Anda di halaman 1dari 23

Bagian Ilmu Bedah Plastik

Case Presentation

Fakultas Kedokteran

April 2015

Universitas Hasanuddin

Disusun oleh:
Jessi Laurentius
C 111 10 146
Pembimbing:
dr. Rofin Syarifin
Supervisor:
Dr.dr. Fonny Josh, Sp.BP-RE(K)

DEPARTEMEN BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASAR 2014

BAB I
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Syahrir Daeng Sibali
Usia

: 46 tahun

Agama

: Islam

Pekerjaan

: -

Pendidikan

: SMA

Status

: Menikah

Masuk RS

: 9 April 2014

ANAMNESIS
Keluhan utama
Luka bakar listrik pada kedua tungkai
Riwayat penyakit sekarang
Pasien masuk ke rumah sakit dengan keluhan luka bakar pada lengan kanan dan dada kiri
yang dialami sejak 6 jam yang lalu akibat disambar petir.Saat kejadian terjadi pasien
sedang bekerja di sawah saat tiba-tiba pasien disambar petir.Sejak saat itu pasien merasa
gelisah dan meronta-ronta.Pasien juga dikatakan pernah ada riwayat penurunan
kesedaran.Riwayat kejang tidak ada. Riwayat mual dan muntah tidak ada.Riwayat pingsan
ada.
Riwayat penyakit dahulu
Alergi obat, hipertensi, DM, dan asma disangkal.
Riwayat penyakit keluarga
Alergi obat, hipertensi, DM, dan asma disangkal.

FOTO KLINIS (16/4/2015 pk.08.15)

PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran compos mentis
Primary survey
A : Bebas, bulu hidung tidak terbakar
B : Spontan, frekuensi nafas 20x/menit, reguler, kedalaman cukup
C : Akral hangat, CRT < 2, tekanan darah 110/80 mmHg, frekuensi nadi 88x/menit,
suhu afebris
D : GCS 15, E4M6V5, pupil isokor 2,5mm/2,5mm, RC +/+
E : afebris
Secondary survey
Status lokalis : regio Anterbrachii Dextra
I: tampak luka melepuh, warna hiperemis,Combustio Grade 2
P: nyeri tekan
Status lokalis : regio Anterbrachii Dextra
I: tampak luka melepuh, warna hipereremis
P: nyeri tekan
Kepala dan leher

:2%

Trunkus anterior

:8%

Esktremitas atas kanan

:4%

Total

: 14 %

A. Tanda Vital dan Antropometri


a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Keadaan Umum
Tekanan darah
Nadi
Pernapasan
Suhu
BB
TB
IMT

: sakit sedang/gizi cukup/composmentis


: 110/80 mmHg
: 88 x/ menit
: 20 x/menit
Tipe : Thorakoabdominal
: 36,5 C
: 40 kg
: 145 cm
: 19,02Kg/m

B. Pemeriksaan Fisis
Kepala
o Ekspresi
: normal
o Simetris muka : simetris kiri=kanan
o Deformitas
:o Rambut
: hitam, lurus, sukar dicabut
Mata
o
o
o
o
o
o
o

Eksoftalmus/enoftalmus
Gerakan
Tekanan bola mata
Kelopak mata
Konjunctiva
Kornea
Sklera

Telinga
o Pendengaran
o Tophi
o Nyeri tekan di proc. Mastoideus
Hidung
o Perdarahan
o Sekret

Mulut
o
o
o
o
o
o

Bibir
Gigi
Gusi
Lidah
Tonsil
Faring

: -/: dalam batas normal


: tidak diperiksa
: dalam batas normal
: anemis -/: jernih
: ikterus -/-

: dalam batas normal


: (-)
: (-)
: (-)
: (-)

: kering (-)
: normal, caries (-)
: normal, perdarahan (-)
: kotor (-)
: T1-T1 hiperemis (-)
: hiperemis (-)

Leher
o Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran
o Kelenjar gondok
: tidak ada pembesaran
o DVS
: R-2 cmH2O

o Pembuluh darah
o Kaku kuduk
o Tumor

: tidak ada kelainan


: (-)
: (-)

Dada
o Inspeksi
:
Bentuk

: Normochest, pergerakan napas

simetris, kiri sama dengan kanan.


