Anda di halaman 1dari 41

1.

2 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN
Antosianin adalah zat warna alami yang bersifat sebagai antioksidan yang terdapat dalam
tumbuh-tumbuhan. Lebih dari 300 struktur antosianin yang ditemukan telah diidentifikasi
secara alami (Wrolstad, 2001). Antosianin adalah pigmen dari kelompok flavonoid yang larut
dalam air, berwarna merah sampai biru dan tersebar luas pada tanaman. Terutama terdapat
pada buah dan bunga, namun juga terdapat pada daun. Kadar antosianin cukup tinggi terdapat
pada berbagai tumbuh-tumbuhan seperti misalnya: bilberries (vaccinium myrtillus L),
minuman anggur merah (red wine), dan anggur (Jawi dkk., 2007).
Manusia sejak lama telah mengkonsumsi antosianin bersamaan dengan buah dan sayuran
yang mereka makan. Selama ini tidak pernah terjadi suatu penyakit atas keracunan yang
disebabkan oleh pigmen ini sehingga antosianin aman untuk dikonsumsi, tidak beracun dan
tidak menimbulkan mutasi gen (Nugrahan,2007). Beberapa penelitian di Jepang menyatakan
bahwa antosianin memiliki fungsi fisiologi. Misalnya sebagai antioksidan, antikanker, dan
perlindungan terhadap kerusakan hati (Tanuwijaya, 2007). Antosianin juga berperan sebagai
pangan fungsional, sebagai contoh food ingredient yang sangat berguna bagi kesehatan
mata dan retina yang pertama kali dipublikasikan di Jepang pada tahun 1997 (Imelda, 2002).
1
Anggur merupakan sumber antioksidan alami yang mempunyai kemampuan untuk
menangkap radikal bebas. Radikal bebas merupakan zat yang berbahaya yang sangat reaktif
dan bersifat merusak jaringan organ-organ tubuh hingga menimbulkan berbagai penyakit di
usia tua (Minarno dan Hariani, 2008).
Islam sebagai agama yang paling lengkap, sangat memperhatikan masalah kesehatan dengan
perhatian yang sangat besar. Menurut pandangan Islam, kesejahteraan dan kesehatan
merupakan nikmat yang sangat mulia dan mahal yang diberikan Allah SWT terhadap hamba-
hambaNya (Al-Basyuni, 1994). Hal ini diisyaratkan Rasulullah SAW dalam sabdanya:
Dua nikmat yang menyebabkan banyak manusia tertipu, yaitu kesehatan dan waktu luang
(H.R. Imam Bukhari).
Anggur mempunyai banyak khasiat bagi kesehatan karena kandungan kimia yang berada di
dalamnya, salah satu di antaranya antosianin. Antosianin merupakan senyawa fitokimia yang
memberikan warna ungu pada buah anggur. Senyawa flavonoid sebagai antioksidan
mempunyai efek biologis yang sangat kuat, menghambat penggumpalan keping-keping sel
darah, merangsang produksi oksidasi nitrit yang dapat melebarkan (relaksasi) pembuluh
darah dan juga menghambat pertumbuhan sel kanker (Karyadi, 2005). Berbagai bukti ilmiah
menunjukkan bahwa senyawa antioksidan mengurangi resiko terhadap penyakit kronis
seperti kanker dan penyakit jantung koroner (Prakash, 2001). Pigmen antosianin yang
merupakan kelompok flavonoid merupakan pigmen yang paling luas dan penting karena
banyak tersebar pada berbagai organ tanaman.
2
Dilihat dari agroekologinya, tanah kota Probolinggo tergolong subur. Probolinggo sesuai
sebagai kawasan pengembangan tanaman anggur. Kota Probolinggo berdekatan dengan
kebun percobaan anggur Banjarsari milik Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian
sebagai pusat informasi teknologi. Keberadaan kebun ini tentunya sangat menunjang
pengembangan agribisnis anggur di Kota Probolinggo. Saat ini telah tersedia varietas unggul
baru, yaitu Prabu Bestari yang cocok dikembangkan di kota Probolinggo (Anonymous,
2008b).
Anggur Prabu Bestari merupakan nama lain dari Probolinggo Merah. Varietas ini mempunyai
mutu buah yang unggul, produksi stabil dengan hasil cukup tinggi. Pada tanaman umur
produktif (5 tahun ke atas) mampu menghasilkan buah 20-30 kg/pohon/ tahun. Sebagian
besar (60-70%) varietas anggur yang diusahakan petani di kota Probolinggo adalah Prabu
Bestari dan Probolinggo Super masing-masing dengan 2-3 tros, sedangkan 30-40% lainnya
adalah varietas Belgie, Anggur Bali (Alphonso lavalle), dan Caroline Black Rose. Di antara
varietas-varietas tersebut, Prabu Bestari paling diminati oleh petani karena harga jual
buahnya cukup tinggi, ditingkat petani Rp. 10.000-12.500,- per kg, sedangkan di pedagang
pengumpul sampai Rp. 15.000-17.500,- per kg (Anonymous, 2008b). Anggur Prabu Bestari
yang mempunyai kelebihan yaitu tingkat pecah buah anggur Prabu Bestari relatif lebih
rendah daripada Probolinggo Super dan Prabu Bestari mempunyai keunggulan pada
dompolan buah yang sangat rapat dengan bentuk buah bundar agak lonjong berwarna merah
(Anonymous, 2009).
3
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diambil pelajaran bahwa Allah menganjurkan kepada
umat manusia untuk mengkonsumsi buah-buahan sebagai salah satu sumber gizi. Allah telah
menjelaskannya dalam Q.S An-Nahl ayat 11 yang berbunyi:
) 3 N ty V e 2 u |=u {F u
u u t / /3 s M 6 /
6xt t 5 s)j Zt U 9s
Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, korma, anggur
dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada
tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan (Q.S. An-Nahl [16]: 11).
Menurut As-Sayyid (2007) dalam kitab at-Taghdziyah an-Nabawiyah dijelaskan bahwa
Allah SWT menyebutkan anggur (al-inab) di beberapa tempat dalam Alquran. Anggur
dikategorikan sebagai nikmat yang Allah berikan kepada hamba-hambaNya di dunia ini dan
akhirat. Anggur merupakan buah paling utama dan banyak manfaatnya dan termasuk salah
satu dari tiga raja buah-buahan yaitu: anggur, ruthab, dan tin.
Penjelasan di atas didukung dengan firman Allah dalam Q.S Al-Rad [13]: 4 yang berbunyi:
xu u 1 wu y u =5 u r& i
M _y u Nuy t s {F u ) 4
2 W{ < t/ 4 ?n t p| /t e x u 7n
u & ! y / 4 +s 5u 1 =) t5 s)jM;
tU 9s
4
Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan, dan kebun-kebun anggur,
tanaman-tanaman dan pohon korma yang bercabang dan yang tidak bercabang, disirami
dengan air yang sama. Kami melebihkan sebahagian tanam- tanaman itu atas sebahagian
yang lain tentang rasanya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda
(kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir (Q.S Al-Rad [13]: 4).
Sains modern membuktikan bahwa ayat-ayat semisal di atas mengisyaratkan adanya ilmu-
ilmu struktur dan keturunan lingkungan, dan tingkatan bumi, yang merupakan hakikat yang
belum disingkap manusia, kecuali dalam dekade terakhir di abad 20. Hal tersebut menjadi
suatu dalil bahwa ketelitian ilmiah, sifat-sifat komprehensif Alquran tidak dapat muncul,
kecuali melalui Pencipta, Allah dan melalui utusan-Nya sebagai pembawa wahyu (Mahmud,
2007).
Pigmen antosianin penyebab macam-macam warna dari tanaman anggur, menghasilkan
warna kulit yang bermacam-macam dari merah sampai hitam (Hui, 2006). Pada umumnya
buah anggur Vitis vinifera mengandung sianidin, delfinidin, petunidin, malvidin-3-glukosida
dan malvidin-3,5-diglukosida (Belitz dan Grosch, 1999). Rosnawati (2007) telah meneliti
kandungan resveratrol dalam anggur lokal (Vitis vinifera L. varietas Prabu Bestari) dengan
pelarut metanol dan menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi diperoleh hasil
0,167 0,029 g/g. Resveratrol mempunyai nama lain (3,5,4'-trihydroxystilbena) adalah
pitoaleksin polipenolik yang juga merupakan golongan senyawa flavonoid. Sedangkan
Arisandi (2001) telah meneliti tentang pengaruh kopigmentasi terhadap stabilitas antosianin
dari ekstrak kulit buah anggur varietas Anggur Bali (Alphonso lavalle) menggunakan pelarut
metanol HCl 0,01%. Hasil penelitian
5
menunjukkan bahwa perubahan antosianin terjadi akibat asosiasi antara antosianin dengan
klorofil, membentuk kompleks pigmen-kopigmen dengan perbandingan stoikiometri 1 : 1,
pada pH 6.
Elham et al., (2006) telah mengekstrak antosianin dalam wortel hitam (Daucus carota L.)
dengan maserasi menggunakan pelarut metanol HCl pekat 0,1%. Ekstrak yang diperoleh
kemudian diisolasi dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pada wortel hitam terdapat senyawa antosianin yaitu 434,85 mg/kg berupa serbuk
kering jenis sianidin-3- glukosida. Aligita (2002) telah mengisolasi senyawa antosianin dari
ketan hitam (Oriza Sativa L Forma Glutinosa) dengan pelarut metanol HCl pekat 1% dan
menggunakan metode Kromatografi Lapisan Tipis (KLT), Spektrofotometri Ultraviolet-Sinar
Tampak, dan Spektrofotometri Infra Merah. Isolat memberikan warna biru pada pelat KLT
ketika diberi uap amonia, memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 278 nm,
322 nm dan 541 nm, dan spektrum serapan inframerah menunjukkan adanya gugus -OH, -CH,
>C=C< aromatik, dan C=O. Isolat yang diperoleh diduga merupakan antosianin terasilasi
jenis sianidin 3-glikosida dengan pola hidroksilasi tersubstitusi pada posisi 3.
Hurst (2008) menggunakan eluen Forestal= HCl pekat-asam asetat-air (3 : 30 : 10) dan
BAA= n-butanol-asam asetat-air (4 : 1 : 5) dan Format (2:5:3) untuk memisahkan antosianin
menggunakan Kromatografi Lapis Tipis pada jaringan tumbuhan yang mengandung
antosianin. Sedangkan Wagner dan Bladt (2001) menggunakan eluen etil asetat-asam asetat
glasial-asam format-air (100:11:11:26),
6
dan n-butanol-asam asetat glasial-air (50:10:20) menggunakan plat silika gel untuk
memisahkan antosianin.
Diniyah (2005) menyatakan bahwa untuk ekstrak bunga sepatu, alkohol 95% ternyata efektif
digunakan. Hal ini disebabkan pada pelarut alkohol 95% komponen bunga lebih optimal
terdifusi kelarutannya dibandingkan pada pelarut alkohol 70%, sehingga lebih efektif. Selain
itu diduga bahwa antosianin kulit rambutan memiliki tingkat kelarutan sama dengan etanol
95% sehingga antosianin kulit rambutan tersebut dapat larut dengan baik pada etanol 95%.
Penggunaan jenis pelarut sangat menentukan dalam proses ekstraksi. Pada umumnya jenis
pelarut yang digunakan adalah metanol, etanol dan air karena polaritas dari ketiga jenis
pelarut ini mendekati polaritas antosianin. Lestario, et al., (2003) menggunakan metanol dan
air untuk mengekstrak antosianin dari buah duwet, sedangkan Karppa. et.al (1984)
menggunakan etanol untuk mengekstrak antosianin dari buah crowberry (Empetrum nigrum).
Mengingat isolasi dan identifikasi senyawa antosianin dari kulit buah anggur Prabu Bestari
yang ditanam di Probolinggo belum pernah dilakukan, maka perlu dilakukan penelitian
mengenai isolasi dan identifikasi senyawa antosianin dari kulit buah anggur Prabu Bestari.
Pada penelitian ini metode isolasi yang digunakan adalah identifikasi menggunakan metode
KLT dengan eluen Forestal= HCl pekat-asam asetat-air (3 : 30 : 10) dan BAA= n-butanol-
asam asetat-air (4 : 1 : 5) dan Format (2:5:3), eluen etil asetat-asam asetat glasial-asam
format-air (100:11:11:26), dan n-butanol-asam asetat glasial-air (50:10:20) dan Identifikasi
7
menggunakan spektrofotometer FTIR dan spektrofotometer UV-Vis untuk mengetahui
senyawa antosianin di dalamnya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan yaitu: 1. Pelarut apa yang
terbaik untuk mengekstrak senyawa antosianin dengan
metode maserasi? 2. Eluen apa yang terbaik untuk memisahkan senyawa antosianin dalam
ekstrak kulit buah anggur Prabu Bestari? 3. Jenis senyawa antosianin apa yang terdapat
dalam kulit buah anggur Prabu
Bestari dari hasil identifikasi menggunakan Spektrofotometer FTIR dan Spektrofotometer
UV-Vis?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pelarut terbaik untuk mengekstrak senyawa antosianin dari kulit buah anggur
varietas Prabu Bestari dengan metode maserasi.
2. Mengetahui jenis eluen yang tepat untuk pemisahan antosianin dalam ekstrak kulit buah
anggur Prabu Bestari.
3. Mengetahui jenis senyawa antosianin yang terdapat dalam kulit buah anggur Prabu
Bestari dengan Spektrofotometer FTIR dan Spektrofotometer UV-Vis.
8
1.4 Batasan Masalah
Masalah dalam penelitian ini dibatasi pada hal-hal sebagai berikut: 1. Pada penelitian ini
sampel yang digunakan adalah anggur Vitis vinifera varietas Prabu Bestari) yang sudah
matang berumur 110 hari yang diambil
dari Kota Probolinggo. 2. Ekstraksi komponen senyawa antosianin dilakukan dengan metode
maserasi menggunakan pelarut HCl 1% dalam air, metanol, dan etanol
95%. 3. Pemisahan komponen dilakukan dengan metode Kromatografi Lapis Tipis
menggunakan eluen BAA = n-butanol-asam asetat-air (4:1:5), Forestal= HCl pekat-asam
asetat-air (3 : 30 : 10). Format= HCl pekat-asam format- air (2:5:3), etil asetat-asam asetat
glasial-asam format-air (100:11:11:26), dan n-butanol-asam asetat glasial-air (50:10:20).
4. Menentukan senyawa antosianin hasil isolasi berdasarkan analisis spektrofotometer UV-
Vis dan spektrofotometer FTIR.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat diantaranya: 1. Informasi ilmiah untuk studi
lebih lanjut mengenai komponen penyusun
dalam buah anggur Prabu Bestari. 2. Pengetahuan kepada masyarakat bahwa buah anggur
Prabu Bestari
terdapat senyawa antosianin yang berperan sebagai pencegah penyakit degeneratif.
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anggur (Vitis vinifera) varietas Prabu Bestari Spesies anggur yang paling terkenal
adalah Vitis vinifera. Tipe buah ini
merupakan anggur yang berasal dari Eropa. Ciri anggur ini adalah kulitnya tebal dan kenyal,
buahnya manis sehingga sering dipakai sebagai buah meja. Beberapa jenisnya juga dipakai
sebagai bahan pembuatan wine (Wiryanta, 2004). Vitis vinifera tergolong anggur tipe dataran
rendah umumnya tumbuh dan berproduksi baik di daerah dengan ketinggian 0-300 meter dari
permukaan laut. Deskripsi Morfologi Buah Anggur yaitu buah Vitis vinifera adalah buah
sejati tunggal yang berdaging. Bentuknya hampir bulat dengan permukaan epikarpiumnya
dilapisi tepung. Klasifikasi Tanaman Anggur (Vitis vinifera) adalah (Anonymous, 2007a):
Kingdom Divisi Kelas Bangsa Suku Marga Jenis
: Plantae (tumbuhan) : Magnoliophyta (berbunga) : Magnoliopsida (berkeping dua) :
Vitales : Vitaceae : Vitis : Vitis vinifera
Gambar 2.1 Anggur Prabu Bestari (Anonymous, 2008b).
10
Anggur Prabu Bestari merupakan anggur introduksi dari Australia yang aslinya bernama Red
Prince. Pada tahun 1986 Darmawan membawa bibit Red Prince dari Australia kemudian
ditanam di desa Banjarsari, Kabupaten Probolinggo. Pada tahun 1991, Kebun Percobaan
Banjarsari mengambil bibit Red Prince dari pertanaman anggur Darmawan. Anggur ini
menjadi salah satu koleksi anggur Kebun Percobaan Banjarsari. Tanaman tersebut kemudian
menjadi sumber bibit yang ditanam di petak-petak percobaan Kebun Percobaan Banjarsari.
