Anda di halaman 1dari 18

1

BAB I
LAPORAN KASUS

A. Anamnesis
Identitas Pasien
Nama : Nn. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 15 tahun
Alamat : Sempalai
Masuk RS : 14 Augustus 2014
Pulang : 18 Augustus 2014
Anamnesis dilakukan tanggal 14 Augustus 2014 , pukul 12.00, secara auto dan
alloanamnesis

Keluhan Utama : Demam

Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien masuk ke rumah sakit dengan keluhan demam yang dialami sejak 5 hari yang
lalu, tidak terus menerus, demam dirasakan meninggi pada malam hari, sakit kepala (+),
mengigil (+), sakit kepala (+), mual (+), muntah(-) dan nyeri perut(-). BAK lamcar,
kuning.Riwayat BAB tidak lancer selama 2 hari, konsistensi kental dan berwarna
cokelat.Riwayat kepergian ke tempat endemik malaria disangkal.Riwayat pendarahan
spontan tiada. Riwayat pengobatan di puskesmas dan diberikan obat tablet berwarna
kuning.

Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga dan Lingkungan
1. Riwayat keluarga mengalami demam ada.
2. Riwayat tetangga mengalami demam berdarah dengue tiada

B. Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
2

Kesadaran : composmentis
Tanda vital :
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Nadi : 84 x/menit, regular, isi cukup
RR : 20 x / menit
Suhu : 38,2 C
Pemeriksaan status generalis :
Kepala : tidak tampak kelainan
Mata : mata cekung (+), konjungtiva anemis (-),sclera ikterik (-)
THT : faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1, lidah tampak kotor,
tremor (+)
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
:kalenjar gendok normal
:DVS (R-2 cm H
2
O)
:Pembuluh darah normal
:kaku kuduk tidak ada
:tumor tidak ada
Thorax : bentuk normal.
Paru :
Inspeksi : dalam keadaan statis simetris, tidak ada penggunaan otot
tambahan untuk pernafasan, penonjolan(-)
:pembuluh darah normal
:Buah dada tidak ada kelainan
:Sela iga tidak ada deviasi
Palpasi : stem fremitus paru kanan sama dengan paru kiri, tidak ada
kelainan
Perkusi : sonor di kedua lapang paru kanan dan kiri
:batas paru hepar (ICS VI kanan)
:batas paru kanan belakang (V Thoracalis X Dextra)
:batas paru belakang kiri ( V Thoracalis XI sinistra )

Auskultasi : suara nafas vesikuler
:bunyi tambahan( rhochi dan wheezing tidak ada)

3


Jantung :
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
:pekak jantung normal
Auskultasi : S1,S2 tunggal, regular, gallop(-), murmur (-)
Abdomen :
Inspeksi : scar(-), penonjolan(-) dan simetris 4 quadran
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba, turgor baik, ginjal
tidak teraba, massa tumor tidak ada
Perkusi : timpani ada
Auskultasi : bising usus normal (3x/menit

Alat kelamin : tidak ada kelainan
Anus dan rectum : tidak ada kelainan
Punggung :
Inspeksi : gibbus dan penonjolan tidak ada
Palpasi : nyeri tekan (-), massa tumor tidak ada
Nyeri ketok : tidak ada
Auskultasi : Bunyi pernafasan bronkovesikuler
Gerakan :dalam batas normal

Ekstremitas : simetris,kekuatan tonus otot simetris,kekuatan normal kanan
dan kiri BPR +/+, KPR +/+ ,edema tidak ada

Hasil laboratorium:
Hematologi rutin: WBC:7.2 x 10
3
MCV:83.8 LYMPH% : 29.5%
RBC:4.57 x10
3
MCH:27.4 NEUTRO% : 54.9%
HGB:12.5 MCHC:32.6
HCT:38.3% PLT:383
Tes widal :Salmonella typhi O : 1/320
Salmonella typhi H : 1/320

4


C. Resume
Seorang perempuan umur 15 tahun masuk ke rumah sakit dengan keluhan demam yang
dirasakan sejak 5 hari yang lalu. Demam dirasakan meninggi pada malam hari dan menurun
pada pagi hari. sakit kepala (+), mengigil (+), sakit kepala (+), mual (+), muntah(-) dan nyeri
perut(-).Riwayat BAB tidak lancer selama 2 hari.Dari pemeriksaan fisis ditemukan suhu bdan
pasien 38.2 dan lidah pasien tampak kotor.Riwayat demam dalam keluarga pasien ada.Hasil
tes widal Salmonella typhi O : 1/320 dan Salmonella typhi H : 1/320.

