Anda di halaman 1dari 21

1

CASE
ANESTESIA REGIONAL












Oleh :
Wenny Wijaya (030.10.278)


Pembimbing :
Dr. Sabur Nugraha, Sp.An
Dr. Ucu Nurhadiat, Sp.An
Dr. Ade Nurkacan, Sp. An



KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ANESTESI
PERIODE 2 JUNI 2014- 5 JULI 2014
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA 2014




2

DAFTAR ISI

Cover 1
Daftar isi 2
BAB I : Ilustrasi Kasus
- Identitas 3
- Anamnesis 3-4
- Pemeriksaan Fisik 4-5
- Pemeriksaan Penunjang dan Radiologi 5
- Kesimpulan 5

BAB II : Tinjauan Pustaka
- Anestesi Regional 6-7
- Anestesi Spinal 7-
14

BAB III: Analisa Kasus 54-
17
Kesimpulan 18
Daftar Pustaka 19














3

BAB I
ILUSTRASI KASUS

Identitas
Nomor catatan medis : 545491
Nama : Ny. Aryani
Umur : 24 tahun
Pekerjaan : -
Alamat : Kosambi Jaya RT/RW 02/06
Status pernikahan : Menikah
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : -
Suku : -
Tanggal masuk ruangan : Pasien rawat inap Bangsal Cilamaya Baru

Anamnesis
Dilakukan autoanamnesis dengan pasien ny. Aryani pada tanggal 16 juni 2014.
Keluhan Utama : dirujuk oleh bidan et causa ketuban pecah dini sejak 9
jam yang lalu
Keluhan Tambahan : tidak disertai darah, dengan gerak janin aktif
Riwayat Penyakit sekarang :
Pasien datang dirujuk bidan pada tanggal 16 juni 2014 jam 06.45 pagi hari
dengan keluhan ketuban yang telah pecah sejak 9 jam yang lalu namun pasien
tidak merasakan mulas dan tidak disertai darah. Riwayat trauma disangkal.
Mual muntah serta nyeri kepala tidak dirasakan pasien dengan gerak janin
yang aktif masih dirasakan pasien. Pasien memiliki riwayat kehamilan
G
1
A
0
P
0
, riwayat antenatal care teratur dengan bidan 1 bulan sekali dan sudah
menerima suntikan tetanus toxoid 2x. HPHT: 3 September 2013 dengan
taksiran partus : 10 Juni 2014



Riwayat penyakit Dahulu :
4

Pasien tidak pernah menjalani operasi apapun sebelumnya. Pasien mengaku
memiliki penyakit maag. Tidak ada riwayat DM, Hipertensi, Asma , maupun
Penyakit jantung dan juga Alergi. Mengalami menarche pada saat 13 tahun.
Riwayat Penyakit keluarga :
Riwayat hipertensi serta penyakit maag, diabetes mellitus, asma, alergi
makanan dan obat-obatan serta keganasan dalam keluarga disangkal oleh
pasien.
Riwayat Kebiasaan dan penggunaan obat :
Pasien mengalami menstruasi teratur selama 5-7 hari dengan pergantian
pembalut 3x/hari. Pasien mengatakan juga mengalami nyeri saat menstruasi.
Serta pernah menggunakan pil kb 1 bulan lamanya

Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Status gizi : TB 160 cm
BB 60 kg
Tanda vital
Tekanan darah : 135/96 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 36,4 C
Pernapasan : 18 x/menit
Status Generalis
Kepala : normocefali, simetris, deformitas (-)
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Leher : KGB tidak teraba membesar.
Thorax : Jantung : BJ I-II regular, Murmur (-), Gallop (-)
Paru : SN vesikuler, wheezing -/-, ronki -/-
Abdomen : buncit, supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-),
timpani, bising usus (+) normal, buncit sesuai dengan usia
kehamilan
Ekstremitas : akral hangat pada keempat ekstremitas, tidak ada edema pada
keempat ekstremitas
5

