Anda di halaman 1dari 18

BAB I

SKENARIO KASUS
1.1 IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. F
Umur
: 30 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Pendidikan
: S1
Pekerjaan
: Pegawai Negeri
Agama
: Islam
Suku/Bangsa
: Jawa/Indonesia
Status
: Menikah
Alamat
: Palmerah
1.2 ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis pada pukul 11.00 WIB tanggal 30 Maret 2015 di
poliklinik mata RSAL dr. Mintohardjo.
1.2.1

KELUHAN UTAMA
Terdapat benjolan di kelopak mata kiri atas sejak 1 minggu SMRS.

1.2.2

KELUHAN TAMBAHAN
Mata terasa gatal, nyeri, dan bengkak.

1.2.3

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Pasien datang ke poliklinik mata RSAL dr. Mintohardjo dengan keluhan utama

terdapat sebuah benjolan di kelopak mata kiri atas sejak 1 minggu SMRS. Awalnya
terdapat benjolan kecil, kemudian lama-lama semakin membesar sehingga kelopak mata
menjadi merah dan bengkak. Benjolan terasa nyeri terutama bila ditekan, serta terasa
gatal. Pasien mengaku matanya sering terpapar debu saat naik motor. Tidak disertai
keluarnya kotoran dan tidak terdapat penglihatan kabur. Riwayat demam disangkal.

1.2.4

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Pasien sudah pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya 7 tahun yang lalu pada

mata kanan dan kiri, kemudian dilakukan insisi pada benjolan tersebut. Pasien tidak
memiliki riwayat memakai kacamata. Tidak terdapat riwayat trauma pada mata. Riwayat
alergi disangkal. Riwayat penyakit sistemik lain seperti DM, hipertensi, dan keganasan
juga disangkal.
1.2.5

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita penyakit serupa. Tidak ada
yang sedang sakit mata di sekitar tempat tinggal pasien. Riwayat alergi, DM, hipertensi,
dan keganasan pada keluarga disangkal.
1.2.6

RIWAYAT PENGOBATAN
Pasien mengaku belum berobat ke tempat lain dan belum diberikan obat pada

mata yang sakit.


1.2.7

RIWAYAT KEBIASAAN
Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok. Pasien rajin berolahraga dan minum air

putih lebih dari 8 gelas sehari.


1.3 PEMERIKSAAN FISIK
1.3.1 STATUS GENERALIS
Keadaan Umum:
- Kesadaran
: Compos mentis
- Kesan sakit
: Tampak sakit ringan
- Kesan gizi
: Baik
Tanda Vital
- Tekanan darah
- Nadi
- Pernapasan
- Suhu
Kepala
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Leher
Thoraks
Abdomen
Ekstremitas
1.3.2

: 120/80 mmHg
: 80 x/menit
: 20 x/menit
: Afebris

: Normosefali, rambut hitam dengan distribusi merata dan tidak


mudah dicabut
: Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, refleks cahaya
langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+, nyeri tekan
palpebra +/+
: Normotia, sekret -/-, serumen -/: Septum deviasi (-), sekret -/-, konka hiperemis -/: Lidah kotor (-), tonsil T1-T1 tenang, faring hiperemis (-)
: KGB tidak teraba membesar
: Jantung
: BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
: Paru-paru
: Suara napas vesikuler, ronki -/-, wheezing-/: tidak dilakukan pemeriksaan
: Keempat akral teraba hangat, edema (-)

STATUS OFTALMOLOGIS
OD

OS

6/6

Visus

6/6

Orthoforia

Kedudukan bola mata

Orthoforia

Bola mata bergerak ke segala


arah

Hiperemis (-) oedem (-)

Pergerakan bola mata

Palpebra superior

Bola mata bergerak ke segala


arah

Hiperemis (+) oedem (+)

hordeolum (-) kalazion (-)

hordeolum (+) kalazion (-)

ptosis (-) lagoftalmos (-)

ptosis (-) lagoftalmos (-)

blefaritis (-) ektropion (-)

blefaritis (-) ektropion (-)

entropion (-) trikiasis (-)

entropion (-) trikiasis (-)

Hiperemis (-) oedem (-)

