Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
System syaraf dan system endokrin adalah cara bagian tubuh yang berbeda berkomunikasi. System
syaraf dapat dibagi menjadi system syaraf pusat, yang terdiri atas jaras syaraf di otak dan medula
spinalis, dan system syaraf perifer, yang terdiri atas syaraf yang mempersyarafi bagian tubuh lainnya.
Koordinasi system syaraf pusat dan perifer memungkinkan kita bergerak,berbicara, berfikir, dan
berespon. System syaraf manusia merupakan jalinan jaringan syaraf yang saling berhubungan, sangat
khusus dan kompleks. System syaraf ini mengkoordinasikan, mengatur dan mengendalikan interaksi
antara seorang individu dengan lingkungan skitarnya. System tubuh yang penting ini juga mengatur
aktivitas sebagian besar system tubuh lainnya. Tubuh mampu berfungsi sebagai satu kesatuan yang
harmonis karena pengaturan hubungan syaraf diantara berbagai system. Fenomena mengenai
kesadaran, daya pikir, daya ingat, bahasa, sensasi dan gerakan semuanya berasal dari system ini.
Oleh karena itu, kemampuan untuk memahami, belajar dan berespon terhadap rangsangan
merupakan hasil dari integrasi fungsi system syaraf yang memuncak dalam kepribadian dan perilaku
seseorang.
Jika, di system syaraf mengalami gangguan secara biologis akan merspon yang akan ditandai oleh
beberapa banyak penyakit diantaranya penyakit yang paling banyak diderita kalangan masyarakat
yaitu stroke dan Rentensi Urine yang semakin lama kejadiannya semakin meningkat. Baik dari segi
kwantitas maupun kwalitas dari segi sakitnya. Dampak itu sangat terasa pada individu karena
gangguannya sangat khas sekali, dimana letak keluarnya darah yang keluar pada otak. Maka,
ditempat itu pila yang akan didapat oleh orang tersebut.
B. TUJUAN
Mahasiswa mampu untuk memahami pengertian, etiologi, klasifikasi, tanda dan gejala,
penatalaksanaan, komplikasi dan asuhan keperawatan pada klien dengan retensi urin.

C. MANFAAT
1. Bagi perawat
Memberikan pengalaman dan pendidikan untuk meningkatan ilmu pengetahuan tentang gangguan
urology dengan permasalah retensi urien.
2. Bagi masyarakat
Memberikan pengetahuan dasar tentang semua hal yang akan diakibatkan oleh retensi urien.
3. Bagi pendidikan
Sebagai masukan terhadap kurikulum yang telah diterapkan dan akan dilakukan perubahan yang
berarti demi menghasilkan lulusan yang siap pakai .

BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. PENGERTIAN
Retensi urine merupakan ketidakmampuan untuk melakukan urinasi meskipun terdapat keinginan
atau dorongan terhadap hal tersebut (Brunner & Suddarth, keperawatan medical bedah vol 2. 2001:
EGC)
Retensi Urien adalah penumpukan urine dalam kandung kemih akibat ketidakmampuan kandung
kemih untuk mengosongkan isinya, sehingga menyebabkan distensi dari vesika urinaria. Atau, retensi
urine dapat pula merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengosongan kandung kemih
yang tidak lengkap. Kandungan urine normal dalam vesika urinaria adalah sebesar 250-450 ml, dan
sampai batas jumlah tersebut urine merangsang reflek untuk berkemih. Dalam keadaan distensi,
vesika urinaria dapat menampung sebanyak 3000-4000 ml urine (Alimul Aziz, kebutuhan dasar
manusia aplikasi konsep dan proses keperawatan. 2006: Salemba Medika).
Retensi urine adalah pengumpulan urine di dalam kandung kemih dan ketidakmampuan kandung
untuk mengosongkannya. Karena produksi urine terus berlangsung, retensi menyebabkan distensi
kandung kemih. Karena retensi urine, beberapa kandung kemih orang dewasa dapat mengalami
distensi untuk menahan 3000-4000 ml urine. Peralatan baru dapat melakukan pemindaian kandung
kemih dengan menggunakan ultrasound untuk menentukan volume kandung kemih tanpa
menggunakan prosedur invasif, (Smith, l999).
B. ANATOMI DAN FISIOLOGIS
Kandung kemih berdinding otot polos yang terdiri dari dua bagian besar :
Badan (corpus), merupakan bagian utama kandung kemih dimana urin berkumpul dan Leher (kollum),
merupakan lanjutan dari badan yang berbentuk corong, berjalan secara inferior dan anterior ke dalam
daerah segitiga urogenital dan berhubungan dengan uretra. Bagian yang lebih rendah dari leher
kandung kemih disebut uretra posterior karena hubungannya dengan uretra. Otot polos kandung
kemih disebut otot detrusor. Serat-serat ototnya meluas ke segala arah dan bila berkontraksi, dapat
meningkatkan tekanan dalam kandung kemih menjadi 40 sampai 60 mmHg. Dengan demikian,
kontraksi otot detrusor adalah langkah terpenting untuk mengosongkan kandung kemih. Sel-sel otot
polos dari otot detrusor terangkai satu sama lain sehingga timbul aliran listrik berhambatan rendah
dari satu sel otot ke sel otot lainnya. Oleh karena itu, potensial aksi dapat menyebar ke seluruh otot
detrusor, dari satu sel otot ke sel otot berikutnya, sehingga terjadi kontraksi seluruh kandung kemih
dengan segera. Pada dinding posterior kandung kemih, tepat diatas bagian leher dari kandung kemih,
terdapat daerah segitiga kecil yang disebut Trigonum. Bagian terendah dari apeks trigonum adalah
bagaian kandung kemih yang membuka menuju leher masuk kedalam uretra posterior, dan kedua
ureter memasuki kandung kemih pada sudut tertinggi trigonum. Trigonum dapat dikenali dengan
melihat mukosa kandung kemih bagian lainnya, yang berlipat-lipat membentuk rugae. Masing-masing
ureter, pada saat memasuki kandung kemih, berjalan secara oblique melalui otot detrusor dan
kemudian melewati 1 sampai 2 cm lagi dibawah mukosa kandung kemih sebelum mengosongkan diri
ke dalam kandung kemih. Leher kandung kemih (uretra posterior) panjangnya 2 3 cm, dan
dindingnya terdiri dari otot detrusor yang bersilangan dengan sejumlah besar jaringan elastik. Otot
pada daerah ini disebut sfinter internal. Sifat tonusnya secara normal mempertahankan leher kandung
kemih dan uretra posterior agar kosong dari urin dan oleh karena itu, mencegah pengosongan
kandung kemih sampai tekanan pada daerah utama kandung kemih meningkat di atas ambang kritis.
Setelah uretra posterior, uretra berjalan melewati diafragma urogenital, yang mengandung lapisan
otot yang disebut sfingter eksterna kandung kemih. Otot ini merupakan otot lurik yang berbeda otot
pada badan dan leher kandung kemih, yang hanya terdiri dari otot polos. Otot sfingter eksterna
bekerja di bawah kendali sistem saraf volunter dan dapat digunakan secara sadar untuk menahan
miksi bahkan bila kendali involunter berusaha untuk mengosongkan kandung kemih.
C. PERSYARAFAN DALAM PERKEMIHAN
Persarafan utama kandung kemih ialah nervus pelvikus, yang berhubungan dengan medula spinalis
melalui pleksus sakralis, terutama berhubungan dengan medula spinalis segmen S-2 dan S-3.
Berjalan melalui nervus pelvikus ini adalah serat saraf sensorik dan serat saraf motorik. Serat sensorik
mendeteksi derajat regangan pada dinding kandung kemih. Tanda-tanda regangan dari uretra
posterior bersifat sangat kuat dan terutama bertanggung jawab untuk mencetuskan refleks yang
menyebabkan pengosongan kandung kemih. Saraf motorik yang menjalar dalam nervus pelvikus
adalah serat parasimpatis. Serat ini berakhir pada sel ganglion yang terletak pada dinding kandung
kemih. Saraf psot ganglion pendek kemudian mempersarafi otot detrusor. Selain nervus pelvikus,
terdapat dua tipe persarafan lain yang penting untuk fungsi kandung kemih. Yang terpenting adalah
serat otot lurik yang berjalan melalui nervus pudendal menuju sfingter eksternus kandung kemih. Ini
adalah serat saraf somatik yang mempersarafi dan mengontrol otot lurik pada sfingter. Juga, kandung
kemih menerima saraf simpatis dari rangkaian simpatis melalui nervus hipogastrikus, terutama
berhubungan dengan segmen L-2 medula spinalis. Serat simpatis ini mungkin terutama merangsang
pembuluh darah dan sedikit mempengaruhi kontraksi kandung kemih. Beberapa serat saraf sensorik
juga berjalan melalui saraf simpatis dan mungkin penting dalam menimbulkan sensasi rasa penuh dan
pada beberapa keadaan, rasa nyeri.
Transpor Urin dari Ginjal melalui Ureter dan masuk ke dalam Kandung Kemih. Urin yang keluar dari
kandung kemih mempunyai komposisi utama yang sama dengan cairan yang keluar dari duktus
koligentes, tidak ada perubahan yang berarti pada komposisi urin tersebut sejak mengalir melalui
kaliks renalis dan ureter sampai kandung kemih. Urin mengalir dari duktus koligentes masuk ke kaliks
renalis, meregangkan kaliks renalis dan meningkatkan pacemakernya, yang kemudian mencetuskan
kontraksi peristaltik yang menyebar ke pelvis renalis dan kemudian turun sepanjang ureter, dengan
demikian mendorong urin dari pelvis renalis ke arah kandung kemih. Dinding ureter terdiri dari otot
polos dan dipersarafi oleh saraf simpatis dan parasimpatis seperi juga neuron-neuron pada pleksus
intramural dan serat saraf yang meluas diseluruh panjang ureter. Seperti halnya otot polos pada
organ viscera yang lain, kontraksi peristaltik pada ureter ditingkatkan oleh perangsangan parasimpatis
dan dihambat oleh perangsangan simpatis. Ureter memasuki kandung kemih menembus otot detrusor
di daerah trigonum kandung kemih. Normalnya, ureter berjalan secara oblique sepanjang beberapa
cm menembus dinding kandung kemih. Tonus normal dari otot detrusor pada dinding kandung kemih
cenderung menekan ureter, dengan demikian mencegah aliran balik urin dari kandung kemih waktu
tekanan di kandung kemih meningkat selama berkemih atau sewaktu terjadi kompresi kandung
kemih. Setiap gelombang peristaltik yang terjadi di sepanjang ureter akan meningkatkan tekanan
dalam ureter sehingga bagian yang menembus dinding kandung kemih membuka dan memberi
kesempatan urin mengalir ke dalam kandung kemih.
Pada beberapa orang, panjang ureter yang menembus dinding kandung kemih kurang dari normal,
sehingga kontraksi kandung kemih selama berkemih tidak selalu menimbulkan penutupan ureter
secara sempurna. Akibatnya, sejumlah urin dalam kandung kemih terdorong kembali kedalam ureter,
keadaan ini disebut refluks vesikoureteral. Refluks semacam ini dapat menyebabkan pembesaran
ureter dan, jika parah, dapat meningkatkan tekanan di kaliks renalis dan struktur-struktur di medula
renalis, mengakibatkan kerusakan daerah ini.
Sensasi rasa nyeri pada Ureter dan Refleks Ureterorenal. Ureter dipersarafi secara sempurna oleh
serat saraf nyeri. Bila ureter tersumbat (contoh : oleh batu ureter), timbul refleks konstriksi yang kuat