Berdasarkan informasi dari petani-petani di Probolinggo, Diperta Kota Probolinggo dan staf
Kebun Percobaan Banjarsari, bibit anggur Red Prince yang berasal dari stek tanaman-
tanaman di Kebun Percobaan Banjarsari menyebar luas di daerah Probolinggo dan beberapa
daerah lain. Anggur Red Prince ini kemudian oleh Walikota Probolinggo diberi nama Prabu
Bestari yang telah diajukan pelepasannya pada bulan Desember 2006 (Anonymous, 2009).
Anggur Prabu Bestari telah dilepas sebagai varietas unggul pada tahun 2007, berdasarkan
Surat Keputusan Menteri. Selain itu, pada tahun 2008 anggur ini telah pula didaftarkan di
Kantor Pusat Perlindungan Varietas Tanaman, Departemen Pertanian (Lubis, 2009).
2.1.1 Komponen Buah Anggur (Vitis vinifera) Kandungan antosianin dalam buah anggur
merah cukup tinggi seperti yang
telah disebutkan pada tabel berikut ini:
11
12
Tabel 2.1 Kandungan Antosianin dari Berbagai Inti Makanan
Sumber: Anonymous, 2008c
Berdasarkan analisa kimia buah, anggur Prabu Bestari mempunyai kandungan gula: 20 Brix,
kandungan asam: 1,9%, kandungan vitamin C: 23,23 mg/100 g, dan kadar jus: 47,77%.
Kandungan jus buah anggur Prabu Bestari yang tinggi mempunyai potensi untuk diolah
menjadi jus buah (Lubis, 2009). Kebanyakan anggur mengandung sianidin 3-glukosida,
delfinidin 3-glukosida dan malvidin 3-glukosida (Hui, 2006). Kulit buah anggur Vitis vinifera
kebanyakan mengandung antosianin jenis malvidin-3-monoglikosida (Meyer, 1960).
2.2 Flavonoid
Senyawa flavonoid adalah senyawa yang mengandung C15 terdiri dari dua inti fenolat yang
dihubungkan dengan tiga satuan karbon. Golongan flavonoid dapat juga digambarkan
sebagai deretan senyawa C6-C3-C6. Artinya, kerangka karbonnya terdiri atas dua gugus C6
disambungkan oleh rantai alifatik tiga karbon.
Inti Makanan
Kandungan Antosianin dalam mg per100 gram
Blackcurrant
190-270
Chokeberry
1480
Orange
200
Marion Blackberry
317
Eggplant (Terung Ungu)
750
Black Raspberry
589
Raspberry (Arben)
365
Wild Blueberry
558
Cherry
350-400
Red Currant
80-420
Red Wine
24-35
Red Grape
888
AB Gambar 2.2 Kerangka dasar flavonoid (Robinson, 1995)
Flavonoid dikelompokkan mengikuti pola substitusi dan posisi dari cincin B (Rajalakshmi
dan Narasimhan, 1996). Sekelompok besar ada flavonol, flavon, isoflavon, katekin,
proantosianidin dan antosianin (Walker, 1995).
Menurut Harborne (1987) dan Markham (1988) flavonoid yang terdapat pada tanaman dapat
digolongkan menjadi dua yaitu glikosida dan aglikon. Glikosida merupakan flavonoid yang
mengandung gugusan gula dan cenderung bersifat polar sehingga mudah larut dalam air,
metanol, etanol, dan lain-lain. Aglikon sendiri merupakan flavonoid tanpa gugusan gula
terikat, aglikon yang kurang polar ini lebih larut dalam pelarut eter dan kloroform. Aglikon
yang kurang polar tersebut antara lain isoflavon, flavanon, flavon, dan flavonol termetoksilasi.
Menurut Achmad (1986) suatu bentuk glikosida akan terurai menghasilkan gugus gula dan
aglikon apabila dihidrolisis oleh asam. Glikosilasi menyebabkan flavonoid kurang efektif dan
lebih mudah larut dalam air sehingga memungkinkan penyimpanan flavonoid (termasuk
antosianin) di dalam vakuola sel, tempat di mana flavonoid bisa ditemukan (Markham, 1988).
Sriningsih dkk. (2002) telah mengisolasi senyawa golongan flavonoid terhadap ekstrak
metanol herba tempuyung (Sonchus arvensis) kering menggunakan kromatografi kertas
dengan eluen n-butanol-asam asetat-air (4:1:5). Analisa dilakukan terhadap bercak yang
diperoleh menggunakan metoda
13
spektrofotometeri UV-Vis dengan bantuan pereaksi geser natrium hidroksida, alumunium
(III) klorida, natrium asetat dan asam borat. Hasil analisa menunjukkan bahwa senyawa
flavonoid yang diperoleh termasuk dalam golongan flavon tersubstitusi yaitu 7,4-hidroksi
flavo.
2.3 Antosianin
Antosianin adalah metabolit sekunder dari famili flavonoid, dalam jumlah besar ditemukan
dalam buah-buahan dan sayur-sayuran (Talavera, et al., 2004). Antosianin adalah suatu kelas
dari senyawa flavonoid, yang secara luas terbagi dalam polifenol tumbuhan. Flavonol,
flavan-3-ol, flavon, flavanon, dan flavanonol adalah kelas tambahan flavonoid yang berbeda
dalam oksidasi dari antosianin. Larutan pada senyawa flavonoid adalah tak berwarna atau
kuning pucat (Wrolstad, 2001).
Antosianin adalah senyawa flavonoid dan merupakan glikosida dari antosianidin yang terdiri
dari 2-phenyl benzopyrilium (Flavium) tersubstitusi, memiliki sejumlah gugus hidroksil bebas
dan gugus hidroksil termetilasi yang berada pada posisi atom karbon yang berbeda. Seluruh
senyawa antosianin merupakan senyawa turunan dari kation flavilium, dua puluh jenis
senyawa telah ditemukan. Tetapi hanya enam yang memegang peranan penting dalam bahan
pangan yaitu pelargonidin, sianidin, delfinidin, peonidin, petunidin, dan malvidin (Nugrahan,
2007).
Pada umumnya seluruh antosianin memiliki struktur dasar kation flavilium (AH+), seperti
pada gambar berikut:
14
OH O
7
AC
63 5
OR4
Gambar 2.3 Struktur Kation Flavilium R1 dan R2= -H, OH, atau OCH3, R3 = -glikosil, R4= -H
atau glikosil (Fennema, 1996).
Secara kimia semua antosianin merupakan turunan suatu struktur aromatik tunggal, yaitu
sianidin, dan semuanya terbentuk dari pigmen sianidin ini dengan penambahan atau
pengurangan gugus hidroksil, metilasi dan glikosilasi (Harborne, 1996). Antosianin adalah
senyawa yang bersifat amfoter, yaitu memiliki kemampuan untuk bereaksi baik dengan asam
maupun dalam basa. Dalam media asam antosianin berwarna merah seperti halnya saat dalam
vakuola sel dan berubah menjadi ungu dan biru jika media bertambah basa. Perubahan warna
karena perubahan kondisi lingkungan ini tergantung dari gugus yang terikat pada struktur
dasar dari posisi ikatannya (Charley, 1970).
R7 O
7 R665 3R4
A
R5
C
Gambar 2.4 Struktur Antosianidin (Anonymous 2007b ).
3
O-R3
B
4 5
OH
R3
R1
R1
3 B
4 5
R2
R3
15
16
Aglikon atau antosianidin bersifat kurang stabil dibandingkan antosianin dan dalam jaringan
tanaman berada sebagai suatu glikosida dengan gugus glukosa pada posisi cincin 3 dan 3
dan 5 (Eskin, 1979).
Pada setiap inti flavilium terdapat sejumlah molekul yang berperan sebagai gugus pengganti.
Tabel berikut ini menunjukkan sejumlah gugus pengganti yang paling umum ditemui pada
antosianin.
Tabel 2.2 Gugus Pengganti pada Struktur Kation Flavilium pada Antosianin Utama
Sumber: Socasiu (2008).
Antosianidin adalah aglikon antosianin yang terbentuk bila antosianin dihidrolisis dengan
asam. Antosianidin yang paling umum dikenal adalah sianidin yang berwarna merah
lembayung. Warna jingga disebabkan oleh pelargonidin yang gugus hidroksilnya kurang satu
dibandingkan sianidin, sedang warna merah senduduk, lembayung, dan biru umumnya
disebabkan oleh delfinidin yang gugus hidroksilnya lebih satu dibandingkan sianidin. Tiga
jenis ester metil antosianidin juga sangat umum, yaitu peonidin yang merupakan turunan
sianidin serta petunidin dan malvidin yang terbentuk dari delfinidin. Masing-masing
antosianidin tersebut sebagai sederetan glikosida (yaitu sebagai antosianin) dengan berbagai
gula yang terikat. Keragaman utama adalah sifat gulanya (sering
Antosianidin
R1
R2
R3
R4
R5
R6
R7
Sianidin
-OH
-OH
-H
-OH
-OH
-H
-OH
Delfinidin
-OH
-OH
-OH
-OH
-OH
-H
-OH
Pelargonidin
-H
-OH
-H
-OH
-OH
-H
-OH
Malvidin
-OCH3
-OH
-OCH3
-OH
-OH
-H
-OH
Peonidin
-OCH3
-OH
-H
-OH
-OH
-H
-OH
Petunidin
-OH
-OH
-OCH3
-OH
-OH
-H
-OH
kali glukosa, tetapi mungkin juga galaktosa, ramnosa, xilosa, atau arabinosa), jumlah satuan
gula (mono-, di-, atau triglikosida), dan letak ikatan gula (biasanya pada 3-hidroksi atau pada
3- dan 5-hidroksi) (Harborne, 1996).
Sifat fisika dan kimia dari antosianin dilihat dari kelarutan antosianin larut dalam pelarut
polar seperti metanol, aseton, atau kloroform, terlebih sering dengan air dan diasamkan
dengan asam klorida atau asam format (Socaciu, 2007). Antosianin stabil pada pH 3,5 dan
suhu 50C mempunyai berat molekul 207,08 gram/mol dan rumus molekul C15H11O
(Fennema, 1996). Antosianin dilihat dari penampakan berwarna merah, merah senduduk,
ungu dan biru mempunyai panjang gelombang maksimum 515-545 nm, bergerak dengan
eluen BAA (n- butanol-asam asetat-air) pada kertas (Harborne, 1996).
2.3.1 Warna dan Stabilitas Antosianin
Warna dan stabilitas pigmen antosianin tergantung pada struktur molekul secara keseluruhan.
Substitusi pada struktur antosianin A dan B akan berpengaruh pada warna antosianin. Pada
kondisi asam warna antosianin ditentukan oleh banyaknya substitusi pada cincin B. Semakin
banyak substitusi OH akan menyebabkan warna semakin biru, sedangkan metoksilasi
menyebabkan warna semakin merah (Arisandi, 2001).
Menurut Belitz dan Grosch (1999) penambahan gugus hidroksil menghasilkan pergeseran ke
arah warna biru (pelargonidin sianidin delpinidin), dimana pembentukan glikosida dan
metilasi menghasilkan pergeseran ke arah warna merah (pelargonidin pelargonidin-3-
glukosida; sianidin peonidin).
17
Degradasi antosianin terjadi tidak hanya selama ekstraksi dari jaringan tumbuhan tetapi juga
selama proses dan penyimpanan jaringan makanan (Fennema, 1996). Kestabilan antosianin
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain pH, temperatur, sinar dan oksigen, serta faktor
lainnya seperti ion logam (Niendyah, 2004). 1. Transformasi Struktur dan pH
Pada umumnya, penambahan hidroksilasi menurunkan stabilitas, sedangkan penambahan
metilasi meningkatkan stabilitas. Warna dalam makanan mengandung antosianin yang kaya
akan pelargonidin, sianidin, atau aglikon delpinidin kurang stabil dari makanan yang kaya
akan petunidin atau aglikon malvidin (Fennema, 1996).
Faktor pH ternyata tidak hanya mempengaruhi warna antosianin ternyata juga mempengaruhi
stabilitasnya. Antosianin lebih stabil dalam larutan asam dibanding dalam larutan alkali
(Markakis, 1992). Dalam medium cair kemungkinan antosianin berada dalam empat bentuk
struktur yang tergantung pada pH. Struktur tersebut adalah basa quinoidal (A), kation
flavilium (AH+), basa karbinol yang tidak berwarna (B), dan khalkon tidak berwarna (C)
(von Elbe and Schwartz, 1996 dalam Arthey dan Ashurst, 2001).
18
HO O
OR
HO O
OH
R2
HO O
OH
R2
OR-
(B) pH=4,5
(A)
OH
OH
R2
HO
OR
OR-
(AH+)
OH O
(C)
R1
pH=4,5
OH
R2
OR
OR
OR-
R1
R1
R1
pH=7 pH=1
Gambar 2.5 Empat struktur antosianin dalam larutan asam encer pada suhu ruang
(Fennema, 1996).
2. Suhu Pemanasan bersifat irreversible dalam mempengaruhi stabilitas pigmen
dimana kalkon yang tidak berwarna tidak dapat kembali menjadi kation flavilium yang
berwarna merah (James, 1995). Degradasi antosianin dipengaruhi oleh temperatur.
Antosianin terhidroksilasi adalah kurang stabil pada keadaan panas daripada antosianin
termetilasi terglikosilasi atau termetilasi (Arthey dan Ashurst, 2001).
(A) quinoid
( biru)
(AH+)
flavilium (red)
(B) (C)
basa karbinol tak berwarna
kalkon tak berwarna
19
Diketahui ada empat struktur antosianin yang terbentuk dalam larutan cair yang ditunjukkan
di atas. Pemanasan bergeser ke persamaan kalkon tak berwarna dan reaksi berbalik adalah
lebih rendah daripada reaksi selanjutnya. Mekanisme yang tepat dari degradasi termal
antosianin tidak sepenuhnya terurai (Arthey dan Ashurst, 2001). 3. Cahaya
Antosianin tidak stabil dalam larutan netral atau basa dan bahkan dalam larutan asam
warnanya dapat memudar perlahan-lahan akibat terkena cahaya, sehingga larutan sebaiknya
disimpan di tempat gelap dan suhu dingin (Harborne, 1996). Secara umum diketahui bahwa
cahaya mempercepat degradasi antosianin. Efek tersebut dapat dilihat pada jus anggur dan
red wine. Pada wine metilasi diglikosida yang terasilasi dan metilasi monoglikosida
(Fennema, 1996).
Antosianin juga tidak stabil ketika terkena sinar tampak dan ultraviolet dan inti lain dari
radiasi ion. Dekomposisi sebagian besar tampak menjadi fotooksidasi karena asam p-
hidroksibenzoat diidentifikasi sebagai hasil degradasi minor (Arthey dan Ashurst, 2001).
Kemampuan cahaya membuat antosianin tereksitasi lewat transfer elektron yang dapat
mempengaruhi pigmen ke dekomposisi fotokimia. 4. Oksigen
Oksidatif mengakibatkan oksigen molekuler pada antosianin. Oksigen dan suhu nampaknya
mempercepat kerusakan antosianin. Stabilitas warna antosianin selama pemprosesan jus buah
menjadi rusak akibat oksigen (Arthey dan Ashurst 2001).
20
5. Kopigmentasi Kopigmen (penggabungan antosianin dengan antosianin atau komponen
organik lainnya) dapat mempercepat atau memperlambat proses degradasi, tergantung
kondisi lingkungan. Bentuk kompleks turun dengan adanya protein, tannin, flavonoid lainnya,
dan polisakarida. Walaupun sebagian komponen tersebut tidak berwarna, mereka dapat
meningkatkan warna antosianin dengan pergeseran batokromik, dan meningkatkan
penyerapan warna pada panjang gelombang penyerapan warna maksimum. Kompleks ini
cenderung menstabilkan selama proses dan penyimpanan. Warna stabil dari wine dipercaya
hasil dari senyawa antosianin sendiri (Fennema, 1996).
2.4 Proses Ekstraksi Senyawa Antosianin
Ekstraksi merupakan salah satu metode pemisahan senyawa dari campurannya dengan
menggunakan pelarut yang sesuai (Brian, 1989). Dalam metode ekstraksi bahan alam,
dikenal suatu metode maserasi yaitu metode perendaman. Penekanan utama dalam metode ini
adalah tersedianya waktu kontak yang cukup antara pelarut dengan jaringan yang diekstraksi
(Guenther, 1987). Maserasi merupakan salah satu jenis ekstraksi padat cair, yaitu dengan cara
merendam beberapa menit jaringan tumbuhan yang telah diblender dalam pelarut yang sesuai
kemudian disaring dengan corong Buchner dan akhirnya dievaporasi untuk mendapatkan
ekstrak pigmen (Arisandi, 2001).