Pembuluh darah
: tidak ada kelainan
Buah dada
: tidak ada kelainan
Lain-lain
: tidak ada kelainan
o Palpasi
Sela iga
: kiri=kanan
Fremittus raba
: vocal fremitus kiri sama dengan
kanan,
Nyeri tekan
Massa tumor
o Perkusi
Paru kiri
Paru kanan
Batas paru hepar
o Auskultasi
Bunyi pernapasan

Bunyi tambahan

Jantung
o Inspeksi
o Palpasi
o Perkusi
o Auskultasi

: (-)
: (-)
: sonor
: sonor
: ICS VI Anterior Dextra
: vesikuler
: Rh- RhRh - RhRh- Rh -

Wh- WhWh- WhWh- Wh-

: ictus cordis tidak tampak


: ictus cordis tidak teraba
: pekak, batas jantung kesan normal
: BJ I/II murni reguler, bising (-)

Perut
o Inspeksi
: cembung, ikut gerak napas
o Auskultasi
: peristaltik (+), kesan normal
o Palpasi
: NT (-), MT (-)
Hepar
: tidak teraba
Lien
: tidak teraba
Ginjal
: tidak teraba
o Perkusi
: timpani (+)
Lain-lain
Tidak tampak luka melepuh, warna tidak hiperemis,
tidak terdapat bulla, nyeri tekan (-)
o Punggung / paru belakang
Inspeksi
: Gerakan napas simetris kiri dan kanan.
Palpasi
: nyeri tekan (-), massa tumor (-)
4

Perkusi
:
Batas paru belakang kanan : setinggi vertebra Th.X
Batas paru belakang kiri : setinggi vertebra Th.XI
Nyeri ketok : (-)
Auskultasi : BP : vesikuler, BT : Rh -/-, Wh -/-

Alat Kelamin

Anus dan rektum


Ekstremitas

: Tidak tampak luka melepuh, warna tidak hiperemis,


tidak terdapat bulla, nyeri tekan (-)
: tidak tampak kelainan
: Tampak luka melepuh, warna hiperemis

PEMERIKSAAN PENUNJANG
RUTIN
Hemoglobin

: 15,7 g/dL

Hematokrit

: 46.4 %

Leukosit

: 21200 L

Trombosit

: 349 L

MCV

: 102 fl

MCH

: 34.6 pg

MCHC

: 33.8 g/dL

Lactate

: 2,7 mmol/L

PT

: 10,6 detik

APTT

: 27,5 detik

Nitrit

:-

Esterase leukosit

:-

KIMIA DARAH
Ureum

: 38 mg/dL

Creatinin

: 0,94 mg/dL

SGOT

: 137 U/L

SGPT

: 87 U/L

Albumin

: 3,6 gr/dL

GDS

: 223 mg/dL

Na

: 136 meq/L

: 3,5 meq/L

Cl

: 110 meq/L

DIAGNOSIS KERJA
Luka bakar grade IIA-B 14% ec. api
TATALAKSANA
-

Pro rawat ULB


Resusitasi cairan kristaloid hari pertama menggunakan formula Baxter.
Formula Parkland; 4x(berat badan)x(estimasi luas luka bakar) = 4x40kgx14% =

2.240ml
Ceftriaxone 1gr/12jam/intravena
Ranitidin 50mg/8jam/intravena
Ketorolac 30mg/8jam/intravena
Pasang kateter

PROGNOSIS
Quo ad Vitam

: Bonam

Quo ad Functionam

: Bonam

Quo ad Sanactionam : Bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI DAN ETIOLOGI
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan
radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas tinggi
yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok) sampai fase lanjut.1,2
Luka bakar dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung maupun tidak
langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak terjadi pada kecelakaan rumah
tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia juga
dapat menyebabkan luka bakar.

1,2,3

Secara garis besar, penyebab terjadinya luka bakar

dapat dibagi menjadi:

Paparan api
o
Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan
menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar
pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami memiliki
kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat sintetik cenderung meleleh
o

atau menyala dan menimbulkan cedera tambahan berupa cedera kontak.


Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda panas.
Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang mengalami
kontak. Contohnya antara lain adalah luka bakar akibat rokok dan alat-alat

seperti solder besi atau peralatan masak. 2, 3


Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan semakin lama
waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan ditimbulkan. Luka yang
disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya.
Pada kasus kecelakaan, luka umumnya menunjukkan pola percikan, yang satu sama
lain dipisahkan oleh kulit sehat. Sedangkan pada kasus yang disengaja, luka
umumnya melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam pola sirkumferensial dengan

garis yang menandai permukaan cairan. 2, 3


Uap panas

Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator mobil. Uap
panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang tinggi dari uap serta
dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi inhalasi, uap panas dapat

menyebabkan cedera hingga ke saluran napas distal di paru. 2, 3


Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas dan oklusi

jalan nafas akibat edema. 2, 3


Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh. Umumnya
luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang menyebabkan percikan api

