Anda di halaman 1dari 5

PSIKOTES: KEBENARAN, KEKUASAAN

DAN HILANGNYA KEMANUSIAWIAN


Oleh:
Audifax

Sekitar tahun 1985, ketika kelas 1 SMP, saya mengikuti psikotes yang diwajibkan
bagi semua siswa kelas 1. Dalam psikotes itu, ada beberapa pertanyaan yang
saya ingat, antara lain !Di manakah "ra#ilia$%, !Di Manakah "uenos &ires$%,
!&pakah 'atikan itu$%. (etika saya kelas 1 SM&, sekitar tahun 1988, saya
menemui lagi pertanyaan)pertanyaan itu ketika mengikuti psikotes yang wajib
diikuti oleh semua anak kelas 1. Selang beberapa tahun kemudian, ketika saya
masuk *akultas Psikologi, saya menemukan pertanyaan)pertanyaan itu pada
salah satu tes ketika mengikuti sebuah mata kuliah yang mengajarkan berbagai
tes. Saat ini, di tahun +,,5, saya masih menemukan pertanyaan)pertanyaan itu
pada sejumlah tes psikologi yan dilakukan di sejumlah sekolah maupun institusi
lain. "agi saya, itu sebuah ironi yang menyedihkan, orang)orang yang
menggunakan tes itu seolah menganggap bahwa sang waktu telah membeku.
-ebih menyedihkan lagi orang .orang yang mengerjakan tes itu, kemanusiawian
mereka terpasung oleh pertanyaan yang dianggap mampu mengukur
kemampuan mereka, padahal itu adalah pertanyaan yang sama dalam kurun
waktu +, tahun.
*akta ini membawa kita pada sejumlah pertanyaan. Seberapa pertanyaan)
pertanyaan itu masih memiliki /alliditas untuk mengukur kemampuan seseorang$
"agaimana orang)orang yang menggeluti psikologi itu bisa mena0ikkan
perkembangan dunia$. Siaran langsung pemakaman Paus, Maradona, bintang)
bintang sepakbola dari "ra#ilia dan &rgentina1 bahkan teleno/ela adalah hal)hal
yang jelas)jelas akan merubah /aliditas pertanyaan)pertanyaan itu. -alu,
bagaimana pertanggungjawaban hasil dari tes itu$. Padahal kita tahu bahwa
psikotes tak jarang menentukan !nasib% seseorang. Dalam dunia kerja, seseorang
bisa tidak diterima, dimutasi atau bahkan dikeluarkan akibat hasil psikotes.
Seorang siswa bisa dikategorikan bodoh, terbelakang, dan berbagai label lain,
karena hasil psikotes.
'aliditas hasil psikotes bisa makin runyam jika kita memperhitungkan telah
begitu banyak diterbitkan buku yang memberi petunjuk 2ara menjawab psikotes.
Sementara kita juga mulai bisa mempertanyakan /aliditas alat berbasis
kemampuan menghitung yang terdapat pada tes Pauli, (raeplin 3dan yang se2ara
parsial juga ada di beberapa tes 4561 ketika di masyarakat bermun2ulan kursus)
kursus seperti Sempoa dan Mental &ritmetika. Psikotes sendiri, sebelum sampai
pada semua permasalahan ini, masih menyimpan problem internal berkaitan
dengan adaptasinya pada budaya 4ndonesia. Sebagian alat)alat yang digunakan
sebagai psikotes, masih menyimpan bias budaya. &lat)alat yang menggunakan
gambar seperti 7&7 misalnya, sebagian menggunakan latar situasi 8bangunan,
pakaian, pemandangan9 yang asing untuk 4ndonesia.