sehubungan dengan rasa nyeri yang hebat. Impuls rasa nyeri juga menyebabkan refleks simpatis
kembali ke ginjal untuk mengkontriksikan arteriol-arteriol ginjal, dengan demikian menurunkan
pengeluaran urin dari ginjal. Efek ini disebut refleks ureterorenal dan bersifat penting untuk mencegah
aliran cairan yang berlebihan kedalam pelvis ginjal yang ureternya tersumbat.
1. Refleks Berkemih
Merujuk kembali pada pembahsan yang di atas, kita dapat mengetahui bahwa selama kandung kemih
terisi, banyak yang menyertai kontraksi berkemih mulai tampak, seperti diperlihatkan oleh gelombang
tajam dengan garis putus-putus. Keadaan ini disebabkan oleh refleks peregangan yang dimulai oleh
reseptor regang sensorik pada dinding kandung kemih, khususnya oleh reseptor pada uretra posterior
ketika daerah ini mulai terisi urin pada tekanan kandung kemih yang lebih tinggi. Sinyal sensorik dari
reseptor regang kandung kemih dihantarkan ke segmen sakral medula spinalis melalui nervus
pelvikus dan kemudian secara refleks kembali lagi ke kandung kemih melalui serat saraf parasimpatis
melalui saraf yang sama ini.
Ketika kandung kemih hanya terisi sebagian, kontraksi berkemih ini biasanya secara spontan
berelaksasi setelah beberapa detik, otot detrusor berhenti berkontraksi, dan tekanan turun kembali ke
garis basal. Karena kandung kemih terus terisi, refleks berkemih menjadi bertambah sering dan
menyebabkan kontraksi otot detrusor lebih kuat. Sekali refleks berkemih mulai timbul, refleks ini akan
menghilang sendiri. Artinya, kontraksi awal kandung kemih selanjutnya akan mengaktifkan
reseptor regang untuk menyebabkan peningkatan selanjutnya pada impuls sensorik ke kandung
kemih dan uretra posterior, yang menimbulkan peningkatan refleks kontraksi kandung kemih lebih
lanjut, jadi siklus ini berulang dan berulang lagi sampai kandung kemih mencapai kontraksi yang kuat.
Kemudian, setelah beberapa detik sampai lebih dari semenit, refleks yang menghilang sendiri ini mulai
melemah dan siklus regeneratif dari refleks miksi ini berhenti, menyebabkan kandung kemih
berelaksasi.
Jadi refleks berkemih adalah suatu siklus tunggal lengkap dari :
Peningkatan tekanan yang cepat dan progresif Periode tekanan dipertahankan dan Kembalinya
tekanan ke tonus basal kandung kemih. Sekali refleks berkemih terjadi tetapi tidak berhasil
mengosongkan kandung kemih, elemen saraf dari refleks ini biasanya tetap dalam keadaan terinhibisi
selama beberapa menit sampai satu jam atau lebih sebelum refleks berkemih lainnya terjadi. Karena
kandung kemih menjadi semakin terisi, refleks berkemih menjadi semakin sering dan semakin kuat.
Sekali refleks berkemih menjadi cukup kuat, hal ini juga menimbulkan refleks lain, yang berjalan
melalui nervus pudendal ke sfingter eksternus untuk menghambatnya. Jika inhibisi ini lebih kuat
dalam otak daripada sinyal konstriktor volunter ke sfingter eksterna, berkemih pun akan terjadi. Jika
tidak, berkemih tidak akan terjadi sampai kandung kemih terisi lagi dan refleks berkemih menjadi
makin kuat.
D. PERANGSANG ATAU PENGHAMBAT BERKEMIH OLEH OTAK
Refleks berkemih adalah refleks medula spinalis yang seluruhnya bersifat autonomik, tetapi dapat
dihambat atau dirangsang oleh pusat dalam otak.
Pusat-pusat ini antara lain :
Pusat perangsang dan penghambat kuat dalam batang otak, terutama terletak di pons dan Beberapa
pusat yang terletak di korteks serebral yang terutama bekerja sebagai penghambat tetapi dapat juga
menjadi perangsang. Refleks berkemih merupakan dasar penyebab terjadinya berkemih, tetapi pusat
yang lebih tinggi normalnya memegang peranan sebagai pengendali akhir dari berkemih seperti
berikut : Pusat yang lebih tinggi menjaga secara parsial penghambatan refleks berkemih kecuali jika
persitiwa berkemih dikehendaki. Pusat yang lebih tinggi dapat mencegah berkemih, bahkan jika
refleks berkemih timbul, dengan membuat kontraksi tonik terus menerus pada sfingter eksternus
kandung kemih sampai mendapatkan waktu yang baik untuk berkemih. Jika tiba waktu untuk
berkemih, pusat kortikal dapat merangsang pusat berkemih sakral untuk membantu mencetuskan
refleks berkeih dan dalam waktu bersamaam menghambat sfingter eksternus kandung kemih
sehingga peristiwa berkemih dapat terjadi. Berkemih di bawah keinginan biasanya tercetus dengan
cara berikut : Pertama, seseorang secara sadar mengkontraksikan otot-otot abdomennya, yang
meningkatkan tekanan dalam kandung kemih dan mengakibatkan urin ekstra memasuki leher
kandung kemih dan uretra posterior di bawah tekanan, sehingga meregangkan dindingnya. Hal ini
menstimulasi reseptor regang, yang merangsang refleks berkemih dan menghambat sfingter
eksternus uretra secara simultan. Biasanya, seluruh urin akan keluar, terkadang lebih dari 5 sampai
10 ml urin tertinggal di kandung kemih.
E. ETIOLOGI
Penyebab dari adanya retensi urine yang paling sering dan yang seharusnya bertanggung jawab akan
terjadinya retensi urine ialah:
1. Operasi pada daerah abdomen bawah, pelvis vesika urinaria
2. Trauma sumsum tulang belakang
3. Tekanan uretra yang tinggi disebabkan oleh otot detrusor yang lemah
4. Sfingter yang kuat
5. Sumbatan (struktur uretra dan pembesaran kelenjar prostat)
F. KLASIFIKASI
Inkontinesia urine adalah ketidakmampuan otot sfingter eksternal sementara atau menetap untuk
mengontrol ekskresi urine. Secara umum, penyebab dari inkontinesia: proses penuaan, dan
penggunanaan obat narkotik atau sedatif. Inkontinesia urine terdiri atas:
Klasifikasi retensi urine menurut Alimul Aziz (2006):
1. Inkontinesia Dorongan
Inkontinesia dorongan merupakan keadaan di mana seseorang mengalami pengeluaran urine tanpa
sadar, terjadi segera setelah merasa dorongan yang kuat untuk berkemih.
2. Inkontinesia Total
Inkotinesia total merupakan keadaan di mana seseorang mengalami pengeluaran urine yang terus
menerus dan tidak dapat diperkirakan
3. Inkontinesia Stress
Inkontinesia stress merupakan keadaan seseorang yang mengalami kehilangan urine kurang dari 50
ml, terjadi dengan peningkatan tekanan abdomen.
4. Inkontinesia Reflek
Inkontinesia reflek merupakan keadaan di mana seseorang mengalami pengeluaran urine yang tidak
dirasakan, terjadi pada interval yang dapat diperkirakan bila volume kandung kemih mencapai jumlah
tertentu.
5. Inkontinesia Fungsional
Inkontinesia fungsional merupakan keadaan seseorang yang mengalami pengeluaran urine secara tan
npa disadari dan tidak dapat diperkirakan.
G. TANDA DAN GEJALA
Retensi urine memberikan gejala gangguan berkemih, termasuk diantaranya kesulitan buang air kecil;
pancaran kencing lemah, lambat, dan terputus-putus; ada rasa tidak puas, dan keinginan untuk
mengedan atau memberikan tekanan pada suprapubik saat berkemih. Suatu penelitian melaporkan
bahwa gejala yang paling bermakna dalam memprediksikan adanya gangguan berkemih adalah
pancaran kencing yang lemah, pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna, mengedan saat
berkemih, dan nokturia.
H. PATOFISIOLOGI
Proses berkemih melibatkan 2 proses yang berbeda yaitu pengisian dan penyimpanan urine dan
pengosongan kandung kemih. Hal ini saling berlawanan dan bergantian secara normal. Aktivitas otot-
otot kandung kemih dalam hal penyimpanan dan pengeluaran urin dikontrol oleh sistem saraf otonom
dan somatik. Selama fase pengisian, pengaruh sistem saraf simpatis terhadap kandung kemih
menjadi bertekanan rendah dengan meningkatkan resistensi saluran kemih. Penyimpanan urin
dikoordinasikan oleh hambatan sistem simpatis dari aktivitas kontraktil otot detrusor yang dikaitkan
dengan peningkatan tekanan otot dari leher kandung kemih dan proksimal uretra. Pengeluaran urine
secara normal timbul akibat dari kontraksi yang simultan otot detrusor dan relaksasi saluran kemih.
Hal ini dipengaruhi oleh sistem saraf parasimpatis yang mempunyai neurotransmiter utama yaitu
asetilkholin, suatu agen kolinergik. Selama fase pengisian, impuls afferen ditransmisikan ke saraf