Untuk mengisolasi senyawa antosianin, metode yang biasa digunakan adalah mengekstraksi
jaringan segar dengan cara maserasi dalam alkohol yang mempunyai titik didih yang rendah
dan mengandung asam (1% HCl). Pelarut
21
organik yang biasa digunakan adalah metanol. Hal ini karena metanol merupakan senyawa
yang polar sehingga pigmen antosianin dapat mudah larut, selain itu titik didihnya yang
relatif rendah 65 C, sehingga memudahkan dalam pemekatan ekstrak. Antosianin
merupakan senyawa yang tidak stabil di dalam larutan netral atau basa, sehingga ekstraksi
dilakukan pada kondisi asam. Jadi penambahan HCl dalam metanol dimaksudkan untuk
menjaga agar kondisi media asam (Arisandi, 2001).
Francis dalam Arisandi (2001) menyatakan bahwa dengan konsentrasi HCl (asam klorida)
1% dalam larutan pengekstrak sudah mencukupi jika proses ekstraksi dilakukan selama 24
jam pada suhu 4C. Ekstrak pigmen antosianin dari bahan nabati umumnya menggunakan
larutan pengekstrak HCl dalam metanol. HCl dalam metanol akan mendenaturasi membran
sel tanaman kemudian melarutkan pigmen antosianin keluar dari sel. Pigmen antosianin dapat
larut dalam metanol karena antosianin dan metanol adalah sama-sama polar (Imelda, 2002).
Menurut Guenther (1987) pelarut adalah salah satu faktor yang menentukan dalam proses
ekstraksi sehingga banyak faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan pelarut. Pemilihan
pelarut pada umumnya dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut ini:
1. Selektifitas Pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan, bukan komponen-
komponen lain dari bahan ekstraksi.
22
2. Kelarutan Pelarut sedapat mungkin memiliki komponen melarutkan ekstrak yang besar
(kebutuhan pelarut lebih sedikit).
3. Reaktifitas Pada umumnya pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia pada
komponen-komponen bahan ekstraksi.
4. Titik didih Karena ekstrak dan pelarut biasanya harus dipisahkan dengan cara
penguapan, destilasi atau rektifikasi, maka titik didih kedua bahan itu tidak boleh terlalu
dekat. Ditinjau dari segi ekonomi, akan menguntungkan jika pada proses ekstraksi titik didih
tidak terlalu tinggi.
5. Kriteria yang lain Pelarut sedapat mungkin harus murah, tersedia dalam jumlah besar,
tidak beracun, tidak dapat terbakar, tidak eksplosif, tidak bercampur dengan udara, tidak
korosif, tidak membentuk terjadinya emulsi, memiliki viskositas yang rendah dan stabil
secara kimia dan termis.
Pelarut yang seringkali digunakan untuk mengekstrak antosianin adalah
etanol, dengan asam, seperti asam klorida, asam asetat, asam format, atau asam askorbat
(Hidayat dan Saati, 2006). Pada proses ekstraksi pigmen antosianin dari bunga kana
menggunakan etanol 95%: aquades: asam sitrat (5:4:1) sebagai pelarut terbaik untuk
menghasilkan ekstrak antosianin bunga kana (Tanuwijaya, 2007).
metanol, isopropanol, aseton, atau dengan air (aquades) dalam kombinasi
23
2.5 Identifikasi Senyawa Antosianin dengan Kromatografi Lapisan Tipis
Kromatografi adalah suatu nama yang diberikan untuk teknik pemisahan tertentu. Pada
dasarnya semua cara kromatografi menggunakan dua fasa yaitu satu fasa tetap (stationary)
dan yang lain fasa bergerak (mobile); pemisahan-pemisahan tergantung pada gerakan relatif
dari dua fasa ini (Sastrohamidjojo, 2007). Kromatografi Lapisan Tipis adalah suatu teknik
kromatografi yang berguna untuk memisahkan senyawa organik. Oleh karena kesederhanaan
dan kecepatan KLT, sering digunakan untuk membantu kemajuan reaksi organik dan untuk
memeriksa kemurnian produk (Bryan, 2000).
Lapisan penyerap dari KLT dapat berupa aluminium oksida, kalsium hidroksida, magnesium
fosfat, poliamida, sephadex, selulosa, silika gel, dan campuran dua bahan di atas atau lebih.
Antosianin dapat dipisahkan dengan KLT pada selulosa atau pada campuran selulosa dan
silika gel (Harborne, 1996).
Pemisahan dalam KLT melibatkan pembagian campuran dua atau lebih unsur antara fasa
diam dan fasa gerak. Fasa diam adalah lapisan tipis dari penyerap (biasanya silika atau
alumina) dilapisi di atas pelet. Fasa gerak adalah cairan pengembang yang berjalan di atas
fasa diam, membawa sampel bersama fase gerak. Komponen dari sampel akan dipisahkan di
atas fasa diam disesuaikan berapa banyak penyerap pada fasa diam yang larut dalam fasa
gerak (Madison, 1995).
Pada tahap identifikasi atau penampakan noda, jika noda sudah berwarna dapat langsung
diperiksa dan ditentukan harga Rf-nya. Besaran Rf ini menyatakan derajat retensi suatu
komponen dalam fasa diam. Rf juga disebut faktor retardasi
24
atau faktor retensi. Harga Rf dihitung sebagai jarak yang ditempuh oleh komponen dibagi
dengan jarak yang ditempuh oleh eluen (fasa gerak) (Soebagio, dkk, 2005).
Kromatografi Lapis Tipis dapat digunakan untuk tujuan analitik dan preparatif, KLT analitik
digunakan untuk menganalisis senyawa-senyawa organik dalam jumlah kecil (misal
menentukan jumlah kumpulan dalam campuran), menentukan pelarut yang tepat untuk
pemisahan dengan KLT preparatif atau kromatografi kolom, dan untuk mengidentifikasi
komponen penyusun campuran melalui perbandingan dengan senyawa yang diketahui
strukturnya. Sedangkan KLT preparatifnya digunakan untuk memisahkan campuran senyawa
dari sampel dalam jumlah yang besar berdasarkan fraksinya, yang selanjutnya fraksi-fraksi
tersebut dikumpulkan dan digunakan untuk analisis berikutnya (Townshend, 1995).
Kromatografi Lapis Tipis Preparatif dilakukan dengan menggunakan lapisan penyerap
setebal 1 mm. Senyawa yang sudah dipisah dapat diperoleh kembali dengan cara mengerok
fasa diam di tempat yang sesuai pada pelat yang telah dikembangkan, lalu serbuk diekstrak
dengan pelarut dan akhirnya disentrifugasi untuk mengendapkan fase diamnya (Harborne,
1987). Untuk mendeteksi bercak antosianin kromatogram diperiksa dengan sinar UV 366 nm
(Markham, 1988). Hasil ekstrak tersebut kemudian dianalisis menggunakan teknik analisis
yang tepat, misalnya spektrofotometer ultraviolet, tampak, dan fluorosensi (Padmawinata,
1985).
25
Ali Diyar (2009) telah mengidentifikasi senyawa antosianin pada stroberri menggunakan
kromatografi lapis tipis silica gel dengan eluen Forestal = Asam Klorida pekat- Asam Asetat-
Air (3 : 30 : 10); Format= HCl pekat-Asam Format- Air (2:5:3); BAA = n-Butanol Asam
Asetat Air (4 : 1 : 5). Wagner dan Bladt (2001) telah mengidentifikasi senyawa antosianin
dari Malvae silvestris flos dan Cyani flos menggunakan plat silika gel 60 F254 menggunakan
eluen etil asetat- asam asetat glasial-asam format-air (100:11:11:26) dan n-Butanol-asam
asetat glasial-air (50:10:20). Dalam kedua sampel ini menunjukkan kemiripan pola
kromatografi lapis tipis dengan satu daerah merah menyolok dengan Rf 0,05-0,1.
2.6 Identifikasi Senyawa Antosianin dengan Spektrofotometer FTIR (Fourier
Transform Infra Red)
Spektrofotometer FTIR merupakan alat untuk mendeteksi gugus fungsional, mengidentifikasi
senyawaan dan menganalisis campuran. Banyak pita absorpsi yang terdapat dalam daerah
yang disebut daerah sidik jari spektrum. Spektrum FTIR suatu sampel dapat diketahui letak
pita serapan yang dikaitkan dengan adanya suatu gugus fungsional tertentu ( Day dan
Underwood, 1999). Pada dasarnya FTIR (Fourier Transform Infra Red) sama dengan IR
dispersi, yang membedakan adalah pengembangan pada sistem optiknya sebelum berkas
sinar infra merah melewati contoh (Giwangkara, 2006). Sistem optik FTIR menggunakan
interferometer yang dikontrol secara otomatis dengan komputer. Pada sistem FTIR dipakai
LADER yang berguna sebagai radiasi yang diinterferensikan dengan radiasi IR agar sinyal
yang diterima oleh detektor utuh lebih baik (Hayati, 2007).
26
Spektroskopi inframerah merupakan spektroskopi vibrasi. Penggunaan spektroskopi
inframerah pada bidang kimia organik hampir selalu menggunakan daerah di 650 4000 cm-
1. Daerah lebih rendah dari 650 cm-1 disebut inframerah jauh dan daerah dengan frekuensi
lebih tinggi dari 4000 cm-1 disebut inframerah dekat. Ikatan-ikatan yang berbeda (CC, C=C,
CO, OH, N-H) mempunyai serapan yang berbeda-beda dan ikatan-ikatan tersebut dalam
molekul organik dapat dideteksi dengan mengidentifikasi frekuensi-frekuensi karateristiknya
sebagai pita serapan dalam IR (Sastrohamidjojo, 1991).
Puspita (2003) telah mengidentifikasi flavonoid menggunakan spektroskopi infra
merah dan didapatkan pola-pola serapan OH pada daerah 3500-3400 cm-1, serapan C=O
pada 1700-1600 cm-1, rentangan C-O pada 1100- 1000 cm-1, dan serapan asimetri dan simetri
C=O aromatis pada 1600-1400cm-1.
Aligita (2002) mengisolasi senyawa antosianin dari ketan hitam (Oriza Sativa L Forma
Glutinosa) dengan metode spektrofotometri Infra Merah. Spektrum serapan inframerah
menunjukkan adanya gugus -OH, -CH, >C=C< aromatik, dan C=O.
2.7 Identifikasi Senyawa Antosianin dengan Spektrofotometer UV-Vis
Serapan cahaya oleh molekul dalam daerah spektrum UV dan tampak tergantung pada
struktur elektronik dari molekul (Sastrohamidjojo, 1995). Energi yang diserap dalam suatu
molekul dapat menyebabkan transisi tingkat emisi atom atau molekul dari tingkat yang
rendah (dasar) ke tingkat energi yang lebih tinggi (tereksitasi). Molekul yang memerlukan
lebih banyak energi untuk promosi akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih
pendek yaitu pada daerah violet.
27
Untuk molekul yang memerlukan energi yang lebih sedikit akan meyerap pada panjang
gelombang yang lebih panjang, yaitu pada daerah tampak (Fessenden and Fessenden, 1986).
Spektroskopi UV dan sinar tampak merupakan cara tunggal yang paling berguna untuk
menganalisis struktur flavonoid (Markham, 1988) karena ciri spektrum yang sama
memberikan data mengenai jenis senyawa yang sama (Harborne, 1996). Keuntungan utama
cara spektroskopi ialah sangat sedikitnya jumlah sampel yang diperlukan untuk analisis
lengkap, biasanya sekitar 0,1 mg. Sebagai pemastian akhir, perbandingan langsung dengan
senyawa autentik harus dilakukan. Bila senyawa autentik tidak terdapat, maka perbandingan
yang sama dengan daftar pustaka, sudah mencukupi untuk diidentifikasi (Harborne, 1996).
Menurut Rao (1975) dalam Aridandi (2001) molekul antosianin mengandung gugus-gugus
kromofor (-C=C-) yang terkonjugasi dan gugus-gugus auksokrom (OH) dan OCH3). Serapan
radiasi elektromagnetik dari spektrum Ultraviolet dan Vis akan menyebabkan transisi
elektron * n *. Kebanyakan penerapan spektrofotometri ultraviolet dan cahaya
tampak (UV-Vis) pada senyawa organik didasarkan pada transisi n-* ataupun -* dan
karenanya memerlukan kehadiran gugus kromofor dalam molekul itu. Transisi ini terjadi
dalam daerah spektrum (sekitar 200 hingga 700 nm) yang praktis untuk digunakan dalam
eksperimen (Day and Underwood, 1999).
Untuk antosianin diperlukan HCl 0,4 M dalam metanol. Spektrum khas flavonoid terdiri atas
dua maksimal pada rentang 240-285 nm (pita II) dan 300- 550 (pita I). Rentangan serapan
spektrum untuk antosianin dan antosianidin
28
29
adalah 270-280 nm (pita II) dan 465-560 nm pada pita I (Markham, 1988). Sedangkan
menurut Harborne (1996) jangka spektrum tampak dari antosianin adalah 475 sampai 550 nm.
Mengenai spektrum serapan UV-Vis tertera pada tabel berikut ini:
Tabel 2.3 Penyerapan Antosianin Maksimum dalam Spektrum Tampak
Keterangan: pola oksigenasi dalam tanda kurung; tempat metilasi digarisbawahi. Sumber
data: Mabry dkk. (1970), Harborne (1967), Jurd dan Horowitz (1961)
(dalam Markham 1988).
Menurut Harborne (1967) karakteristik spektra antosianin memberi informasi penting dari
aglikon dan tipe glikosilasi. Spektrum antosianin khas diukur dengan metanol HCl 0,01%.
Tipe aglikonnya bisa diduga dari panjang gelombang maksimum. Pelargonidin 3-
Glukosida panjang gelombang maksimumnya kira-kira pada 505 nm. Sianidin dan
peonidin 3-Glukosida ditunjukkan pada panjang gelombang maksimum 520-526 nm.
Sedangkan semua turunan delfinidin (delfinidin, malvidin, dan petunidin) ditunjukkan pada
panjang gelombang maksimum 532-537 nm. Antosianidin khasnya pada 6-12 nm lebih besar
panjang gelombang maksimalnya dalam metanol HCl 0,01%.
NO.
Antosianin
Metanol-HCl 0,01% (maks nm)
1.
Pelargonidin (3,5,7,4) 5-glukosida 7-glukosida 3-glukosida
3,5 diglukosida 3,7 diglukosida
__ 513 270, 508 270, 506 269, 504 279, 498
2.
Sianidin (3,5,7,3,4) 3-glukosida
274, 523
3.
Delfinidin (3,5,7,3,4,5) 3-glukosida
276, 534
4.
Malvidin (3,5,7,3, 4, 5) 3-glukosida
276, 534
30
Menurut Hong and Wrolstad (1990) turunan pelargonidin mempunyai panjang gelombang
maksimum tampak pada 512 nm, sianidin dan turunan peonidin ditunjukkan panjang
gelombang maksimum pada 529-533 nm (Hurst, 2008). Penyerapan Antosianidin dan
pengaruh AlCl3 dalam Spektrum Tampak tertera dalam tabel berikut ini: Tabel 2.4
Penyerapan Antosianidin Maksimum dalam Spektrum Tampak
a Metanol dalam 0,01% HCl. b Pergeseran batokromik ke warna biru dengan AlCl3 dari 14
sampai 23 nm.
Sumber Belitz dan Grosch (1999).
Penambahan AlCl3 dapat digunakan untuk mendeteksi ortohidroksi keton dan ortohidroksil
karena dapat membentuk komplek tahan asam antara gugus hidroksil dan keton yang
bertetangga dan membentuk kompleks tak tahan asam dengan gugus orto-hidroksil
(Markham, 1988). Penambahan HCl menyebabkan penguraian kembali kompleks yang sudah
terbentuk (Mabry, 1970). AlCl3/HCl hanya merupakan pengaruh kompleks hidroksi keto
(Markham, 1988).
Senyawa
max (nm)a
Pelargonidin Pelargonidin 3-Glukosida
520 506
Sianidin Sianidin 3-Glukosida
535b 525b
Peonidin Peonidin 3-Glukosida
532 523
Delfinidin Delfinidin 3-Glukosida
544b 535b
Petunidin Petunidin 3-Glukosida
543b 535b
Malvidin Malvidin 3-Glukosida
542 535
OH
OH HOO+ AlClHOO HOO
OH
OH
OH
OH
3 H+ OH OH
Gambar 2.6 Senyawa kompleks yang menjelaskan terjadinya pergeseran dalam spektrum
antosianin pada penambahan AlCl3.
Pengaruh aluminium klorida pada spektra antosianin membedakan pigmen yang mengandung
gugus o-Hidroksil (Geissman, Jorgensen & Harborne, 1953 Geissman & Jurd, 1955 dalam
Harborne, 1957).