Status Obstetri :
Tinggi Fundus Uteri : 29cm dari umbilicus punggung bayi pada kanan ibu
DJJ : 134x/mnt
Vaginal Toucher : portio kenyal,arah posterior (retrofleksi) tebal 3cm,
pembukaan 0cm
Introitus vagina : perdarahan pervaginam -,tenang
Inspekulo : licin,livide,ostium tertutup (belum ada pembukaan, flour albus
- flek

Pemeriksaan Penunjang
(Pemeriksaan laboratorium tanggal 10/12/2013)
Hematologi
- Hemoglobin : 11,4 g%
- Leukosit : 12.25 x 10
3/
ul
- Trombosit : 251 x 10
3/
ul
- Hematokrit : 34,8 %
- Masa pendarahan/BT : 2 menit
- Masa pembekuan/CT : 11 menit
- Golongan darah ABO : B
- Rhesus : +
Imunologi
- HbsAG rapid : Non Reaktif

Kesimpulan
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan obstetri dan, pemeriksaan penunjang Ny
Aryani, 24 tahun mengalami G
1
A
0
P
0
hamil aterm dengan ketuban pecah dini sejak 9 jam
yang lalu dan oligohidramnion namun belum inpartu.






6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Anestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh untuk
sementara pada impuls saraf, dengan menyuntikan obat anestesi disekitar syaraf sehingga
impuls nyeri dari satu bagian tubuh diblokir untuk sementara. Fungsi motorik dapat
terpengaruh sebagian atau seluruhnya, tetapi pasien tetap dalam keadaan sadar. Anestesi
Regional terbagi menjadi Epidural, Spinal dan Kaudal. Spindal anestesi dengan
menuntikan obat anestesi ke dalam ruang Subarachnoid dan epidural Anestesi dalam
Ekstradural. Spinal anestesi atau yang biasa disebut Subarachnoid Block (SAB). Untuk
mendapatkan analgesi pada daerah dermatom tertentu maka perlu diketahui neurologi
saraf serta derajat anestesi yang ingin dicapai tergantung dari tinggi rendah lokasi
penyuntikan, untuk mendapatkan blockade sensoris yang luas, obat harus berdifusi ke atas,
dan hal ini tergantung banyak faktor yang mempengaruhi difusi obat ke atas antara lain
posisi pasien selama dan setelah penyuntikan, barisitas atau berat jenis obat serta gaya
grafitasi obat. Berat jenis obat lokal anesthesia dapat diubahubah
dengan mengganti komposisinya.

B. PEMBAGIAN ANESTESI/ANALGESIA REGIONAL
1. Blok sentral atau blok neuroaksial, yang meliputi blok spinal, epidural, dan kaudal.
Tindakan ini sering dikerjakan.
2. Blok perifer atau blok saraf, yang meliputi anestesi topikal, infiltrasi lokal, blok
lapangan, dan analgesia regional intravena.

C. KEUNTUNGAN ANESTESIA REGIONAL DIBANDINGKAN ANESTESI UMUM
1. Alat tidak banyak dan teknik sederhana, sehingga biaya relatif lebih murah.
2. Relatif aman untuk pasien yang tidak puasa (operasi darurat, keadaan lambung penuh)
karena penderita sadar.
3. komplikasi jalan nafas dan respirasi jarang.
4. Tidak ada polusi kamar operasi oleh gas anestesi.
5. Perawatan post operasi lebih ringan.

D. KERUGIAN ANESTESIA REGIONAL DIBANDING ANESTESI UMUM
7

1. Tidak semua penderita mau dilakukan anestesi secara regional
2. Membutuhkan kerjasama pasien yang kooperatif.
3. Sulit pada anak-anak karena kurang kooperatif
4. Tidak semua ahli bedah menyukai anestesi regional.
5. Tedapat kemungkinan kegagalan pada teknik anestesi regional.

