Anda di halaman 1dari 16

1

BAB I
ILUSTRASI KASUS

Pemeriksaan pre operasi
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. W
Usia : 20 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jalan cibuaya, Rt. 01/ Rw. 07
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SLTA
Agama : Islam
Status : Sudah menikah
No. CM : 00545376
Ruang rawat : Cilamaya lama
Tanggal operasi : 16 Juni 2014

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan terhadap pasien secara autoanamnesis di bangsal
cilamaya lama RSUD Karawang pada tanggal 16 Juni 2014 pukul 07.30 WIB.
Keluhan utama : perdarahan pervaginam sejak 6jam SMRS
Keluhan tambahan : merasa lemas dan lesu
Riwayat Penyakit sekarang :
Pasien datang dirujuk bidan pada tanggal 14 juni 2014 dengan
perdarahan pervaginam sejak 6jam SMRS. Pasien mengaku haid terus
menerus sejak 2bulan yang lalu. Perdarahan merah segar disertai
gumpalan darah, tidak ada nyeri perut, pandangan kabur, nyeri uluhati,
nyeri kepala, mual dan muntah. Pasien memiliki riwayat kehamilan
G
2
A
0
P
1
, riwayat antenatal care di bidan baru 1x kontrol. Usia gestasi :
7minggu.

2


Riwayat penyakit Dahulu :
Pasien tidak pernah menjalani operasi apapun sebelumnya. Pasien
mengaku tidak memiliki penyakit maag. Tidak ada riwayat DM,
Hipertensi, Asma , maupun Penyakit jantung dan juga Alergi.
Mengalami menarche pada usia 12 tahun.
Riwayat Penyakit keluarga :
Riwayat hipertensi pada keluarga namun riwayat penyakit lain seperti
penyakit maag, diabetes mellitus, asma, alergi makanan dan obat-
obatan serta keganasan dalam keluarga disangkal oleh pasien.
Riwayat Kebiasaan dan penggunaan obat :
Pasien tidak merokok dan tidak minum alkohol. Pasien mengalami
menstruasi teratur selama 3-7 hari dengan pergantian pembalut 1x/hari.
Pasien mengatakan tidak mengalami nyeri saat menstruasi. Serta
pernah menggunakan kb suntik 1 tahun yang lalu.

III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Status gizi : TB 160 cm
BB 50 kg
Tanda vital
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 110x/menit
Suhu : 36,5 C
Pernapasan : 20 x /menit
Status Generalis
Kepala : normocefali, simetris, deformitas (-)
Mata : konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-
Leher : KGB tidak teraba membesar, bentuk leher normal
Thorax : Jantung : BJ I-II regular, Murmur (-), Gallop (-)
Paru : SN vesikuler, wheezing -/-, ronchi -/-
3
Abdomen : buncit, supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan
(-), timpani, bising usus (+) normal, buncit sesuai
dengan usia kehamilan
Ekstremitas : akral hangat pada keempat ekstremitas, tidak ada
edema pada keempat ekstremitas
Status Obstetri :
Vaginal Toucher : portio kenyal, nyeri goyang -, parametrium lemas, massa
adneksa -/- pembukaan 0cm
Introitus vagina : perdarahan pervaginam -, tenang
Inspekulo : portio lunak, licin, ostium tertutup (belum ada
pembukaan, flour albus - flek +

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
(Pemeriksaan laboratorium tanggal 14/06/2014)
Hematologi
- Hemoglobin : 6 g/dl
- Leukosit : 26.37 x 10
3/
ul
- Trombosit : 441 x 10
3/
ul
- Hematokrit : 18 %
- Masa pendarahan/BT : 2 menit
- Masa pembekuan/CT : 13 menit
- Golongan darah ABO : 0
- Rhesus : +
Imunologi
- HbsAG rapid : Non Reaktif
- Gula darah sewaktu : 140 mg/dl

Pasien post transfusi darah pada tanggal 14 juni 2014.