Gambar 2.7 : Kompleks aluminium dalam sianidin 3-glukosida
O AlCl3 O
O AlCl O+
31
2.8 Tumbuhan Anggur dalam Persepektif Islam
Tumbuhan merupakan salah satu dari ciptaan Allah SWT. yang banyak manfaatnya kepada
manusia. Alquran menyebutkan bahwa sejumlah buah-buahan menurut ilmu pengetahuan
modern memiliki khasiat untuk mencegah berbagai penyakit. Buah-buahan yang memberikan
manfaat pada tubuh manusia dalam berbagai cara, juga enak rasanya. Di dalam Alquran,
Allah SWT menyuruh manusia supaya memperhatikan keragaman dan keindahan disertai
seruan agar merenungkan ciptaan-ciptaanNya yang amat menakjubkan (Ahmad, 2006). Di
dalam Alquran terdapat ayat yang jelas-jelas menganjurkan kepada umat manusia untuk
mengkonsumsi buah-buahan sebagai salah satu sumber gizi. Allah berfirman:
7y9s )3|my $%u\6x TMy
t?s=uF{u NtyrOu
t=)t5s)jZtU
Dan dari buah korma dan anggur, kamu buat mimuman yang memabukkan dan rezeki yang
baik. Sesunggguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah)
bagi orang yang memikirkan (Q.S. An-Nahl [16]: 67).
Dalam firmanNya yang lain:
m... o xymu 5=u &r tF y_ y
tnL{ u= y _y =n _ WsW m; U u *
Yy y s] /t u = y_y u u /
Dan berikanlah kepada mereka[880] sebuah perumpamaan dua orang laki laki[881], Kami
jadikan bagi seorang di antara keduanya (yang kafir) dua buah kebun anggur dan Kami
kelilingi kedua kebun itu dengan pohon-pohon korma dan di antara kedua kebun itu Kami
buatkan ladang (Q.S. Al-Kahf [18]: 32).
32
Allah juga berfirman:
t=.'?sp]uuVx..usp/35=u
&ru iM; _y//3st't'rs
Lalu dengan air itu, Kami tumbuhkan untuk kamu kebun-kebun kurma dan anggur; di
dalam kebun-kebun itu kamu peroleh buah-buahan yang banyak dan sebahagian dari buah-
buahan itu kamu makan (Q.S.Al-Muminun [23]: 19).
Kata Inab atau Anggur disebutkan dalam Alquran sebanyak 10 kali dalam kalimat yang
keseluruhannya merupakan nikmat dan karunia Allah kepada hambaNya di bumi dan di surga,
di akhirat kelak (Mahmud, 2007).
) 3 N t yV e 2 u =| u F{ u
u u t / /3s M 6 /
6 xtt5)sjZtU s
Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, korma, anggur
dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada
tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan (Q.S. An-Nahl [16]: 11).
Dalam Tafsir Adhwaul Bayan surat An-Nahl ayat 11 dijelaskan bahwa Allah telah
menerangkan dalam ayat yang mulia ini, bahwa apa yang Dia tumbuhkan dengan air berupa
biji-bijian dan buah-buahan yang dimakan manusia dan apa yang dimakan binatang ternak di
padang pengembalaan, merupakan salah satu dari nikmat-Nya yang terbesar kepada manusia.
Hal ini termasuk tanda- tanda-Nya yang sangat jelas yang menunjukkan bahwasanya Dia saja
yang berhak untuk disembah (Asy- Syanqithi, 2007).
Dalam firman Allah: Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman;
zaitun, korma, anggur dan segala macam buah-buahan:
33
maksudnya Allah mengeluarkannya dari bumi, dengan air yang hanya satu macam ini,
keluarlah buah-buahan itu dengan segala perbedaan, macamnya, rasanya, warnanya, baunya
dan bentuknya (Abdullah, 2007).
Sedangkan dalam Tafsir Al-Mishbah dijelaskan Dia yakni Allah SWT. menumbuhkan bagi
kamu dengannya yakni dengan air hujan itu tanaman- tanaman; dari yang paling cepat layu
sampai dengan yang paling panjang usianya dan yang paling banyak manfaatnya. Dia
menumbuhkan zaitun, salah satu pohon yang paling panjang usianya, demikia juga kurma,
yang dapat dimakan mentah atau matang, mudah dipetik dan sangat bergizi lagi berkalori
tinggi, juga anggur yang dapat kamu jadikan makanan yang halal atau minuman yang haram
dan dari segala macam atau sebagian buah-buahan, selain yang disebut itu. Sesungguhnya
pada yang demikian yakni pada curah hujan dan akibat-akibatnya itu benar-benar ada tanda
yang sangat jelas bahwa yang mengaturnya seperti itu adalah Maha Esa lagi Maha
Kuasa.tanda itu berguna bagi kaum yang memikirkan. Betapa tidak, sumber airnya sama,
tanah tempat tumbuhnya berdempet, tetapi ragam dan rasanya berbeda-beda (Shihab, 2002).
Dalam ayat lain Allah berfirman:
o_tzr's& .|N7tt/o_tz'rs[!t
!yztt&r!uu i ;M _y u
uy u y = s z u Y62
#u tI {6ym l #Z yz
tyO&r!s)yrO4n<)(3>7ttFuxu
Y6ot ut u5>o&r
t5s)jM; tU
3s )4tu
34
Dan Dia-lah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu
segala macam tumbuh-tumbuhan Maka Kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman
yang menghijau. Kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir yang banyak; dan
dari mayang korma mengurai tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan
(kami keluarkan pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. perhatikanlah
buahnya di waktu pohonnya berbuah dan (perhatikan pulalah) kematangannya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang
yang beriman (Q.S.Al-Anam:99).
Menurut Al-Jazairi (2007) dalam kitab Al-Kalaami Al-Aliyyi Al-Kabir bahwa Allah Tala
berfirman, Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit lalu Kami tumbuhkan
dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan... yaitu menumbuhkan berbagai macam
tanaman dan tumbuh-tumbuhan. Dan mengatakan, Maka kami keluarkan darinya tanaman-
tanaman yang menghijau, seperti, gandum, padi-padian kemudian dari tanaman tersebut
keluarlah butiran- butiran biji yang sangat banyak. Allah Taala berfirman, ...Dan dari
mayang kurma mengurai tangkai-tangkai yan menjulai, yaitu dengan izin Allah Taala
keluarlah darinya pohon kurma (mayang kurma), Qinwanun (jamak dari qanwun) yaitu
tangkai-tangkai yang berjuntai dan dekat, sehingga tidak memerlukan tenaga yang banyak
bagi orang yang ingin memetik dan mendapatkannya. Firman Allah Taala, ...Dan kebun-
kebun anggur... Allah mengatakan, Dan Kami tumbuhkan darinya kebun-kebun Kurma,
Zaitun, dan Delima, ada yang serupa warnanya tetapi tidak sama rasanya, maka setiapa buah
buah yang masak ada yang serupa dan ada yang tidak (Al-Anam 99).
Menurut Faqih Imani (2004) dalam Tafsir Nurul Quran ayat ini menyatakan tentang
kekuasaan Allah dalam menurunkan hujan dari awan di langit, yang dengannya tumbuh dan
berkembang segala sesuatu. Artinya,
35
makanan untuk binatang buas, burung-burung, hewan-hewan liar dan manusia dihasilkan
dengan cara seperti itu, agar mereka memakannya dan dapat tumbuh. Dengan demikian
maksud dari kalimat Alquran nabta kulli syain (tumbuh segala macam tetumbuhan dengan
pesat) adalah sesuatu yang dengannya segala sesuatu yang lain yang bisa tumbuh dan
berkembang. Ayat ini menambahkan, ... kemudian dari tanaman itu Kami munculkan (daun)
hijau... Allah menumbuhkan tanaman dengan air hujan, lalu tanaman itu mengalami vegetasi,
dan dari vegetasi itu Allah menumbuhkan biji-bijian dan kelopak, seperti kelopak, gandum,
tanaman biji-bijian, dan sejenisnya. Kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir
yang banyak; dan dari mayang korma mengurai tangkai- tangkai yang menjulai...
Dari tampuk-tampuk bunga pohon kurma, Dia mengeluarkan tandan- tandan kurma, Dia
mengeluarkan tandan-tandan kurma yang menjurai dan mudah dijangkau. Ini adalah bukti
bahwa pohon kurma kadang-kadang tinggi dan buahnya sulit dijangkau, tetapi ketika pohon
itu rendah, buah-buahnya mudah dijangkau. Pada ayat suci ini hanya jenis yang kedua yang
disebutkan sementara jenis yang pertama tidak disebutkan. Sebenarnya Alquran
mencukupkan penyebutan satu jenis dan tidak menyebutkan jenis lainnya (Faqih, 2004).
Ayat ini selanjutnya mengatakan, ... dan juga kebun-kebun anggur, zaitun, dan delima,...
dengan menggunakan air Allah swt. menumbuhkan kebun anggur, zaitun, dan delima. Zaitun
dan delima disebutkan secara bersamaan karena tangkai-tangkainya tampak berdaun lebat
dari atas sampai bawah pohon bagi orang-orang Arab. ... yang serupa dan tidak serupa...
36
Pepohonan tampak lebih memiliki kesamaan satu sama lain, tetapi rasa buahnya berbeda.
Beberapa ahli tafsir mengatakan, kalimat dalam ayat ini menunjukkan bahwa daun
pepohonan itu mirip satu sama lain tetapi buahnya memiliki perbedaan rasa. Lebih tepat bila
dikatakan bahwa semua pepohonan itu memiliki kesamaan antar satu dengan yang lain dari
satu sisi, tetapi berbeda dari sisi lain (Faqih, 2004).
Dalam Tafsir Al-Maragi dijelaskan Dan Kami keluarkan dari tumbuh- tumbuhan yang hijau
subur itu kebun-kebun anggur. Lebih khusus dari semua tumbuhan itu, Kami keluarkan buah
zaitun dan delima. Delima itu ada yang serupa dalam sebagian sifatnya, ada pula yang tidak
serupa dalam sebagian hal lainnya. Ia bermacam-macam: serupa dalam bentuk, daun dan
buahnya; tetapi berbeda dalam warna buah dan rasanya; ada yang manis, masam, dan ada
pula yang pahit. Semua itu menunjukkan kekuasaan Yang Membuat dan kebijaksanaan Yang
Mencipta (Al-Maragi, 2007).
Dalam Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan Dan kebun-kebun anggur. Maksudnya, Kami juga
mengeluarkan darinya kebun-kebun anggur. Kedua jenis buah itu (anggur dan kurma)
merupakan jenis yang paling berharga bagi penduduk Hijaz, bahkan mungkin merupakan dua
jenis buah terbaik di dunia. Sebagaimana Allah telah memberi anugerah kepada hamba-
hambaNya berupa kedua macam buah tersebut dalam firmanNya (Ad-Dimasyqi, 2001).
[ ! t ! y z tt &r u W7TM p 3s y7=n
yTMu Yt u F{ 3s y_y ! 4
Lx ;N7t i [`ur& / o _ t z'r s
37
Yang telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan yang telah menjadikan bagimu
di bumi itu jalan-jalan, dan menurunkan dari langit air hujan. Maka Kami tumbuhkan
dengan air hujan itu berjenis-jenis dari tumbuh- tumbuhan yang bermacam-macam (Q.S.
Thh: 53).
Dalam Tafsir Nurul Quran, Faqih (2005) menjelaskan frase Alquran yang mengatakan
salaka lakum dapat diartikan dalam dua bentuk: 1) jalan-jalan yang telah diatur Allah di atas
tanah bagi manusia, yang bisa mereka lewati; 2) cara- cara untuk memperoleh penghasilan.
Thabathabai menjelaskan surat Thh ayat 53 ini bahwa Allah menurunkan air dari langit
berupa hujan, dan juga mata-mata air dan sungai- sungai serta lautan, lalu ditumbuhkan dari
air itu aneka macam dan jenis tumbuhan lalu Allah SWT. memberi hidayah kepada manusia
untuk memakannya dan itu semua merupakan ayat-ayat yakni tanda-tanda tentang hidayah
dan rububiyyah/Ketuhanan dan Pemeliharaan Allah SWT. Hal-hal tersebut harus dicamkan
oleh kaum yang berakal. Dengan demikian tulis Thabathabai lebih jauh firmanNya: Dia
telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan, adalah isyarat bahwa keberadaan manusia
di pentas bumi dalam rangka kehidupannya adalah bagian dari hidayah Allah; firmanNya:
Menjadikan bagimu di bumi itu jalan-jalan, adalah isyarat tentang jalan-jalan yang ditempuh
manusia di bumi guna meraih tujuannya, juga adalah bagian dari hidayah-Nya. Selanjutnya
firmanNya bahwa: Dia menurunkan dari langit air, maka Kami tumbuhkan dengan air hujan
itu berjenis-jenis dari tumbuh-tumbuhan yang bermacam- macam juga bagian bagian dari
hidayahNya kepada manusia dan binatang guna memanfaatkan buah-buahan dan tumbuh-
tumbuhan itu untuk kelanjutan
38
hidupnya, sebagaimana terdapat pula isyarat bahwa Dia memberi hidayah kepada langit guna
menurunkan hujan, dan hidayah buat hujan agar turun tercurah, dan untuk tumbuh-tumbuhan
agar tumbuh berkembang (Shihab, 2002).
z u 4 p u r& = tF ;Nt y rO / o_ t
z'r s [ ! t !y z tt &r ! &r t ?s sr&
TM =/ {xu p ur& =Ft
mu / 7y ` 6t
Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit lalu Kami
hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya. dan di antara
gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan
ada (pula) yang hitam pekat (Q.S.Fthir [23]: 27).
Ayat ini menjelaskan tentang bukti-bukti kuasa Allah SWT. Ia mengajak setiap orang dengan
maksud menggunakan gaya pertanyaan untuk berfikir dan memperhatikan. Allah berfirman:
Wahai siapa pun yang mampu melihat dan berfikir! Tidakkah engkau tahu bahwa Allah
menurunkan dari langit air hujan lalu Kami dengan kuasa Kami dan melalui hukum-hukum
Allah yang Kami tetapkan mengeluarkan yakni menghasilkan dan memunculkan dengannya
yakni dengan hujan itu berbagai jenis buah-buahan yang beraneka macam warna, bentuk,
rasa, dan aromanya. Seandainya yang melakukan itu adalah nature/alam tentu hal-hal
tersebut tidak akan beragam dan bermacam-macam. Dan perbedaan serta keragaman serupa
terjadi juga pada yang lebih kukuh dari buah-buahan. Engkau dapat melihat di antara
gunung-gunung ada yang memiliki jalur dan garis-garis yang terlihat berwarna putih dan
juga yang merah yang kejelasan warna dan keburamannya beraneka macam warnanya dan
ada pula di samping yang merah dan putih itu yang pekat hitam (Shihab, 2003).
39
Ayat di atas beralih dari redaksi yang terbentuk persona ketiga dengan kalimat Allah
menurunkan dari langit air kepada persona pertama dengan menyatakan lalu Kami
mengeluarkan dengannya. Pengalihan bentuk itu bertujuan menggaris bawahi betapa ciptaan
dan penagturan Allah menyangkut keaneka ragaman tumbuhan sedemikian mempesona dan
menjadi bukti betapa luas kekuasaanNya (Shihab, 2003).
/ l O {F y 6 o t ...3s =n |s [ $!
t ! y z tt&r ! &r t ?s s &r
9s )4 sm ...&ygsOvx1uIts
ktO...u&r =tYy
= 7t F { < ' {T 3 t . % s !
Apakah kamu tidak memperhatikan, bahwa Sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit,
Maka diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air
itu tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu menjadi kering lalu kamu
melihatnya kekuning-kuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang
yang mempunyai akal (Az-Zumar: 21).
Di dalam Tafsir Ibnu Kasir, Abdullah (2007) mengatakan: Maka ketika Dia telah
menurunkan air dari langit, ia terserap ke dalam bumi, kemudian Dia mengalirkannya ke
bagian-bagian bumi sesuai apa yang dikehendaki-Nya dan ditumbuhkanNya mata air-mata
air di antaranya kecil dan besar sesuai kebutuhan. Untuk itu Allah Taala Maka diaturnya
menjadi sumber-sumber air di bumi. Said bin Jubair dan Amir asy-Syabi berkata:
Sesungguhnya selain air yang ada di bumi berasal dari langit. Firman Allah Taala:
Kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanam-tanaman yang bermacam-macam
warnanya, yaitu
40
kemudian dengan air yang turun dari langit dan yang muncul dari bumi itu, Dia tumbuh-
tumbuhkan tanam-tanaman yang bermacam-macam; yaitu warna, bau, bentuk, rasa, bau, dan
manfaatnya.
Menurut Ibn Asyur, turunnya air dari langit diserupakan dengan turunnya Alquran untuk
menghidupkan hati manusia. Dialirkannya air menjadi mata air- mata air, merupakan
perumpamaan bagi penyampaian Alquran kepada manusia. Tumbuhnya aneka tumbuhan
berbeda-beda warna menggambarkan sikap manusia yang berbeda-beda yang baik dan yang
buruk, yang bermanfaat dan yang merusak. Menguat dan meningginya tumbuhan, merupakan
gambaran dari penambahan jumlah kaum muslimin di tengah kaum musyrikin. Selanjutnya
menjadikannya hancur, merupakan gambaran sekaligus peringatan tentang kematian yang
akan dialami semua manusia, yang baik maupun yang jahat (Shihab, 2003).