dan membakar pakaian dapat menyebabkan luka bakar tambahan. 2, 3


Zat kimia (asam atau basa)
Radiasi
Sunburn sinar matahari, terapi radiasi. 2, 3

EPIDEMIOLOGI
Mayoritas luka bakar disebabkan oleh nyala api sebanyak 55%, diikuti oleh luka
bakar akibat cairan panas sebanyak 40%. Nyala api berkobar sering dikaitkan dengan
cedera inhalasi dan trauma lain yang sejalan. Angka kejadian luka bakar ringan sekitar
600/100 000 jiwa per tahun, sedangkan angka kejadian luka bakar berat sekitar 5/100 000
penduduk per tahun. Usia pasien secara signifikan berhubungan dengan penyebab trauma.
Pada anak-anak, mayoritas (70%) berupa luka bakar yang diakibatkan oleh cairan panas
karena perilaku hiperaktif dan kontak dengan cairan panas. Pada orang dewasa remaja dan
muda, penyebab utama luka bakar adalah penanganan api dan cairan mudah terbakar
dengan cara yang tidak benar. Pada orang dewasa, luka bakar api menjadi peringkat
pertama dan merupakan 1/3nya merupakan kecelakaan kerja. 1
KLASIFIKASI LUKA BAKAR
Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tinggi suhu, lamanya pajanan suhu tinggi,
adekuasi resusitasi, dan adanya infeksi pada luka. Selain api yang langsung menjilat tubuh,
baju yang ikut terbakar juga memperdalam luka bakar. Bahan baju yang paling aman
adalah yang terbuat dari bulu domba (wol). Bahan sintetis seperti nilon dan dakron, selain
mudah terbakar juga mudah meleleh oleh suhu tinggi, lalu menjadi lengket sehingga
memperberat kedalaman luka bakar. 1
Kedalaman luka bakar dideskripsikan dalam derajat luka bakar, yaitu luka bakar
derajat I, II, atau III: 2,4,5

Derajat I

Pajanan hanya merusak epidermis sehingga masih menyisakan banyak jaringan untuk
dapat melakukan regenerasi. Luka bakar derajat I biasanya sembuh dalam 5-7 hari dan
dapat sembuh secara sempurna. Luka biasanya tampak sebagai eritema dan timbul dengan
keluhan nyeri dan atau hipersensitivitas lokal. Contoh luka bakar derajat I adalah sunburn.
2, 4,5,6

Derajat II

Lesi melibatkan epidermis dan mencapai kedalaman dermis namun masih terdapat
epitel vital yang bisa menjadi dasar regenerasi dan epitelisasi. Jaringan tersebut misalnya
sel epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan pangkal rambut. Dengan adanya
jaringan yang masih sehat tersebut, luka dapat sembuh dalam 2-3 minggu. Gambaran
luka bakar berupa gelembung atau bula yang berisi cairan eksudat dari pembuluh darah
karena perubahan permeabilitas dindingnya, disertai rasa nyeri. Apabila luka bakar derajat
II yang dalam tidak ditangani dengan baik, dapat timbul edema dan penurunan aliran darah
di jaringan, sehingga cedera berkembang menjadi full-thickness burn atau luka bakar
derajat III. 2, 4,5,6

Derajat III

Mengenai seluruh lapisan kulit, dari subkutis hingga mungkin organ atau jaringan yang
lebih dalam. Pada keadaan ini tidak tersisa jaringan epitel yang dapat menjadi dasar
regenerasi sel spontan, sehingga untuk menumbuhkan kembali jaringan kulit harus
dilakukan cangkok kulit. Gejala yang menyertai justru tanpa nyeri maupun bula, karena
pada dasarnya seluruh jaringan kulit yang memiliki persarafan sudah tidak intak. 2, 4,5,6

BERAT DAN LUAS LUKA BAKAR


Berat luka bakar bergantung pada dalam, luas, dan letak luka. Usia dan kesehatan
pasien sebelumnya akan sangat mempengaruhi prognosis. Adanya trauma inhalasi juga
akan mempengaruhi berat luka bakar. 5
Jaringan lunak tubuh akan terbakar bila terpapar pada suhu di atas 46 oC. Luasnya
kerusakan akan ditentukan oleh suhu permukaan dan lamanya kontak. Luka bakar
10

menyebabkan koagulasi jaringan lunak. Seiring dengan peningkatan suhu jaringan lunak,
permeabilitas kapiler juga meningkat, terjadi kehilangan cairan, dan viskositas plasma
meningkat dengan resultan pembentukan mikrotrombus. Hilangnya cairan dapat
menyebabkan hipovolemi dan syok, tergantung banyaknya cairan yang hilang dan respon
terhadap resusitasi. Luka bakar juga menyebabkan peningkatan laju metabolik dan energi
metabolisme. 5
Semakin luas permukaan tubuh yang terlibat, morbiditas dan mortalitasnya
meningkat, dan penanganannya juga akan semakin kompleks. Luas luka bakar dinyatakan
dalam persen terhadap luas seluruh tubuh. Ada beberapa metode cepat untuk menentukan
luas luka bakar, yaitu: 5