Palpebra inferior

Hiperemis (-) oedem (-)

hordeolum (-) kalazion (-)

hordeolum (-) kalazion (-)

ptosis (-) lagoftalmos (-)

ptosis (-) lagoftalmos (-)

blefaritis (-) ektropion (-)

blefaritis (-) ektropion (-)

entropion (-) trikiasis (-)

entropion (-) trikiasis (-)

Injeksi konjungtiva (-) injeksi

Konjungtiva

Injeksi konjungtiva (-) injeksi

siliar (-) pterigium (-)

siliar (-) pterigium (-)

subkonjungtiva bleeding (-)

subkonjungtiva bleeding (-)

pinguekula (-) folikel (-)

pinguekula (-) folikel (-)

papil (-) sekret (-)

papil (-) sekret (-)

Jernih, sikatrik (-) ulkus (-)

Kornea

Jernih, sikatrik (-) ulkus (-)

neovaskular (-) perforasi (-)

neovaskular (-) perforasi (-)

benda asing (-)

benda asing (-)

Dalam, hifema (-), hipopion (-),

COA

Dalam, hifema (-), hipopion (-),

flare (-)
Warna cokelat, kripti baik,

Iris

flare (-)
Warna cokelat, kripti baik,

atrofi (-), oedem (-),


neovaskularisasi (-)
Tepi reguler, bentuk bulat,

atrofi (-), oedem (-),


Pupil

neovaskularisasi (-)
Tepi reguler, bentuk bulat,

terletak di sentral,

terletak di sentral,

RCL(+) RCTL (+)

RCL(+) RCTL (+)

Jernih

Lensa

Jernih

Tidak dilakukan

Funduskopi

Tidak dilakukan

Normal/palpasi

TIO

Normal/palpasi

1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang pada pasien ini.

1.5 RESUME
Seorang laki-laki, Tn. F, usia 30 tahun datang dengan keluhan utama terdapat benjolan di
kelopak mata kiri atas sejak 1 minggu SMRS. Awalnya terdapat benjolan kecil, kemudian
lama-lama semakin membesar sehingga kelopak mata menjadi merah dan bengkak. Benjolan
terasa nyeri terutama bila ditekan, serta terasa gatal. Pasien mengaku matanya sering terpapar
debu saat naik motor.
Pasien sudah pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya 7 tahun yang lalu pada mata
kanan dan kiri, kemudian dilakukan insisi pada benjolan tersebut.
Dari hasil pemeriksaan fisik, status generalis dalam batas normal, status oftamologis
didapatkan visus OD 6/6, OS 6/6, terdapat hiperemis, oedem, dan hordeolum pada palpebra
superior OS. Palpebra inferior, konjungtiva, kornea, COA, iris, pupil, dan lensa ODS tidak
terdapat kelainan.
1.6 DIAGNOSIS KERJA
Hordeolum eksternum OS
1.7 DIAGNOSIS BANDING
- Kalazion
- Selulitis Preseptal
- Dakriosistitis
1.8 PENATALAKSANAAN
a) Pembedahan
b) Terapi Farmakologis
- Antibiotik topikal: salep mata Gentamicin 4x1 OS
- Antibiotik oral: Amoxicillin tablet 3x1
- Analgetika: Asam mefenamat tablet 3x1

c) Terapi Non Farmakologis


Edukasi:

Kelopak mata dibersihkan dengan air bersih atau pun dengan sabun atau sampo
yang tidak menimbulkan iritasi, seperti sabun bayi.

Hindari paparan debu dan kotoran terutama saat mengendarai motor.

Hindari kebiasaan menggosok mata dengan tangan.

Bila benjolan timbul kembali, kompres dengan air hangat 4-6 kali sehari selama
15 menit tiap kalinya untuk mencegah kekambuhan.

1.9 PROGNOSIS
Ad vitam
Ad fungsionam
Ad sanationam

: ad bonam
: ad bonam
: dubia ad bonam

BAB II
ANALISIS KASUS
Pasien datang dengan keluhan utama terdapat benjolan di kelopak mata kiri atas sejak
1 minggu yang lalu. Benjolan pada palpebra unilateral bisa diakibatkan oleh infeksi seperti
pada hordeolum, kalazion, selulitis preseptal, dakriosistitis, infeksi oleh Herpes simplex
virus, Herpes zoster virus, maupun akibat tumor atau keganasan. Keluhan tambahan pada
pasien adanya bengkak disertai kemerahan dan nyeri pada kelopak mata, hal ini mengarahkan
kepada penyebab infeksi. Adanya keluhan nyeri serta tanda-tanda peradangan dapat
menyingkirkan diagnosis banding kalazion. Pasien juga mengeluh rasa gatal pada kelopak
mata, yang mengarah kepada diagnosis hordeolum. Tidak terdapat riwayat keganasan pada
pasien maupun keluarga pasien dapat menyingkirkan diagnosis banding keganasan.
5