D. Assesment
Suspek demam tifoid

E. Planning
- Diet makanan biasa
- Infus RL 20 tetes / menit
- Ceftriaxone 2gr/ 24 jam/ IV
- Paracetamol 3 x 500mg


C. Usulan pemeriksaan penunjang
- Tiada

D. Prognosis
Ad vitam : bonam
Ad functionam : bonam
Ad sanationam : bonam








5

Follow Up
Hari
perawatan
14/8/2014 15/8/2014 16/8/2014 17/8/2014 18/8/2014
Tanda vital T :100/60
N:84x menit
P :20x menit
S :38.2
T :110/70
N:87x menit
P :24xmenit
S :37.6
T :120/70
N:82x menit
P :25x menit
S :37.8
T :110/80
N:78x menit
P :24x menit
S :37.4
T :120/80
N :76x menit
P :22x menit
S :37.2
KU CM/SS/GC CM/SS/GC CM/SS/GC CM/SR/GC CM/SR/GC

Keluhan
utama

Demam(hari
ke 5)

Demam(hari
ke 6)

Demam(hari
ke 7)

Tiada

Tiada
Kepala Anemis: (-)
Ikterus : (-)
DVS :4cm
Anemis: (-)
Ikterus : (-)
DVS :4cm
Anemis: (-)
Ikterus : (-)
DVS :4cm
Anemis: (-)
Ikterus : (-)
DVS :4cm
Anemis: (-)
Ikterus : (-)
DVS :4cm
Thoraks BP :Bronko
vesikuler
RH: (-)
WH: (-)
BP :Bronko
vesikuler
RH: (-)
WH: (-)
BP :Bronko
vesikuler
RH: (-)
WH: (-)
BP :Bronko
vesikuler
RH: (-)
WH: (-)
BP :Bronko
vesikuler
RH: (-)
WH: (-)
Abdomen BU: 7
H:tidak
teraba
L:tidak
teraba
BU: 8
H:tidak
teraba
L:tidak
teraba
BU: 6
H:tidak
teraba
L:tidak
teraba
BU: 7
H:tidak
teraba
L:tidak
teraba
BU: 9
H:tidak
teraba
L:tidak
teraba
Ekstremitas Edema(-) Edema(-)

Edema(-)

Edema(-)

Edema(-)

Diagnosa Demam
tifoid
Demam
tifoid
Demam
tifoid
Demam
tifoid
Demam
tifoid



6


Terapi -Paracetamol
3x 500mg tab
-IVFD
Ringer laktat
32 tetes per
menit
-Paracetamol
3x 500mg tab
-IVFD
Ringer laktat
32 tetes per
menit
-Injeksi
ceftriaxone
1gr /12 jam/
IV
-Diet lunak
-Paracetamol
3x 500mg tab
-IVFD
Ringer laktat
32 tetes per
menit
-Injeksi
ceftriaxone
1gr /12 jam/
IV
-Diet lunak
-Paracetamol
3x 500mg tab
-IVFD
Ringer laktat
32 tetes per
menit
-Injeksi
ceftriaxone
1gr /12 jam/
IV
-Diet lunak
-Paracetamol
3x 500mg tab
-IVFD Ringer
laktat 32 tetes
per menit
-Levofloxacin
tablet
1x500mg


Diskusi
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat disimpulkan bahwa Tn. M
didiagnosis menderita DemamTifoid.Dimana demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut
usus halus.Sinonim dari demam tifoid adalah typhoid fever, enteric fever, tifus. Penyebab
demam tifoid adalah Salmonella typhi, makagejala yang ditimbulkan sebagian besar diderita
olehNn S yaitu febris yang dialami sejak 3 hari yang lalu, dirasakan naik turun terutama
malam dan menggigil,sakit kepala, pusing. Anoreksia Dari hasil pemeriksaan fisik
didapatkan, suhu 38.2C, bibir kering dan terkelupas, lidah kotor dan tremor.Dimana gejala-
gejala dari demam tifoid berupa :demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, dan
mual. Pada pemeriksaan fisik hanya suhu badan meningkat. Sifat demam adalah meningkat
perlahan lahan dan terutama pada sore hingga malam hari.
Maka dari itu terapi yang diberikanpada penderitademam tifoid adalah non farmakologis dan
farmakologis seperti pasien ini berupa diet makanan biasa, Ceftriaxone 2 gr/24 jam/iv, dan
Paracetamol 500 mg 3x1.