E. PERSIAPAN ANESTESI REGIONAL
Persiapan anestesi regional kurang lebih sama dengan persiapan anestesi
umum karena untuk mengantisipasi terjadinya rekasi toksik pada seluruh tubuh yang bisa
berakibat fatal, sehingga diperlukan persiapan resusitasi dari alat intubasi dan obat anestesi
umum maupun obat emergency tetap disediakan Misalnya: obat anestesi spinal/epidural
masuk ke pembuluh darah akan menyebabkan terjadinya kolaps kardiovaskular sampai
henti jantung atau cardiac arrest. apabila terjadinya kegagalan, operasi bisa tetap
dilanjutkan.

BLOK SENTRAL
Blok neuroaksial meliputi anestesi spinal dan anestesi epidural, akan
menyebabkan blok simpatis, analgesia sensoris dan blok motoris (tergantung dari dosis,
konsentrasi, dan volume obat anestesi lokal tersebut).

I. Anestesi Spinal
Anestesi spinal adalah pemberian obat ke dalam ruang subarachnoid. Anestesi
spinal diperoleh dengan cara menyuntikkan anestetik lokal ke dalam ruang
subarachnoid. Anestesi spinal (anestesi subaraknoid) disebut juga sebagai analgesi/blok
spinal intradural atau blok intratekal.
Untuk mencapai cairan serebrospinal, maka jarum suntik akan menembus
kutis subkutis Lig. Supraspinosum Lig. Interspinosum Lig. Flavum
ruang epidural durameter ruang subarachnoid.






8











Gambar 1. Lokasi Penusukan Jarum pada Anestesi Spinal

Medula spinalis berada didalam kanalis spinalis dikelilingi oleh cairan
serebrospinal, dibungkus oleh meningens yang terdiri dari duramater, lemak dan
pleksus venosus. Pada dewasa berakhir setinggi L1, pada anak L2 dan pada bayi L3.
Oleh karena itu, anestesi spinal dilakukan ruang sub arachnoid di daerah antara vertebra
L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5. Lebih sering pada L4-L5 garis yang menghubungkan
kedua Krista Illiaca.

Indikasi Anestesi Spinal :
1. Bedah ekstremitas bawah
2. Bedah panggul
3. Tindakan sekitar rektum perineum
4. Bedah obstetrik-ginekologi
5. Bedah urologi
6. Bedah abdomen bawah
7. Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikan dengan
anestesi umum ringan

Kontra Indikasi Absolut Anestesi Spinal :
1. Pasien menolak
2. Infeksi pada tempat suntikan
3. Hipovolemia berat atau syok
4. Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan
9

5. Tekanan intrakranial meningkat
6. Fasilitas resusitasi minimal
7. Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi
8. Terdapat perdarahan intra atau ekstra kranial

Kontra Indikasi Relatif Anestesi Spinal :
1. Infeksi sistemik
2. Infeksi disekitar tempat suntikan
3. Kelainan neurologis
4. Kelainan psikis
5. Prediksi bedah yang berjalan lama
6. Penyakit jantung
7. Hipovolemia ringan
8. Nyeri punggung kronik

Persiapan Anestesi Spinal
Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada
anastesia umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan
kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk
sekali sehingga tak teraba tonjolan prosesus spinosus. Selain itu perlu diperhatikan
hal-hal di bawah ini:
1. Informed consent
Kita tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anestesia spinal
2. Pemeriksaan fisik
Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung dan kelainan
dari pemeriksaan fisik yang merupakan kontraindikasi absolut dilakukannya
anestesi regional
3. Pemeriksaan laboratorium anjuran
Hemoglobin, Hematokrit, PT (Prothrombine Time), PTT (Partial
Thromboplastine Time), BT (Bleeding Time), dan CT (Clotting Time)
4. Peralatan Anestesi Spinal
Peralatan monitor: tekanan darah, nadi, saturasi oksigen.
Peralatan resusitasi
Jenis Jarum spinal
10

Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bambu runcing/quinckebacock)
jarum spinal dengan ujung pinsil (pencil point whitecare)












Gambar 2. Jenis Jarum Spinal

5 Obat-obat Lokal Anesthesi.
Salah satu faktor yang mempengaruhi spinal anestesi blok adalah barisitas (Barik Grafity)
yaitu rasio densitas obat spinal anestesi yang dibandingkan dengan densitas cairan spinal
pada suhu 37
0
C. Barisitas penting diketahui karena menentukan penyebaran obat anestesi
lokal dan ketinggian blok karena grafitasi bumi akan menyebabkan cairan hiperbarik akan
cendrung ke bawah. Densitas dapat diartikan sebagai berat dalam gram dari 1ml
cairan (gr/ml) pada suhu tertentu. Densitas berbanding terbalik dengan suhu.
Obat-obat lokal anestesi berdasarkan barisitas dan densitas dapat di golongkan menjadi tiga
golongan yaitu:

1) Hiperbarik

Merupakan sediaan obat lokal anestesi dengan berat jenis obat lebih besar dari pada berat
jenis cairan serebrospinal, sehingga dapat terjadi perpindahan obat ke dasar akibat gaya
gravitasi. Agar obat anestesi lokal benarbenar hiperbarik pada semua pasien maka baritas
paling rendah harus 1,0015gr/ml pada suhu 37C. contoh: Bupivakain 0,5%. Contoh:
Lidokaine (xylocain,lignokaine) 5% dalam dextrose 7.5%: berat jenis 1.033, sifat hiperbarik,
11

dosis 20-50 mg (1-2ml), Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm dextrose 8.25%: berat jenis
1.027, sifat hiperbarik, dosis 5-15mg (1-3ml)

2) Hipobarik
Merupakan sediaan obat lokal anestesi dengan berat jenis obat lebih rendah dari berat jenis
cairan serebrospinal. Densitas cairan serebrospinal pada suhu 37
0
C adalah 1,003gr/ml. Perlu
diketahui variasi normal cairan serebrospinal sehingga obat yang sedikit hipobarik belum
tentu menjadi hipobarik bagi pasien yang lainnya. contoh: tetrakain,dibukain.

3) Isobarik
Secara definisi obat anestesi lokal dikatakan isobarik bila densitasnya sama dengan densitas
cairan serebrospinalis pada suhu 37
0
C. Tetapi karena terdapat variasi densitas cairan
serebrospinal, maka obat akan menjadi isobarik untuk semua pasien jika densitasnya berada
pada rentang standar deviasi 0,999-1,001gr/ml. contoh: levobupikain 0,5% Spinal anestesi
blok mempunyai beberapa keuntungan antara lain:perubahan metabolik dan respon endokrin
akibat stres dapat dihambat, komplikasi terhadap jantung, paru, otak dapat di
minimal, tromboemboli berkurang, relaksasi otot dapat maksimal pada daerah yang terblok
sedang pasien masih dalam keadaan sadar. Contoh: Lidokaine (xylocain, lignokain) 2%: berat
jenis 1.006, sifat isobarik, dosis 20-100 mg (2-5 ml), Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm air:
berat jenis 1.005, sifat isobarik, dosis 5-20mg (1-4ml)

Teknik pelaksanaan Anestesi Spinal
Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah ialah
posisi yang paling sering dikerjakan. Dengan persiapan tempat lengkap dengan alat
manajement jalan napas dan resusitasi tersedia. Biasanya dikerjakan di atas meja operasi
tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan posisi
berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan menyebarnya obat.
1. Inspeksi dan palpasi daerah lumbal yang akan ditusuk (dilakukan ketika visite
pre-operatif), sebab bila ada infeksi atau terdapat tanda kemungkinan adanya
kesulitan dalam penusukan, maka pasien tidak perlu dipersiapkan untuk spinal
anestesi. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral
dekubitus. Beri bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang
12

belakang stabil. Buat pasien membungkuk maximal agar processus spinosus
mudah teraba. Posisi lain adalah duduk.
2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis Krista iliaka, misal
L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau di atasnya berisiko trauma
terhadap medula spinalis.
3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol.