Pasien sudah pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya 7 tahun yang lalu pada
mata kanan dan kiri, kemudian dilakukan insisi pada benjolan tersebut. Hal ini mendukung
diagnosis hordeolum yang terjadi berulang atau rekurens.
Berdasarkan pemeriksaan ditemukan adanya oedem dan hiperemis pada palpebra
superior kiri yang menunjukkan adanya reaksi peradangan. Oedem pada palpebral superior
dapat menyingkirkan diagnosis banding dakriosistitis, berdasarkan lokasinya. Tidak
ditemukan lesi berupa vesikel yang menyingkirkan etiologi infeksi oleh Herpes simpleks
maupun Herpes zoster virus. Tidak terdapat penurunan visus dan tidak ada tanda-tanda
infeksi selain pada mata, hal ini dapat menyingkirkan diagnosis banding selulitis preseptal
yang biasanya diakibatkan oleh ISPA. Sehingga, dasar diagnosis kerja pada kasus ini adalah:
Anamnesis:
-

Terdapat benjolan pada kelopak mata kiri atas (unilateral).

Keluhan berupa bengkak, kemerahan, nyeri, serta gatal.

Pasien pernah menderita hal yang sama sebelumnya, serta sudah pernah
dilakukan insisi hordeolum.

Pemeriksaan Fisik:
-

Visus normal

Oedem dan hiperemis pada palpebra superior OS

Gambar 1. Alur Diagnosis Pada Pasien dengan Pembengkakan Kelopak Mata

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1

ANATOMI PALPEBRA
Palpebra superior dan inferior adalah modifikasi lipatan kulit yang dapat menutup

dan melindungi bola mata bagian anterior. Mekanisme berkedip melindungi kornea dan
7

konjungtiva dari dehidrasi. Palpebra superior berakhir pada alis mata, palpebra inferior
menyatu dengan pipi. 1,2
Palpebra terdiri atas lima bidang jaringan utama. Dari superfisial ke dalam terdapat
lapis kulit, lapis otot rangka (orbikularis okuli), jaringan areolar, jaringan fibrosa (tarsus),
dan lapis membran mukosa (konjungtiva pelpebrae).
1.

Kulit
Kulit pada palpebra berbeda dari kulit bagian lain tubuh karena tipis, longgar, dan
elastis, dengan sedikit folikel rambut, tanpa lemak subkutan.

2.

Musculus orbikularis okuli


Fungsi otot ini adalah untuk munutup palpebra. Serat ototnya mengelilingi fissura
palpebra secara konsentris dan meluas sedikit melewati tepian orbita. Sebagian
serat berjalan ke pipi dan dahi. Bagian otot yang terdapat di dalam palpebra
dikenal sebagai bagian pratarsal bagian diatas septum orbitae adalah bagian
praseptal. Segmen luar palpebra disebut bagian orbita. Orbikularis okuli
dipersarafi oleh nervus facialis.

3.

Jaringan areolar
Terdapat di bawah muskulus orbikularis okuli, berhubungan dengan lapisan
subaponeurotik dari kulit kepala.

4.

Jaringan fibrosa (tarsus)


Struktur penyokong utama dari palpebra adalah lapis jaringan fibrosa padat yang
disebut tarsus superior dan inferior. Tarsus terdiri atas jaringan penyokong
kelopak mata dengan kelenjar Meibom (40 buah di kelopak atas dan 20 buah di
kelopak bawah).

5.

Konjungtiva palpebrae
Bagian posterior palpebrae dilapisi selapis membran mukosa, konjungtiva
palpebra, yang melekat erat pada tarsus.

