PENGARUH ANTARA PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD)
TERHADAP PENCEGAHAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN
AKUT (ISPA) PADA PARA PEKERJA INDUSTRI PENGOLAHAN TEBU UD. SHOLY DESA MIRIGAMBAR KECAMATAN SUMBERGEMPOL KABUPATEN TULUNGAGUNG
PROPOSAL PENELITIAN
LUK LUUL HIDAYATI 11620598
PROGAM STUDI ILMU KEPERAWATAN S 1 FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS KADIRI 2014
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pembangunan di bidang industri telah memberikan dampak positif bagi kekuatan ekonomi nasional yang ditandai dengan semakin berkembangnya berbagai jenis industri dengan beraneka ragam jenis produk.Keadaan ini memberikan lapangan pekerjaan yang semakin luas,dan diharapkan dapat meningkatkan kesejateraan para pekerja khususnya dan masyarakat pada umumnya. Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. (Dinkes, 2010) Alat Pelindung Diri (APD) adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja sesuai bahaya dan risiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan orang di sekelilingnya, serta alat yang dipakai tenaga kerja dengan maksud menekan atau mengurangi resiko masalah kecelakaan akibat kerja yang akibatnya dapat timbul kerugian bahkan korban jiwa atau cedera (Dinkes, 2011) Menurut OSHA atau Occupational Safety and Health Administration, pesonal protective equipment atau alat pelindung diri (APD) didefinisikan
sebagai alat yang digunakan untuk melindungi pekerja dari luka atau penyakit yang diakibatkan oleh adanya kontak dengan bahaya (hazards) di tempat kerja, baik yang bersifat kimia, biologis, radiasi, fisik, elektrik, mekanik dan lainnya. Ditinjau dari jenis dan modal kerja yang digunakan,industri dikelompokan menjadi industri besar(industri dasar),industri menengah (aneka industri) dan industri kecil (home industri). Industri kecil dengan teknologi sederhana atau tradisional dengan modal yang relatif terbatas adalah industri yang banyak bergerak di bidang informal. Survei mortalitas yang dilakukan oleh Subdit ISPA tahun 2005 menempatkan ISPA sebagai penyebab kematian terbesar di Indonesia dengan persentase 22,30% dari seluruh kematian (Susilowati, 2010). Bukti bahwa ISPA merupakan penyebab utama kematian adalah banyaknya penderita ISPA yang terus meningkat. Menurut WHO, ISPA merupakan peringkat keempat dari 15 juta penyebab pada setiap tahunnya. Jumlah tiap tahun kejadian ISPA di Indonesia 150.000 kasus atau dapat dikatakan seorang meninggal tiap 5 menitnya. Berdasarkan DEPKES (2006) juga menemukan bahwa 20-30% kematian disebabkan oleh ISPA Kabupaten tulungagung merupakan salah satu wilayah dengan jumlah industri pengolahan tebu cukup banyak, yaitu 20 industri. Selain itu, sebagian besar penduduk didaerah tersebut bekerja sebagai pekerja pabrik pengolahan tebu. Peningkatan resiko ISPA pada masyarakat juga dapat disebabkan oleh faktor lingkungan didaerah tersebut. Faktor resiko ISPA dapat dipengaruhi oleh faktor host ( umur, imunitas, pendidikan, pengetahuan, dan lain-lain), faktor agent (jumlah mikroorganisme penyebab atau
konsentrasi polutan dilingkungan), dan faktor invironment (misalnya faktor lingkungan kerja atau faktor lingkungan fisik rumah). Sumamur (2010) menyatakan semakin lama masa kerja seseorang kemungkinan besar orang tersebut mempunyai risiko yang besar terkena penyakit paru. Menurut Morgan dan Parkes dalam Budiono (2007), waktu yang dibutuhkan seseorang yang terpapar oleh debu untuk terjadinya gangguan fungsi paru kurang lebih 10 tahun. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Aditama (2004) bahwa pada pekerja yang berada di lingkungan dengan konsentrasi debu yang tinggi dalam waktu yang lama (> 10 tahun) memiliki risiko lebih tinggi terkena penyakit obstruksi paru menahun. Kewajiban itu sudah disepakati oleh pemerintah melalui Departement Tenaga Kerja dan TransmigrasiRepublik Indonesia. Hal ini tertulis di Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per.08/Men/VII/2010 tentang pelindung diri. Adapun bentuk dari alat tersebut adalah : 1. Safety Helmet Berfungsi sebagai pelindung kepala dari benda yang bisa mengenai kepala secara langsung. 2. Sabuk Keselamatan (safety belt) Berfungsi sebagai alat pengaman ketika menggunakan alat transportasi ataupun peralatan lain yang serupa (mobil, pesawat, alat berat, dan lain- lain). 3. Sepatu Karet (sepatu boot)
Berfungsi sebagai alat pengaman saat bekerja di tempat yang becek ataupun berlumpur. Kebanyakan di lapisi dengan metal untuk melindungi kaki dari benda tajam atau berat, benda panas, cairan kimia, dan sebagainya. 4. Sepatu pelindung (safety shoes) Seperti sepatu biasa, tapi dari bahan kulit dilapisi metal dengan sol dari karet tebal dan kuat. Berfungsi untuk mencegah kecelakaan fatal yang menimpa kaki karena tertimpa benda tajam atau berat, benda panas, cairan kimia, dan sebagainya. 5. Sarung Tangan Berfungsi sebagai alat pelindung tangan pada saat bekerja di tempat atau situasi yang dapat mengakibatkan cedera tangan. Bahan dan bentuk sarung tangan di sesuaikan dengan fungsi masing-masing pekerjaan. 6. Tali Pengaman (Safety Harness) Berfungsi sebagai pengaman saat bekerja di ketinggian. Diwajibkan menggunakan alat ini di ketinggian lebih dari 1,8 meter. 7. Penutup Telinga (Ear Plug / Ear Muff) Berfungsi sebagai pelindung telinga pada saat bekerja di tempat yang bising. 8. Kaca Mata Pengaman (Safety Glasses) Berfungsi sebagai pelindung mata ketika bekerja (misalnya mengelas). 9. Masker (Respirator) Berfungsi sebagai penyaring udara yang dihirup saat bekerja di tempat dengan kualitas udara buruk (misal berdebu, beracun, dan sebagainya).
10. Pelindung wajah (Face Shield) Berfungsi sebagai pelindung wajah dari percikan benda asing saat bekerja (misal pekerjaan menggerinda). 11. Jas Hujan (Rain Coat) Berfungsi melindungi dari percikan air saat bekerja (misal bekerja pada waktu hujan atau sedang mencuci alat). Semua jenis APD harus digunakan sebagaimana mestinya, gunakan pedoman yang benar-benar sesuai dengan standar keselamatan kerja (K3L : Kesehatan, Keselamatan Kerja dan Lingkungan). Gangguan sistem pernfasan atas bisa terjadi karena kurangnya sikap, perilaku, kesadaran dan manajemen keselamatan kerja terhadap para pekerja. 1.2 Perumusan Masalah Adakah pengaruh penggunaan alat pelindung diri (APD) terhadap pencegahan infeksi saluran pernafasan Akut (ISPA) pada para pekerja industri UD. Sholy Desa mirigambar kecamatan sumbergempol Kabupaten tulungagung. 1.3 Tujuan Penelitian Untuk memahami pengaruh penggunaan alat pelindung diri (APD) terhadap pencegahan infeksi saluran pernafasan Akut (ISPA) pada para pekerja industri UD. Sholy Desa mirigambar kecamatan sumbergempol Kabupaten tulungagung. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Teoritis :
Diharapkan sebagai pembuktian bahwa pengaruh penggunaan alat pelindung diri (APD) terhadap pencegahan infeksi saluran pernafasan Akut (ISPA) pada para pekerja industri ud. Sholy Desa mirigambar kecamatan sumbergempol Kabupaten tulungagung. 1.4.2 Aplikatif : a. Diharapkan para pekerja dapat menerapkan penggunaan Alat Pelindung Diri dalam kegiatan produksi. b. Diharapkan pengusaha memperhtikan kesehatan dan keselamatan para pekerjanya.