Gambar 3. Posisi Duduk dan Lateral Decubitus
4. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G, 25G
dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G dianjurkan
menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit 5 cc. Tusukkan
introduser sedalam kira-kira 2 cm agak sedikit ke arah sefal, kemudian masukkan
jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan
jarum tajam (Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat
duramater, yaitu pada posisi tidur miring bevel mengarah ke atas atau ke bawah,
untuk menghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala
pasca spinal. Setelah resistensi menghilang, mandarin jarum spinal dicabut dan
keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan
(0,5ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum
tetap baik. Kalau yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor
tidak keluar, putar arah jarum 90 biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal
secara kontinyu dapat dimasukan kateter.
5. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid
(wasir) dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit ligamentum flavum dewasa
6cm


13












Gambar 4. Tusukan Jarum pada Anestesi Spinal



Penyebaran Anastetik Lokal, tergantung :
1. Faktor utama:
a. Berat jenis obat anestetik lokal (barisitas)
b. Posisi pasien (gaya gravitasi obat)
c. Dosis dan volume obat anestetik lokal

2. Faktor tambahan
a. Ketinggian lokasi penyuntikan
b. Kecepatan suntikan/barbotase
c. Ukuran jarum
d. Keadaan fisik pasien
e. Tekanan intra abdominal

Lama kerja anestetik lokal tergantung:
1. Jenis obat anestesi lokal
2. Besarnya dosis anestesi
3. Ada tidaknya tambahan obat vasokonstriktor
4. Besarnya penyebaran anestetik lokal

14

Komplikasi tindakan anestesi spinal :
1. Hipotensi berat
Akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa dicegah dengan
memberikan infus cairan elektrolit 1000 ml atau koloid 500 ml sebelum tindakan.
2. Bradikardia
Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia, terjadi akibat blok sampai T-
2
3. Hipoventilasi
Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas
4. Trauma saraf
5. Mual-muntah
6. Menggigil
7. Kejang

Komplikasi pasca tindakan
1. Nyeri tempat suntikan
2. Nyeri punggung
3. Nyeri kepala karena kebocoran likuor
4. Retensio urine
5. Meningitis