Kebenaran
4ronisnya, psikotes, masih menjadi berhala di sejumlah institusi. -embaga
pendidikan setara SMP dan SM: selalu melakukan psikotes untuk
!mengkategorikan% kemampuan anak didiknya. "aru)baru ini, saya dengar bahwa

Peneliti, 4nstitut 4lmu Sosial &lternati0 844S&9 ) Surabaya


jenjang pendidikan setingkat 7( pun melakukan psikotes untuk penerimaan
murid. (ita juga bisa melihat bahwa perusahaan)perusahaan masih
menggunakan psikotes untuk menerima, memutasi atau memberhentikan
karyawan. "ahkan, ketika saya menulis artikel ini, ada berita bahwa pemilihan
(epala daerah 8Pilkada9 juga menggunakan psikotes sebagai salah satu tahapan
yang harus dilalui para 2alon kepala daerah. Dengan begitu banyak kelemahan
dalam hal /aliditas, ternyata psikotes masih juga ditempatkan sebagai
!kebenaran% dalam berbagai hal. Sebuah kebenaran yang menjadi a2uan bagi
keputusan akan nasib dan penilaian terhadap kemampuan manusia. -ebih jauh,
kebenaran ini dapat pula mentaksonomi manusia, menempatkannya dalam hirarki
kualitas yang akan menentukan nasib dan hidupnya.
Pada suatu titik1 psikotes membuat manusia tak lebih dari sekedar angka.
Manusia kehilangan keunikan diri, segala kelebihan yang hanya dimiliki oleh
dirinya sebagai pribadi unik 3dan satu)satunya di dunia6 akan hilang oleh
kriterium psikotes. Manusia telah dimasukkan dalam penyeragaman yang
membuatnya tak lebih dari kerumunan1 bahkan, sampai batas tertentu menjerat
manusia dalam jejaring kekuasaan. ;asibnya, berada di bawah kekuasaan orang
lain yang memiliki modal tertentu. (emanusiaannya ditentukan oleh interpretasi
psikologis yang dilakukan oleh orang)orang tertentu yang memiliki lisensi. Saya
ulangi lagi, !memiliki lisensi%1 artinya tidak sama dengan memiliki kemampuan.
Memiliki lisensi, belum tentu memiliki kemampuan, tapi dalam !wa2ana psikotes%
antara !memiliki lisensi% dan !memiliki kemampuan% kerap ditumpangtindihkan.
-ebih jauh, kepemilikan akan lisensi itu sendiri, telah menjadi bagian dari
kekuasaan ketika lisensi itu hanya bisa dikeluarkan oleh aparatus tertentu.
-isensi untuk menginterpretasi dan menentukan nasib orang ini, hanya bisa
diperoleh ketika seorang sarjana psikologi mengikuti pendidikan pro0esi yang
diadakan oleh sejumlah 0akultas Psikologi. "agi angkatan 199+ dan sebelumnya,
lisensi ini bisa diperoleh melalui pelatihan diagnostik yang diadakan oleh
organisasi pro0esi, dalam hal ini <impsi. Sampai di sini, program pro0esi psikologi
maupun <impsi, adalah =aparatus> yang memiliki kekuasaan untuk melegitimasi
kebenaran psikotes melalui penyelenggaraan pendidikan yang akan menghasilkan
lisensi)lisensi yang dipertukarkan dengan hak menginterpretasi psikotes. &papun
hasilnya, jika psikotes telah diinterpretasi mereka yang memegang lisensi, akan
ditempatkan sebagai kebenaran. &khirnya, dalam wa2ana psikotes, psikologi
menjadi tak lebih dari ilmu yang si0atnya tekstual ketimbang kontekstual. Pada
sisi tertentu, psikologi telah jaut ke dalam bentuk =pertukangan> yang hanya
mengoperasikan alat)alat tes.
4nilah yang dijelaskan Pierre "ourdieu sebagai kekuasaan yang beroperasi melalui
modal simbolik. &ngka)angka dalam psikotes menjadi modal simbolik. -isensi
menggunakan alat)alat psikotes adalah modal simbolik. ?elar psikologi adalah
modal simbolik. (eanggotaan <impsi adalah modal simbolik. Modal ini berguna
untuk mendominasi orang lain, melegitimasi dan memapankan posisi sendiri.
Dalam pembahasan "ourdieu, sebenarnya di2ermati kenyataan bahwa kekuasaan
beroperasi dan menyembunyikan diri melalui budaya. Dalam konteks ini, kita
men2ermati kekuasaan yang beroperasi dalam !budaya akademis%. (elompok
terdominasi adalah kumpulan indi/idu)indi/idu yang menerima begitu saja
8taken-for-granted9 terhadap konstruksi)konstruksi yang ditawarkan oleh
kelompok pendominasi. &gar kelompok yang didominasi menerima begitu saja,
maka kelompok terdominasi harus memiliki modal yang mampu melegitimasi
dominasinya melalui penaklukan moral dan intelektual kelompok terdominasi.
