SKENARIO KASUS
1.1 IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. F
Umur
: 30 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Pendidikan
: S1
Pekerjaan
: Pegawai Negeri
Agama
: Islam
Suku/Bangsa
: Jawa/Indonesia
Status
: Menikah
Alamat
: Palmerah
1.2 ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis pada pukul 11.00 WIB tanggal 30 Maret 2015 di
poliklinik mata RSAL dr. Mintohardjo.
1.2.1
KELUHAN UTAMA
Terdapat benjolan di kelopak mata kiri atas sejak 1 minggu SMRS.
1.2.2
KELUHAN TAMBAHAN
Mata terasa gatal, nyeri, dan bengkak.
1.2.3
terdapat sebuah benjolan di kelopak mata kiri atas sejak 1 minggu SMRS. Awalnya
terdapat benjolan kecil, kemudian lama-lama semakin membesar sehingga kelopak mata
menjadi merah dan bengkak. Benjolan terasa nyeri terutama bila ditekan, serta terasa
gatal. Pasien mengaku matanya sering terpapar debu saat naik motor. Tidak disertai
keluarnya kotoran dan tidak terdapat penglihatan kabur. Riwayat demam disangkal.
1.2.4
mata kanan dan kiri, kemudian dilakukan insisi pada benjolan tersebut. Pasien tidak
memiliki riwayat memakai kacamata. Tidak terdapat riwayat trauma pada mata. Riwayat
alergi disangkal. Riwayat penyakit sistemik lain seperti DM, hipertensi, dan keganasan
juga disangkal.
1.2.5
Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita penyakit serupa. Tidak ada
yang sedang sakit mata di sekitar tempat tinggal pasien. Riwayat alergi, DM, hipertensi,
dan keganasan pada keluarga disangkal.
1.2.6
RIWAYAT PENGOBATAN
Pasien mengaku belum berobat ke tempat lain dan belum diberikan obat pada
RIWAYAT KEBIASAAN
Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok. Pasien rajin berolahraga dan minum air
: 120/80 mmHg
: 80 x/menit
: 20 x/menit
: Afebris
STATUS OFTALMOLOGIS
OD
OS
6/6
Visus
6/6
Orthoforia
Orthoforia
Palpebra superior
Palpebra inferior
Konjungtiva
Kornea
COA
flare (-)
Warna cokelat, kripti baik,
Iris
flare (-)
Warna cokelat, kripti baik,
neovaskularisasi (-)
Tepi reguler, bentuk bulat,
terletak di sentral,
terletak di sentral,
Jernih
Lensa
Jernih
Tidak dilakukan
Funduskopi
Tidak dilakukan
Normal/palpasi
TIO
Normal/palpasi
1.5 RESUME
Seorang laki-laki, Tn. F, usia 30 tahun datang dengan keluhan utama terdapat benjolan di
kelopak mata kiri atas sejak 1 minggu SMRS. Awalnya terdapat benjolan kecil, kemudian
lama-lama semakin membesar sehingga kelopak mata menjadi merah dan bengkak. Benjolan
terasa nyeri terutama bila ditekan, serta terasa gatal. Pasien mengaku matanya sering terpapar
debu saat naik motor.
Pasien sudah pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya 7 tahun yang lalu pada mata
kanan dan kiri, kemudian dilakukan insisi pada benjolan tersebut.
Dari hasil pemeriksaan fisik, status generalis dalam batas normal, status oftamologis
didapatkan visus OD 6/6, OS 6/6, terdapat hiperemis, oedem, dan hordeolum pada palpebra
superior OS. Palpebra inferior, konjungtiva, kornea, COA, iris, pupil, dan lensa ODS tidak
terdapat kelainan.