15

BAB III
ANALISA KASUS

Pasien seorang perempuan berusa 24 tahun datang RSUD Karawang dengan rujukan
bidan karena ketuban yang telah pecah sejak 9 jam yang lalu jerih dan tanpa darah namun
tidak disertai dengan mulas atau tanda tanda kelahiran, terlihat sakit sedang. Pasien tidak
mengalami nyeri kepala maupun mual dan muntah serta menyangkal mengalami trauma
dengan perkiraan taksiran kelahiran 10 juni 2014 dengan HPHT 3 september 2013, G
1
P
0
A
0
.
Hasil dari pemeriksaan fisik umum tidak ditemukan adanya kelainan, dan pemeriksaan
penunjang menunjukan hasil yang normal.
Selama pembedahan pasien mendapat obat anestesi regional buvipacain spinal 20mg,
pospargin 0,2 IU , induxin 20IU, sedacum 2mg, KTM 2mg , Ranitidin 50mg, Asam
Traneksamat 250mg , Ondansentron 4mg, ketorolax 3% 30mg dan Cairan yang didapatkan
oleh pasien adalah 500cc gelafusal, 500cc ringer laktat.
Buvanest adalah obat anestesi lokal yang mengandung bupivacaine spinal 15mg
dalam ampul 4ml. Obat ini dimetabolisme di hati dan diekskresi di ginjal. Obat ini bekerja
dengan menghambat pembentukan dan penjalaran impuls saraf dengan cara meningkatkan
ambang eksitasi listrik saraf dan mengurangi kecepatan peningkatan potensial aksi. Kadar
puncak bupivacaine dalam darah tercapai dalam 30-45 menit setelah injeksi, dan mengalami
penurunan kadar sampai tidak bermakna dalam waktu 3-6 jam. Indikasi buvipacain spinal
adalah untuk anesthesia lokal atau regional, dengan dosis 5ml untuk blok saraf perifer, 10-
20ml untuk blok epidural dan 15-30ml untuk blok kaudal.
Methylergometrine maleate digunakan untuk perdarahan uterus pasca partus/
abortus/secsio caesaria/ atonia uterus dan mempersingkat kala 3. Metilergometrina maleat
merupakan amina dengan efek uterotonik yang menimbulkan kontraksi otot uterus dengan
cara meningkatkan frekuensi dan amplitudo kontraksi dan meningkatkan tonus uterus.
Mekanisme kerjanya merangsang kontraksi otot uterus dengan cepat dan poten melalui
reseptor adrenergik sehingga menghentikan perdarahan uterus. Dibandingkan dengan
alkaloid golongan ergotamina, maka efek pada pembuluh darah perifer lemah dan jarang
meningkatkan tekanan darah. Pada penyuntikan i.v., efek kontraksi uterus terjadi dengan
segera (30 - 60 detik), bertahan sampai dengan 2 jam dengan dosis Sectio caesarea : setelah
bayi dikeluarkan secara ekstraksi, i.m.1 mL atau i.v. 0,5 sampai 1 mL.
16

Induxin merupakan oksitosin sintetis yang berfungsi sebagai meningkatkan kontraksi
uterus agar prosses persalinan berjalan lebih cepat serta membantu proses persalinan pada
kala III dan mengontrol pendarahan postpartum. Untuk mengontrol perdarahan postpartum.
Diberikan 10-40 unit oxytocin dalam 1000 mL larutan steril infus intravena per drip dan
diberikan seperlunya sesuai dengan yang digunakan untuk mengontrol atonia uteri.
Ranitidine HCL suatu penghambat aktivitas histamin yang kompetitif dan reversible
pada reseptor H2 histamin, termasuk reseptor pada sel sel lambung dan bukan suatu zat
antikolinergik yang bekerha menghambat sekresi asam lambung melalui penghambatan
kompetitif terhadap histamine pada reseptor H2 sel sel parietal. Pada pemberian i.m./i.v.
kadar dalam serum yang diperlukan untuk menghambat 50% perangsangan sekresi asam
lambung adalah 3694 mg/mL. Kadar tersebut bertahan selama 68 jam. Dengan dosis
ntermittent bolus : 50 mg (2 mL) tiap 6 8 jam.
Ketamin Ketamin hidroklorida adalah golongan fenil sikloheksilamin, merupakan
rapid acting non barbiturate general anesthesia. Ketamin lebih larut dalam lemak sehingga
dengan cepat akan didistribusikan ke seluruh organ. Efek muncul dalam 30 60 detik
setelah pemberian secara I.V dengan dosis induksi pada ketamin larut air, dan akan kembali
sadar setelah 15 20 menit. Jika diberikan secara I.M maka efek baru akan muncul setelah
15 menit. Dosis induksi adalah 1 2 mg/KgBB secara I.V atau 5 10 mg/Kgbb I.M , untuk
dosis sedatif lebih rendah yaitu 0,2 mg/KgBB dan harus dititrasi untuk mendapatkan efek
yang diinginkan.
Sedacum dengan kandungan midazolam yang sering digunakan sebagai
premedikasi,induksi dan pemeliharaan anestesi umum serta sedasi pada anestesi regional.
Sedasi basal Dewasa Dosis awal: < 2.5 mg secara IV sebelum operasi. Jika dibutuhkan,
dosis dapat di tambah 1 mg secara IV dalam 2 menit. Total dosis tidak boleh melebihi 5 mg
secara IV.
Ondansetron Ondansetron merupakan antagonis selektif reseptor 5-HT3 menghambat
mual dan muntah post operatif, karena agen sitotoksik, maupun radiasi. Penanganan mual
dan muntah pasca-operasi: Vomceran injeksi dapat diberikan secara intravena atau
intramuskular tanpa pengenceran. injeksi diberikan sebagai dosis tunggal 4 mg secara
intramuskular atau melalui injeksi intravena lambat tidak kurang dari 30 detik (sebaiknya
antara 2-5 menit), segera sebelum induksi anastesi atau diberikan segera pasca-operasi
apabila pasien mengalami mual dan muntah.
17