Modal adalah hal)hal yang dalam kebudayaan merupakan suatu yang diyakini
penting.
Dalam psikotes, orang menjadi tak lebih dari angka)angka. ;asib orang dan
bagaimana orang itu digambarkan ditentukan oleh angka yang dimilikinya.
Sedangkan dalam wa2ana pendidikan, kita menemukan pula bahwa sistem
pendidikan pun meredusir manusia sebatas angka. &ngka membuat orang dapat
dikategorikan bodoh, pintar, juara, rangking, 2um laude, summa 2um laude,
teladan, dll. "anyak orang menerima begitu saja bahwa dirinya bodoh hanya
dengan patokan angka itu. @rang jadi tidak mengenali diri dan segala keunikan
yang dimiliki. Sebaliknya, mereka yang oleh angka)angka itu dinobatkan sebagai
makhluk)makhluk exellent, menerima begitu saja tanpa pernah mere0leksikan
kelayakan dirinya. Situasi seperti ini menjadi titik berangkat beroperasinya
kekuasaan.
Psikotes yang diyakini sebagai kebenaran ini persis seperti apa yang digambarkan
oleh Aa2Bues -a2an seperti bayi yang melihat melihat bayangan dirinya di 2ermin
8image9, ia berpikir bahwa itu adalah dirinya. 7etapi sebenarnya bukan, itu hanya
image. 7etapi orang lain 8ibu9 meyakinkan bahwa bayangan dalam 2ermin itu
adalah dirinya. Pengidenti0ikasian diri ini disebut misrecognition, ketika bayi
melihat bayangannya di 2ermin, ia berpikir bahwa bayangan 8image9 itu adalah
dirinya. Sehingga -a2an berpendapat bahwa ego atau self atau !4%dentity
merupakan 0antasi, karena proses pengidenti0ikasian berasal dari eksternal image
dan bukan internal. Seperti ini pula yang terjadi pada orang)orang yang meyakini
hasil psikotes. Pada titik ini, orang justru jatuh ke dalam kolam 2itraan dan
teralienasi dari dirinya sendiri. 4a mengambil begitu saja 2itraan yang dilekatkan
orang atas dirinya dan membiarkan dirinya berada di bawah kekuasaan orang lain
yang menentukan !kenormalan% dirinya, kelayakannya untuk dapat diterima
sebagai anggota suatu komunitas.
Kekuasaan
*ou2ault mengatakan bahwa !kekuasaan yang menormalisir% tidak hanya
dijalankan dalam penjara, tetapi juga beroperasi melalui mekanisme)mekanisme
sosial yang dibangun untuk menjamin kesehatan, pengetahuan, dan
kesejahteraan. (ekuasaan dalam pandangan *ou2ault disalurkan melalui
hubungan sosial yang memproduksi bentuk)bentuk kategorisasi perilaku sebagai
baik atau buruk, dalam upaya pengendalian perilaku. Celasi sosial itulah yang
memproduksi bentuk pemahaman subjekti0 atas perilaku dalam kompleksitas
yang dihadirkan sebagai bentuk restriksi. Dengan demikian, manusia menjadi
layak untuk ditundukkan bukan dengan 2ara kontrol yang bersi0at langsung dan
0isik, tetapi melalui wa2ana dan mekanisme, prosedur, aturan, tata 2ara dan
sebagainya.
*ou2ault menganalisa keterkaitan antara kekuasaan, pengetahuan, dan diskursus
yang berkembang pada kemapanan penjelasan berdasar rasionalitas1 yang hadir
se2ara progresi0 dan telah diyakini banyak orang1 sehingga mem0ungsikannya
sebagai normalisasi yang menyeragamkan. (ita dapat melihat ini pada begitu
banyaknya orang yang memper2ayai begitu saja psikotes. 4ni membuat
intrepretasi)interpretasi psikologis diterima begitu saja sebagai penjelasan atas
kemampuan seseorang. Pada titik ini, orang dipaksa untuk berada pada
keseragaman kriterium penilaian yang telah dimapankan sebagai penjelas
kualitas manusia. (emapanan penjelasan inilah yang kemudian menjadi kerangka
kerja rasional)empiris yang diletakkan sebagai basis dari segala kebenaran dan
pengetahuan. <egemoni penjelasan yang diletakkan di atas rasionalitas dan
diinstitusi ini1 memarjinalisasi diskursus lain serta men2ipta dan mem/alidasi
suatu jaringan kekuatan sosial yang si0atnya normati0 dengan mengedepankan
disiplin serta pembatasan pemikiran indi/idu hanya pada ranah mikrole/el.