7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Penyakit sistemik akut yang ditandai demam akut akibat infeksi Salmonella sp
(lebih dari 500 sp). Spesies yang sering dikenal di klinik adalah Salmonella typhi,
Salmonella paratyphi A, B, C
(
.
1,2)

B. Epidemiologi
Demam tifoid masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang
yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan erat
dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan
sanitasi yang buruk serta standar higiene industri pengolahan makanan yang masih
rendah.
(3)
Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan
karena penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat
luas. Data World Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat
sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus
kematian tiap tahun. Di negara berkembang, kasus demam tifoid dilaporkan sebagai
penyakit endemis dimana 95% merupakan kasus rawat jalan sehingga insidensi yang
sebenarnya adalah 15-25 kali lebih besar dari laporan rawat inap di rumah sakit. Di
Indonesia kasus ini tersebar secara merata di seluruh propinsi dengan insidensi di
daerah pedesaan 358/100.000 penduduk/tahun dan di daerah perkotaan 760/100.000
penduduk/tahun atau sekitar 600.000 dan 1.5 juta kasus per tahun. Umur penderita
yang terkena di Indonesia dilaporkan antara 3-19 tahun pada 91% kasus.
(3,4)

C. Etiologi
Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi (S. typhi), basil gram negatif,
berflagel, dan tidak berspora. S. typhi memiliki 3 macam antigen yaitu antigen O
(somatik berupa kompleks polisakarida), antigen H (flagel), dan antigen Vi. Dalam
serum penderita demam tifoid akan terbentuk antibodi terhadap ketiga macam antigen
tersebut.
(1,3)

8









Gambar 1. Salmonella Typhi

D. Patofisiologi
Masuknya kuman Salmonella Typhi ke dalam tubuh manusia terjadi melalui
makanan yang terkontaminasi kuman. Penelitian yang dilakukan terhadap
sukarelawan menunjukkan dosis infeksi organism adalah 10
5
-10
9
organisme, dengan
masa inkubasi berjarak selama 4-14 hari, bergantung jumlah kuman yang dapat
masuk. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk kedalam
usus dan selanjutnya berkembang biak. Seperti yang diketahui S.typhi menginvasi
tubuh dengan menembus mukosa usus ileum terminal, yang mungkin melalui antigen
sample sel yang dikhususkan yang diketahui sebagai sel M, yang melapisi usus,
berhubungan dengan jaringan limfoid, melalui enterosit atau melalaui rute paraselular.
Bila respons imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik maka kuman akan
menembus sel-sel epitel (terutama sel M) dan selanjutnya ke lamina propia. Di
lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama olah
makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak didalam makrofag dan
selanjutnya dibawa ke plague peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah
bening mesenterica. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat
didalam makrofag ini masuk kedalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia
pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh
terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan
kemudian berkembang biak diluar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk
kedalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya dengan
disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sitemik.
(4,5)

9

Didalam hati kuman masuk kedalam kandung empedu, berkembang biak, dan
bersama cairan empedu diekskresikan secara intemiten ke dalam lumen usus.
Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi kedalam sirkulasi
setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag
telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi
pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala
reaksi infeksi sitemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut,
instabilitas vascular, gangguan mental dan koagulasi.
Didalam plague peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia
jaringan (S.typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat,
hyperplasia jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi
akibat erosi pembuluh darah sekitar plague peyeri yang sedang mengalami nekrosis
dan hyperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear didinding usus. Proses
patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga kelapisan otot, serosa usus
dan dapat mengakibatkan perforasi. Endotoksin dapat menempel direseptor endotel
kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik,
kardiovaskular, pernapasan dan gangguan organ lainnya.
(5,6)















Gambar 2. Patofisiologi Demam Tifoid

10

E. Manifestasi klinis
Masa inkubasi demam tifoid berlangsung antara 7-14 hari, namun ini juga
bergantung dosis infeksi (3-30 hari). Gejala-gejala klinis yang timbul sangat
bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimtomatik hingga gambaran
penyakit yang khas disertai komplikasi.