4
Intraoperasi
Status anestesi
- Diagnosa pre operasi : G2P1A0 Gestasi 7minggu dengan sisa
konsepsi
- Jenis operasi : Kuretase
- Rencana teknik anestesi : Anestesi Intravena
- Status fisik : ASA 2

Keadaan selama pembedahan
Lama operasi : 10 menit (09.40 09.50 WIB)
Lama anestesi : 15 menit (09.35 09.50 WIB)
Jenis anestesi : Anestesi intravena
Posisi : Supine
Infus : Ringer laktat 500 cc pada tangan kiri
Premedikasi : Sedacum 3 mg, Fentanyl 75 g
Medikasi : Propofol 100 mg, Metyl ergometrin (Postpargin) 0,2 mg
Cairan masuk : 300 cc Ringer Laktat
Cairan Keluar : 50 cc Perdarahan

Monitoring saat operasi

Jam
(waktu)
Tindakan Tekanan
darah
(mmHg)
Nadi
(x/menit)
09.30 - Pasien masuk ke kamar
operasi dan di pindahkan
ke meja operasi
- Pemasangan monitoring
tekanan darah, nadi,
saturasi oksigen
- Infus Ringer Laktat
terpasang pada tangan kiri
120/72 68

SPO2: 98 %
5
09.35

- Premedikasi:
Sedacum 3mg, Fentanyl
75 g
- Medikasi:
Propofol 100 mg
- Pemberian oksigen kanul
2 L/menit selama 3 menit
- Dilakukan asepsis dan
antisepsis lapangan
operasi

120/72 68

SPO2 : 99 %
09.40 - Operasi dimulai


112/75 74

SPO2 : 99 %
09.45 -Pasien masih dalam keadaan
dioperasi
- Pemberian metyl ergometrin
(pospargin) 0,2 mg



110/75 88

SPO2 : 99 %
09.50 Pasien selesai di operasi



108/68 80

SPO2 : 99 %

Keadaan akhir pembedahan
Tekanan darah : 108/68 mmHg, Nadi : 80 x/menit, Saturasi O
2
: 99%













6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANESTESI INTRAVENA

Anestesi memiliki tujuan-tujuan sebagai berikut:
1. Hipnotik/sedasi: hilangnya kesadaran
2. Analgesia: hilangnya respon terhadap nyeri
3. Relaksasi otot: relaksasi otot rangka

Definisi
Teknik anestesi intravena merupakan suatu teknik pembiusan dengan
memasukkan obat langsung ke dalam pembuluh darah secara parenteral, obat-obat
tersebut digunakan untuk premedikasi seperti diazepam dan analgetik narkotik.
Induksi anestesi seperti misalnya tiopenton yang juga digunakan sebagai
pemeliharaan dan juga sebagai tambahan pada tindakan analgesia regional.
Dalam perkembangan selanjutnya terdapat beberapa jenis obat- obat anestesi
dan yang digunakan di indonesia hanya beberapa jenis obat saja seperti, Tiopenton,
Diazepam, Dehidrobenzoperidol, Fentanil, Ketamin dan Propofol.
1


Indikasi anestesi intravena
1. Obat induksi anesthesia umum.
2. Obat tunggal untuk anestesi pembedahan singkat.
3. Tambahan untuk obat inhalasi yang kurang kuat.
4. Obat tambahan anestesi regional.
5. Menghilangkan keadaan patologis akibat rangsangan SSP (SSP sedasi)





7
TOTAL INTRAVENA ANESTESI (TIVA)

TIVA adalah teknik anestesi umum dengan hanya menggunakan obat-obat
anestesi yang dimasukkan lewat jalur intravena tanpa penggunaan anestesi inhalasi
termasuk N2O. TIVA digunakan buat mencapai 4 komponen penting dalam anestesi
yang menurut Woodbridge (1957) yaitu blok mental, refleks, sensoris dan motorik.
Atau trias A (3A) dalam anestesi yaitu :
2

1. Amnesia
2. Arefleksia otonomik
3. Analgesik
4. +/- relaksasi otot

Jika keempat komponen tadi perlu dipenuhi, maka kita membutuhkan
kombinasi dari obat-obatan intravena yang dapat melengkapi keempat komponen
tersebut. Kebanyakan obatanestesi intravena hanya memenuhi 1 atau 2 komponen di
atas kecuali ketamin yang mempunyai efek 3A menjadikan ketamin sebagai agen
anestesi intravena yang paling lengkap.
3