Estimasi luas luka bakar menggunakan luas permukaan palmar pasien. Luas telapak
tangan individu mewakili 1% luas permukaan tubuh. Luas luka bakar hanya
dihitung pada pasien dengan derajat luka II atau III. 5,6

Rumus 9 atau rule of nine untuk orang dewasa


Pada dewasa digunakan rumus 9, yaitu luas kepala dan leher, dada, punggung,
pinggang dan bokong, ekstremitas atas kanan, ekstremitas atas kiri, paha kanan,
paha kiri, tungkai dan kaki kanan, serta tungkai dan kaki kiri masing-masing 9%.
Sisanya 1% adalah daerah genitalia. Rumus ini membantu menaksir luasnya
permukaan tubuh yang terbakar pada orang dewasa. 2,5,6

Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan kepala
anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Karena

11

perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda, dikenal rumus 10
untuk bayi, dan rumus 10-15-20 untuk anak. 1,2.5,6

Metode Lund dan Browder


Metode yang diperkenalkan untuk kompensasi besarnya porsi massa tubuh di
kepala pada anak. Metode ini digunakan untuk estimasi besarnya luas permukaan
pada anak. Apabila tidak tersedia tabel tersebut, perkiraan luas permukaan tubuh
pada anak dapat menggunakan Rumus 9 dan disesuaikan dengan usia: 1,2.5,6
o Pada anak di bawah usia 1 tahun: kepala 18% dan tiap tungkai 14%. Torso
o

dan lengan persentasenya sama dengan dewasa.


Untuk tiap pertambahan usia 1 tahun, tambahkan 0.5% untuk tiap tungkai
dan turunkan persentasi kepala sebesar 1% hingga tercapai nilai dewasa.

12

Lund and Browder chart illustrating the method for calculating the percentage of body
surface area affected by burns in children.

Total Body Surface Area (TBSA)

Klasifikasi lain yang penting adalah total body surface area (TBSA) dimana
luka bakar terdapat lebih dari 10% pada sebagan besar tubuh. TBSA dikategorikan sebagai
major burn oleh Australian and New Zealand Burn Association. Major burn dapat
mengakibatkan morbiditas dan mortalitas secara signifikan.3,5
- Partial thickness burn lebih dari 10% TBSA
- luka bakar yang meliputi wajah, tangan, kaki, genital, perineum, dan sendi besar
- full thickness burns di segala kelompok umur lebih dari 1% permukaan tubuh
- luka bakar listrik termasuk petir
- luka bakar kimia
- luka bakar inhalasi
- anak dengan jenis luka bakar diatas
- luka bakar pada pasien yang memiliki gangguan kesehatan menetap dan dapat
mempersulit penyembuhan
PATOFISIOLOGI LUKA BAKAR
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh
kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah yang ada di
dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas
menyebabkan edema dan menimbulkan bula yang mengandung banyak elektrolit. Hal itu

13

menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka


bakar menyebabkan kehilangan cairan akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan
ke bula yang terbentuk pada luka bakar derajat II, dan pengeluaran cairan dari keropeng
luka bakar derajat III.1,7
Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh
masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%, akan terjadi syok hipovolemik dengan
gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan
darah menurun dan produksi urin yang berkurang. Pembengkakan terjadi pelan-pelan,
maksimal terjadi setelah delapan jam. Pada kebakaran ruang tertutup atau bila luka terjadi
di wajah, dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap atau uap panas yang
terisap. Edema laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan napas
dengan gejala sesak napas, takipnea, stridor, suara serak dan dahak berwarna gelap akibat
jelaga. 1,7
Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lainnya. CO akan mengikat
hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak mampu lagi mengikat oksigen. Tanda
keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual dan muntah. Pada keracunan yang
berat terjadi koma. Bila lebih dari 60% hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal.
1,7

Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi
serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini ditandai dengan
meningkatnya diuresis. 1,7
Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang merupakan
medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah infeksi. Infeksi ini
sulit diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh kapiler yang mengalami
trombosis. Padahal, pembuluh ini membawa sistem pertahanan tubuh atau antibiotik.
Kuman penyebab infeksi pada luka bakar, selain berasal dari dari kulit penderita sendiri,
juga dari kontaminasi kuman saluran napas atas dan kontaminasi kuman di lingkungan
rumah sakit. Infeksi nosokomial ini biasanya sangat berbahaya karena kumannya banyak
yang sudah resisten terhadap berbagai antibiotik. 1,2,7
Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kokus Gram positif yang berasal
dari kulit sendiri atau dari saluran napas, tetapi kemudian dapat terjadi invasi kuman Gram
negatif, Pseudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan eksotoksin protease dari toksin
lain yang berbahaya, terkenal sangat agresif dalam invasinya pada luka bakar. Infeksi
pseudomonas dapat dilihat dari warna hijau pada kasa penutup luka bakar. Kuman
14

memproduksi enzim penghancur keropeng yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan
granulasi membentuk nanah. 1,2,7
Infeksi ringan dan noninvasif ditandai dengan keropeng yang mudah terlepas
dengan nanah yang banyak. Infeksi yang invasif ditandai dengan keropeng yang kering
dengan perubahan jaringan di tepi keropeng yang mula-mula sehat menadi nekrotik;
akibatnya, luka bakar yang mula-mula derajat II menjadi derajat III. Infeksi kuman
menimbulkan vaskulitis pada pembuluh kapiler di jaringan yang terbakar dan
menimbulkan trombosis sehingga jaringan yang didarahinya nanti. 1,7
Bila luka bakar dibiopsi dan eksudatnya dibiak, biasanya ditemukan kuman dan
terlihat invasi kuman tersebut ke jaringan sekelilingnya. Luka bakar demikian disebut luka
bakar septik. Bila penyebabnya kuman Gram positif, seperti stafilokokus atau basil Gram
negatif lainnya, dapat terjadi penyebaran kuman lewat darah (bakteremia) yang dapat
menimbulkan fokus infeksi di usus. Syok sepsis dan kematian dapat terjadi karena toksin
kuman yang menyebar di darah. 1,7
Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat II dapat sembuh dengan
meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa elemen epitel yang
masih vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel kelenjar keringat, atau sel pangkal
rambut. Luka bakar derajat II yang dalam mungkin meninggalkan parut hipertrofik yang
nyeri, gatal, kaku dan secara estetik jelek. Luka bakar derajat III yang dibiarkan sembuh
sendiri akan mengalami kontraktur. Bila terjadi di persendian, fungsi sendi dapat berkurang
atau hilang. 1,7
Pada luka bakar berat dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase akut, peristalsis
usus menurun atau berhenti karena syok, sedangkan pada fase mobilisasi, peristalsis dapat
menurun karena kekurangan ion kalium. 1,7
Stres atau badan faali yang terjadi pada penderita luka bakar berat dapat
menyebabkan terjadinya tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala yang
sama dengan gejala tukak peptik. Kelainan ini dikenal sebagai tukak Curling. 1,7
Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga keseimbangan
protein menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena eksudasi, metabolisme tinggi
dan infeksi. Penguapan berlebihan dari kulit yang rusak juga memerluka kalori tambahan.
Tenaga yang diperlukan tubuh pada fase ini terutama didapat dari pembakaran protein dari
otot skelet. Oleh karena itu, penderita menjadi sangat kurus, otot mengecil, dan berat badan
menurun. Dengan demikian, korban luka bakar menderita penyakit berat yang disebut
penyakit luka bakar. Bila luka bakar menyebabkan cacat, terutama bila luka mengenai
15

wajah sehingga rusak berat, penderita mungkin mengalami beban kejiwaan berat. Jadi
prognosis luka bakar ditentukan oleh luasnya luka bakar. 1,7
PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar harus dievaluasi secara sistematik. Prioritas utama adalah
mempertahankan jalan nafas tetap paten, ventilasi yang efektif dan mendukung sirkulasi
sistemik. Intubasi endotrakea dilakukan pada pasien yang menderita luka bakar berat atau
kecurigaan adanya jejas inhalasi atau luka bakar di jalan nafas atas. Intubasi dapat tidak
dilakukan bila telah terjadi edema luka bakar atau pemberian cairan resusitasi yang
terlampau banyak. Pada pasien luka bakar, intubasi orotrakea dan nasotrakea lebih dipilih
daripada trakeostomi.2,6
Pasien dengan luka bakar saja biasanya hipertensi. Adanya hipotensi awal yang
tidak dapat dijelaskan atau adanya tanda-tanda hipovolemia sistemik pada pasien luka
bakar menimbulkan kecurigaan adanya jejas tersembunyi. Oleh karena itu, setelah
mempertahankan ABC, prioritas berikutnya adalah mendiagnosis dan menata laksana jejas
lain (trauma tumpul atau tajam) yang mengancam nyawa. Riwayat terjadinya luka
bermanfaat untuk mencari trauma terkait dan kemungkinan adanya jejas inhalasi.
Informasi riwayat penyakit dahulu, penggunaan obat, dan alergi juga penting dalam
evaluasi awal. 2,6
Pakaian pasien dibuka semua, semua permukaan tubuh dinilai. Pemeriksaan
radiologik pada tulang belakang servikal, pelvis, dan torak dapat membantu mengevaluasi
adanya kemungkinan trauma tumpul. 2,6
Setelah mengeksklusi jejas signifikan lainnya, luka bakar dievaluasi. Terlepas dari
luasnya area jejas, dua hal yang harus dilakukan sebelum dilakukan transfer pasien adalah
mempertahankan ventilasi adekuat, dan jika diindikasikan, melepas dari eskar yang
mengkonstriksi. 2,6
Tatalaksana resusitasi luka bakar
a. Tatalaksana resusitasi jalan nafas:
1. Intubasi
Tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa menimbulkan manifestasi
obstruksi. Tujuan intubasi mempertahankan jalan nafas dan sebagai fasilitas
pemelliharaan jalan nafas.6,8
2. Krikotiroidotomi
16