Gambar 3. Perjalanan Penyakit Demam Tifoid


Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala
serupa infeksi akut pada umumnya yaitu
Demam sekitar interminten/remiten
Lidah kotor, mulut kering, mual muntah
Gambaran gejala saluran nafas atas
Sakit kepala hebat, tampak apatis, lelah
Tidak enak di perut dan mungkin kontipasi/ diare, ditemukan splenomegali/
hepatomegali
Raseola mungkin ditemukan




11

Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa
Demam kontinyu
Bradikardi relatif (peningkatan suhu 1C tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8
kali permenit)
Keadaan penderita semakin menurun, apatis, bingung
Hepatomegali dan splenomegali,
Lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepi dan ujung merah serta tremor) dan
kehilangan nafsu makan
Nyeri, distensi perut, meteorismus

Pada minggu ketiga dapat ditemukan gejala antara lain:
Suhu turun jika berhasil diobati tanpa komplikasi
Jika keadaan memburuk:
- Disorientasi, bingung, insomnia,
- Komplikasi perdarahan dan perforasi.
(1,2,5,6)


F. Penegakan diagnosis
Penegakan diagnosis demam tifoid dapat dengan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang. Namun diagnosis pasti dapat ditegakkan dari hasil kultur
darah. Hasil kultur darah menunjukkan 40-60% positif pada pasien di awal penyakit
dan kultur feses dan urin akan positif setelah minggu pertama infeksi. Hasil kultur
feses kadang-kadang juga positif pada masa inkubasi. Pemeriksaan laboratorium
yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis demam tifoid tidak terlalu spesifik.
Pada pemeriksan darah perifer lengkap sering ditemukan leukopenia, namun dapat
pula terjadi leukositosis atau kadar leukosit normal. Pemeriksaan widal juga
dilakukan dalam membantu penegakan diagnosis demam tifoid. Uji widal dilakukan
dengan mengukur antibodi terhadap antigen O dan H dari Salmonella Typhi, namun
tes ini kurang spesifik dan sensitive. Karena bnyak hasil tes false-negative dan false-
positif terjadi.
(7,8)

Tes Widal
Uji widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman S.typhi. pada uji
widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman S.typhi dengan antibody
yang disebut agglutinin. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspense
12

Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah dilaboratorium. Tujuan uji widal adalah
untuk menentukan adanya agluitinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid
yaitu :
a). agglutinin O (dari tubuh kuman)
b). agglutinin H (flagella kuman)
c). agglutinin Vi (simpai kuman)
Dari ketiga agglutinin tersebut hanya agglutinin O dan H yang digunakan
untuk diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan
terinfeksi kuman ini. Pembentukan agglutinin mulai terjadi pada akhir minggu
pertama demam, kemudian meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada
minggu keempat dan tetap tinggi selama beberapa minggu. Pada fase akut mula-mula
timbul agglutinin O, kemudian diikuti dengan agglutinin H. Pada orang yang telah
sembuh agglutinin O masih tetap dijumpai setelah 4-6 bulan, setelah agglutinin H
menetap lebih lama antara 9-12 bulan.
Sekurang-kurangnya diperlukan dua bahan serum, yang diperoleh dengan
selang waktu 7-10 hari, untuk membuktikan adanya kenaikan titer antibody. Serum
yang tidak dikenal diencerkan berturut-turut (dua kali lipat) lalu dites terhadap antigen
Salmonella. Hasilnya ditafsirkan sebagai berikut :
1) Titer O yang tinggi atu kenaikan titer O ( 1 : 160) menunjukkan adanya
infeksi aktif.
2) Titer H yang tinggi ( 1 : 160) menunjukkan bahwa penderita itu pernah
divaksinasi atau pernah terkena infeksi.
3) Titer Vi yang tinggi terdapat pada beberapa pembawa bakteri
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi uji widal yaitu :
1) Pengobatan dini dengan antibiotik
2) Gangguan pembentukan antibodk dan pemberian kortikosteroid
3) Waktu pengambilan darah
4) Daerah endemik atau non endemik
5) Riwayat vaksinasi
6) Reaksi anamnestik, yaitu peningkatan titer agglutinin pada infeksi bukan
demam tifoid akibat demam tifoid masa lalu atau vaksinasi
7) Faktor teknik pemeriksaan antar laboratorium, akibat aglutinasi silang dan
strain Salmonella yang digunakan untuk suspense antigen.
(3,4)