sensoris pada ujung ganglion dorsal spinal sakral segmen 2-4 dan informasikan ke batang otak.
Impuls saraf dari batang otak menghambat aliran parasimpatis dari pusat kemih sakral spinal. Selama
fase pengosongan kandung kemih, hambatan pada aliran parasimpatis sakral dihentikan dan timbul
kontraksi otot detrusor.
Hambatan aliran simpatis pada kandung kemih menimbulkan relaksasi pada otot uretra trigonal dan
proksimal. Impuls berjalan sepanjang nervus pudendus untuk merelaksasikan otot halus dan skelet
dari sphincter eksterna. Hasilnya keluarnya urine dengan resistensi saluran yang minimal. Retensi
postpartum paling sering terjadi. Setelah terjadi kelahiran pervaginam spontan, disfungsi kandung
kemih terjadi 9-14 % pasien; setelah kelahiran menggunakan forcep, angka ini meningkat menjadi 38
%. Retensi ini biasanya terjadi akibat dari dissinergis antara otot detrusor-sphincter dengan relaksasi
uretra yang tidak sempurna yang kemudian menyebabkan nyeri dan edema. Sebaliknya pasien yang
tidak dapat mengosongkan kandung kemihnya setelah sectio cesaria biasanya akibat dari tidak
berkontraksi dan kurang aktifnya otot detrusor.
I. PENATALAKSANAAN
Ketika kandung kemih menjadi sangat menggembung diperlukan kateterisasi, kateter Foley ditinggal
dalam kandung kemih selama 24-48 jam untuk menjaga kandung kemih tetap kosong dan
memungkinkan kandung kemih menemukan kembali tonus normal dan sensasi. Bila kateter dilepas,
pasien harus dapat berkemih secara spontan dalam waktu 4 jam. Setelah berkemih secara spontan,
kandung kemih harus dikateter kembali untuk memastikan bahwa residu urine minimal. Bila kandung
kemih mengandung lebih dari 100 ml urine, drainase kandung kemih dilanjutkan lagi.
J. KOMPLIKASI
Karena terjadinya retensi urine yang berkepanjangan, maka kemampuan elastisitas vesica urinaria
menurun, dan terjadi peningkatan tekanan intra vesika yang menyebabkan terjadinya reflux, sehingga
penting untuk dilakukan pemeriksaan USG pada ginjal dan ureter atau dapat juga dilakukan foto BNO-
IVP.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
I. STATUS KESEHATAN
A. Pola berkemih
Pada orang-orang untuk berkemih sangat individual.
B. Frekuensi
Frekuensi untuk berkemih tergantung kebiasaan dan kesempatan
Banyak orang-orang berkemih kira-kira 70 % dari urine setiap hari pada waktu bangun tidur dan tidak
memerlukan waktu untuk berkemih pada malam hari.
Orang-orang biasanya berkemih : pertama kali pada waktu bangun tidur, sebelum tidur dan berkisar
waktu makan.
C. Volume
Volume urine yang dikeluarkan sangat bervariasi.
Usia Jumlah / hari
1. Hari pertama & kedua dari kehidupan 15 60 ml
2. Hari ketiga kesepuluh dari kehidupan 100 300 ml
3. Hari kesepuluh 2 bulan kehidupan 250 400 ml
4. Dua bulan 1 tahun kehidupan 400 500 ml
5. 1 3 tahun 500 600 ml
6. 3 5 tahun 600 700 ml
7. 5 8 tahun 700 1000 ml
8. 8 14 tahun 800 1400 ml
9. 14 tahun dewasa 1500 ml
10. Dewasa tua 1500 ml / kurang
Jika volume dibawah 500 ml atau diatas 300 ml dalam periode 24 jam pada orang dewasa, maka
perlu lapor.
2. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBIASAAN BERKEMIH
A. Diet dan intake
Jumlah dan type makanan merupakan faktor utama yang mempengaruhi output urine, seperti protein
dan sodium mempengaruhi jumlah urine yang keluar, kopi meningkatkan pembentukan urine intake
cairan dari kebutuhan, akibatnya output urine lebih banyak.
B. Respon keinginan awal untuk berkemih
Beberapa masyarakat mempunyai kebiasaan mengabaikan respon awal untuk berkemih dan hanya
pada akhir keinginan berkemih menjadi lebih kuat. Akibatnya urine banyak tertahan di kandung
kemih. Masyarakat ini mempunyai kapasitas kandung kemih yang lebih dari pada norma.
C. Gaya hidup
Banyak segi gaya hidup mempengaruhi seseorang dalam hal eliminasi urine. Tersedianya fasilitas
toilet atau kamar mandi dapat mempengaruhi frekuensi eliminasi. Praktek eliminasi keluarga dapat
mempengaruhi tingkah laku.
D. Stress psikologi
Meningkatnya stress seseorang dapat mengakibatkan meningkatnya frekuensi keinginan berkemih,
hal ini karena meningkatnya sensitive untuk keinginan berkemih dan atau meningkatnya jumlah urine
yang diproduksi.
E. Tingkat aktifitas
Aktifitas sangat dibutuhkan untuk mempertahankan tonus otot. Eliminasi urine membutuhkan tonus
otot kandung kemih yang baik untuk tonus sfingter internal dan eksternal. Hilangnya tonus otot
kandung kemih terjadi pada masyarakat yang menggunakan kateter untuk periode waktu yang lama.
Karena urine secara terus menerus dialirkan keluar kandung kemih, otot-otot itu tidak pernah
merenggang dan dapat menjadi tidak berfungsi. Aktifitas yang lebih berat akan mempengaruhi jumlah
urine yang diproduksi, hal ini disebabkan karena lebih besar metabolisme tubuh.
F. Tingkat perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga akan mempengaruhi pola berkemih. Pada wanita hamil
kapasitas kandung kemihnya menurun karena adanya tekanan dari fetus atau adanya lebih sering
berkemih.
G. Kondisi Patologis.
Demam dapat menurunkan produksi urine (jumlah & karakter), Obat diuretiik dapat
meningkatkan output urine, Analgetik dapat terjadi retensi urine.
II. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. URINE
A. Warna :
Normal urine berwarna kekuning kuningan. Obat obatan dapat mengubah warna urine seperti orange
gela. Warna urine merah, kuning, coklat merupakan indikasi adanya penyakit.
B. Bau :
Normal urine berbau aromatik yang memusingkan. Bau yang merupakan indikasi adanya masalah
seperti infeksi atau mencerna obat-obatan tertentu.
C. Berat jenis :
Adalah berat atau derajat konsentrasi bahan (zat) dibandingkan dengan suatu volume yang sama dari
yang lain seperti air yang disuling sebagai standar.
Berat jenis air suling adalah 1, 009 ml
Normal berat jenis : 1010 1025
D. Kejernihan :
Normal urine terang dan transparan Urine dapat menjadi keruh karena ada mukus atau pus.
E. pH :
Normal Ph urine sedikit asam (4,5 7,5). Urine yang telah melewati temperatur ruangan untuk
beberapa jam dapat menjadi alkali karena aktifitas bakteri Vegetarian urinennya sedikit alkali.
F. Protein :
Normal : molekul-molekul protein yang besar seperti : albumin, fibrinogen, globulin,
tidak tersaring melalui ginjal urine. Pada keadaan kerusakan ginjal, molekul-
molekul tersebut dapat tersaring urine Adanya protein didalam urine proteinuria, adanya albumin
dalam urine albuminuria.
G. Darah :
Darah dalam urine dapat tampak jelas atau dapat tidak tampak jelas.
Adanya darah dalam urine hematuria.
H. Glukosa :
Normal : adanya sejumlah glukosa dalam urine tidak berarti bila hanya bersifat sementara, misalnya
pada seseorang yang makan gula banyak menetap pada pasien
I. DM:
Adanya gula dalam urine glukosa
J. Keton :
Hasil oksidasi lemak yang berlebihan.
2. MASALAH-MASALAH DALAM ELIMINASI
Masalah-masalahnya adalah : retensi, inkontinensia urine, enuresis, perubahan pola urine (frekuensi,
keinginan (urgensi), poliurine dan urine suppression).
A. Penyebab umum masalah ini adalah :
Obstruksi
Pertumbuhan jaringan abnormal
Batu
Infeksi
Masalah-masalah lain.
B. Retensi
Adanya penumpukan urine didalam kandung kemih dan ketidak sanggupan kandung kemih untuk
mengosongkan diri. Menyebabkan distensi kandung kemih Normal urine berada di kandung kemih 250
450 ml Urine ini merangsang refleks untuk berkemih.
Dalam keadaan distensi, kandung kemih dapat menampung urine sebanyak 3000 4000 ml urine.
C. Tanda-tanda klinis retensi
Ketidaknyamanan daerah pubis.
Distensi kandung kemih
Ketidak sanggupan unutk berkemih.
Sering berkeih dalam kandung kemih yang sedikit (25 50 ml)
Ketidak seimbangan jumlah urine yang dikelurakan dengan intakenya.
Meningkatnya keresahan dan keinginan berkemih.
D. Penyebab
Operasi pada daerah abdomen bawah, pelviks, kandung kemih, urethra.
Pembesaran kelenjar prostat
Strikture urethra.
Trauma sumsum tulang belakang.
I. Inkontinensi urine
Ketidaksanggupan sementara atau permanen otot sfingter eksterna untuk mengontrol keluarnya urine
