Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Diabetes Melitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan
herediter, dengan tanda tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan
atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari
kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada
metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme
lemak dan protein. ( Askandar, 2000).

1.2. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari Diabetes Melitus?
2. Ada berapakah jenis Diabetes Melitus?
3. Apa etiologi dari Diabetes Melitus?
4. Apa patofisiologi dari Diabetes Melitus?
5. Bagaimanakah manifestasi klinis dari Diabetes Melitus?
6. Apa saja komplikasi dari Diabetes Melitus?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang dari Diabetes Melitus?
8. Apa saja penatalaksanaan dari Diabetes Melitus?
9. Bagaimanakah asuhan keperawatan dari Diabetes Melitus?

1.3. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari Diabetes Melitus?
2. Mengetahui jenis Diabetes Melitus?
3. Mengetahui etiologi dari Diabetes Melitus?
4. Mengetahui patofisiologi dari Diabetes Melitus?
5. Mengetahui manifestasi klinis dari Diabetes Melitus?
6. Mengetahui komplikasi dari Diabetes Melitus?
7. Mengetahui pemeriksaan penunjang dari Diabetes Melitus?
8. Mengetahui penatalaksanaan dari Diabetes Melitus?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.
(Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula
(glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif
(Arjatmo, 2002).
Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi, meningkat setelah makan dan
kembali normal dalam waktu 2 jam. Kadar gula darah yang normal pada pagi
hari setelah malam sebelumnya berpuasa adalah 70-110 mg/dL darah. Kadar
gula darah biasanya kurang dari 120-140 mg/dL pada 2 jam setelah makan atau
minum cairan yang mengandung gula maupun karbohidrat lainnya.

2.2. Klasifikasi
Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
1. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
Diabetes tipe I ditandai dengan sekresi insulin oleh pankreas tidak ada
dan sering terjadi pada orang muda. Secara normal, insulin bekerja untuk
menurunkan kadar glukosa darah dengan membolehkan glukosa masuk
kedalam sel untuk dimetabolisme. Caranya dengan mengikat dirinya secara
kuat pada tempat reseptor pada membran sel. Efek utama metabolik insulin
adalah di otot dan jaringan adiposa.
DM Tipe I perlu injeksi insulin secara teratur dalam hidupnya untuk
mencegah ketosis. Suatu komplikasi yang muncul,akibat gangguan
metabolisme lemak. Untuk alasan ini, DM tipe I dikenal sebagai IDDM
(Insulin Dependent Diabetes Melitus).

2. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
Karena tidak dibutuhkan insulin maka diabetes tipe II dikenal sebagai
NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes melitus). Diabetes Mellitus Tidak
Tergantung Insulin disebabkan kegagalan relatif sel pulau Langerhans dan
resisteni insulin. Resitensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk
merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat
produksi glukosa oleh hati. Sel tidak mampu mengimbangi resistensi insulin
ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini
terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, maupun
pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain.
Berarti sel pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa (Mansjoer,
A., 1999).

3. Malnutrition Related Diabetes Millitus (MRDM)

4. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom tertentu,
penyakit pancreas, akibat hormonal, sebab obat, kelainan insulin atau reseptor
sindroma genetic tertentu.

2.3. Etiologi
Tidak diketahui secara pasti
Mungkin akibat faktor obesitas, usia, keturunan atau autoimun

Diabetes terjadi jika tubuh tidak menghasilkan insulin yang cukup
untuk mempertahankan kadar gula darah yang normal atau jika sel tidak
memberikan respon yang tepat terhadap insulin.
1. Diabetes tipe I (diabetes yang tergantung kepada insulin) : menghasilkan
sedikit insulin atau sama sekali tidak menghasilkan insulin. Sebagian besar
diabetes mellitus tipe I terjadi sebelum usia 30 tahun.
a. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah
terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada
individu yang memiliki tipe antigen HLA.
b. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana
antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan
insulin endogen.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi selbeta.