1.6 DIAGNOSIS KERJA
Hordeolum eksternum OS
1.7 DIAGNOSIS BANDING
- Kalazion
- Selulitis Preseptal
- Dakriosistitis
1.8 PENATALAKSANAAN
a) Pembedahan
b) Terapi Farmakologis
- Antibiotik topikal: salep mata Gentamicin 4x1 OS
- Antibiotik oral: Amoxicillin tablet 3x1
- Analgetika: Asam mefenamat tablet 3x1
Kelopak mata dibersihkan dengan air bersih atau pun dengan sabun atau sampo
yang tidak menimbulkan iritasi, seperti sabun bayi.
Bila benjolan timbul kembali, kompres dengan air hangat 4-6 kali sehari selama
15 menit tiap kalinya untuk mencegah kekambuhan.
1.9 PROGNOSIS
Ad vitam
Ad fungsionam
Ad sanationam
: ad bonam
: ad bonam
: dubia ad bonam
BAB II
ANALISIS KASUS
Pasien datang dengan keluhan utama terdapat benjolan di kelopak mata kiri atas sejak
1 minggu yang lalu. Benjolan pada palpebra unilateral bisa diakibatkan oleh infeksi seperti
pada hordeolum, kalazion, selulitis preseptal, dakriosistitis, infeksi oleh Herpes simplex
virus, Herpes zoster virus, maupun akibat tumor atau keganasan. Keluhan tambahan pada
pasien adanya bengkak disertai kemerahan dan nyeri pada kelopak mata, hal ini mengarahkan
kepada penyebab infeksi. Adanya keluhan nyeri serta tanda-tanda peradangan dapat
menyingkirkan diagnosis banding kalazion. Pasien juga mengeluh rasa gatal pada kelopak
mata, yang mengarah kepada diagnosis hordeolum. Tidak terdapat riwayat keganasan pada
pasien maupun keluarga pasien dapat menyingkirkan diagnosis banding keganasan.
5
Pasien sudah pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya 7 tahun yang lalu pada
mata kanan dan kiri, kemudian dilakukan insisi pada benjolan tersebut. Hal ini mendukung
diagnosis hordeolum yang terjadi berulang atau rekurens.
Berdasarkan pemeriksaan ditemukan adanya oedem dan hiperemis pada palpebra
superior kiri yang menunjukkan adanya reaksi peradangan. Oedem pada palpebral superior
dapat menyingkirkan diagnosis banding dakriosistitis, berdasarkan lokasinya. Tidak
ditemukan lesi berupa vesikel yang menyingkirkan etiologi infeksi oleh Herpes simpleks
maupun Herpes zoster virus. Tidak terdapat penurunan visus dan tidak ada tanda-tanda
infeksi selain pada mata, hal ini dapat menyingkirkan diagnosis banding selulitis preseptal
yang biasanya diakibatkan oleh ISPA. Sehingga, dasar diagnosis kerja pada kasus ini adalah:
Anamnesis:
-
Pasien pernah menderita hal yang sama sebelumnya, serta sudah pernah
dilakukan insisi hordeolum.
Pemeriksaan Fisik:
-
Visus normal
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1
ANATOMI PALPEBRA
Palpebra superior dan inferior adalah modifikasi lipatan kulit yang dapat menutup
dan melindungi bola mata bagian anterior. Mekanisme berkedip melindungi kornea dan
7
konjungtiva dari dehidrasi. Palpebra superior berakhir pada alis mata, palpebra inferior
menyatu dengan pipi. 1,2
Palpebra terdiri atas lima bidang jaringan utama. Dari superfisial ke dalam terdapat
lapis kulit, lapis otot rangka (orbikularis okuli), jaringan areolar, jaringan fibrosa (tarsus),
dan lapis membran mukosa (konjungtiva pelpebrae).
1.
Kulit
Kulit pada palpebra berbeda dari kulit bagian lain tubuh karena tipis, longgar, dan
elastis, dengan sedikit folikel rambut, tanpa lemak subkutan.
2.
3.
Jaringan areolar
Terdapat di bawah muskulus orbikularis okuli, berhubungan dengan lapisan
subaponeurotik dari kulit kepala.