<asil psikotes, meminjam istilah Aorge -uis "orges, lebih ber0ungsi sebagai peta
yang mendahului daerah 8peta a teritori9 ketimbang daerah yang menjadi a2uan
membuat peta 8teritori a peta9. @rang akan 2enderung menga0irmasi dan
memperlakukan orang lain berdasarkan hasil psikotes. &palagi, hasil psikotes,
kebanyakan justru tidak diketahui oleh pribadi yang menjalani tes. <asil)hasil
psikotes, kebanyakan dipegang oleh <CD atau guru "P. Dalam 2ara pandang
*ou2ault kita menempatkan psikotes dan penggunaannya sebagai wa2ana1 ini
berarti psikotes tak hanya yang memuat serangkaian kata atau proposisi dalam
teks, tetapi juga sesuatu yang memproduksi sesuatu yang lain 8sebuah gagasan,
konsep, atau e0ek9. -ebih kontekstual, kita dapat menempatkan psikotes sebagai
wa2ana yang dapat dideteksi1 karena se2ara sistematis, suatu ide, opini, konsep,
dan pandangan hidup dibentuk dalam suatu konteks tertentu sehingga
mempengaruhi 2ara berpikir dan bertindak tertentu. Psikotes, tak lepas dari
wa2ana ilmu sosial1 di mana psikologi sebagai salah satu 2abangnya, membentuk
suatu konsep yang mentaksonomi manusia dalam berbagai kategori. (laim
kebenaran yang diatasnamakan sains, membuat psikotes berubah menjadi alat
kekuasaan, terutama ketika orang kerap per2aya begitu saja taksonomi yang
mun2ul dari perangkat ini.
7aksonomi !ke)manusia)an% ini lebih merupakan suatu upaya menguasai
manusia. Dalam nature)nya yang absurd dan terus berubah, manusia adalah
entitas yang sulit untuk dikuasai, namun ketika dia telah masuk dalam suatu
pende0inisian menetap 8fixed definition9, maka manusia akan lebih mudah
dikuasai. Psikotes adalah salah satu fixed definition yang dapat diman0aatkan
oleh berbagai pihak untuk menguasai pihak lain. (eberdayaan psikotes dalam
men2iptakan fixed definition tak lepas dari legitimasi ilmu pengetahuan beserta
aparatus)aparatusnya. Psikotes, melalui penyelenggaraan program pro0esi
psikologi oleh perguruan tinggi, telah ditempatkan sebagai kebenaran mutlak.
4lmu pengetahuan, pada titik ini telah berubah ke arah dogmatisme, karena
orang menerima begitu saja tanpa memberikan 2ermatan lebih jauh pada hasil
psikotes. (esalingterkaitan antara kekuasaan dan pengetahuan ditandai *ou2ault
dengan garis miring 8D9 yang ditempatkan di antara (ekuasaan 8power9 dan
Pengetahuan 8knowledge9.
Kemanusiawian yang Hilang
*ou2ault menjelaskan bahwa kita disosialisasi ke dalam seperangkat praktik
diskursi0 yang berupa struktur pemaknaan. 7etapi ini bukan struktur yang bersi0at
menetap atau tak bisa diubah. Manusia adalah agen yang memediasi struktur ini.
Dengan demikian kelanggengan struktur ini sangat tergantung pada bagaimana
penerimaan manusia. Dalam kaitan dengan psikotes, semakin kita menerima dan
menempatkan hasilnya sebagai kebenaran, maka kita akan semakin terkuasai
oleh struktur itu. -ebih jauh, kita akan semakin terasing dari kemanusiawian kita.