13

Kultur darah
Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri S. typhi
dalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan duodenum. Berkaitan
dengan patogenesis penyakit, maka bakteri akan lebih mudah ditemukan dalam darah
dan sumsum tulang pada awal penyakit, sedangkan pada stadium berikutnya di dalam
urine dan feses.
Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi hasil
negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena mungkin disebabkan oleh hal-hal
sebagai berikut :
1) Telah mendapat terapi antibiotik. Bila pasien sebelum dilakukan kultur darah telah
mendapat antibiotic, pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil
mungkin negatif.
2) Volume darah yang kurang (diperlukan kurang lebih 5 cc darah). Bila darah yang
dibiak terlalu sedikit hasil biakan bisa negatif. Darah yang diambil sebaiknya
secara bedside langsung dimasukkan ke dalam media cair empedu (oxgall) untuk
pertumbuhan kuman
3) Riwayat vaksinasi. Vaksinasi dimasa lampau menimbulkan antibody dalam darah
psien. Antibodi (aglutinin) ini dapat menekan bakteremia hingga biakan darah
dapat negatif.
4) Saat pengambilan darah setelah minggu pertama, pada saat agglutinin semakin
meningkat.
(6,7)


G. Penatalaksanaan
Penegakan diagnosis awal demam tifoid dan penatalkasaan yang tepat
merupakan hal yang penting. Sebagian besar anak-anak dengan tifoid dapat dirawat
dirumah dengan antibiotic oral dan dilakukan follow-up utnuk mengikuti
perkembangan penyakit dan melihat apakah ada komplikasi atu kegagalan terapi.
Pasien dengan muntah yang persisten, diare berta dan distensi abdomen memerlukan
perawatan di rumah sakit dan terapi antibiotic parenteral.
Secara umum terdapat tiga prinsip penatalaksanaan demam tifoid. Istirahat
yang adekuat, hydrasi dan pengobatan penting untuk mengoreksi ketidakseimbangan
cairan-elektrolit. Terapi antipiretik (aceminophen 120-750 mg stiap 4-6 jam PO)
harus diberikan jika diperlukan. Makanan yang lunak, harus dilanjutkan pada pasien
distensi abdomen atau ileus. Terapi antibiotic penting untuk meminimalisir
14

komplikasi. Pengggunaan chloramphenicol atau amoxicillin diketahhui mempunyai
angka kekambuhan masing-masing 5-15% dan 4-14%. Penggunaan antibiotik untuk
demam tifoid pada anak juga dipengaruhi oleh prevalensi dari resistensi antimikroba.
Berikut adalah antibiotik yang biasa digunakan pada demam tifoid. Sebagai
tambahan untuk antibiotik, terapi suportif juga penting dan pemeliharaan
keseimbangan cairan dan elektrolit juga harus diperhatikan.
Pemberian terapi tambahan dengan dexametason (3mg/kgBB dosis awal,
diikuti 1 mg/kg setiap 6 jam selama 48 jam) telah diekomendasikan pada pasien
dengan syok, penurunan kesadaran, stupor atau koma, hal ini harus dilakukan dengan
pengawasan .
(1,3)



Gambar 4. Pengobatan pada demam tifoid


15



















Gambar 5. Antibiotik yang direkomendasi untuk demam tifoid

H. Komplikasi
Komplikasi demam tifoid dapat dibagi dalam :
1. Komplikasi intestinal
a. Perdarahan usus
b. Perforasi usus
c. Ileus paralitik
2. Komplikasi ekstraintestinal
a. Komplikasi kardiovascular : kegagalan sirkulasi perifer (renjatan,
sepsis), miokarditis, trombosis, dan tromboflebitis.
b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia dan/atau
kougalasi intravascular diseminata, dan sindrom uremia hemolitik.
c. Komplikasi paru : pnemonia, empiema, dan pleuritis.
d. Komplikasi hepar dan kandung kemih : hepatitis dan kolealitiasis.
e. Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis.
16

f. Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan artritis.
g. Komplikas neuropsikiatrik : delerium, meningismus, meningitis,
polineuritis perifer, sindrom Guillain-Barre, psikosis, dan sindrom
katatonia.
(3,4)