dari kandung kemih. Jika kandung kemih dikosongkan secara total selama inkontinensi inkontinensi
komplit Jika kandung kemih tidak secara total dikosongkan selama inkontinensia inkontinensi
sebagian
1. Penyebab Inkontinensi
a) Proses ketuaan
b) Pembesaran kelenjar prostat
c) Spasme kandung kemih
d) Menurunnya kesadaran
e) Menggunakan obat narkotik sedative
Ada beberapa jenis inkontinensi yang dapat dibedakan :
1. Total inkontinensi
Adalah kelanjutan dan tidak dapat diprediksikan keluarnya urine. Penyebabnya biasanya adalah injury
sfinter eksternal pada laki-laki, injury otot perinela atau adanya fistula antara kandung kemih dan
vagina pada wanita dan kongenital atau kelainan neurologis.
2. Stress inkontinensi
Ketidaksanggupan mengontrol keluarnya urine pada waktu tekanan abdomen meningkat contohnya
batuk, tertawa karena ketidaksanggupan sfingter eksternal menutup.
3. Urge inkontinensi
Terjadi pada waktu kebutuhan berkemih yang baik, tetapi tidak dapat ketoilet tepat pada waktunya.
Disebabkan infeksi saluran kemih bagian bawah atau spasme kandung kemih.
4. Fungisonal inkontinensi
Adalah involunter yang tidak dapat diprediksi keluarnya urine. Biasa didefinisikan sebagai inkontinensi
persists karena secara fisik dan mental mengalami gangguan atau beberapa faktor lingkungan dalam
persiapan untuk buang air kecil di kamar mandi.
5. Refleks inkontinensi
Adalah involunter keluarnya urine yang diprediksi intervalnya ketika ada reaksi volume kandung
kemih penuh. Klien tidak dapat merasakan pengosongan kandung kemihnya penuh.
6. Enuresis
Sering terjadi pada anak-anak, Umumnya terjadi pada malam hari nocturnal enuresis. Dapat terjadi
satu kali atau lebih dalam semalam.
a. Penyebab Enuresis
1. Kapasitas kandung kemih lebih besar dari normalnya
2. Anak-anak yang tidurnya bersuara dan tanda-tanda dari indikasi dari keinginan berkemih tidak
diketahui, yang mengakibatkan terlambatnya bagun tidur untuk kekamar mandi.
3. Kandung kemih irritable dan seterusnya tidak dapat menampung urine dalam jumlah besar.
4. Suasana emosional yang tidak menyenangkan di rumah (misalnya persaingan dengan saudara
kandung, ceksok dengan orang tua). Orang tua yang mempunyai pendapat bahwa anaknya akan
mengatasi kebiasaannya tanpa dibantu untuk mendidiknya.
5. Infeksi saluran kemih atau perubahan fisik atau neurologi sistem perkemihan.
6. Makanan yang banyak mengandung garam dan mineral atau makanan pemedas
7. Anak yang takut jalan pada gang gelap untuk kekamar mandi.
b. Perubahan pola berkemih
a. Frekuensi
1. Normal, meningkatnya frekuensi berkemih, karena meningkatnya cairan
2. Frekuensi tinggi tanpa suatu tekanan intake cairan dapat diakibatkan karena cystitis
3. Frekuensi tinggi pada orang stress dan orang h amil
4. Canture / nokturia meningkatnya frekuensi berkemih pada malam hari, tetapi ini tidak akibat
meningkatnya intake cairan.
b. Urgency
1. Adalah perasaan seseorang untuk berkemih.
2. Sering seseorang tergesa-gesa ke toilet takut mengalami inkontinensi jika tidak berkemi.
3. Pada umumnya anak kecil masih buruk kemampuan mengontrol sfingter eksternal.
7. Dysuria
a) Adanya rasa sakit atau kesulitan dalam berkemih.
b) Dapat terjadi karena : striktura urethra, infeksi perkemihan, trauma pada kandung kemih dan
urethra.
8. Polyuria
a) Produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal, seperti 2.500 ml/hari, tanpa adanya
peningkatan intake cairan.
b) Dapat terjadi karena : DM, defisiensi ADH, penyakit ginjal kronik.
c) Tanda-tanda lain adalah : polydipsi, dehidrasi dan hilangnya berat badan.
9. Urinari suppresi
a) Adalah berhenti mendadak produksi urine.
b) Secara normnal urine diproduksi oleh ginjal secara terus menerus pada kecepatan 60 120
ml/jam (720 1440 ml/hari) dewasa.
c) Keadaan dimana ginjal tidak memproduksi urine kurang dari 100 ml/hari disanuria.
d) Produksi urine abnormal dalam jumlah sedikit oleh ginjal disebut oliguria misalnya 100 500
ml/hari.
e) Penyebab anuria dan oliguria : penyakit ginjal, kegagalan jantung, luka bakar dan shock.
3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan dalam eliminasi urine berhubungan dengan retensi urine, inkontinensi dan enuresis.
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya inkontinensi urine.
3. Perubahan dalam rasa nyaman berhubungan dengan dysuria.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan retensi urine, pemasangan kateter.
5. Perubahan konsep diri berhubungan dengan inkontinensi
6. Isolasi sosial berhubungan dengan inkontensi
Self care defisit : toileting jika klien inkontinesi.
Potensial defisit volume cairan berhubungan dengan gangguan fungsi saluran urinary akibat proses
penyakit.
Gangguan body image berhubungan dengan pemasangan urinary diversi ostomy.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterampilan pemasangan diversi urinary ostomy.
4. PERENCANAAN & INTERVENSI
Tujuan :
Memberikan intake cairan secara tepat
Memastikan keseimbangan intake dan output cairan
Mencegah ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Mencegah kerusakan kulit
Mencegah infeksi saluran kemih
Memulihkan self esteem atau mencegah tekanan emosional
Untuk anak kecil meningkatkan kontrol berkemih dan self esteem.
a) Tindakan secara umum
Intake cairan secara tepat, pasien dengan masalah perkemihan yang sering intake jumlah cairan
setiap hari ditentukan dokter. Pasien dengan infeksi perkemihan, cairannya sering ditingkatkan.
Pasien dengan edema cairannya dibatasi.
o Mengukur intake dan output cairan. Jumlah caiaran yang masuk dan keluar dalam setiap hari harus
diukur, untuk mengetahui kesimbangan cairan.
o Membantu mempertahankan secara normal berkemih.
o Membantu pasien mempertahankan posisi normal untuk berkemih
o Memberikan kebebasan untuk pasien
o Memberikan bantuan pada saat pasien pertama kali merasa ingin buang air kecil
Jika menggunakan bedpan atau urinal yakin itu dalam keadaan hangat.
o Bila pasien menggunakan bedpan, tinggikan bagian kepala tempat tidur dengan posisi fowler dan
letakkan bantal kecil dibawah leher untuk meningkatkan support dan kenyamanan fisik (prosedur
membantu memberi pispot/urinal)
o Tuangkan air hangat dalam perineum
o Mengalirkan air keran dalam jarak yang kedengaran pasien
o Memberikan obat-obatan yang diperlukan untuk mengurangi nyeri dan membantu relaks otot
o Letakkan secara hati-hati tekan kebawah diatas kandung kemih pada waktu berkemih
o Menenangkan pasien dan menghilangkan sesuatu yang dapat menimbulkan kecemasan.
b) Tindakan hygienis
Untuk mempertahankan kebersihan di daerah genital:
Tujuannya untuk memberikan rasa nyaman dan mencegah infeksi
i. Tindakan spesifik masalah-masalah perkemihan
a) Retensi urin
Membantu dalam mempertahankan pola berkemih secara normal
Jika tejadi pada post operasi berikan analgetik
Kateterisasi urin
b) Inkontinensi
Menetapkan rencana berkemih secara teratur dan menolong pasien mempertahankan itu.
Mengatur intake cairan, khususnya sebelum pasien istirahat, mengurangi kebutuhan berkemih.
Meningkatkan aktifitas fisik untuk meningkatkan tonus otot dan sirkulasi darah, selanjutnya menolong
pasien mengontrol berkemih.
Merasa yakin bahwa toilet dan bedpan dalam jangkauannya.
Tindakan melindungi dengan menggunakan alas untuk mempertahankan laken agar tetap kering.
Untuk pasien yang mengalami kelemahan kandung kemih pengeluaran manual dengan tekanan
kandung kemih diperlukan untuk mengeluarkan urine.
Untuk pasien pria yang dapat berjalan/berbaring ditempat tidur, inkontinensi tidak dikontrol dapat
menggunakan kondom atau kateter penis.
c) Enuresis
Untuk enuresis yang kompleks, maka perlu dikaji komprehensif riwayat fisik dan psikologi, selain itu
juga urinalisis (fisik, kimia atau pemeriksaan mikroskopis) untuk mengetahui penyebabnya.
Mencegah agar tidak terjadi konflik kedua orang tua dan anak-anaknya
Membatasi cairan sebelum tidur dan mengosongkan kandung kemih sebelum tidur / secara teratur.

BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Individu dengan inkontinensia dan gejala gangguan kandung kemih yang lain meningkatkan resiko
terjadinya kesulitan berkemih dan dan retensi. Akibat dari retensi adalah timbulnya infeksi traktus
urinarius yang rekuren dengan kemungkinan gangguan pada traktus urinarius bagian atas.
Pendeteksian terhadap kondisi tersebut merupakan hal yang penting dalam penanganan farmakologi
dan pembedahan pada wanita dengan inkontinensia urine yang cenderung menjadi eksaserbasi
kesulitan berkemih dan retensi kronik.

DAFTAR PUSTAKA
Germain MM. Urinary Retention and Overflow Incontinence In Bent.AE, Cundiff GW, Ostergard DR,
Seift SE. Ostergards Urogynecology and Pelvic Floor Dysfunction,5th ed.
Lipiincoltt Willian & Wilkins, USA,1992: 285-91.
Hellerstein S. Voiding Disfunction. Available at: http://www.emedicine.com. Accessed 25 February
2006.
Saultz JW, Toffler WL, Shackles JY. Postpartum urinary retention. Available
at:http://www.pubmed.gov. Accessed 25 February 2006.
http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/17/konsep-dasar-pemenuhan-kebutuhan-eliminasi-
urien/15 oktober 2010/11:30.
Aziz Alimul Hidayat A.2006. kebutuhan dasar manusia 2. Jakarta: Salemba Medika.
Proses Berkemih
Secara umum buli-buli menjalankan dua fungsi utama, yaitu:
1. Menyimpan urin (vesica urinaria/buli-buli)
2. Mengosongkan (mikturisi) urin