Tabathabai menguraikan ayat 21 ini bahwa Allah melalui pemaparan aneka ciptaanNya;
dimulai dari kuasaNya menurunkan hujan, menciptakan mata air, menumbuhkan tanaman,
sampai dengan proses-proses yang dilaluinya hingga hancur. Sedangkan Sayyid Quthub
menilai ayat di atas sebagai contoh kehidupan duniawi yang fana, Alquran tulisnya -
seringkali memaparkan perumpamaan semacam ini untuk menjelaskan hakikat kehidupan
dunia yang fana, untuk mengarahkan Ulil Albab memperhatikan dan menarik pelajaran
darinya (Shihab, 2003).
41
... )4( @ u(/u u (=2u 7
te .y /3 tt( { tyu
t = t
Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) mesjid[534], Makan
dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan[535]. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berlebih-lebihan (Q.S. Al-Araf: 31).
[534] Maksudnya: tiap-tiap akan mengerjakan sembahyang atau thawaf keliling ka'bah atau
ibadat-ibadat yang lain. [535] Maksudnya: janganlah melampaui batas yang dibutuhkan oleh
tubuh dan jangan pula melampaui batas-batas makanan yang dihalalkan.
Dan firmanNya pula:
! ) 4 ( t ?s u 3 s !a my &r
! t Mt6h s ( h tp B (t u t !
p'r t t Ft = t
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah
Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang melampaui batas(Q.S. Al-Maidah:87).
Maksud dari Al-Itida dan Al-Israf adalah melampui batas. Sedang batas oleh Allah swt.
dilarang melampuinya kadang bersifat syari seperti pelanggaran memilih makanan yang
halal, dan apa saja yang berkaitan dengan keduanya, lalu malah memilih yang haram.
Terkadang bersifat fitri dan thabi, yaitu melampui batas sampai tingkat kekenyangan yang
berbahaya (Al-Maragi, 1993).
42
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2010 di Laboratorium Kimia
Organik UIN Malang, Laboratorium Biotek UIN Malang dan Laboratorium Kimia Organik
Brawijaya Malang.
3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam proses ekstraksi antosianin adalah, labu ukur 250 ml, gelas
beaker 1000 ml dan 50 ml, gelas ukur 100 ml, pipet tetes, erlenmeyer 10 ml, pipet ukur 10 ml,
pengaduk gelas, corong Buchner, timbangan analitik, sentrifugator, vakum rotary evaporator,
oven, pelat silika gel F254 (Merck), bejana pengembang, alat pengerok, Spektrofotometer
FTIR merk Shimadzu, Spektrofotometer UV-Vis merk Varian.
3.2.2 Bahan
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah anggur Vitis vinifera varietas Prabu
Bestari yang di dapat dari asosiasi petani anggur Assalam di desa Jrebeng Lor RT/RW
03/07 Kecamatan Kedopoh Kota Probolinggo. Sedangkan bahan kimia yang digunakan
adalah kertas Whatman no.
43
1, aquades, metanol pure analysis (Merck), etanol 95% (Merck), asam asetat, n- butanol,
asam klorida pekat 37%, aluminium (III) klorida, dan gas Nitrogen.
3.3 Tahapan Penelitian
Pada penelitian ini dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:
Tahap I Tahap II
Tahap III
: Preparasi sampel. : Ekstraksi senyawa antosianin dari kulit buah anggur (melalui
maserasi dengan variasi pelarut yang menggunakan air, metanol p.a, etanol 95% (Harborne,
1996).
: Pemisahan dan pemurnian komponen-komponen senyawa antosianin pada setiap variasi
pelarut menggunakan KLT
Analitik dengan eluen Forestal dan BAA. Hasil eluen terbaik dipisahkan dengan KLT
Preparatif (Harborne, 1996 dan Sastrohamidjojo, 2007).
T ahap IV: Identifikasi Senyawa Antosianin a. Identifikasi dengan Spektrofotometer FTIR
(Sastrohamidjojo,
2007). b. Identifikasi dengan Spektrofotometer UV-Vis (Markham, 1988
dan Harborne 1957).
3.4 Pelaksanaan Penelitian 3.4.1 Preparasi Sampel
Buah anggur Prabu Bestari dipilih yang matang, seragam warna merah kemudian dicuci
dengan aquades, ditimbang sebanyak 3000 gram. Kemudian
44
diambil kulitnya dan ditiriskan sampai agak kering, kemudian ditimbang lagi. Setelah itu
kulit buah anggur dipotong kecil-kecil. Kemudian dibagi untuk masing-masing pelarut
metanol p.a, etanol 95%, dan air.
3.4.2 Ekstraksi Senyawa Antosianin dengan Metode Maserasi (Arisandi, 2001).
Kulit buah anggur yang telah dihancurkan dicampur dengan asam klorida 1% dalam metanol
p.a 250 ml sambil diaduk-aduk. Ekstrak kasar tersebut dibiarkan selama 60 menit atau
sampai warnanya memucat. Setelah itu disaring dengan corong buchner menggunakan kertas
Whatman no. 1. Filtrat hasil penyaringan disentrifuse 10 menit. Kemudian filtrat tersebut
dipekatkan dengan rotary evaporator vakum pada suhu 60C sampai volumenya tinggal 1/10
dari volume awal sebelum dipekatkan.
Perlakuan yang sama dilakukan dengan menggunakan pelarut asam klorida 1% dalam pelarut
etanol 95% dan pelaqrut asam klorida 1% dalam air masing-masing sebanyak 250 ml. Untuk
Etanol 95% pada suhu 70C, dan air 90C.
3.4.3 Pemisahan Senyawa Antosianin
3.4.3.1 Pemisahan Senyawa Antosianin menggunakan KLT Analitik (Harborne, 1996)
Ekstrak dari ketiga sampel dilakukan pemisahan dengan KLT Kualitatif menggunakan pelat
silica gel dengan ukuran 2 x 10 cm. Fase gerak yang digunakan untuk memisahkan
komponen-komponen adalah eluen BAA = n- butanol-asam asetat-air (4:1:5), Forestal= HCl
Pekat-Asam Asetat-Air (3 : 30 :
45
10), Format= HCl Pekat-Asam Format-Air (2:5:3), etil asetat-asam asetat glasial- asam
format-air (100:11:11:26), dan n-butanol-asam asetat glasial-air (50:10:20). Ekstrak kulit
buah anggur ditotolkan pada jarak 1 cm dari tepi bawah plat dengan pipa kapiler kemudian
dikeringkan di udara dan dielusi sejauh 8 cm.
Deteksi noda pada kromatogram dilakukan dengan memeriksa kenampakannya, yaitu pada
cahaya biasa atau sinar tampak, di bawah sinar UV366 nm. Nilai Rf noda dihitung sebagai
berikut:
Rf= jarakantaratempattotolandenganbagianpusatnoda jarak antara tempat totolan dengan
garis depan eluen
3.4.3.2 Pemisahan Senyawa Antosianin menggunakan KLT Preparatif (Harborne,
1996)
Pemisahan dengan KLT Preparatif menggunakan plat silica gel dengan ukuran 3 x 20 cm.
Ekstrak pekat hasil percobaan sub bab 3.4.2 ditotolkan sepanjang plat pada jarak 1 cm dari
garis bawah dan 1 cm dari garis tepi dan jarak satu sama lainnya 1 cm. Selanjutnya dielusi
dengan menggunakan pelarut yang memberikan pemisahan terbaik pada hasil KLT Analitik.
Masing-masing senyawa antosianin akan membentuk noda yang terpisah berdasar nilai Rf-
nya. Kemudian masing-masing noda yang diperoleh dikerok dan dilarutkan dalam metanol,
untuk, kemudian disentrifus untuk mengendapkan fasa diamnya (silika gel), lalu
supernatannya (selanjutnya disebut isolat) diambil.
46
3.4.4 Identifikasi Hasil Isolasi Senyawa Antosianin
3.4.4.1 Identifikasi Senyawa Antosianin dengan Spektrofotometer UV-Vis (Markham,
1988)
Isolat hasil pemisahan KLT Preparatif (3.4.3.2) kemudian ditambahkan Metanol-HCl 0,01%
sebanyak 5 ml kemudian dimasukkan ke dalam kuvet dan diamati spektrumnya pada 270-560
nm.
Penentuan spektrum dilanjutkan dengan penambahan pereaksi geser aluminium (III) klorida
5% dengan cara ditambahkan enam tetes pereaksi AlCl3 kemudian dicampur hingga homogen
dan diamati spektrumnya.
3.4.4.2 Penentuan Spektrum Fourier Transform Infa Red Tiap Komponen Senyawa
Antosianin (Sastrohamidjojo, 2005)
Isolat yang merupakan hasil pemisahan KLT Preparatif (3.4.3.2) diuapkan pelarutnya dengan
gas Nitrogen, kemudian dicampur dalam pelet KBr untuk dianalisis dengan alat FTIR pada
panjang gelombang 4000-400 cm-1.
3.5 Analisis Data
Identifikasi senyawa antosianin dilakukan dengan menganalisis data yang yang diperoleh dari
KLT berupa kenampakan noda dan nilai Rf-nya pada kromatogram serta penafsiran
spektrum serapan UV-Vis dengan mempertimbangkan arti perubahan
spektrum yang disebabkan oleh pereaksi geser aluminium klorida. Identifikasi juga didukung
hasil spektrofotometer FTIR untuk mengetahui gugus fungsional yang ada.
47
48
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Preparasi Sampel Kulit Buah Anggur Merah (Vitis vinifera var. Prabu
Bestari)
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit buah anggur segar. Perlakuan
dilakukan dengan cara menimbang sebanyak 3 kilogram buah anggur yang telah dicuci
sampai bersih. Anggur dipilih yang berwarna merah seragam, kemudian dikupas kulitnya
kecil-kecil. Perlakuan ini bertujuan untuk memperluas permukaan sehingga
mempermudah pengekstraksian. Selanjutnya ditiris di atas kertas kemudian ditimbang
lagi dan didapat 223,11 gram, kemudian dibagi 74,37 gram kulit buah anggur Prabu
Bestari untuk masing-masing ekstrak metanol p.a, etanol 95%, dan air. Hasil yang
diperoleh dinamakan sampel kulit buah anggur.
4.2 Ekstraksi Antosianin dari Kulit Buah Anggur Merah (Vitis vinifera var. Prabu
Bestari)
4.2.1 Maserasi
Pada tahap ini sampel kulit buah anggur diekstraksi. Ekstraksi merupakan proses
pemisahan suatu bahan dari campurannya. Hui (1992) menyatakan bahwa ekstraksi
adalah metode pemisahan dimana komponen-komponen terlarut suatu campuran
dipisahkan dari komponen yang tidak larut dengan pelarut yang sesuai. Untuk
mengekstrak antosianin pada kulit buah anggur digunakan proses maserasi. Penekanan
utama maserasi yaitu tersedianya waktu kontak yang cukup antara
48
pelarut dengan jaringan yang diekstraksi. Maserasi dilakukan sampai warna kulit buah
anggur yang semula berwarna merah menjadi pudar dan tidak berwarna, yang
menandakan bahwa antosianin mudah terekstrak secara sempurna. Sampel direndam
dengan HCl 1% dalam metanol p.a 250 ml. Maserasi dilakukan selama 1,5 jam, karena
kulit sudah tak berwarna lagi. Perlakuan ini dilakukan juga untuk pelarut HCl 1% dalam
etanol 95% dan pelarut HCl 1% dalam air masing-masing 250 ml.
Pada penelitian ini, proses ekstraksi menggunakan beberapa pelarut yaitu air, metanol,
dan etanol 95%. Konstanta dielektrik dan sifat fisika dari masing- masing pelarut yakni:
Air konstanta dielektrikumnya sebesar 80,40 dan mempunyai berat jenis sebesar 1
(g/cm3), titik didih:100C, titik beku:0C. Metanol konstanta dielektrikumnya sebesar
33,60 dan mempunyai berat jenis sebesar 0,79 (g/cm3), titik didih: 65C, titik beku: -98C.
Sedangkan etanol konstanta dielektrikumnya sebesar 24,30 dan mempunyai berat jenis
sebesar 0,79 (g/cm3), titik didih: 78C, titik beku: -117C. Ketiga jenis pelarut ini bersifat
misibel yang artinya dapat bercampur dengan air dalam berbagai proporsi. (Sudarmadji
dkk, 2003).
Pada isolasi antosianin kulit buah anggur ini menggunakan variasi pelarut metanol p.a,
etanol 95%, dan air yang mempunyai sifat polar dimana antosianin juga bersifat polar hal
ini ditunjukkan dari gugus OH, C-H dan glukosa. Gugus polar ini menyebabkan
antosianin bersifat polar sehingga akan mudah larut dalam pelarut metanol, etanol dan air
yang bersifat polar. Di dalam pelarut polar gugus polar akan mengatur dirinya untuk
cenderung berinteraksi dengan pelarut polar.
49
Hal ini sesuai dengan prinsip like disolves like dimana senyawa polar cenderung larut
dalam pelarut polar dan senyawa nonpolar cenderung larut dalam pelarut nonpolar.
Menurut Nargas and Lopez (2003) antosianin adalah molekul polar dan lebih stabil dalam
pelarut polar dari pada non polar. Antosianin dapat larut dalam asam dan tidak stabil
dalam larutan netral atau basa, dan biasanya menggunakan pelarut asam.
Penambahan HCl sebanyak 1% dalam metanol, etanol 95%, dan air adalah untuk
mengkondisikan pelarut dalam suasana asam. Hal ini diperlukan karena antosianin
merupakan senyawa yang stabil pada pH asam yaitu berada dalam bentuk kation
flavilium, yang berwarna merah dan mulai pudar warnanya pada larutan netral atau basa.
Jadi penambahan HCl dengan maksud agar diperoleh antosianin dalam bentuk stabil
yaitu dalam bentuk flavilium klorida. Dengan hidrolisis asam terbentuk garam flavilium,
kation menjadi stabil. Hidrolisis asam pembentukan garam flavilium bisa dilihat pada
gambar di bawah ini:
-B -B -BCl-
O AC
+
O+
O
-
AC AC
+
Flavilium Klorida Gambar 4.1 : Hidrolisis asam pembentukan garam flavilium (Keusch,
2009).
50
Salah satu struktur kation flavilium dengan klorida terlihat dalam gambar berikut ini:
Cl- HO O+
AC
B
OH Gambar 4.2 : Struktur Pelargonidin Klorida (Meyer, 1960).
OH
Senyawa ini terbentuk ketika antosianin terhidrolisis dengan asam klorida (Meyer, 1960).
Metil eter yang diidentifikasi peonidin, petunidin, malvidin, dan hirsutidin semuanya
merupakan turunan gugus hidroksil dari cincin benzena. Menurut Brouillard (1982 dalam
Imelda 2002) penambahan pelarut dalam suasana asam ditujukan agar HCl dalam etanol,
metanol, dan air mendenaturasi membran sel tanaman kemudian melarutkan pigmen
antosianin keluar dari sel.
4.2.2 Penyaringan
Penyaringan merupakan proses pemisahan partikel yang terdapat di dalam suatu bahan
cair sehingga diperoleh filtrat yang diinginkan (Schmitt, 1996 dalam Diniyah). Hasil
ekstraksi umumnya masih mengandung bahan ikutan lain yang terdapat dalam residu.
Penyaringan dimaksudkan untuk memisahkan antara filtrat dan residu.
Menurut Sudardmaji dkk (2006) penyaringan ada dua macam yaitu penyaringan tanpa
pengisapan dan penyaringan dengan pengisapan (penyaringan
OH
51
52
vakum). Penyaringan dalam penelitian ini menggunakan penyaring vakum untuk
mempercepat proses penyaringan.
Dari ketiga ekstrak tersebut ekstrak metanol p.a dan etanol 95% yang berwarna merah
pekat, sedangkan ekstrak air berwarna merah terang. Adanya perbedaan warna dari filtrat
yang diperoleh disebabkan karena metanol dan etanol 95% diduga terdapat antosianin
terekstrak lebih banyak.
4.2.3 Pemisahan/Sentrifugasi
Pemisahan/ Sentrifugasi dilakukan untuk mengendapkan residu (pengotor) dan garam
yang dihasilkan dari penetralan sehingga didapatkan filtrat antosianin yang jernih. Jika
berat molekul besar maka pengotor akan mengendap di bawah dan dapat terpisahkan dari
filtrat. Air lebih banyak menghasilkan endapan karena berat molekul air besar sehingga
berat molekul besar bisa terlarut. Hasil penyaringan dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Tabel 4.1 Hasil Pemisahan dengan Sentrifugator selama 10 menit dengan kecepatan 2000
rpm:
Pada pemisahan dengan sentrifugator hanya pelarut HCl 1% dalam etanol 95% yang
terdapat sedikit sekali endapan sehingga terlihat lebih jernih dari pelarut HCl 1% dalam
metanol p.a dan HCl 1% dalam air. Diatur dengan
NO.