I. Pencegahan
- Higiene peorangan dan lingkungan
Demam tifoid ditularkan melalui rute fekal-oral, maka pencagahan utama
memutuskan rantai tersebut dengan meningkatkan higiene perorangan dan
lingkungan, seperti mencuci tangan sebelum makan, penyediaan air bersih, dan
penanganan pembuangan limbah feses.

- Imunisasi
Imunisasi aktif terutama diberikan bila terjadi kontak dengan pasien demam tifoid,
terjadi kejadian luar biasa dan untuk turis yang bepergian ke daerah endemik.
o Vaksin polisakarida (capsular Vi polysacharide), pada usia 2 tahun atau lebih
diberikan secara intramuscular dan diulang setiap 3 tahun.
o Vaksin tifoid oral , diberikan pada usia >6 tahun dengan interval selang sehari
(hari 1,3 dan 5), ulangan setiap 3-5 tahun. Vaksin ini belum beredar di
Indonesia, terutama direkomendasikan untuk turis yang bepergian ke daerah
endemik.
(9,10)


J. Prognosis
Prognosis terhadap pasien demam tifoid bergantung kepada kecepatan
penegakan diagnosis dan ketepatan terapi antibiotik. Faktor lain yang mempengaruhi
meliputi umur pasien, status kesehatan dan nutrisi, serotype Salmonella dan
munculnya komplikasi. Meskipun terapi yang didapat tepat, 2-4% anak yang
terinfeksi dapat kambuuh setelah respon awal terapi. Individu yang mengekskresikan
S.typhi 3bulan setelah infeksi dianggap sebagai karier kronik. Bagaimanapun resiko
untuk menjadi karier rendah pada anak-anak dan meningkat dengan bertambahnya
umur, namun secara umum < 2% dari semua anak yang terinfeksi.
(3,7)



17

DAFTAR PUSTAKA

1. Background Document.2003.The Diagnosis, Treatment and Prevention of
Thypoid Fever. Comunicable Disease Surveillance and Response Vaccinase
and Biologicals. WHO.
2. Bhutta ZA. 2006.Clinical Review. Current Concepts in the Diagnosis and
Treatment of Thypoid Fever. BMJ; 333: 78-82
3. Brush, John L. 2009. Typhoid Fever ,inhttp://emedicine.medscape.com/article
231135-overview
4. I Made Tomik Nurya Wardana, Sianny Herawati, I Wayan Putu Sutirta Yasa,
Diagnosis Demam Tifoid Dengan Pemeriksaan Widal, Bagian/SMF
Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit
Umum Pusat Sanglah ; 2010

5. PK Agarwal*, Atul Gogia, RK Gupta, Typhoid Fever, Department of
Medicine Sir Ganga Ram Hospital, Rajinder Nagar, New Delhi, JIACM 2004;
5(1): 60-4

6. Christopher M. Perry, Gordon Dougan, Nicholas J white,Typhoid Fever, New
England Journal Medicine , Vol. 347, No. 22 November 28, 2002

7. Nia Ayu Saraswati, Junaidi AR, Maria Ulfa, Karakteristik Tersangka Demam
Tifoid Pasien Rawat I nap di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang
Periode Tahun 2010, SyifaMEDIKA, Vol. 3 (No.1), September 2012

8. RHH. Nelwan, Tatalaksana terkini Demam Tifoid, Divisi Penyakit Tropik
dan Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam, FKUI/RSCM-Jakarta, CDK
192_vol39_no4_th2012 ok.indd 247

9. Typhoid and Paratyphoid Reference Group (TPRG), Public Health
Operational Guidelines for Enteric Fever, Chartered Institute of
Environmental Health, Version 1.0, 1
st
February 2012

10. Dr P. Manangazira, Dr I. Glavintcheva,Dr G. Mutukwa-Gonese, Dr W.
BaraMr A. Chimbaru and Ms I.Ameda, Guidelines Management Of
Typhoid Fever, World Health Organisation; July 2010



18

Anda mungkin juga menyukai