4.
5.
Konjungtiva palpebrae
Bagian posterior palpebrae dilapisi selapis membran mukosa, konjungtiva
palpebra, yang melekat erat pada tarsus.
Septum orbitale superius menyatu dengan tendo dari levator palpebra superior dan
tarsus superior; septum orbitale inferius menyatu dengan tarsus inferior.
Retraktor palpebrae berfungsi membuka palpebra. Di palpebra superior, bagian otot
rangka adalah levator palpebra superioris, yang berasal dari apeks orbita dan berjalan ke
depan dan bercabang menjadi sebuah aponeurosis dan bagian yang lebih dalam yang
mengandung serat-serat otot polos dari muskulus Muller (tarsalis superior). Di palpebra
inferior, retraktor utama adalah muskulus rektus inferior, yang menjulurkan jaringan
fibrosa untuk membungkus meuskulus obliqus inferior dan berinsersio ke dalam batas
bawah tarsus inferior dan orbikularis okuli. Otot polos dari retraktor palpebrae disarafi
oleh nervus simpatis. Levator dan muskulus rektus inferior dipasok oleh nervus
okulomotoris.
Pembuluh darah yang memperdarahi palpebrae adalah a. Palpebra. Persarafan
sensorik kelopak mata atas didapatkan dari ramus frontal nervus V (Trigeminus), sedang
kelopak mata bawah oleh cabang kedua nervus V (Trogeminus).1,2
3.2
HORDEOLUM
3.2.1 Definisi
Hordeolum adalah infeksi satu atau lebih kelenjar pada palpebra. Bila kelenjar
Meibom yang terkena, timbul pembengkakan yang disebut hordeolum internum.
Sedangkan hordeolum eksternum yang lebih superfisial adalah infeksi kelenjar
Zeiss atau Moll.1
3.2.2 Klasifikasi
Terdapat 2 bentuk hordeolum, yaitu hordeolum eksternum dan hordeolum
internum.1,2
a) Hordeolum eksternum
Hordeolum eksternum merupakan infeksi pada kelenjar Zeiss atau Moll
dengan penonjolan terutama ke daerah kulit kelopak mata. Pada
hordeolum eksternum, nanah dapat keluar dari pangkal rambut.
Tonjolannya ke arah kulit, mengikuti pergerakkan kulit dan mengalami
supurasi serta dapat pecah dengan sendirinya.
10
3.2.3 Epidemiologi
11
3.2.6 Patogenesis
Patogenesis terjadinya hordeolum eksternum diawali dengan pembentukan pus
dalam lumen kelenjar oleh infeksi Staphylococcus aureus. Biasanya mengenai
kelenjar Zeis dan Moll. Selanjutnya terjadi pengecilan lumen dan statis hasil sekresi
kelenjar. Statis ini akan mencetuskan infeksi sekunder oleh Staphylococcus aureus.
Terjadi pembentukan nanah dalam lumen kelenjar.
Secara histologis akan tampak gambaran abses, dengan ditemukannya sel-sel
polimorfonuklear dan debris nekrotik. Hordeolum interna terjadi akibat adanya
infeksi sekunder kelenjar Meibom di lempeng tarsal.
12
3.2.8 Diagnosis
Diagnosis hordeolum ditegakkan berdasarkan anamnesis dari gejala-gejala dan
manifestasi klinis yang ditemukan pada pemeriksaan oftalmologis.
Gambar 4. Kalazion
2) Selulitis preseptal
13
Selulitis preseptal adalah infeksi pada kelopak mata dan jaringan lunak
periorbital yang ditandai dengan eritema kelopak mata akut dan edema.
Dapat disertai dengan konjungtivitis dan penurunan visus. Infeksi bakteri
ini biasanya terjadi akibat penyebaran lokal dari sinusitis atau
dakriosistitis, dari infeksi okular eksternal, atau trauma pada kelopak
mata.7
3) Dakriosistitis
Merupakan infeksi akut atau kronik pada saccus lakrimalis. Pasien
mengalami gejala nyeri, bengkak, dan kemerahan pada kantus medialis.