Bertujuan sama dengan intubasi hanya saja dianggap terlalu agresif dan
menimbulkan

morbiditas

lebih besar dibanding intubasi.

Krikotiroidotomi

memperkecil dead space, memperbesar tidal volume, lebih mudah mengerjakan


bilasan bronkoalveolar dan pasien dapat berbicara jika dibanding dengan intubasi. 6,8
3. Pemberian oksigen 100%
Bertujuan untuk menyediakan kebutuhan oksigen jika terdapat patologi jalan nafas
yang menghalangi suplai oksigen. Hati-hati dalam pemberian oksigen dosis besar
karena dapat menimbulkan stress oksidatif, sehingga akan terbentuk radikal bebas
yang bersifat vasodilator dan modulator sepsis. 6,8
4. Perawatan jalan nafas
5. Penghisapan sekret (secara berkala)
6. Pemberian terapi inhalasi
Bertujuan mengupayakan suasana udara yang lebih baik didalam lumen jalan nafas
dan mencairkan sekret kental sehingga mudah dikeluarkan. Terapi inhalasi umumnya
menggunakan cairan dasar natrium klorida 0,9% ditambah dengan bronkodilator bila
perlu. Selain itu bias ditambahkan zat-zat dengan khasiat tertentu seperti atropin
sulfat (menurunkan produksi sekret), natrium bikarbonat (mengatasi asidosis seluler)
dan steroid (masih kontroversial) 6,8
7. Bilasan bronkoalveolar
8. Perawatan rehabilitatif untuk respirasi
9. Eskarotomi pada dinding torak yang bertujuan untuk memperbaiki kompliansi paru
b. Tatalaksana resusitasi cairan
Resusitasi cairan diberikan dengan tujuan preservasi perfusi yang adekuat dan
seimbang di seluruh pembuluh darah vaskular regional, sehingga iskemia jaringan
tidak terjadi pada setiap organ sistemik. Selain itu cairan diberikan agar dapat
meminimalisasi dan eliminasi cairan bebas yang tidak diperlukan, optimalisasi status
volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival/maksimal dari seluruh
sel,

serta

meminimalisasi

respons

inflamasi

dan

hipermetabolik

dengan

menggunakan kelebihan dan keuntungan dari berbagai macam cairan seperti


kristaloid, hipertonik, koloid, dan sebagainya pada waktu yang tepat. Dengan adanya
resusitasi cairan yang tepat, kita dapat mengupayakan stabilisasi pasien secepat
mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi
bedah seawal mungkin. 6
17

Resusitasi cairan dilakukan dengan memberikan cairan pengganti. Ada


beberapa cara untuk menghitung kebutuhan cairan ini:

Cara Evans
1. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam
2. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam
3. 2.000 cc glukosa 5% per 24 jam
Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam
16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari pertama.
Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua. 2,6

Cara Baxter
Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL
Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam
16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari pertama.
Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua. 2,6

c.

Resusitasi nutrisi
Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya dilakukan sejak
dini dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak sadar, maka pemberian
nutrisi dapat melalui naso-gastric tube (NGT). Nutrisi yang diberikan sebaiknya
mengandung 10-15% protein, 50-60% karbohidrat dan 25-30% lemak. Pemberian
nutrisi sejak awal ini dapat meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan mencegah
terjadinya atrofi vili usus. Dengan demikian diharapkan pemberian nutrisi sejak awal
dapat membantu mencegah terjadinya SIRS dan MODS. 2,6