Kelebihan TIVA:
1. Kombinasi obat-obat intravena secara terpisah dapat di titrasi dalam dosis
yang lebih akurat sesuai yang dibutuhkan.
2. Tidak menganggu jalan nafas dan pernafasan pasien terutama pada operasi
sekitar jalan nafas atau paru-paru.
3. Anestesi yang mudah dan tidak memerlukan alat-alat atau mesin yang khusus

Kekurangan TIVA:
1. Waktu induksi yang terlalu cepat
2. Pasien cepat sadar atau pulih dari induksi yang diberikan

Cara Pemberian
1. Sebagai obat tunggal :
- Induksi anestesi
- Operasi singkat : cabut gigi
2. Suntikan berulang :
8
- Sesuai kebutuhan : Kuretase
3. Diteteskan lewat infus :
- Menambah kekuatan anestesi


B. JENIS-JENIS OBAT ANESTESI INTRAVENA
1. Propofol (2,6diisopropylphenol)
2. Tiopenton
3. Ketamin
4. Opioid
5. Benzodiazepin

PROPOFOL
Merupakan derivat fenol yang banyak digunakan sebagai anastesia intravena.
Pertama kali digunakan dalam praktek anestesi pada tahun 1977 sebagai obat induksi.
Propofol dikemas dalam cairan emulsi berwarna putih susu bersifat isotonik dengan
kepekatan 1% (1ml=10 mg).
4

Farmakokinetik
Waktu paruh 24-72 jam. Dosis induksi cepat menimbulkan sedasi (30-45
detik) dengan durasi berkisar antara 20-75 menit tergantung dosis dan redistribusi dari
sistem saraf pusat. (4) Metabolisme terjadi di hepar melalui konjugasi oleh konjugasi
oleh glukoronida dan sulfat untuk membentuk metabolit inaktif yang larut air yang
kemudian diekskresi melalui urin (6) Propofol diketahui menghambat metabolisme
obat oleh sitokrom p450 oleh karena itu dapat menyebabkan perlambatan klirens dan
durasi yang memanjang pada pemberian bersama dengan fentanyl, alfentanil dan
propanolol.
5


Farmakodinamik
a. Sistem saraf pusat
Dosis induksi menyebabkan pasien kehilangan kesadaran dengan cepat
dimana dalam dosis yang kecil dapat menimbulkan efek sedasi, tanpa disetai efek
analgetik. Pada pemberian dosis induksi (2mg/kgBB) pemulihan kesadaran
berlangsung cepat.

9
b. Sistem kardiovaskuler
Induksi bolus 2-2,5 mg/kg dapat menyebabkan depresi pada jantung dan
pembuluh darah dimana tekanan dapat turun. Hal ini disebabkan oleh efek dari
propofol yang menurunkan resistensi vaskular sistemik sebanyak 30%.
c. Sistem pernafasan
Apnoe paling banyak didapatkan pada pemberian propofol dibanding obat
intravena lainnya. Umumnya berlangsung selama 30 detik, namun dapat memanjang
dengan pemberian opioid sebagai premedikasi atau sebelum induksi dengan propofol.

Dosis dan penggunaan
Dosis yang dianjurkan untuk induksi pada pasien lebih dari 3 tahun dan
kurang dari 55 tahun adalah 2-2.5 mg/kgBB dan untuk pasien lebih dari 55 tahun,
pasien lemah atau dengan ASA III/IV: 1-1.5 mg/kgBB. Untuk pemeliharaan dosis
yang dianjurkan pada pasien lebih dari 3 tahun dan kurang dari 55 tahun adalah 0.1-
0.2 mg/menit/kgBB dan untuk pasien lebih dari 55 tahun, pasien lemah atau dengan
ASA III/IV: 0.05-0.1 mg/menit/kgBB. Dosis yang dianjurkan yang dapat
menimbulkan sedasi adalah 0.1-0.15 mg/kgBB sebagai dosis inisial dengan dosis
pemeliharaan yang dianjurkan adalah 0.025-0.075 mg/menit/kgBB.