Ada 3 organ utama yang berperan dalam proses berkemih: buli-buli, sfingter uretra, dan saluran
keluar uretra


Fungsi penyimpanan (Storage)




mampu mengakomodir kenaikan volume dan menjaga agar fase pengisian tetap terjadi sehingga
kita bisa tau kalau ingin kencing
otot buli-buli berelaksasi saat pengisian urin dan menjaga tekanan dan volume
compliance (atau kapasitas) buli berkaitan dengan elastisitas dinding buli. Contoh ada penyakit yang
kapasitas buli-buli jadi kecil sehingga lebih sering kencing
bladder outlet juga harus dalam keadaan tertutup sehingga mencegah terjadinya leakage.
Tidak boleh ada kontraksi involunter buli-buli.
Pada volume 20, 30, 40 mL masih relatif konstan tekanan di bladdernya. Tetapi sampai titik tertentu
tekanan meningkat dan menimbulkan keinginan untuk berkemih.

Fungsi pengosongan vesica urinaria
terjadi peningkatan kontraksi otot polos (m.detrussor) secara adekuat baik durasi maupun
amplitudonya. Kalau pompanya (kontraksinya) tidak kuat maka akan ada residual urin. Kekuatan
pompa tergantung hambatan di sfingter. Misal pada pembesaran prostat sfingter terhambat
sehingga harus lebih keras kerja pompanya.
Harus ada tahanan yang lebih rendah di tingkat sfingter eksterna. Sama seperti tadi (hambatan
akibat sumbatan oleh prostat) jadi tidak boleh ada hambatan
Tidak boleh ada sumbatan dalam proses pengosongan

Sistem Persarafan Vesika urinaria
Pada saat (vesica urinaria) terisi, medulla spinalis dan saraf simpatik di rangsang :

1. stimulasi sistem saraf alfa adrenergik kemudian memediasi kontraksi bladder neck sehingga
memicu pengosongan.
2. menghambat kontraksi buli-buli melalui penghambatan beta adrenergik pada otot polos buli-
buli. Kontrol persarafan terutama pada dewasa dapat terlihat pada kemampuan untuk
menahan kencing walaupun sudah ada kenginan untuk kencing. Ini lah bedanya dengan anak
kecil belum bisa nahan kencing karena belum berkembang sarafnya
3. Untuk mempertahankan pintu keluar kencing tetap tertutup saat fase pengisian, otot yang ada
di uretra berkontrakasi