Perawatan luka bakar


Umumnya untuk menghilangkan rasa nyeri dari luka bakar digunakan morfin
dalam dosis kecil secara intravena (dosis dewasa awal : 0,1-0,2 mg/kg dan maintenance
5-20 mg/70 kg setiap 4 jam, sedangkan dosis anak-anak 0,05-0,2 mg/kg setiap 4 jam).
Tetapi ada juga yang menyatakan pemberian methadone (5-10 mg dosis dewasa) setiap 8
jam merupakan terapi penghilang nyeri kronik yang bagus untuk semua pasien luka bakar
dewasa. Jika pasien masih merasakan nyeri walau dengan pemberian morfin atau
methadone, dapat juga diberikan benzodiazepine sebagai tambahan.2

18

Terapi pembedahan pada luka bakar


1. Eksisi dini
Eksisi dini adalah tindakan pembuangan jaringan nekrosis dan debris (debridement)
yang dilakukan dalam waktu kurang dari 7 hari (biasanya hari ke 5-7) pasca cedera
termis. Dasar dari tindakan ini adalah:
a.

Mengupayakan proses penyembuhan berlangsung lebih cepat. Dengan


dibuangnya jaringan nekrosis, debris dan eskar, proses inflamasi tidak akan
berlangsung lebih lama dan segera dilanjutkan proses fibroplasia. Pada daerah
sekitar luka bakar umumnya terjadi edema, hal ini akan menghambat aliran darah
dari arteri yang dapat mengakibatkan terjadinya iskemi pada jaringan tersebut
ataupun menghambat proses penyembuhan dari luka tersebut. Dengan semakin
lama waktu terlepasnya eskar, semakin lama juga waktu yang diperlukan untuk

b.

penyembuhan. 2,9
Memutus rantai proses inflamasi yang dapat berlanjut menjadi komplikasi
komplikasi luka bakar (seperti SIRS). Hal ini didasarkan atas jaringan nekrosis
yang melepaskan burn toxic (lipid protein complex) yang menginduksi

c.

dilepasnya mediator-mediator inflamasi. 2,9


Semakin lama penundaan tindakan eksisi, semakin banyaknya proses
angiogenesis yang terjadi dan vasodilatasi di sekitar luka. Hal ini mengakibatkan
banyaknya darah keluar saat dilakukan tindakan operasi. Selain itu, penundaan
eksisi akan meningkatkan resiko kolonisasi mikro organisme patogen yang akan
menghambat pemulihan graft dan juga eskar yang melembut membuat tindakan
eksisi semakin sulit. 2,9
Tindakan ini disertai anestesi baik lokal maupun general dan pemberian cairan

melalui infus. Tindakan ini digunakan untuk mengatasi kasus luka bakar derajat II
dalam dan derajat III. Tindakan ini diikuti tindakan hemostasis dan juga skin grafting
(dianjurkan split thickness skin grafting). Tindakan ini juga tidak akan mengurangi
mortalitas pada pasien luka bakar yang luas. Kriteria penatalaksanaan eksisi dini
ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:
-

Kasus luka bakar dalam yang diperkirakan mengalami penyembuhan lebih dari
3 minggu. 2,9
Kondisi fisik yang memungkinkan untuk menjalani operasi besar.
Tidak ada masalah dengan proses pembekuan darah.
Tersedia donor yang cukup untuk menutupi permukaan terbuka yang timbul.

19

Eksisi dini diutamakan dilakukan pada daerah luka sekitar batang tubuh posterior.
2(ch17)

Eksisi dini terdiri dari eksisi tangensial dan eksisi fasial.

Eksisi tangensial adalah suatu teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka lapis
demi lapis sampai dijumpai permukaan yang mengeluarkan darah (endpoint). Adapun
alat-alat yang digunakan dapat bermacam-macam, yaitu pisau Goulian atau Humbly
yang digunakan pada luka bakar dengan luas permukaan luka yang kecil, sedangkan
pisau Watson maupun mesin yang dapat memotong jaringan kulit perlapis (dermatom)
digunakan untuk luka bakar yang luas. Permukaan kulit yang dilakukan tindakan ini
tidak boleh melebihi 25% dari seluruh luas permukaan tubuh. Untuk memperkecil
perdarahan dapat dilakukan hemostasis, yaitu dengan tourniquet sebelum dilakukan
eksisi atau pemberian larutan epinephrine 1:100.000 pada daerah yang dieksisi. Setelah
dilakukan hal-hal tersebut, baru dilakukan skin graft. Keuntungan dari teknik ini
adalah didapatnya fungsi optimal dari kulit dan keuntungan dari segi kosmetik.
Kerugian dari teknik adalah perdarahan dengan jumlah yang banyak dan endpoint
bedah yang sulit ditentukan. 2,9
Eksisi fasial adalah teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka sampai lapisan
fascia. Teknik ini digunakan pada kasus luka bakar dengan ketebalan penuh (full
thickness) yang sangat luas atau luka bakar yang sangat dalam. Alat yang digunakan
pada teknik ini adalah pisau scalpel, mesin pemotong electrocautery. Adapun
keuntungan dan kerugian dari teknik ini adalah: 2,9
-