Efek samping
-Suntikan intravena sering menyebabkan nyeri
-Bradikardi serta hipotensi kadang didapatkan setelah penyuntikan propofol,
namun dapat diatasi dengan penyuntikkan obat antimuskarinik, misalnya:
atropin

BENZODIAZEPIN
Berinteraksi dengan reseptor spesifik pada SSP, khususnya pada korteks
serebri. Ikatan benzodiazepin dengan reseptor meningkatkan efek inhibitori berbagai
neurotransmiter. Sebagai contoh, ikatan benzodiazepin-reseptor memfasilitasi ikatan
GABA-reseptor, yang meningkatkan konduktansi membran terhadap ion klorida.
Benzodiazepin yang digunakan sebagai anestetik ialah diazepam, forazepam,
dan midazolam. Dengan dosis untuk induksi anestesia, kelompok obat ini
menyebabkan tidur, mengurangi cemas, dan menimbulkan amnesia anterograd, tetapi
tidak berefek analgesik. Efek pada SSP ini dapat diatasi dengan antagonisnya,
10
flumazenil 1
Farmakokinetik
Mula kerja midazolam lebih cepat dan potensinya lebih besar dengan
metabolit yang aktif sehingga midazolam lebih disukai untuk induksi dan
mempertahankan anestesia. Waktu paruh redistribusi midazolam lebih panjang
daripada diazepam 1. Diekskresikan melalui urin.

Farmakodinamik
a. Sistem kardiovaskuler
Benzodizepin memiliki efek depresi karodiovaskuler yang minimal sekalipun
pada dosis induksi. Tekanan darah arteri, cardiac output, dan resistensi vaskuler
perifer biasanya sedikit menurun, sedangkan denyut jantung kadang-kadang
meningkat
6

b. Sistem respirasi
Benzodiazepin menyebabkan depresi respon ventilasi terhadap CO2. Depresi ini
biasanya tidak signifikan, kecuali bila diberikan secara intravena atau bersama
depresan respiratori lainnya. Apnea lebih jarang terjadi pada pemberian
benzodiazepin dibandingkan barbiturat. Walaupun demikian, ventilasi harus
dimonitor pada semua pasien yang mendapatkan benzodiazepin intravena

Interaksi Obat
Kombinasi opioid dan benzodiazepin sangat mengurangi tekanan darah arteri
dan resistensi vaskuler perifer. Benzodiazepin mengurangi MAC anestetik inhalasi
hingga 30%. Etanol, barbiturat, dan depresan SSP lainnya meningkatkan efek sedatif
benzodiazepin.

OPIOID
Fentanil, sulfentanil, alfentanil, dan remifentanil adalah opioid yang lebih
banyak digunakan dibanding morfin karena menimbulkan analgesia anestesia yang
lebih kuat dengan depresi napas yang lebih ringan. Opioid juga digunakan sebagai
tambahan pada anestesia dengan anestetik inhalasi atau anestetik intravena lainnya
sehingga dosis anestetik lain ini dapat lebih kecil. Bila opioid diberikan dengan dosis
besar atau berulang selama pembedahan, sedasi dan depresi napas dapat berlangsung
lebih lama, ini dapat diatasi dengan nalokson.
11
Dengan dosis besar (50-100 mg/kgBB), fentanil menimbulkan analgesia dan
hilang kesadaran yang lebih kuat daripada morfin, tetapi amnesianya tidak lengkap,
instabilitas tekanan darah, dan depresi napas lebih singkat. Oleh karena itu fentanil
lebih disukai daripada morfin, khususnya untuk dikombinasi dengan
anestetik inhalasi.

Mekanisme kerja
Berikatan dengan reseptor spesifik yang terletak di seluruh SSP dan jaringan
lain. Empat tipe reseptor opioid telah diidentifikasi, yakni: (-1 dan -2), (kappa),
(delta), dan (sigma). Meskipun opioid memiliki efek sedasi, efek analgesinya
yang paling efektif. Efek farmakodinamik dari opioid tertentu bergantung pada
reseptor mana ia berikatan, afinitas ikatannya, dan apakah reseptor tersebut
teraktivasi. Aktivasi opiat-reseptor menghambat pelepasan presinaps dan respon
postsinaps terhadap neurotransmitter eksitatori (mis. asetilkolin, substansi P) dari
neuron nosiseptif. Mekanisme seluler yang terjadi melibatkan perubahan konduktansi
ion kalium dan kalsium. Transmisi impuls nyeri dapat dihalangi pada tingkat kornu
dorsalis medula spinalis dengan pemberian opioid intratekal atau epidural.