Ketorolax tromethamine merupakan suatu analgesik non-narkotik. Obat ini
merupakan obat anti-inflamasi nonsteroid yang menunjukkan aktivitas antipiretik yang
lemah dan anti-inflamasi. Ketorolac tromethamine menghambat sintesis prostaglandin dan
dapat dianggap sebagai analgesik yang bekerja perifer karena tidak mempunyai efek
terhadap reseptor opiat. Dosis untuk bolus intravena harus diberikan selama minimal 15
detik. Ketorolac ampul tidak boleh diberikan secara epidural atau spinal. Mulai timbulnya
efek analgesia setelah pemberian IV maupun IM kira-kira 30 menit, dengan maksimum
analgesia tercapai dalam 1 hingga 2 jam. Durasi median analgesia umumnya 4 sampai 6 jam.
Dosis sebaiknya disesuaikan dengan keparahan nyeri dan respon pasien. Lamanya terapi :
Pemberian dosis harian multipel yang terus-menerus secara intramuskular dan intravena
tidak boleh lebih dari 2 hari karena efek samping dapat meningkat pada penggunaan jangka
panjang. Dosis awal Ketorolac yang dianjurkan adalah 10 mg diikuti dengan 1030 mg tiap
4 sampai 6 jam bila diperlukan. Harus diberikan dosis efektif terendah. Dosis harian total
tidak boleh lebih dari 90 mg untuk orang dewasa dan 60 mg untuk orang lanjut usia
Asam traneksamat memiliki 3 aktivitas dalam hemeostatis yaitu Aktivitas
antiplasminik
Asam Traneksamat menghambat aktivitas dari aktivator plasminogen dan plasmin.Aktivitas
hemostatis Asam Traneksamat mencegah degradasi fibrin, pemecahan trombosit,
peningkatan kerapuhan vaskular dan pemecahan faktor koagulasi. Efek ini terlihat secara
klinis dengan berkurangnya jumlah perdarahan, berkurangnya waktu perdarahan dan lama
perdarahan. Aktivitas anti alergi dan anti peradangan bekerja dengan cara menghambat
produksi Kinin dan senyawa peptida aktif lainnya yang berperan dalam proses inflamasi dan
reaksi-reaksi alergi. Dengan dosis 1 gram, 3 x sehari (injeksi IV pelan-pelan) pada 3 hari
pertama, dilanjutkan pemberian oral 1 gram, 3-4 x sehari (mulai pada hari ke-4 setelah
operasi sampai tidak tampak hematuria secara makroskopis).
Ringer laktat adalah larutan steril dari kalsium klorida, natrium klorida, kalium
klorida, dan natrium laktat dalam air untuk injeksi. Injeksi ringer laktat tidak boleh
mengandung antimikroba, dan kecepatan pemberiannya tidak boleh lebih dari 300 ml/jam.
Indikasi pemberian ringer laktat adalah untuk menambah kadar elektrolit yang diperlukan
tubuh.