Gambar 1. Anatomi Palpebra


Tepian palpebra dipisahkan oleh garis kelabu (batas mukokutan) menjadi tepian
anterior dan posterior. Tepian anterior terdiri dari bulu mata, glandula Zeiss dan Moll.
Glandula Zeiss adalah modifikasi kelenjar sebasea kecil yang bermuara dalam folikel
rambut pada dasar bulu mata. Glandula Moll adalah modifikasi kelenjar keringat yang
bermuara ke dalam satu baris dekat bulu mata. Tepian posterior berkontak dengan bola
mata, dan sepanjang tepian ini terdapat muara-muara kecil dari kelenjar sebasea yang
telah dimodifikasi (glandula Meibom atau tarsal).
Punktum lakrimalis terletak pada ujung medial dari tepian posterior palpebra.
Punktum ini berfungsi menghantarkan air mata ke bawah melalui kanalikulus terkait ke
sakus lakrimalis.
Fisura palpebrae adalah ruang elips di antara kedua palpebra yang dibuka. Fisura ini
berakhir di kanthus medialis dan lateralis. Kanthus lateralis kira-kira 0,5 cm dari tepian
lateral orbita dan membentuk sudut tajam. Septum orbitale adalah fascia di belakang
bagian muskularis orbikularis yang terletak di antara tepian orbita dan tarsus dan
berfungsi sebagai sawar antara palpebra orbita.
9

Septum orbitale superius menyatu dengan tendo dari levator palpebra superior dan
tarsus superior; septum orbitale inferius menyatu dengan tarsus inferior.
Retraktor palpebrae berfungsi membuka palpebra. Di palpebra superior, bagian otot
rangka adalah levator palpebra superioris, yang berasal dari apeks orbita dan berjalan ke
depan dan bercabang menjadi sebuah aponeurosis dan bagian yang lebih dalam yang
mengandung serat-serat otot polos dari muskulus Muller (tarsalis superior). Di palpebra
inferior, retraktor utama adalah muskulus rektus inferior, yang menjulurkan jaringan
fibrosa untuk membungkus meuskulus obliqus inferior dan berinsersio ke dalam batas
bawah tarsus inferior dan orbikularis okuli. Otot polos dari retraktor palpebrae disarafi
oleh nervus simpatis. Levator dan muskulus rektus inferior dipasok oleh nervus
okulomotoris.
Pembuluh darah yang memperdarahi palpebrae adalah a. Palpebra. Persarafan
sensorik kelopak mata atas didapatkan dari ramus frontal nervus V (Trigeminus), sedang
kelopak mata bawah oleh cabang kedua nervus V (Trogeminus).1,2
3.2

HORDEOLUM
3.2.1 Definisi
Hordeolum adalah infeksi satu atau lebih kelenjar pada palpebra. Bila kelenjar
Meibom yang terkena, timbul pembengkakan yang disebut hordeolum internum.
Sedangkan hordeolum eksternum yang lebih superfisial adalah infeksi kelenjar
Zeiss atau Moll.1
3.2.2 Klasifikasi
Terdapat 2 bentuk hordeolum, yaitu hordeolum eksternum dan hordeolum
internum.1,2
a) Hordeolum eksternum
Hordeolum eksternum merupakan infeksi pada kelenjar Zeiss atau Moll
dengan penonjolan terutama ke daerah kulit kelopak mata. Pada
hordeolum eksternum, nanah dapat keluar dari pangkal rambut.
Tonjolannya ke arah kulit, mengikuti pergerakkan kulit dan mengalami
supurasi serta dapat pecah dengan sendirinya.

10

Gambar 2. Hordeolum Eksternum


b) Hordeolum internum
Hordeolum internum merupakan infeksi kelenjar Meibom yang terletak di
dalam tarsus dengan penonjolan terutama ke daerah konjungtiva tarsal.
Hordeolum internum biasanya berukuran lebih besar dibandingkan
hordeolum eksternum. Pada hordeolum internum, benjolan menonjol ke
arah konjungtiva dan tidak ikut bergerak dengan pergerakan kulit, serta
jarang mengalami supurasi dan tidak pecah dengan sendirinya.