Sebelum mempelajari tentang retensi urin, berikut adalah proses berkemih secara volunter


Sfingter akan berlelaksasi sehingga terjadi peningkatan kontraksi otot polos dari rangsangan N.
parasimpatik pelvis.
Meskipun pengosongan buli merupakan respon sistem parasimpatis, pusat yang mengorganisir
proses berkemih terdapat di batang otak dan melibatkan jalur asending dan desending medulla
spinalis. Pusatnya di S2-4 medula spinalis
proses berkemih merupakan proses yang kompleks dan bisa terjadi secara involunter atau volunter

RETENSIO URIN Retensi urin adalah keadaan di mana seseorang tidak dapat berkemih spontan
sesuai kehendak. Retensi urin bisa dibagi menjadi 2 keadaan yaitu akut dan kronik.


Retensi urin akut
Retensi urin yang akut adalah ketidakmampuan berkemih tiba-tiba dan disertai rasa sakit meskipun
buli-buli terisi penuh. Berbeda dengan kronis, tidak ada rasa sakit karena urin sedikit demi sedikit
tertimbun. Kondisi yang terkait adalah tidak dapat berkemih sama sekali, kandung kemih penuh,
terjadi tiba-tiba, disertai rasa nyeri, dan keadaan ini termasuk kedaruratan dalam urologi. Kalau tidak
dapat berkemih sama sekali segera dipasang kateter.

Retensi urin kronik
Retensi urin kronik adalah retensi urin tanpa rasa nyeri yang disebabkan oleh peningkatan volume
residu urin yang bertahap. Hal ini dapat disebabkan karena pembesaran prostat, pembesaran
sedikit2 lama2 ga bisa kencing. Bisa kencing sedikit tapi bukan karena keinginannya sendiri tapi
keluar sendiri karena tekanan lebih tinggi daripada tekanan sfingternya. Kondisi yang terkait adalah
masih dapat berkemih, namun tidak lancar , sulit memulai berkemih (hesitancy), tidak dapat
mengosongkan kandung kemih dengan sempurna (tidak lampias). Retensi urin kronik tidak
mengancam nyawa, namun dapat menyebabkan permasalahan medis yang serius di kemudian hari.

Perhatikan bahwa pada retensi urin akut, laki-laki lebih banyak daripada wanita dengan
perbandingan 3/1000 : 3/100000. Berdasarkan data juga dapat dilihat bahwa dengan bertambahnya
umur pada laki-laki, kejadian retensi urin juga akan semakin meningkat.

Patofisiologi penyebab retensi urin dapat dibedakan berdasarkan sumber penyebabnya
Klasifikasi


supravesikal,
vesikal,
infravesikal.
Contoh gangguan supravesikal adalah gangguan inervasi saraf motorik dan sensorik. Misalnya DM
berat sehingga terjadi neuropati yang mengakibatkan otot tidak mau berkontraksi
Contoh gangguan vesikal adalah kondisi lokal seperti batu di kandung kemih, obat
antimuskarinik/antikolinergik (tekanan kandung kemih yang rendah)
Contoh gangguan infravesikal adalah bladder outlet obstruksi (Anatomi, meningkatnya resistensi
uretra, obat simpatomimetik (fisiologis).

Diagnosis
Temuan Anamnesis: Keluhan tidak dapat berkemih
PF: distensi kandung kemih. Pada volume lebih daripada 200 mL bisa dipalpasi, kalau volume lebih
daripada 150 mL bisa diperkusi.
USG kandung kemih
Kateterisasi
Pada retensi kronik digunakan:
Urinalisis untuk melihat adanya infeksi
USG untuk melihat vol residu urin
Foto polos abdomen/BNO
CT Scan
Tatalaksana Retensi Urin
Dekompresi kadung kemih
- kateterisasi 12F 18F.

Ukuran kateter dilihat berdasarkan F. F adalah singkatan dari France. Ukurannya yaitu 3 France = 1
mm.


Masalah yang bisa terjadi pada pemasangan kateter adalah
Pasien tidak relaks karena tegang sehingga terjadi kontraksi sfingter eksterna. Hal yang harus
dilakukan adalah menenangkan pasien dan membimbingnya, bisa juga dengan diajak ngobrol. Bila
perlu diberikan relaksan/analgesik atau anestesi berupa xylocaine jelly yang lebih banyak.
Striktura uretra. Pada keadaan ini digunakan kateter yang lebih kecil sampai dengan 10 F
Lobus medius prostat menonjol sehingga terjadi false route

Bila kateterisasi tidak berhasil bisa dilakukan pungsi suprapubic/sistostomi perkutan dengan syarat:
Buli-buli harus penuh
Pasien supine, jarum tegak lurus - 20
2 jari atas simfisis
Jarum suntik/ abbocath 14G





Definisi :
Ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kencing.


Penyebab :
A. Faktor Buli

Batu Buli
Tumor Buli
Neurogenic Bladder
Bladder Neck Stenosis

B. Faktor Uretra

Benigna Prostat Hypertropi (BPH)
Tumor Prostat
Batu Uretra
Stricture Uretra
Ruptur Uretra
Tumor Uretra

Gejala dan Tanda secara umum
Gejala :

Pasien tidak kencing
Pasien merasa mau kencing
Nyeri pada perut bawah

Tanda :
Supra Symphysis
Inspeksi : benjolan pada supra pubik

Palpasi :

buli terasa penuh
nyeri tekan
tak mau BAK jika ditekan
Perkusi :

redup
ada sensasi pasien mau BAK

Pertolongan :
Dilakukan pengeluaran kencing
A. Pasang kateter, dengan syarat :

Tidak ada meatal bleeding
Secara steril
Masukkan jeli 5-10 cc dalam uretra
B. Sistostomi, dengan syarat : Tidak bisa dipasang kateter
Caranya :

1. Open Sistostomy
2. Closed Sistostomy

Anda mungkin juga menyukai