Farmakokinetik
Biotransformasi opioid terutama berlangsung di hepar. Ekskresi produk akhir
morfin diekskresikan melalui ginjal

Farmakodinamik
a. Sistem Kardiovaskuler
Secara umum, opioid tidak mengganggu fungsi kardiovaskuler. Dosis tinggi
morfin, fentanil, sufentanil, remifentanil, dan alfentanil berkaitan dengan bradikardi
yang dimediasi vagus. Tekanan darah arteri menurun sebagai akibat bradikardi,
venodilatasi dan penurunan refleks simpatik terkadang membutuhkan vasopresor
(mis. efedrin).
b. Sistem Respirasi
Opioid mendepresi pernapasan, khususnya frekuensi napas. Opioid
(khususnya fentanil, sufentanil, dan alfentanil) dapat menyebabkan rigiditas dinding
dada dan menyulitkan ventilasi yang adekuat.

12
BAB III
PEMBAHASAN

Pasien seorang wanita berusia 20 tahun datang ke RSUD Karawang dengan
kesadaran compos mentis, keadaan umum tampak sakit sedang, dengan keluhan
utama perdarahan pervaginam sejak 6 jam SMRS. Pasien hipotensi dengan tekanan
darah 100/70, tachicardia dengan nadi 110x/menit, pernafasan dan suhu pasien dalam
batas normal. Kemudian dilakukan pemeriksaan fisik ditemukan konjungtiva yang
anemis pada kedua mata, ditemukan pada status obstetrikus pada pemeriksaan
inspekulo didapatkan flek (+) dan didapatkan kesimpulan bahwa terdapat sisa
konsepsi. Dari pemeriksaan laboratorium terdapat anemia dengan Hb 6 gr/dl,
hematokrit 18% dan leukositosis. Anemia pada pasien kemungkinan dikarenakan
banyaknya perdarahan yang terjadi beberapa hari belakangan. Pasien ssat itu
dilakukan transfusi darah dengan golongan darah 0 Rhesus +.
Pasien dianjurkan untuk menjalani operasi, izin operasi didapatkan dari pasien
dan disetujui oleh dokter spesialis anestesi. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang, disimpulkan bahwa pasien termasuk ASA II. Menjelang
operasi, pasien tampak sakit sedang, gelisah, tekanan darah, nadi, pernafasan, dan
suhu dalam batas normal.
Operasi dilakukan pada tanggal 16 Juni 2014 pukul 09.40 WIB sedangkan
anestesi dimulai pada pukul 09.35 WIB di RSUD Karawang dengan memberikan obat
premedikasi Midazolam (Sedacum 3 mg) dan Fentanyl 75 g, selanjutnya obat
medikasi Profopol 100 mg dan Methilergometrin maleat (Pospargin 0,2 mg) serta
diberikan inhalasi berupa 0
2
2 L/menit. Anestesia dilakukan secara total intra vena
anestesi.
Untuk premedikasi diberikan midazolam dengan dosis premedikasi dewasa
0,07-0,1 mg/kgBB. Untuk induksi 10-15 mg (0,1-0,4 mg/kgBB) iv, penderita akan
tertidur setelah 2-3 menit. Kebutuhan midazolam untuk sedasi menurun dengan
bertambahnya usia, kira-kira 15% tiap dekade peningkatan usia.
Fentanyl termasuk golongan obat analgetik opioid yang mudah larut dalam
lemak dan dapat menembus sawar jaringan dengan mudah. Dosis 1-3 ug/kgBB kira-
13
kira berlangsung selama 30 menit. Untuk induksi, diperlukan dosis yg lebih besar
seperti 50-150 ug/kgBB.
Propofol merupakan derivate fenol yang banyak digunakan sebagai anastesi
intravena. Dosis sedasinya 2-3 mg/kgBB. Sebaiknya menyuntikkan obat anastesi ini
pada vena besar karena dapat menimbulkan nyeri.
Methylergometrine maleate digunakan untuk perdarahan uterus pasca partus/
abortus/secsio caesaria/ atonia uterus dan mempersingkat kala 3. Metilergometrina
maleat merupakan amina dengan efek uterotonik yang menimbulkan kontraksi otot
uterus dengan cara meningkatkan frekuensi dan amplitudo kontraksi dan
meningkatkan tonus uterus. Mekanisme kerjanya merangsang kontraksi otot uterus
dengan cepat dan poten melalui reseptor adrenergik sehingga menghentikan
perdarahan uterus. Dibandingkan dengan alkaloid golongan ergotamina, maka efek
pada pembuluh darah perifer lemah dan jarang meningkatkan tekanan darah. Pada
penyuntikan i.v., efek kontraksi uterus terjadi dengan segera (30 - 60 detik), bertahan
sampai dengan 2 jam dengan dosis Sectio caesarea : setelah bayi dikeluarkan secara
ekstraksi, i.m.1 mL atau i.v. 0,5 sampai 1 mL.
Ringer laktat adalah larutan steril dari kalsium klorida, natrium klorida,
kalium klorida, dan natrium laktat dalam air untuk injeksi. Injeksi ringer laktat tidak
boleh mengandung antimikroba, dan kecepatan pemberiannya tidak boleh lebih dari
300 ml/jam. Indikasi pemberian ringer laktat adalah untuk menambah kadar elektrolit
yang diperlukan tubuh.
Pemberian cairan intraoperatif
Kebutuhan cairan basal/maintenance (BB= 50 kg)
4 x 10kg = 40
2 x 10kg = 20
1 x 30kg = 30
----------+
90 ml/jam
Kebutuhan cairan intraoperasi (operasi sedang)
6 x 50kg = 300 ml/jam