18

Pemberian Cairan
Kebutuhan cairan basal (BB=60kg)
4 x 10kg = 40
2 x 10kg = 20
1 x 40kg = 40
----------+
100 ml/jam
Kebutuhan cairan intraoperasi (operasi besar)
8 x 60 kg = 480 ml/jam
Kebutuhan cairan saat puasa dari pukul 24.00- 12.00 (12 jam)
12 x 100 ml/jam = 1200 ml
Di ruangan sudah diberi cairan NaCl 500 ml
Jadi kebutuhan cairan puasa sekarang = 1200 500 = 700 ml
Pemberian cairan pada jam pertama operasi
: Kebutuhan basal + kebutuhan intraoperasi + 50% x kebutuhan cairan puasa
: 100 + 480 + 350 = 930 ml
Pemberian cairan pada jam kedua operasi
: Kebutuhan basal + kebutuhan intraoperasi + 25% x kebutuhan cairan puasa
: 100 + 480 + 175 = 755 ml
Kebutuhan cairan selama operasi : ( 2 Jam )
Jam I + Jam II + = 930 ml + 755 ml
= 1685 ml
Cairan yang masuk selama operasi
Gelafusal 500 cc (setara dengan 1500 cc kristaloid) + 1000 cc Ringer Laktat, jadi total
cairan yang masuk selama operasi adalah 2500 cc.
Allowed Blood Loss
- 20 % x EBV = 20 % x (60 x 65) = 780 ml

Jumlah cairan keluar
= darah di kassa sedang 8 buah + 300 ml dari botol suction
= (8x20) ml + 300 ml
= 460 ml

19

Tidak perlu dilakukan transfusi darah karena jumlah cairan keluar tidak melebihi nilai
allowed blood loss pasien. Pasien diberikan cairan kristaloid sebanyak 460 ml atau koloid
sebanyak 155 ml.

Kebutuhan cairan selama operasi + cairan yang harus diberikan sebagai pengganti
perdarahan 1685 ml + 460 ml = 2145 ml.




























20

KESIMPULAN

Pasien, Ny. Aryani, 24 tahun mengalami ketuban pecah dini sejak 9 jam yang lalu
dengan G
1
A
0
P
0
dengan Oligohidramnion. Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik dan obstreti dan pemeriksaan laboratorium.
Pasien rawat jalan poli RSUD Karawang ini mendapatkan perawatan yang sesuai
dengan kondisi pasien. Pemasangan alat-alat yang dibutuhkan untuk memonitor kondisi
pasien seperti tensimeter, oksimetri, selang oksigen sudah terpasang. Tindakan pemberian
obat-obat anestesi sudah sesuai dengan indikasi, pertimbangan pemberian Buvipacain,
Induxin, Pospargin, Ondanstreon, KTM, Ranitidin, Ketorolax, Sedacum, Asam Traneksamat
serta administrasi cairan sudah sesuai dengan kebutuhan pasien.























21

DAFTAR PUSTAKA

1. Boulton TB, Blogg CE. 1994. Anestesiologi. Edisi 10. Jakarta: EGC
2. Dobson, MB. 1994. Penuntun Praktis Anestesi. Jakarta: EGC
3. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. 2009. Petunjuk Anestesiologi: Edisi Kedua. Jakarta:
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FK UI
4. Miller RD. 2000. Anesthesia. Edisi Kelima. Chruchill Livingstone. Philadelphia
5. Morgan, E. 2006. Clinical Anesthesiology. Edisi Keempat. McGraw-Hill Company
6. Muhiman M, Thaib R, Sunatrio S, Dahlan R. Anestesiologi. Jakarta: Bagian Anestesiologi
dan Terapi Intensif FK UI
7. Mulroy MF. 1996. Regional Anesthesia, An Illistrated Procedural Guide. Edisi Kedua.
Boston: Little Brown Company
8. Robyn Gymrek, MD. 2010. Regional Anesthesia at www.emedicine.com
9. Werth, M. Pokok-pkok Anestesi. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai