A. Tujuan Percobaan Mengidentifikasi kandungan pewarna pada makanan dan minuman dengan metode kromatografi lapis tipis
B. Teori Bahan pewarna makanan terbagi dalam dua kelompok besar yakni pewarna alami dan pewarna buatan. Di Indonesia, peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang diizinkan dan dilarang untuk pangan diatur melalui SK Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 mengenai bahan tambahan pangan. Pewarna alami diperoleh dari tanaman ataupun hewan yang berupa pigmen. Beberapa pigmen alami yang banyak terdapat di sekitar kita antara lain : klorofil (terdapat pada daun-daun berwarna hijau), karotenoid (terdapat pada wortel dan sayuran lain berwarna oranye-merah). Umumnya, pigmen-pigmen ini bersifat tidak cukup stabil terhadap panas, cahaya, dan pH tertentu. Walau begitu, pewarna alami umumnya aman dan tidak menimbulkan efek samping bagi tubuh. Pewarna buatan untuk makanan dieroleh melalui proses sintesis kimia buatan yang mengandalkan bahan-bahan kimia, atau dari bahan yang mengandung pewarna alami melalui ekstraksi secara kimiawi. Beberapa contoh pewarna buatan yaitu pewarna kuning (tartrazin, sunset yellow), pewarna merah (allura, eritrosin, amaranth), dan pewarna biru (biru berlian). Kromatografi adalah suatu metode pemisahan dan juga identifikasi berbagai jenis komponen yang terdapat dalam campuran. Ada beberapa tipe kromatografi, salah satunya adalah kromatografi lapis tipis. Metode ini digunakan secara luas pada dunia riset dan industry sebagai contoh untuk menganalisis berbagai jenis zat.
C. Alat dan Bahan Alat : 1. Lampu UV 254 nm dan 366 nm 2. Timbangan 3. Penangas air 4. Erlenmeyer 5. Gelas ukur 6. Oven 7. Gelas beker 8. Corong pisah 9. Cawan penguap 10. Chamber
Bahan : 1. Etanol 2. Aquades 3. NaOH 10% 4. NaOH 0,5% 5. HCl 0,1` N 6. Larutan ammonia 2% 7. Baku pewarna 8. Natrium hidroksida 9. Asam asetat glasial 10. Asam klorida 11. Ammonium hidroksida 12. Butanol 13. Dietil eter 14. Sampel makanan 15. Lempeng silica gel GF 254
D. Cara Kerja 1. Sampel ditimbang sebanyak 30 gram 2. Baku pembanding dibuat dengan cara melarutkan 50 mg pewarna dengan 100 mL aquades 3. Campuran sampel dan baku pembanding dibuat dengan cara melarutkan 30 mg dari masing-masing sampel dalam 50 mL aquades, ditambahkan 50 mg dan pewarna dalam masing-masing larutan sampel, dicampur homogen 4. Ditambahkan asam asetat 6% 5. Dibuat perlakuan yang sama dengan pembuatan larutan sampel 6. Plat KLT berukuran 20 x 20 cm diaktifkan dengan cara dipanaskan di dalam oven pada suhu 100C selama 30 menit 7. Masing-masing larutan sampel, baku pembanding, dan campuran sampel, ditotolkan pada plat dengan menggunakan pipa kapiler pada jarak 2 cm dan bagian bawah plat serta jarak antar noda 2 cm kemudian dibiarkan beberapa saat hingga mongering 8. Plat KLT yang telah mengandung cuplikan dimasukkan ke dalam chamber yang terlebih dahulu telah dijenuhkan dengan fase gerak yaitu n-butanol, asam asetat glacial, dan aquades (40:10:24) 9. Dibiarkan fase bergerak naik sampai hampir mendekati batas atas plat. Plat KLT lalu diangkat dan dipisah serta dibiarkan kering di udara. Noda yang terbentuk diamati secara visual kemudian dihitung nilai Rf- nya dibawah sinar UV. Jika secara visual noda berawarna merah jambu dan dibawah sinar UV 254 nm berfluoresensi dengan Rf yang sama, hal tersebut menunjukkan adanya kandungan pewarna dalam makanan