Gambar 3. Hordeolum Internum

3.2.3 Epidemiologi
11

Data epidemiologi internasional menyebutkan bahwa hordeolum merupakan


jenis penyakit infeksi kelopak mata yang paling sering ditemukan pada praktik
kedokteran. Prevalensi hordeolum tidak diketahui karena pada kebanyakan kasus
tidak dilaporkan. Insidensi tidak tergantung pada ras dan jenis kelamin. Hordeolum
lebih sering terjadi pada orang dewasa dibandingkan pada anak-anak, kemungkinan
karena tingkat hormon androgenik yang lebih tinggi (dan peningkatan viskositas
sebum). Namun, hordeolum dapat terjadi pada anak-anak. Pada kebanyakan kasus,
hordeolum dapat sembuh dengan sendirinya.3,4
3.2.4 Etiologi
Etiologi dari hordeolum adalah infeksi oleh bakteri Staphylococcus aureus
pada 90-95% kasus hordeolum. Selain itu bisa juga disebabkan oleh Staphylococcus
epidermidis.5
3.2.5 Faktor Risiko
Faktor risiko hordeolum adalah sebagai berikut:
-

Riwayat hordeolum sebelumnya


Higiene dan lingkungan yang tidak bersih
Pemakaian lensa kontak dan make-up
Kesehatan atau daya tahan tubuh yang buruk
Peradangan kelopak mata kronik, seperti blefaritis
Diabetes mellitus
Hiperkolesterolemia
Kelainan kulit seperti dermatitis seboroik

3.2.6 Patogenesis
Patogenesis terjadinya hordeolum eksternum diawali dengan pembentukan pus
dalam lumen kelenjar oleh infeksi Staphylococcus aureus. Biasanya mengenai
kelenjar Zeis dan Moll. Selanjutnya terjadi pengecilan lumen dan statis hasil sekresi
kelenjar. Statis ini akan mencetuskan infeksi sekunder oleh Staphylococcus aureus.
Terjadi pembentukan nanah dalam lumen kelenjar.
Secara histologis akan tampak gambaran abses, dengan ditemukannya sel-sel
polimorfonuklear dan debris nekrotik. Hordeolum interna terjadi akibat adanya
infeksi sekunder kelenjar Meibom di lempeng tarsal.

12

3.2.7 Manifestasi klinis


Gejala-gejala yang terdapat pada hordeolum diantaranya adalah:
-

Pembengkakan pada kelopak mata

Rasa nyeri dan gatal pada kelopak mata

Perasaan tidak nyaman dan sensasi terbakar pada kelopak mata

Berdasarkan pemeriksaan, pada hordeolum didapatkan:


-

Eritema dan oedema pada kelopak mata atas ataupun bawah

Nyeri tekan di dekat pangkal bulu mata

Seperti gambaran abses kecil pada kelopak mata

3.2.8 Diagnosis
Diagnosis hordeolum ditegakkan berdasarkan anamnesis dari gejala-gejala dan
manifestasi klinis yang ditemukan pada pemeriksaan oftalmologis.

3.2.9 Diagnosis banding


Diagnosis banding hordeolum diantaranya adalah:
1) Kalazion
Merupakan peradangan kronik, fokal, dan steril dari kelenjar Meibom
yang tersumbat. Gejalanya terdapat peradangan ringan, terdapat benjolan
yang tidak hiperemis dan tidak nyeri.6

Gambar 4. Kalazion
2) Selulitis preseptal
13

Selulitis preseptal adalah infeksi pada kelopak mata dan jaringan lunak
periorbital yang ditandai dengan eritema kelopak mata akut dan edema.
Dapat disertai dengan konjungtivitis dan penurunan visus. Infeksi bakteri
ini biasanya terjadi akibat penyebaran lokal dari sinusitis atau
dakriosistitis, dari infeksi okular eksternal, atau trauma pada kelopak
mata.7

Gambar 5. Selulitis Preseptal

3) Dakriosistitis
Merupakan infeksi akut atau kronik pada saccus lakrimalis. Pasien
mengalami gejala nyeri, bengkak, dan kemerahan pada kantus medialis.
Dapat disertai demam, diplopia, konjungtivitis, serta leukositosis.8

Gambar 6. Dakriosistitis
14

3.2.10 Penatalaksanaan
Biasanya hordeolum dapat sembuh sendiri dalam waktu 5-7 hari. 3 Terapi
hordeolum meliputi terapi non farmakologi, farmakologi, dan terapi pembedahan.
a) Non farmakologi
-

Kompres hangat 4-6 kali sehari selama 15 menit tiap kalinya untuk
membantu drainase. Lakukan dengan mata tertutup.

Bersihkan kelopak mata dengan air bersih atau pun dengan sabun atau
sampo yang tidak menimbulkan iritasi, seperti sabun bayi. Hal ini
dapat mempercepat proses penyembuhan. Lakukan dengan mata
tertutup.

Jangan menekan atau menusuk hordeolum, hal ini dapat menimbulkan


infeksi yang lebih serius.

Hindari pemakaian make-up pada mata, karena kemungkinan hal itu


menjadi penyebab infeksi.

Jangan memakai lensa kontak karena dapat menyebarkan infeksi ke


kornea.

b) Farmakologi
Antibiotik diindikasikan bila dengan kompres hangat selama 24 jam tidak
ada perbaikan dan bila proses peradangan menyebar ke sekitar daerah
hordeolum.
1) Antibiotik topical
Bacitracin atau tobramicin salep mata diberikan setiap 4 jam selama 710 hari. Dapat juga diberikan eritromisin salep mata untuk kasus
hordeolum eksterna dan hordeolum interna yang ringan.
2) Antibiotik sistemik
Diberikan bila terdapat tanda-tanda bakterimia atau terdapat tanda
pembesaran kelenjar limfe di preauricular. Pada kasus hordeolum
15

internum dengan kasus yang sedang sampai berat. Dapat diberikan


cephalexin atau dicloxacilin 500 mg per oral 4 kali sehari selama 7
hari. Bila alergi penisilin atau cephalosporin dapat diberikan
clindamycin 300 mg oral 4 kali sehari selama 7 hari atau klaritromycin
500 mg 2 kali sehari selama 7 hari.
c) Pembedahan
Bila dengan pengobatan tidak berespon dengan baik, maka prosedur
pembedahan

mungkin

diperlukan

untuk

membuat

drainase

pada

hordeolum.
Pada insisi hordeolum terlebih dahulu diberikan anestesi topikal dengan
pantokain tetes mata. Dilakukan anestesi infiltrasi dengan prokain atau
lidokain di daerah hordeolum dan dilakukan insisi yang bila:
-

Hordeolum internum dibuat insisi pada daerah fluktuasi pus, tegak


lurus pada margo palpebra.

Hordeolum eksternum dibuat insisi sejajar dengan margo palpebra.

Setelah dilakukan insisi, dilakukan ekskohleasi atau kuretase seluruh isi


jaringan meradang di dalam kantongnya dan kemudian diberikan salep
antibiotik.

3.2.11

Komplikasi
Komplikasi hordeolum diantaranya:
1) Kalazion
2) Selulitis preseptal
3) Selulitis orbital
4) Konjungtivitis

3.2.12

Prognosis
Prognosis umumnya baik, karena proses peradangan pada hordeolum bisa

mengalami penyembuhan dengan sendirinya. Namun pada banyak kasus, hordeolum

16

dapat terjadi berulang. Oleh karena itu, kebersihan daerah mata harus tetap dijaga
dan dilakukan kompres hangat pada mata yang sakit serta terapi yang sesuai.

DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Lids and Lacrimal Apparatus. In: General
Ophthalmology. 18th ed. 2013. p.67-8.
2. Ilyas Sidarta, Yulianti Sri Rahayu. Ilmu Penyakit Mata. 4 th ed. Jakarta : Badan
Penerbit FKUI ; 2013.
3. Lindsley K, Nichols JJ, Dickersin K. Interventions for acute internal hordeolum.
Cochrane Database of Systematic Reviews 2013.
4. American Academy of Ophthalmology. Infectious diseases of the external eye:
clinical aspects. In:External Disease and Cornea. 8. San Francisco, CA: LEO; 20062007

17

5. Destafeno JJ, Kodsi SR, Primack JD. Recurrent Staphylococcus aureus chalazia in
hyperimmunoglobulinemia

(Job's)

syndrome. Am

Ophthalmol.

Dec

2004;138(6):1057-8.
6. Lederman C, Miller M. Hordeola and chalazia. Pediatr Rev. Aug 1999;20(8):283-4
7. Babar TF, Zaman M, Khan MN, Khan MD. Risk factors of preseptal and orbital
cellulitis. J Coll Physicians Surg Pak. Jan 2009;19(1):39-42
8. Pinar-Sueiro S, Sota M, Lerchundi TX, Gibelalde A, Berasategui B, Vilar B, et al.
Dacryocystitis: Systematic Approach to Diagnosis and Therapy. Curr Infect Dis Rep.
Jan 29 2012

18

Anda mungkin juga menyukai