Keuntungan : lebih mudah dikerjakan, cepat, perdarahan tidak banyak,


endpoint yang lebih mudah ditentukan
Kerugian : kerugian bidang kosmetik, peningkatan resiko cedera pada saraf-

saraf superfisial dan tendon sekitar, edema pada bagian distal dari eksisi
2. Skin grafting
Skin grafting adalah metode penutupan luka sederhana. Tujuan dari metode ini
adalah: 2,9
a. Menghentikan evaporate heat loss
b. Mengupayakan agar proses penyembuhan terjadi sesuai dengan waktu
c. Melindungi jaringan yang terbuka
Skin grafting harus dilakukan secepatnya setelah dilakukan eksisi pada luka bakar
pasien. Kulit yang digunakan dapat berupa kulit produk sintesis, kulit manusia yang
berasal dari tubuh manusia lain yang telah diproses maupun berasal dari permukaan
tubuh lain dari pasien (autograft). Daerah tubuh yang biasa digunakan sebagai daerah
donor autograft adalah paha, bokong dan perut. Teknik mendapatkan kulit pasien

20

secara autograft dapat dilakukan secara split thickness skin graft atau full thickness skin
graft. Bedanya dari teknik teknik tersebut adalah lapisan-lapisan kulit yang diambil
sebagai donor. Untuk memaksimalkan penggunaan kulit donor tersebut, kulit donor
tersebut dapat direnggangkan dan dibuat lubang lubang pada kulit donor (seperti
jaring-jaring dengan perbandingan tertentu, sekitar 1 : 1 sampai 1 : 6) dengan mesin.
Metode ini disebut mess grafting. Ketebalan dari kulit donor tergantung dari lokasi
luka yang akan dilakukan grafting, usia pasien, keparahan luka dan telah dilakukannya
pengambilan kulit donor sebelumnya. Pengambilan kulit donor ini dapat dilakukan
dengan mesin dermatome ataupun dengan manual dengan pisau Humbly atau
Goulian.

Sebelum dilakukan pengambilan donor diberikan juga vasokonstriktor

(larutan epinefrin) dan juga anestesi. 2,9


Prosedur operasi skin grafting sering menjumpai masalah yang dihasilkan dari
eksisi luka bakar pasien, dimana terdapat perdarahan dan hematom setelah dilakukan
eksisi, sehingga pelekatan kulit donor juga terhambat. Oleh karenanya, pengendalian
perdarahan sangat diperlukan. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi
keberhasilan penyatuan kulit donor dengan jaringan yang mau dilakukan grafting
adalah: 2,9
-

Kulit donor setipis mungkin


Pastikan kontak antara kulit donor dengan bed (jaringan yang dilakukan
grafting), hal ini dapat dilakukan dengan cara :
o Cegah gerakan geser, baik dengan pembalut elastik (balut tekan)
o Drainase yang baik
o Gunakan kasa adsorben

PROGNOSIS
Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada dalam dan luasnya
permukaan luka bakar, dan penanganan sejak awal hingga penyembuhan. Selain itu faktor
letak daerah yang terbakar, usia dan keadaan kesehatan penderita juga turut menentukan
kecepatan penyembuhan.1,5
Penyulit juga mempengaruhi progonosis pasien. Penyulit yang timbul pada luka bakar
antara lain gagal ginjal akut, edema paru, SIRS, infeksi dan sepsis, serta parut hipertrofik
dan kontraktur.1,5

Daftar Pustaka

21

1. EH Lars, B Dhaval,et al. The Biology of Burn Injury. Germany. Dept of


Plast, Hand an Bur Cent. 2010
2. B Lynne, BK Robert, et L\al. Emergency Management of Severe
Burns:17th edition. Kansas.The Australian and New Zealand Burn
Association.2013
3.

World Health Organisation (WHO), Facts about injuries: Burns,


accessed from http://www.ameriburn.org/WHO-ISBIBurnFactsheet.pdf
on 18 December 2014.

4. A Sparnon, C kirby, et al. Guidelines for the management of Pediatric


Burns. Austrlia. Womans and Chil Hosp. 2010
5. L Desanti, et al. Patophysiology and Current Management of Burns
Injury. Boston. Brig and Woma Hosp. 2005
6. GL Werneck, et al. Children ob Fire. Minnesota. World Rep on Chi inj
prev. 2008
7. DA Miminas, et al. A Critical Evaluation of the Lund and Browder
Chart. United Kingdom. Wounds. 2007
8. B Pomahac, et al. Initial Management of the Burn Patient. Boston. Brig
and Woma hosp. 2010

22

Anda mungkin juga menyukai