognosisnya.

Anda mungkin juga menyukai