Dapat disertai demam, diplopia, konjungtivitis, serta leukositosis.8
Gambar 6. Dakriosistitis
14
3.2.10 Penatalaksanaan
Biasanya hordeolum dapat sembuh sendiri dalam waktu 5-7 hari. 3 Terapi
hordeolum meliputi terapi non farmakologi, farmakologi, dan terapi pembedahan.
a) Non farmakologi
-
Kompres hangat 4-6 kali sehari selama 15 menit tiap kalinya untuk
membantu drainase. Lakukan dengan mata tertutup.
Bersihkan kelopak mata dengan air bersih atau pun dengan sabun atau
sampo yang tidak menimbulkan iritasi, seperti sabun bayi. Hal ini
dapat mempercepat proses penyembuhan. Lakukan dengan mata
tertutup.
b) Farmakologi
Antibiotik diindikasikan bila dengan kompres hangat selama 24 jam tidak
ada perbaikan dan bila proses peradangan menyebar ke sekitar daerah
hordeolum.
1) Antibiotik topical
Bacitracin atau tobramicin salep mata diberikan setiap 4 jam selama 710 hari. Dapat juga diberikan eritromisin salep mata untuk kasus
hordeolum eksterna dan hordeolum interna yang ringan.
2) Antibiotik sistemik
Diberikan bila terdapat tanda-tanda bakterimia atau terdapat tanda
pembesaran kelenjar limfe di preauricular. Pada kasus hordeolum
15
mungkin
diperlukan
untuk
membuat
drainase
pada
hordeolum.
Pada insisi hordeolum terlebih dahulu diberikan anestesi topikal dengan
pantokain tetes mata. Dilakukan anestesi infiltrasi dengan prokain atau
lidokain di daerah hordeolum dan dilakukan insisi yang bila:
-
3.2.11
Komplikasi
Komplikasi hordeolum diantaranya:
1) Kalazion
2) Selulitis preseptal
3) Selulitis orbital
4) Konjungtivitis
3.2.12
Prognosis
Prognosis umumnya baik, karena proses peradangan pada hordeolum bisa
16
dapat terjadi berulang. Oleh karena itu, kebersihan daerah mata harus tetap dijaga
dan dilakukan kompres hangat pada mata yang sakit serta terapi yang sesuai.
DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Lids and Lacrimal Apparatus. In: General
Ophthalmology. 18th ed. 2013. p.67-8.
2. Ilyas Sidarta, Yulianti Sri Rahayu. Ilmu Penyakit Mata. 4 th ed. Jakarta : Badan
Penerbit FKUI ; 2013.
3. Lindsley K, Nichols JJ, Dickersin K. Interventions for acute internal hordeolum.
Cochrane Database of Systematic Reviews 2013.
4. American Academy of Ophthalmology. Infectious diseases of the external eye:
clinical aspects. In:External Disease and Cornea. 8. San Francisco, CA: LEO; 20062007
17
5. Destafeno JJ, Kodsi SR, Primack JD. Recurrent Staphylococcus aureus chalazia in
hyperimmunoglobulinemia
(Job's)
syndrome. Am
Ophthalmol.
Dec
2004;138(6):1057-8.
6. Lederman C, Miller M. Hordeola and chalazia. Pediatr Rev. Aug 1999;20(8):283-4
7. Babar TF, Zaman M, Khan MN, Khan MD. Risk factors of preseptal and orbital
cellulitis. J Coll Physicians Surg Pak. Jan 2009;19(1):39-42
8. Pinar-Sueiro S, Sota M, Lerchundi TX, Gibelalde A, Berasategui B, Vilar B, et al.
Dacryocystitis: Systematic Approach to Diagnosis and Therapy. Curr Infect Dis Rep.
Jan 29 2012
18