(emapanan Psikotes sebagai kebenaran, memang tak lepas dari budaya dan
ideologi yang berkembang di masyarakat. Psikotes, bisa jadi telah menjadi bagian
dari budaya populer yang menyimbolkan modernitas. Sebuah ideologi dalam
dunia sumber daya manusia yang dianut oleh orang)orang yang memerlukan
pembenar semu dalam keputusannya. Pada titik ini, saya jadi teringat &ntonio
?rams2i yang menjelaskan bahwa budaya dan ideologi men2iptakan makna tetapi
makna ini se2ara konstan diperjuangkan melampaui struktur yang dimediasi oleh
manusia sebagai agen. 4ni lebih jauh dijelaskan dalam konsep mengenai
hegemoni, di mana manusia tertaklukkan se2ara moral dan intelektual karena
berbagai dalil yang tidak di2ermati se2ara kritis. @rang per2aya begitu saja bahwa
mereka yang bergelar psikolog atau master dalam psikologi, adalah para !ahli%
yang dapat menginterpretasi se2ara presisi kemanusiawian orang lain. (ita
mungkin lupa bahwa kemanusiawian kita tak akan pernah bisa diinterpretasi atau
ditaksonomi. Manusia justru bertumbuh dalam ketidakpastiannya, karena dalam
ketidakpastian itulah terbetik harapan.
Aa2Bues Derrida menjelaskan bahwa makna tak pernah menetap, dia se2ara
konstan berubah. Makna tergantung manusia sebagai agen yang
mengoperasikannya. Demikian pula dengan psikotes, dia bukan sebuah
pemaknaan menetap akan manusia. Pemaknaannya akan sangat tergantung
keterkaitannya dengan berbagai hal lain yang juga terus berubah 8sinkronik9 dan
perubahan yang terjadi sepanjang rentang waktu 8diakronik9. Psikotes adalah
salah satu upaya pen2arian melalui proses pemaknaan. Sayang, dalam
perkembangannya, orang banyak menetapkan sebagai a2uan harga mati atau
pemaknaan yang bersi0at menetap. Psikotes bahkan berubah menjadi
stigmatisasi ketika ditemukan interpretasi psikologis yang menyatakan bahwa
seseorang menyimpang.
Manusia adalah entitas yang tak pernah memiliki pemaknaan menetap. Dia hidup
dalam absurditas dan pergerakan pen2arian diri, justru dalam absurditas dan
pen2arian inilah manusia menemukan kemanusiawiannya. "iarlah manusia
tumbuh dalam absurditasnya, seperti Sisi0us yang justru menemukan
kebahagiaannya ketika dia dihukum oleh dewa untuk terus menerus mendorong
sebuah batu besar ke pun2ak gunung1 dan mengulanginya lagi karena setiap
sampai ke pun2ak batu itu kembali menggelinding ke bawah. Seluruh
kebahagiaan bisu Sisi0us terletak pada proses ini, karena dengan demikian
nasibnya adalah miliknya. "atunya adalah bendanya. "egitu pula manusia absurd,
ketika ia merenungi kehidupan dengan segala ketidakpastian serta tanggung
jawab hidup atas talenta yang dianugerahkan semesta padanya, ia
berkemampuan untuk membuat semua 3patung6 berhala psikotes membisu.
7ulisan ini tak hendak mendiskreditkan psikotes maupun pihak)pihak yang
menggunakan atau mengoperasikannya. 7ak pula hendak merendahkan mereka
yang memiliki lisensi menginterpretasi, karena saya tahu sebagian dari mereka
memang handal dan kompeten. <al esensial yang ingin saya sampaikan adalah
bagaimana kita men2ermati hal)hal di balik psikotes dan implikasi)implikasinya.
"agaimana anda menerima dan sejauh mana anda memper2ayai psikotes, semua
tetap merupakan pilihan bebas anda sebagai manusia.
"agaimana 2ermatan anda$
E &udi0aF ) +G &pril +,,5
;" Saya mem)posting artikel ini ke milis Psikologi 7rans0ormati0, C)Mania dan *orum Studi
(ebudayaan. &dministrator Psikologi 7rans0ormati0 dan C)Mania mungkin akan mem)
forward artikel ini ke sejumlah milis. "iasanya tanggapan terhadap artikel ini juga akan di)
forward ke milis psikologi trans0ormati0 dan C)Mania. (arena keterbatasan waktu, saya
hanya akan menanggapi diskusi di milis Psikologi 7rans0ormati0, C)Mania dan *orum Studi
(ebudayaan.

Anda mungkin juga menyukai