14
Kebutuhan cairan saat puasa dari pukul 24.00 10.00 (10 jam)
10 x 90 ml/jam = 900 ml/jam
Di ruangan sudah diberi cairan 500 ml
Jadi kebutuhan cairan puasa sekarang = 900 500 = 400 ml

Pemberian cairan pada jam pertama operasi
: Kebutuhan basal + kebutuhan intraoperasi + 50% x kebutuhan cairan puasa
: 90 + 300 + 200 = 590 ml

Kebutuhan cairan selama operasi (15 Menit ) = 590 ml

Cairan yang masuk selama operasi (15 menit)
300 cc Ringer Laktat

Allowed Blood Loss
20 % x EBV = 20 % x (50 x 65) = 650 ml

Jumlah cairan keluar
= di kasa dan diapers
= 1x20 ml + 40 ml
= 50 ml

Maka tidak perlu dilakukan transfusi darah, namun cukup diberikan cairan kristaloid
sebanyak 1950 ml atau koloid sebanyak 650 ml
Kebutuhan cairan selama operasi + cairan yang harus diberikan sebagai pengganti
perdarahan = 590 ml + 1950 ml = 2540 ml





15
BAB IV
KESIMPULAN
Pasien Ny. W berumur 20 tahun datang dengan perdarahan pervaginam sejak
6jam SMRS. Setelah melalui hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan
penunjang, pasien mendapat diagnosis G
2
A
0
P
1
gestasi 7minggu dengan sisa konsepsi
Selama pembedahan, pasien mendapatkan anestesi intravena dengan
dilakukan oksigenasi kanul 2L/menit. Selama pembedahan, dilakukan monitoring
terhadap pasien yaitu tekanan darah, nadi, dan saturasi oksigen setiap 5 menit.
Tindakan pemberian obat-obat anestesi sudah sesuai dengan indikasi.


















16
DAFTAR PUSTAKA
1. Dewoto HR, et al. Farmakologi dan terapi edisi 5, cetak ulang dengan tambahan,
tahun 2012. Analgesik opioid dan antagonisnya. Balai penerbit FKUI Jakarta 2012;
210-18.
2. Muhiman, Muhardi, dr. et. al. anestesiologi. Bagian anestesiologi dan terapi
intensif fakultas kedokteran Unuversitas Indonesia. Jakarta ; 65-71
3. Latief, Said A, sp.An; Suryadi, Kartini A, sp. An; Dachlan, M. Ruswan, Sp. An.
Petunjuk praktis anestesiologi. Bagian anestesiologi dan terapi intensif fakultas
kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2010; 46-47
4. Propofol. Available at : http://reference.medscape.com/drug/diprivan-
propofol/343100#. accessed on 16 Juni 2014
5. Calvey, Norman: Williams, Norton. Principles and practice of pharmacology for
anaesthetics 5
th
edition. Blackwell publishing 2008: 110-126
6. Miller, Ronald D, MD, et al. Millers anesthesia. Elseveir: 2010

Anda mungkin juga menyukai