PELARUT
HASIL
WARNA
1.
HCl 1% dalam metanol p.a
Terdapat endapan
Merah
2.
HCl 1% dalam etanol 95%
Terdapat sedikit sekali endapan
Merah
3.
HCl 1% dalam air
Tedapat banyak endapan
Merah terang
kecepatan 2000 rpm selama 10 menit cukup untuk memisahkan filtrat dengan residunya.
4.2.4 Pemekatan atau Penguapan Pelarut
Pemekatan atau penguapan pelarut dilakukan untuk menghilangkan atau menguapkan
pelarut etanol 95%, metanol p.a dan air sehingga didapatkan antosianin pekat. Pemekatan
dilakukan dengan menggunakan vakum rotary evaporator pada suhu 60C untuk metanol
p.a, pada suhu 70C untuk etanol 95% dan pada suhu 90C untuk air. Masing-masing
dilakukan sampai pelarut sudah tidak menetes lagi maka pemekatan dengan vakum rotary
evaporator dihentikan. Menurut Sabel dan Waren (1973) dalam Diniyah (2005), waktu
dan penggunaan suhu penguapan harus diperhatikan karena mempengaruhi hasil
antosianin. Penggunaan suhu di atas titik didih pelarut yang digunakan menyebabkan
banyaknya pelarut yang terbuang dan selain itu dapat merusak komponen antosianin.
Teknik pemekatan dapat dilakukan pada tekanan atmosfer maupun kondisi vakum.
Menurut Esci (2004) dalam Diniyah (2005), penguapan yang dilakukan pada suhu tinggi
dapat menyebabkan kerusakan komponen-komponen yang terkandung dalam produk
pangan yang rentan dalam suhu tinggi. Untuk meminimalisasi kerusakan komponen-
komponen tersebut maka penguapan dilakukan dalam kondisi vakum. Selain itu
penguapan pada kondisi vakum lebih menghemat energi dan proses penguapan
berlangsung lebih cepat.
Pemekatan dengan vakum rotary evaporator menghasilkan pelarut yang dapat digunakan
kembali dan didapatkan ekstrak kasar dengan warna dan tekstur
53
54
yang berbeda. Perbedaan warna dan tekstur ekstrak kasar mungkin disebabkan adanya
perbedaan komponen yang terdapat dalam ekstrak tersebut.
Tabel 4.2 Warna dan tekstur ekstrak kasar dari masing-masing pelarut
Sumber: Hasil Penelitian (2010)
Perbedaan kepekatan hasil ekstrak kasar dimungkinkan pelarut yang diuapkan belum
teruapkan sempurna dan juga masih terdapat kandungan air yang berasal dari kulit buah
anggur sehingga menghasilkan kepekatan yang berbeda. Sedangkan hasil ekstrak kasar
antosianin yang diperoleh tersaji dalam tabel di bawah ini:
Tabel 4.3 Ekstrak kasar antosianin dalam masing-masing pelarut
Sumber: Hasil Penelitian (2010)
Penggunaan metanol p.a, etanol 95% dan air memberikan pengaruh yang berbeda nyata
terhadap ekstrak pekat pigmen kulit buah anggur. Ekstrak kasar antosianin yang
dihasilkan dengan menggunakan etanol 95% sebagai pelarut ekstraksi cukup tinggi. Hal
ini mungkin disebabkan karena pigmen antosianin memiliki kepolaran yang relatif sama
dengan etanol 95% yaitu sama-sama larutan polar. Goodwin dan Mercer (1972) dikutip
Brouillard (1982), menyatakan antosianin dalam sel tumbuhan terletak dalam vakuola
sebagai larutan seperti air
No
Pelarut
Warna ekstrak
Tekstur ekstrak kasar
1
Metanol p.a
Merah tua
Cairan pekat
2
Etanol 95%
Merah tua
Cairan pekat
3
Air
Merah
Cairan agak pekat
NO.
EKSTRAK ANTOSIANIN
HASIL (gram)
1.
Metanol p.a
31, 6531
2.
Etanol 95%
38, 4713
3.
Air
37, 1300
(aquaeous solution), sehingga kemungkinan besar antosianin bersifat polar. Kelarutan
antosianin kulit buah anggur yang lebih besar dalam etanol 95% juga dapat dipengaruhi
oleh terikatnya gula dengan pigmen antosianin akibat reaksi glikosilasi yaitu reaksi
pengikatan gula, dimana gula bersifat larut dalam air. Menurut Harborne (1979) dikutip
Brouillard (1982), reaksi glikosilasi memberikan kelarutan dan kestabilan terhadap
pigmen antosianin.
4.3 Pemisahan Senyawa Antosianin 4.3.1 Pemisahan Senyawa Antosianin dengan
KLT Analitik
Pemisahan senyawa antosianin dari kulit buah anggur dilakukan dengan metode
Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Pemisahan menggunakan plat silika gel 60 F254 karena
fasa diam (adsorben) yang terdapat dalam plat ini berupa silika yang umumnya
digunakan untuk memisahkan senyawa alkaloid, zat warna, fenol, steroid, vitamin-
vitamin, karoten dan asam-asam amino. Sebelum digunakan plat silika gel 60 F254
diaktifasi terlebih dahulu pada suhu 100o C selama 15 menit. Berikut tabel nilai Rf hasil
KLT dengan variasi eluen n-butanol asam asetat glasial air (BAA) dengan komposisi
(4:1:5) dan (5:1:2), etil asetat asam asetat glasial asam format air (10:1,1:1,1:2,6),
Format (HCl pekat format air 2:5:3) dan Forestal (HCl Pekat asam asetat glasial
air 3:30:10). Nilai Rf pada kromatogram hasil KLT Analitik dengan variasi eluen telihat
pada tabel berikut ini:
55
56
Tabel 4.4 Nilai Rf pada Kromatogram Hasil KLT Analitik dengan Variasi Eluen:
Sumber : Hasil Penelitian (2010)
Eluen dengan campuran etil asetat-asam asetat glasial-asam format air (10:1,1:1,1:2,6)
dalam pemisahan cukup bagus yaitu ekstrak metanol p.a menghasilkan dua noda, ekstrak
etanol 95% menghasilkan 3 noda, dan ekstrak air menghasilkan satu noda. Dilihat dari
harga Rf pada ketiga ekstrak tersebut dengan menggunakan eluen etil asetat-asam asetat
glasial-asam format air (10:1,1:1,1:2,6) kemungkinan menghasilkan 4 noda yakni bisa
dilihat dari Rf 1 yakni 0,08 dan 0,09, Rf 2 yakni 0,22 dan 0,24, Rf 3 yakni 0,46 dan Rf 4
yakni 0,6.
Hasil pemisahan kelima eluen dari ketiga ekstrak menunjukkan bahwa eluen etil asetat-
asam asetat glasial-asam format-air (10: 1,1: 1,1: 2,6) mampu memisahkan ekstrak pekat
karena menghasilkan noda yang paling banyak. Ekstrak etanol 95% merupakan ekstrak
terbaik yang menghasilkan 3 noda.
Pada lampu UV 254 nm, plat akan berflouresensi dan penampakan noda terjadi karena
adanya daya interaksi antara sinar UV dengan indikator fluoresensi
V ariasi Sampel
Nilai Rf dan Jumlah Noda dari masing-masing Sampel
Etil asetat-asam asetat glasial- asam format air (10:1,1:1,1:2,6)
n-Butanol- asam asetat glasial-air (5:1:2)
n-Butanol- asama asetat glasial-air (4:1:5)
Forestal (1:10:3,3)
Format (2: 5: 3)
Ekstrak Metanol p.a
Jumlah Noda : 2
Rf 1 = 0,22 Rf 2 = 0,46
Jumlah Noda : 1 Rf =0,29
Jumlah Noda : 1 Rf = 0,42
Jumlah Noda : 1 Rf = 0,68
Jumlah Noda : 1 Rf = 0,72
Ekstrak Etanol 95%
Jumlah Noda : 3 Rf 1 = 0,08 Rf 2 = 0,24 Rf 3 = 0,6
Tidak terpisah
Jumlah Noda : 1 Rf = 0,40
Jumlah Noda : 1 Rf = 0,69
Jumlah Noda: 1 Rf = 0,64
Ekstrak Air
Jumlah Noda : 1 Rf = 0,09
Tidak terpisah
Jumlah Noda : 1 Rf = 0, 37
Jumlah Noda : 1 Rf = 0,78
Jumlah Noda : 1 Rf = 0,35
57
yang terdapat pada plat. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang
dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi
dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil
melepaskan energi.
4.3.2 Pemisahan Senyawa Flavonoid dengan KLT Preparatif
Pada KLT preparatif eluen yang digunakan adalah eluen terbaik hasil KLT analitik yaitu
etil asetat- asam asetat glasial- asam format- air (20: 2,2: 2,2 :5,2). Plat yang digunakan
pada KLT preparatif adalah plat KLT silika gel 60 F254 dengan ukuran yang lebih besar
yaitu 10x20 cm. Noda yang dihasilkan pada KLT preparatif juga menghasilkan 3 noda
hanya saja pada saat disinari lampu UV noda yang dihasilkan terlihat menyala di panjang
gelombang 366 nm. Rf, warna dan dugaan senyawa antosianin yang mungkin dari
masing-masing noda dibawah sinar UV sinar UV 366 nm disajikan pada tabel berikut ini:
Tabel 4.5 Data Rf hasil KLT preparatif dan warna noda dengan eluen etil asetat- asam
asetat glasial- asam format- air (20: 2,2: 2,2 :5,2):
Sumber: Hasil Penelitian (2010) Pada penelitian ini, dugaan sementara senyawa
antosianin hasil
kromatografi lapis tipis, didasarkan pada nilai Rf dan kenampakan warna noda yang
merujuk pada penelitian Wagner dan Bladt (2001) tentang identifikasi senyawa
antosianin dari Malvae silvestris flos dan Cyani flos dengan metode
ISOLAT
Rf
Warna Bercak dengan Sinar Ultraviolet tanpa NH3
Jenis Senyawa Antosianin yang Mungkin (Markham, 1988)
1
0,08
Merah jingga redup
Antosianidin 3-glikosida
2
0,24
Merah jingga
Sebagian besar Antosianidin 3,5 diglikosida
3
0,6
Fluoresensi kuning
Antosianidin 3,5 diglikosida
pemisahan KLT dan menggunakan eluen etil asetat-asam asetat glasial-asam format-air
(100:11:11:26) dan n-Butanol-asam asetat glasial-air (50:10:20). Harga Rf berkisar 0,05-
0,1 pada area merah (Wagner and Bladt, 2001).
Sedangkan noda-noda yang dihasilkan pada masing-masing panjang gelombang dikerok
dan dilarutkan dalam pelarut metanol untuk diidentifikasi menggunakan spektrofotometri
FTIR dan UV-Vis.
4.4 Identifikasi Antosianin dengan Spektrofotometer UV-Vis dan Spektrofotometer
FTIR
Data kromatogram yang dihasilkan pada tabel 4.5 memberikan dugaan sementara
senyawa antosianin yang ada pada masing-masing noda. Untuk lebih jelas maka
diperlukan identifikasi dengan spektrofotometer UV-Vis dan spektrofotometer FTIR.
Selanjutnya dari ketiga noda yang dihasilkan dari KLT Preparatif, dikerok dan masing-
masing diekstrak dengan metanol, disentrifus, kemudian supernatannya diambil untuk
analisis spektrofotometer.
Dalam molekul yang memiliki ikatan rangkap terkonjugasi, elektron dapat mengalami
delokalisasi atau perpindahan tempat di dalam molekul. Pengaruh delokalisasi tersebut
akan menurunkan energi orbital *. Lebih rendahnya selisih energi antara orbital dan
* pada sistem terkonjugasi ini mengakibatkan penyerapan sinar UV-Vis terjadi pada
panjang gelombang yang lebih panjang dari yang dialami sistem tak terkonjugasi. Makin
banyak ikatan rangkap terkonjugasi, makin kecil energi yang diperlukan untuk
mengalami transisi, sehingga absorbsi akan semakin bergeser ke panjang gelombang
yang lebih besar (Fessenden dan Fessenden, 1999).
58
59
Antosianin dapat diidentifikasi lebih lanjut dengan mengukur spektrum- spektrumnya dan
harus diperhatikan apakah spektrumnya mengalami geser batokromik bila ada aluminium
klorida. Penentuan spektrum menggunakan pereaksi geser aluminium klorida tertera
dalam tabel berikut ini:
Tabel 4.6 Penentuan spektrum menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan
penambahan pereaksi geser AlCl3 5%,
Sumber: Hasil Penelitian (2010).
Dari data spektrum UV-Vis yang dihasilkan, senyawa antosianin yang mungkin adalah 1
dan 2. Hal ini dikarenakan kedua isolat tersebut memiliki panjang gelombang maksimum
pada 465-560 nm (pita I). Terlihat bahwa pada spektrum isolat 3 memiliki panjang
gelombang yang berbeda. Sehingga sulit untuk mengamati puncak serapan yang penting
dalam penentuan senyawa antosianin. Sedangkan pada isolat 1 dan 2 menghasilkan pita-
pita serapan yang mengindikasikan adanya senyawa antosianin dalam isolat tersebut,
sehingga isolat tersebut dapat ditentukan strukturnya. Berdasarkan data kromatogram,
spektrum UV-Vis dan spektrum FTIR, struktur senyawa antosianin yang terkandung
dalam sampel dijelaskan lebih lanjut pada penentuan struktur.
Isolat
Panjang Gelombang Maksimum (nm) dengan Penambahan Pereaksi Geser
MeOH + HCl
MeOH-HCl + AlCl3
1
500,8
507,4
2
505,6
500,7
3
307,1
305
60
4.4.1 Penentuan Struktur Antosianin Isolat 1
Penentuan struktur antosianin harus diinterpretasi untuk mengetahui jenis senyawa yang
terdapat dalam sampel. Berikut ini interpretasi tiap-tiap isolat dengan spektrofotometer
FTIR dan Spektrofotometer UV-Vis.
Tabel 4.7 Interpretasi perubahan panjang gelombang dari isolat 1 dengan penambahan
pereaksi
Pelarut metanol dalam HCl 0,01 % selalu digunakan agar menghindari pergeseran dalam
posisi maksimum tampak yang disebabkan perubahan pH atau akibat pelarut
(Sondheimer & Kertesz, 1948 dalam Harborne 1957). Spektrofotometer UV-Vis juga
digunakan untuk mengukur adanya aluminium klorida pada pH yang sesuai dan
menghasilkan pergeseran spektra pada pigmen yang mengandung dua atau lebih gugus
hidroksil yang berdampingan. Pengaruh aluminium klorida pada spektra antosianin
membedakan pigmen yang mengandung gugus o-Hidroksil (Geissman, Jorgensen &
Harborne, 1953 Geissman & Jurd, 1955 dalam Harborne, 1957). Spektra antosianin
menggunakan pereaksi geser AlCl3 tertera dalam gambar berikut ini:
Isolat 1
Panjang Gelombang maks(nm)
Geseran
Panjang Gelombang maks(nm)
Panjang Gelombang maks(nm) (Harborne, 1957)
Dugaan substitusi (Markham, 1988)
Metanol-HCl
500,8
-
505
Mungkin Pelargonidin 3- monoglukosida
Metanol-HCl + AlCl3
507,4
+7
505
Mungkin Pelargonidin 3- monoglukosida
Gambar 4.3: Spektra antosianin dalam UV-Vis dengan penambahan pereaksi geser (Isolat
1)
Karakteristik spektra antosianin memberi informasi penting dari aglikon dan tipe
glikosilasi. Spektrum antosianin khas diukur dengan metanol HCl 0,01%. Tipe
aglikonnya bisa diduga dari panjang gelombang maksimum. Pada isolat 1 ini diperoleh
panjang gelombang 500,8 nm. Pelargonidin 3-monoglukosida panjang gelombang
maksimumnya pada 505 nm (Harborne, 1967). Dari spektra di atas dapat diketahui bahwa
Metanol-HCl tidak menyebabkan pergeseran yang menunjukkan kemungkinan senyawa
mengandung jenis antosianin Pelargonidin 3-monoglukosida. Sedangkan penambahan
AlCl3 menyebabkan pergeseran sebesar 7 nm atau bergeser ke arah yang lebih besar.
Pergeseran ini tidak mempengaruhi adanya gugus ortodihidroksi dikarenakan dalam
penelitian Belitz dan Grosch (1999) jika panjang gelombang ditambahkan aluminium
klorida bergeser sebesar 14-23 nm. Sedangkan dalam penelitian Markham (1988) jika
ditambahi pereaksi geser aluminium klorida panjang gelombang bergeser 25-35 nm ke
arah yang lebih besar. Senyawa antosianin jenis pelargonidin 3-
61
62
monoglukosida jika ditambahi pereaksi geser aluminium klorida tidak mengalami geser
batokromik.
Pada spektra antosianin isolat 1 dalam FTIR tertera dalam gambar berikut
ini:
Gambar 4.4: Spektra antosianin dalam FTIR (Isolat 1) Sedangkan dari hasil interpretasi
Spektra FTIR tersaji dalam tabel berikut ini: Tabel 4.8 Interpretasi Spektra FTIR dari
Isolat 1
Pada spektrum FTIR menunjukkan bahwa isolat 1 kemungkinan mengandung beberapa
gugus fungsi seperti OH yang ditunjukkan oleh serapan
No
Bilangan Gelombang (cm-1)
Bentuk Pita
Gugus Fungsi
Pada Spektra
Pada Pustaka
1.
3431,13
3500-3000
tajam
-OH
2.
2066, 58
-
melebar
-
3.
1633,59
1650-1450
tajam
-C=C aromatik
4.
1473,51
1475
sedang
Rentang C=C aromatis simetri
5.
1055,95
1230-1000
sedang
-C-O alkohol
tajam pada daerah 3431,13 cm-1 yang didukung juga oleh munculnya serapan pada
bilangan gelombang 1055,95 cm-1 untuk ikatan C-O alkohol. Serapan ikatan rangkap
C=C aromatik ditunjukkan oleh serapan tajam pada bilangan gelombang 1633,59 cm-1
yang didukung juga oleh munculnya serapan pada bilangan gelombang 1473,51 cm-1.
Berdasarkan hasil kromatogram serta spectrum UV-Vis dan spektrum FTIR disimpulkan
bahwa struktur senyawa antosianin yang diduga untuk isolat 1 adalah sebagai berikut:
OH O
7
AC
63 5
OH
O
HO
O
OH
Gambar 4.5 : Dugaan Struktur Senyawa Antosianin dalam Isolat 1 (Pelargonidin 3-
monoglukosida).
3 4 OH B
OH HO
63
64
4.4.2 Penentuan Struktur Antosianin Isolat 2
Tabel 4.9 Interpretasi perubahan panjang gelombang dari isolat dengan penambahan
pereaksi geser
Metanol-HCl tidak menyebabkan pergeseran yang menunjukkan kemungkinan senyawa
mengandung jenis antosianin Pelargonidin 3 monoglukosida. Sedangkan penambahan
AlCl3 menyebabkan pergeseran pada pita I sebesar 5 nm atau bergeser ke arah yang lebih
kecil. Hal ini menunjukkan kemungkinan adanya glikosilasi terutama 3,5,7 dan 4
hidroksil. Sesuai literature yakni bahwa pengaruh penambahan aluminium klorida pada
spektra antosianin membedakan pigmen yang mengandung gugus o-Hidroksil (Geissman,
Jorgensen & Harborne, 1953 Geissman & Jurd, 1955). Dan perbedaan nilai maksimal
antara data percobaan dengan data literature disebabkan masih adanya glikosilasi.
Glikosilasi terutama 3,5,7 dan 4 hidroksil) akan mengakibatkan pergeseran yang lebih
rendah (Markham, 1988). Spektra antosianin menggunakan pereaksi geser AlCl3 tertera
dalam gambar berikut ini:
Isolat 2
Panjang Gelombang maks(nm)
Geseran
Panjang Gelombang maks(nm)
Panjang Gelombang maks(nm) Harborne (1957)
Dugaan substitusi (Markham, 1988)
Metanol-HCl
505,6
-
505
Mungkin Pelargonidin 3 monoglukosida
Metanol-HCl + AlCl3
500,7
-5
504
Mungkin Glikosilasi terutama 3,5,7 dan 4 hidroksil)
Gambar 4.6 : Spektra antosianin dalam UV-Vis dengan penambahan pereaksi geser
(Isolat 2)
Menurut Rao (1975) dalam Arisandi (2001) molekul antosianin mengandung gugus-
gugus kromofor (-C=C-) yang terkonjugasi dan gugus-gugus ausokrom (OH) dan OCH3).
Pada spektra antosianin isolat 2 dalam FTIR tertera dalam gambar di berikut ini:
Gambar 4.7 : Spektra antosianin dalam FTIR (Isolat 2).
65
66
Sedangkan dari hasil interpretasi Spektra FTIR tersaji dalam tabel berikut ini: Tabel 4.10
Interpretasi Spektra FTIR dari Isolat 2
Hasil spektrum inframerah menunjukkan bahwa isolat 2 kemungkinan mengandung
beberapa gugus fungsi seperti OH yang ditunjukkan oleh serapan tajam pada daerah
3449,45 cm-1 yang didukung juga oleh munculnya serapan pada bilangan gelombang
1054,99 cm-1 untuk ikatan C-O alkohol. Serapan ikatan rangkap C=C aromatik
ditunjukkan oleh serapan tajam pada bilangan gelombang 1637,45 cm-1.
Terdapat dua cara dalam menunjukkan sifat-sifat antosianin, yakni pertama: karakteristik
spektra dari antosianin khususnya mudah dimengerti untuk antosianidin daripada
turunannya. Pelargonidin spektranya baik dibedakan. Karakteristiknya berbeda warna
dalam larutan dan pada kromatogram. Kedua, spektra diukur nilainya dalam menentukan
posisi penyerangan gula dalam molekul antosianin. Menurut Harborne (1957) pada
umumnya akibat glikosilasi pada spektrum tampak dari molekul antosianidin begeser ke
arah panjang gelombang yang lebih pendek.
No
Bilangan Gelombang (cm-1)
Bentuk Pita
Gugus Fungsi
Pada Spektra
Pada Pustaka
1.
3449,45
3500-3000
tajam
-OH
2.
2073,33
-
melebar
-
3.
1637,45
1650-1450
tajam
-C=C aromatik
4.
1054,99
1230-1000
sedang
-C-O alkohol
5.
1023,17
1230-1000
sedang
-C-O alkohol
Banyaknya pergeseran hipsokromik tergantung pada bagaimana banyaknya gugus
hidroksi yang terglikosida. Pelargonidin mempunyai panjang gelombang maksimum pada
520 nm, Pelargonidin 3-glikosida mempunyai panjang gelombang maksimum pada 505
nm. Dalam penelitian ini pada isolat ke2 terjadi pergeseran hipsokromik dikarenakan
pengenalan oleh residu gula dalam posisi 5 yaitu 5 nm. Hal ini menyetujui dari literature
sangat kecil perbedaannya dalam maksimum spektra yang bisa dideteksi diantaranya
antosianin yang mengandung gula dalam posisi 3, 5, dan 3-glikosida.
Berdasarkan hasil kromatogram serta spektrum UV-Vis dan spektrum FTIR dan dapat
disimpulkan bahwa struktur senyawa antosianin yang diduga untuk isolat 2 adalah
sebagai berikut:
HO
63 5
OO
O
HO
HO OH HO
OH HO
OH O
B
O
7
AC
Gambar 4.8 : Dugaan Struktur Antosianin dalam Isolat 2 (Pelargonidin 3,5
diglukosida)
Kebanyakan antosianin dalam makanan mengandung satu atau lebih unit monosakarida,
umumnya terjadi pada posisi 3, kadang pada posisi 3,5 dan lebih jarang sekali pada posisi
3,7 (Socasiu, 2007). Glikosilasi pada C3 menghasilkan
3
4
OH
OH
67
maksimal serapan lebih pendek 15 nm. Dengan pengecualian antosianin selalu
terglikosida pada posisi C-3 (Takeoka dan Dao, 2002). Di samping pada posisi C3, gula
lain juga berdampingan pada hidroksil C-5, C-7, C-3, C-5, dan C-4 (Brouillard, 1982;
Mazza & Miniati, 1993).
4.5 Isolasi dan Identifikasi Senyawa Antosianin dari Kulit Buah Anggur dalam
Persepektif Islam
Penelitian ini mengkaji tentang jenis senyawa kimia yang terkandung dalam kulit buah
anggur merah dan mempelajari makna yang terkandung di dalam Alquran. Alquran telah
mengabarkan kepada kita tentang fakta-fakta ilmiah yang kelak ditemukan dan
dibuktikan oleh eksperimen sains umat manusia. Alquran merupakan landasan dalam
memahami kekuasaan Allah SWT. di alam ini.
Segala sesuatu yang mempunyai massa dan ruang disebut materi. Di alam semesta ini
berbagai materi dapat disaksikan dengan begitu beragamnya, baik dari segi fasa/wujud,
warna, bau, kekerasan dan lain-lain. Baik yang langsung dapat kita manfaatkan, maupun
yang perlu adanya proses pengolahan lebih lanjut. Untuk mengkajinya lebih lanjut perlu
adanya penggolongan materi agar lebih mudah untuk mendalaminya, karena materi di
alam semesta ini begitu beragam, baik jumlah maupun jenisnya.
Dari penggolongan materi tersebut di atas yang akan dikaji adalah senyawa, yang
merupakan kelompok materi zat tunggal. Senyawa merupakan suatu zat yang dibentuk
oleh dua atau lebih unsur dengan perbandingan tetap yang menentukan susunannya.
Salah satu contoh yaitu air yang tersusun atas satu atom oksigen dan 2 atom hidrogen
(H2O) merupakan salah satu mukjizat dari Allah
68
SWT. dalam penciptaan air. Menurut Pasya (2004) air dari atom hidrogen dapat menyala
dengan cepat, sedangkan oksigen dari O2 merupakan syarat untuk proses menyala.
Akan tetapi air yang terdiri dari gabungan atom hidrogen dan satu atom oksigen justru
digunakan untuk memadamkan api.
Firman Allah dalam surat Al-Anam ayat 99 mengingatkan kita tentang tanda-tanda
kekuasaan Allah dalam dunia tumbuh-tumbuhan. Semua jenis tumbuhan makan dan
tumbuhan dari air, sinar, karbon, oksigen, hidrogen, nitrogen, fosforus, sulfur, kalium,
kalsium, magnesium, dan besi. Meskipun unsur makanan sama, dalam tanah sama, air
yang sama, akan tetapi Allah mampu menumbuhkan ribuan jenis tumbuhan dan buah-
buahan dengan aneka ragam bentuk, warna, bau, dan rasa.
Tumbuhan mempunyai ribuan jenis yang berbeda-beda, salah satu jenis tumbuhan yang
tumbuh yaitu anggur. Anggur merupakan salah satu buah-buahan yang dapat tumbuh di
segala jenis tanah. Meskipun demikian, tanah yang tidak baik harus diolah terlebih
dahulu agar memenuhi syarat. Tanah yang cukup subur, gembur, dan berhumus
merupakan tanah yang baik untuk tanaman ini.
Dalam proses pembentuknya, perbandingan massa unsurunsur dalam senyawa selalu
tetap sekalipun dibentuk dengan cara cara yang berbeda. Jadi untuk membentuk
senyawa, perbandingan massa unsurunsur penyusunannya tidak boleh sembarangan,
sebab jika perbandingannya tidak sesuai maka ada kemungkinan bisa terbentuk senyawa
yang lain, atau terbentuk senyawa yang dimaksud, tetapi ada unsur penyusunannya yang
tersisa.
69
Firman Allah SWT berikut sesuai dengan konsep pembentukan senyawa:
.5 & .puFu;/&ru Kami tumbuhkan padanya
segala sesuatu menurut ukuran (Q.S. al-Hijr;19).
Ibnu Abbas mengatakan tentang min kulli syai'in mauzun artinya segala sesuatu dengan
ukuran, mauzun artinya maklum (diketahui, tertentu). Demikian juga dikatakan oleh Sa'id
bin Jubair, Ikrimah, Abu Malik, Mujahis, Abu Hakam bin 'Uyainah, Al-Hasan bin
Muhammad, Abu Shalih dan Qatadah. Sebagian ulama mengatakan" mauzun artinya
ditentukan kadarnya (Abdullah, 2007).
Menurut Mahran dan Mubasyir (2006) anggur (Inab) adalah buah dari tumbuhan anggur
(karm) (Vitis vinifera). Didapatkan beberapa jenis anggur, anggur nabidz, anggur
hidangan, anggur kismis. Keragaman jenis ini tergantung besar lebar dan kerasnya kulit
luar, berbiji dan non biji, banyaknya lemak, serta rasanya dan kemanisannya. Jenis yang
paling baik adalah yang besar bentuknya, tipis kulitnya, sedikit bijinya, manis rasanya.
Itulah buah yang paling disukai orang sekaligus menjadi makanan terbaik, baunya yang
menyenangkan, dan rasanya yang lezat, karena mengandung 15% anggur (glukosa). Ini
berbeda dengan kebanyakan buah lainnya yang hanya mengandung gula buah (fruktosa)
dan gula tebu (sukrosa).
Kulit buah anggur mengandung senyawa antosianin, antosianin membantu untuk menarik
dan mengusir hewan dan membantu penyerbukan. Fakta bahwa antosianin memainkan
peranan penting untuk melindungi tumbuhan dari UV yang berbahaya (Bohm, 1988). Ini
juga mempunyai keuntungan untuk kesehatan
70
manusia dan kemungkinan sebagai antioksidan dan antiradang. Sesungguhnya Allah
Yang Maha Pemurah memberitahu kepada manusia makanan pokok dan bahan makanan
yang bermanfaat baginya, sehingga manusia dapat memanfaatkannya untuk membangun
jasmaninya, serta memperoleh energi yang ia butuhkan untuk berbuat dan beraktifitas.
Dari penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa anggur adalah buah yang memiliki
banyak manfaat. Anggur sangat efektif dalam membangun, memperbaiki, dan
memperkuat sel-sel tubuh. Anggur juga dapat mengobati sejumlah penyakit. Selain
mengobati anggur juga berfungsi untuk melindungi manusia dari serangan penyakit.
Maka dari itu jika mengkonsumsi anggur sangat baik jika kulit dan bijinya ikut dimakan
karena kandungan senyawa antosianin yang terdapat pada kulitnya, bijinya mengandung
proantosianidin serta daging buahnya yang mengandung fruktosa, potasium, mangan,
kalsium, besi, sodium, khlor, fosfor, dan yodium dengan kadar tinggi. Anggur juga kaya
akan vitamin A, B, dan C. Dari penelitian ini ditemukan senyawa antosianin pada kulit
buah anggur. Fakta ini menunjukkan betapa buah-buahan yang disebutkan Sang Khalik
dalam Alquran memiliki khasiat dan kegunaan yang luar biasa. Inilah salah satu bukti
kemukjizatan ayat-ayat suci Alquran.
71
72
5.1 KESIMPULAN
BAB V PENUTUP
Kesimpulan dari hasil penelitian tentang isolasi dan identifikasi senyawa antosianin dari kulit
buah anggur yakni:
a. Didapat pelarut terbaik yakni ekstrak dari etanol 95% dengan hasil ekstrak kasar 38,
4713 gram berupa ekstrak cair pekat warna merah tua berhasil mengekstrak jenis antosianin
dengan jumlah terbanyak yaitu 3 komponen.
b. Eluen yang terbaik untuk memisahkan senyawa antosianin yakni etil asetat- asam asetat
glasial-asam format-air (10:1,1:1,1:2,6), dari ekstrak etanol 95% 3 komponen. Secara
keseluruhan elusidasi KLT dengan eluen etil asetat- asam asetat glasial-asam format-air
(10:1,1:1,1:2,6) dapat memisahkan 4 komponen dari ekstrak kulit buah anggur dengan Rf 1
yaitu 0,08 dan 0,09 Rf 2 yaitu 0,22 dan 0,24 Rf 3 yaitu 0,46 dan Rf 4 yaitu 0,6.
c. Hasil Identifikasi dengan FTIR dan UV-Vis isolat 1 (Rf= 0,08) yaitu pelargonidin 3-
monoglukosida, dan isolat 2 (Rf= 0,24) yaitu pelargonidin 3,5 diglukosida, sedangkan isolat
3 (Rf= 0,6) diduga pelargonidin 3,5 diglikosida dengan perbedaan posisi glikosida dengan
isolat 2. Pada komponen 4 (Rf= 0, 46) belum teridentifikasi dan terisolasi.
72
5.2 SARAN
a. Proses ekstraksi antosianin sebaiknya menggunakan kromatografi kolom agar dapat
menghasilkan antosianin dalam bentuk kristal.
b. Perlu dilakukan identifikasi lebih lanjut menggunakan Spektrofotometer NMR dan HPLC
untuk mengetahui senyawa antosianin di dalam kulit buah anggur Prabu Bestari dan
dilakukan penelitian selanjutnya untuk kulit buah anggur lokal lainnya.
73
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah. 2007. Tafsir Ibnu Katsir Jilid V. Terjemahan Harun M.Y. dkk. Jakarta: Pustaka
Imam Syafii.
Achmad, S.A. 1986. Kimia Organik Bahan Alam. Buku Materi Pokok Modul 4-6. Jakarta:
Universitas Terbuka.
Aligita, W. 2007. Isolasi Antosianin dari Ketan Hitam (Oriza Sativa L Forma Glutinosa)
Skripsi. Institut Teknologi Bandung. http://digilib.ti.itb.ac.id/ go. php?id=jiptitb-gdl-s1-
2004-widhyaaligita- 107. Diakses tanggal 27 Juni 2008.
Al-Basyuni. 1994. Hadist Qabasaat Min As-Sunnah An-Nabawiyyah. Terjemahan Qasim,
T.A. Bandung: Trigenda Karya.
Ad-Dimasyqi. 2001. Tafsir Ibnu Kasir Juz VII. Terjemahan Bakar, B.A. Bandung: Sinar Baru
Algensindo.
Al-Jazairi. 2007. Tafsir Al-Quran Al-Aisar Jilid II. Jakarta: Darus Sunnah Press. Al-Maragi.
1992. Tafsir Al-Maragi Jus VII. Terjemahan Sitanggal, Aly, dan
Bakar. Semarang: Toha Putra.
Anonymous. 2007a. Vitis vinifera. http://en.wikipedia.org/wiki/Vitis_vinifera. Diakses
tanggal 23 Juli
Anonymous. 2008a. Belajar Kromatografi Lapis Tipis. http://www.chem-is-
try.org/?sect=belajar&ext=analisis05_02. Diakses tanggal 27 Juni 2008.
Anonymous. 2008b. Potensi dan Peluang Investasi Anggur Prabu Bestari di Kota Probolinggo.
http://www.pertanianprobolinggo.com/index.php? option=com_content&task=view&id=27
&Itemid=9. Diakses tanggal 20 Agustus 2008.
Anonymous. 2008c. Anthocyanin. http://www.wikipedia.org/wiki/anthocyanin Diakses
tanggal 28 Juni 2008
Anonymous. 2009. Anggur Prabu Bestari Si Merah yang Menggoda.
http://hortikultura.litbang.deptan.go.id/index.php?option=com_content&t
ask=view&id=688&Itemid=120(pBestarihttp://hortikultura.litbang.depta n.
go.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=686. Diakses tanggal 12 Juni 2009.
74
Arisandi, Y. 2001. Studi Tentang Pengaruh Kopigmentasi Terhadap Stabilitas Antosianin
dari Kulit Buah Anggur (Alphonso lavalle) Skripsi Tidak Diterbitkan. Malang:
Fakultas MIPA Unibraw.
Arthey, D. dan P.R. Ashurst. 2001. Fruit Prossecing, Nutrition Product, and Quality
Management, 2nd Edition. Maryland: An Aspen Publication.
As-Sayyid, A.B. 2007. Pola Makan Rasulullah. Terjemahan Ghoffar, A. dan Haetami, I.
Jakarta: Alfa.
Asy-Syanthiqi. 2007. Tafsir Adhwaul Bayan. Jakarta: Pustaka Azzam. Belitz, H.D. and W.
Grosch. 1999. Food Chemistry, 2nd Edition. Germany:
Springer.
Brian, S.F. et al. 1989. Vogels Texbook of Practical Organic Chemistry, 5th ed. England:
Longmans Group UK.
Bryan. 2001. Thin Layer Chromatography. http://www.chem.vt.edu/chem- ed/sep/tlc/tlc.html.
Diakses tanggal 01 Juli 2008.
Coultate, T.P. 1999. Food The Chemistry of Its Components, Third Edition. Cambridge: The
Royal Society of Chemistry.
Charley, H. 1970. Food Science. New York: John Willey and Sons Inc.
Daravingas dan Chain. 1968 dan Starr dan Francis. 1968. Editor Arthey and Arthust, 2001,
Dalam Fruit Prossecing, Nutrition Product, and Quality Management, 2nd Edition. Maryland:
An Aspen Publication.
Diniyah, N. 2005. Ekstraksi dan Uji Stabilitas Antosianin Kulit Terung Jepang (Solanum
molangena L.) Kajian Jenis Terung dan Konsentrasi HCl dalam Etanol. Skripsi Tidak
Diterbitkan. Malang: Fakultas Teknologi Pertanian Unibraw.
Elbe, V. and Schwartz. 1996. Food Chemistry. New York: Marcel Dekker Inc.
Elham, G., Reza, H., Jabbar, K., Parisa dan Rashid. 2006. Isolation and Structure
Charactrisation of Anthocyanin Pigment in Black Carrot (Daucuccarota L.). Pakistan
Journal of Biological Sciences 9(15): 2905-2908 ISSN 1028- 8880 Asian Network for
Scientific Information.
Eskin, N.A.M. 1979. Plant, Pigment, Flavour, and Texture. New York: Academic Press.
75
Faqih. 2004. Tafsir Nurul Quran: Sebuah Tafsir Sederhana Menuju Cahaya Al- Quran Jilid
V. Terjemahan Hastuti dan Amili, Jakarta: Al-Huda.
Faqih. 2005. Tafsir Nurul Quran: Sebuah Tafsir Sederhana Menuju Cahaya Al- Quran Jilid
IX. Terjemahan Muhammad, A. Jakarta: Al-Huda.
Fennema, O.R. 1996. Food Chemistry, Thrid Edition. New York: Marcel Dekker Inc.
Fessenden, R.J. dan Fessenden, J.S. 1986. Kimia Organik, Jilid I. Jakarta: Erlangga.
Giwangkara, S.E.G. 2006. Aplikasi Logika Syaraf Fuzzy Pada Analisis Sidik Jari Minyak
Bumi Menggunakan S-I-M-Transformasi Fourier (FT-IR). Cepu: Sekolah Tinggi Energi dan
Mineral. http://www.wikipedia.com. Diakses tanggal 16 Sepember 2009.
Guenther, E. 1987. Minyak Atsiri I. Terjemahan Ketaren, S.. Jakarta: UI-Press.
Harborne, J.B. 1957. Spectral Methods of Characterizing Anthocyanins. John Innes
Horticultural In8titution, Bayfordbury, Hertford, Hert8 (Received 19 December 1957).
Harborne, J.B. 1996. Metode Fitokimia Penuntun Cara Menganalisis Tumbuhan. Terjemahan
Padmawiyata, K. dan Soediro, I. Bandung: ITB.
Harborne, J.B. 1998. Phytochemical Methods: A Guide to Modern techniques of Plant.
London : Chapman and Hall.
Analysishttp://books.google.com/books?id=2yvqeRtE8CwC&hl=id&sourc e=gbs_navlinks_s
Diakses 15 Juni 2010.
Hidayat dan Saati. 2006. Membuat Pewarna Alami: Cara Sehat dan Aman Membuat
Pewarna Makanan dari Bahan Alami. Surabaya: Trubus Agrisarana.
Hui. 2006. Food Biochemistry and Food Processing. Australia: Blackwell Publishing.
Hurst, J. 2008. Method Analysis for Functional Foods and Nutraceutical. London : CRC
Press
Imelda 2002. Ekstraksi Antosianin Kasar Ubi Ungu Jepang (Ipoema batatos var Yamagawa
Muasaki): Kajian pH Pelarut dan Lama Ekstraksi dan Stabilitasnya. Skripsi Tidak Diterbitkan.
Malang: Fakultas Teknologi Pertanian Unibraw.
76
Jawi, Suprapta dan Sutirtayasa. 2007. Efek Antioksidan Ekstrak Umbi Jalar Ungu (Ipomoiea
batatas L) Terhadap Hati Setelah Aktivitas Fisik Maksimal dengan Melihat Kadar AST dan
ALT Darah pada Mencit, Jurnal Dok.Farm. Dexa Media vol 20 Vegetarian Phythochemical :
Guardian of our Health, Continuing, Education article, hal 103-105.
Karyadi, E. 2005. Antioksidan Resep Sehat dan Umur Panjang. http://www.indomedia.com.
Diakses tanggal 28 Oktober 2008.
Keusch, P. 2009. Anthocyanins as pH-Indicators and Complexing Agents,
http://www.chemie.uniregensburg.de/Organische_Chemie/Didaktik/Keusc h/p26_anth-e.htm,
Diakses tanggal 25 April 2010.
Laleh, G.H., Frydoonfar, H., Heidary, R., Jameei, dan Zare, S. 2006. The Efect of Light,
Temperature, pH and Species on Stability of Anthocyanin Pigment in Four Berberies Spesies.
Pakistan Journal of Nutrition 5 (1): 90-92. Asian Network for Scientific Information.
Lestario, Astuti, Raharjo dan Trenggono. 2005. Sifat Antioksidatif Ekstrak Buah Duwet
(Syzigum cumini). Dalam Nugrahan 2007. Ekstraksi Antosianin dari Buah Kiara Payung
(Filicum decipiens) dengan Menggunakan Pelarut yang Diasamkan (Kajian jenis Pelarut dan
Lama Ekstraksi). Skripsi Tidak Diterbitkan. Malang: Fakultas Teknologi Pertanian Unibraw.
Lubis, R. 2009. Mencicipi Anggur Lokal Kualitas Impor.
http://www.majalahpengusaha.com/content/view/942/38/. Diakses tanggal 12 Juni 2009.
Madison. 1995. Thin Layer Chromatography. http://www.chemguide.co.uk/
analysis/chromatography/thinlayer.html. Diakses tanggal 01 Juli 2008.
Mahran dan Mubasyir. 2006. Al-Quran Bertutur Tentang Makanan dan Obat- Obatan.
Terjemahan Raihan, I. Yogyakarta: Mitra Pustaka.
Markakis, P. 1982. Editor Fennema. 1996. Dalam Food Chemistry. New York: Marcel
Dekker Inc.
Markham. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Bandung: ITB.
Markham, K.R and Andersen. 2006. Flavonoids: Chemistry, Biochemistry, and Applications.
London: CRC Taylor & Francis.
http://books.google.com/books?id=ndc7TQpUxksC&dq=Flavonoid+Che
mistry+Markham&hl=id&ei=M81tTIb4HJLSuwPokOmvDQ&sa=X&oi=
book_result&ct=result&resnum=1&ved=0CCgQ6AEwAA. Diakses tgl 07 Juni 2010
77
Mahmud, M.H. 2007. Mukjizat Kedokteran Nabi. Jakarta: Qultummedia.
Meyer, L.H. 1960. Food Chemistry. Tokyo: Reinhold Publishing Corporation.
Minarno dan Hariani. 2008. Gizi dan Kesehatan: Perspektif Al-Quran dan Sains. Malang:
UIN-Malang Press.
Neckers, C.D. 1997. Organic Chemistry. New York: John Willey and Sons.
Niendyah, H. 2004. Efektivitas Jenis Pelarut dan Bentuk Pigmen Antosianin Bunga Kana
(canna coccinea mill.) Serta Aplikasinya pada Produk Pangan Skripsi.Universitas Brawijaya
Malang. http://digilib.ti.itb.ac.id/go.php?id =jiptumm-gdl-s1-2004-niendyahag-1533.
Diakses tanggal 27 Juni 2008.
Nollet, Leo M.L. 2004. Handbook of Food Analysis: Physichal Characterization and Nutrient
Analysis. New York: Marcell Dekker. Hal 835
Nugrahan 2007. Ekstraksi Antosianin dari Buah Kiara Payung (Filicum decipiens) dengan
Menggunakan Pelarut yang Diasamkan (Kajian jenis Pelarut dan Lama Ekstraksi). Skripsi
Tidak Diterbitkan. Malang: Fakultas Teknologi Pertanian Unibraw.
Prakash, A. 2001. Antioxidant Activity. Editor oleh DeVries, J. A publication of Medalion
Laboratories, Analitical Progress, 19(2).
Puspita. 2003. Dalam Sari, N.P., 2005. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Isoflavonoid dalam
Ekstrak Metanol Kulit Bengkoang. Skripsi Tidak Diterbitkan. Malang: Fakultas MIPA
Unibraw.
Rajalakshmi, D. dan Narasimhan, S. 1996. Food antioxidants: Sources and Methods of
Evaluation, in Food Antioxidants, Technological, Toxicological and Health Perspective.
Editor Eskin dan Robinson. 2001. Dalam Food Shelf Life Stability. Chemical, Biochemical
and Microbiological Changes. London: Boca Raton.
Ranganna. 2008. Handbook of Analysis and Quality Control for Fruit and VegetableProduct.
New Delhi: Tata Mc-Graw Hill. Page 79
http://books.google.com/books?id=jQN8Kpj0UOMC&printsec=frontcove
r&hl=id&source=gbs_slider_thumb#v=onepage&q&f=false. Diakses tgl 08 Juni 2010.
Rao, C.N.R. 1975. Ultraviolet and Visible, Spectroscopy Chemical Application, 3th Edition.
Dalam Arisandi, Y. 2001. Studi Tentang Pengaruh Kopigmentasi Terhadap Stabilitas
Antosianin dari Kulit Buah Anggur (Alphonso lavalle). Skripsi Tidak Diterbitkan. Malang:
Fakultas MIPA Unibraw.
78
Rein, M. 2005. Copigmentation reactions and color stability of berry Anthocyanin, Helsinki:
University of Helsinki.
Robinson, T. 1995. Kandungan Senyawa Organik Tumbuhan Tinggi, Terjemahan
Padmawinata, K. Bandung: ITB.
Rosnawati, T. 2007. Penetapan Kadar Resveratrol dalam Buah Anggur Lokal (Vitis vinifera
L.) dengan Metode KCKT. Skripsi. Universitas Airlangga.
http://adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=jiptunair-gdl-s1-2007-rosnawati
4943&PHPSESSID=d1d1da53d1997f16e72bc038d69ee2dc.
Diakses tanggal 20 April 2008.
Sastrohamidjojo, H. 2007. Kromatografi. Yogyakarta: Liberty.
Shihab, M.Q. 2002. Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran Volume VII
dan VIII. Jakarta: Lentera Hati.
Shihab, M.Q. 2003. Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran Volume XI
dan XII. Jakarta: Lentera Hati.
Socaciu, C. 2007. Food Colorants: Chemical and Functional Properties. London: CRCPress
Soebagio, Budiasih, E., Ibnu, M.S., Widarti, H.R. dan Munzil. 2005. Kimia Analitik II.
Malang: UM Press.
Sriningsih, Adji, Sumaryono, Wibowo. 2003. Analisa Senyawa Golongan Flavonoid Herba
Tempuyung (Sonchus arvensis L.). Pusat P2 Teknologi Farmasi dan Medika Deputi Bidang
TAB BPPT dan Fakultas Farmasi. Universitas Pancasila
Sudarmadji, Haryono dan Suhardi. 2003. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan
Pertanian. Yogyakarta: Liberty.
Talavera, S., Felgine, C., dan Texier, O. 2004. Bioavailability of a bilberry anthocyanin
Extract and its impact on plasma antioxidant capacity in rats. aLaboratoire de
Pharmacognosie, Facult de Pharmacie, Clermont- Ferrand, France, bLaboratoire des
Maladies Mtaboliques et des Micronutriments , Institut National de la Recherche
Agronomique de Clermont-Ferrand/Theix Saint-Gens Champanelle, France, Journal of the
Science of Food of Agriculture (2005),
http://www.sciencedirect.com/science?_ob=ArticleURL&_udi=B6WPH- 45FJW85-
1&_user=10&_rdoc=1&_fmt=&_orig=search&_sort=d&view=c&_acct
=C000050221&_version=1&_urlVersion=0&_userid=10&md5=bf3a986
fc8cbd0cda9360b1a0664190a. Diakses tanggal 23 Juli 2008.
79
Tanuwijaya, V. 2007. Ekstraksi Antosianin Buah Genjret (Anredera scanden) Kajian
Perbandingan Bahan: Pelarut dan Konsentrasi Asam Sitrat. Skripsi Tidak Diterbitkan.
Malang: Fakultas Teknologi Hasil Pertanian UnibrawUnderwood and Day. 2002. Analisis
Kimia Kuantitatif, Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.
Wagner, H. and Bladt S. 2001. Plant Drug Analysis. A Thin Layer Chromatography Atlas.
Berlin: Spinger.
Walker. 1995. The Biology of Plant Phenolics. Editor Eskin dan Robinson. 2001. Food Shelf
Life Stability. Chemical, Biochemical and Microbiological Changes. London: Boca Raton.
Wiryanta, Bernard T. W. 2004. Membuahkan Anggur di dalam Pot dan Pekarangan. Jakarta:
Agromedia.
Wrolstad, R. 2001. The Possible Health Benefits of Anthocyanin Pigments and Polyphenolics.
http://lpi.oregonstate.edu/ss01/anthocyanin.html. Diakses tanggal 07 April 2008.
80

Anda mungkin juga menyukai