2. Diabetes Tipe II
Pada diabetes mellitus tipe II (diabetes yang tidak tergantung kepada
insulin, NIDDM), pankreas tetap menghasilkan insulin, kadang kadarnya
lebih tinggi dari normal. Tetapi tubuh membentuk kekebalan terhadap
efeknya, sehingga terjadi kekurangan insulin relatif. Diabetes tipe II bisa
terjadi pada anak-anak dan dewasa, tetapi biasanya terjadi setelah usia 30
tahun. Faktor resiko untuk diabetes tipe II adalah obesitas,/I>, 80-90%
penderita mengalami obesitas. Diabetes tipe II juga cenderung diturunkan
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui.
Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin.
Faktor-faktor resiko :
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
3. Penyebab diabetes lainnya adalah:
Kadar kortikosteroid yang tinggi
Kehamilan (diabetes gestasional)
Obat-obatan
Racun yang mempengaruhi pembentukan atau efek dari insulin.

2.4. Patofisiologi
1. Tipe I : IDDM
Hampir 90-95% islet sel pankreas hancur sebelum terjadi
hiperglikemia akibat dari antibodi islet sel. Kondisi tersebut menyebabkan
insufisiensi insulin dan meningkatkan glukosa. Glukosa menumpuk dalam
serum sehingga menyebabkan hiperglikemia, kemudian glukosa
dikeluarkan melalui ginjal (glukosuria) dan terjadi osmotik diuresis.
Osmotik diuresis menyebabkan terjadinya kehilangan cairan dan terjadi
polidipsi. Penurunan insulin menyebabkan tubuh tidak bisa menggunakan
energi dari karbohidrat sehingga tubuh menggunakan energi dari lemak
dan protein sehingga mengakibatkan ketosis dan penurunan BB.
Poliphagi dan kelemahan tubuh akibat pemecahab makanan cadangan.

2. Tipe II : NIDDM
Besar dan jumlah sel beta pankreas menurun tidak diketahui sebabnya.
Pada obesitas, kemampuan insulin untuk mengambil dan memetabolisir
glukosa ke dalam hati, muskuloskeletal dan jaringan berkurang. Gejala
hampir sama dengan DM Tipe I dengan gejala non spesifik lain (pruritus,
mudah infeksi)

2.5. Tanda dan gejala
Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula
darah yang tinggi. Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dL, maka
glukosa akan sampai ke air kemih. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan
membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang
hilang. Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan,
maka penderita sering berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuri). Akibat
poliuri maka penderita merasakan haus yang berlebihan sehingga banyak
minum (polidipsi). Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih, penderita
mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasikan hal ini
penderita seringkali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak makan
(polifagi). Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing, mual dan
berkurangnya ketahanan selama melakukan olah raga. Penderita diabetes yang
kurang terkontrol lebih peka terhadap Infeksi. Karena kekurangan insulin yang
berat, maka sebelum menjalani pengobatan penderita diabetes tipe I hampir
selalu mengalami penurunan berat badan. Sebagian besar penderita diabetes
tipe II tidak mengalami penurunan berat badan. Pada penderita diabetes tipe I,
gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa berkembang dengan cepat ke dalam
suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis diabetikum.
Kadar gula di dalam darah adalah tinggi tetapi karena sebagian besar sel
tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin, maka sel-sel ini mengambil energi
dari sumber yang lain. Sel lemak dipecah dan menghasilkan keton, yang
merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi
asam (ketoasidosis). Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus
dan berkemih yang berlebihan, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama
pada anak-anak). Pernafasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha
untuk memperbaiki keasaman darah. Bau nafas penderita tercium seperti bau
aseton. Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi
koma, kadang dalam waktu hanya beberapa jam. Bahkan setelah mulai
menjalani terapi insulin, penderita diabetes tipe I bisa mengalami ketoasidosis
jika mereka melewatkan satu kali penyuntikan insulin atau mengalami stres
akibat infeksi, kecelakann atau penyakit yang serius.
Penderita diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan gejala-gejala semala
beberapa tahun. Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala
yang berupa sering berkemih dan sering merasa haus. Jarang terjadi
ketoasidosis. Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000
mg/dL, biasanya terjadi akibat stres-misalnya infeksi atau obat-obatan), maka
penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan
kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma
hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang
sering ditemukan adalah : Katarak, Glaukoma, Retinopati, Pruritus Vulvae,
Infeksi bakteri kulit, Infeksi jamur di kulit, Dermatopati, Neuropati perifer,
Neuropati viseral, Amiotropi, Ulkus Neurotropik, Penyakit ginjal, Penyakit
pembuluh darah perifer, Penyakit koroner, Penyakit pembuluh darah otak,
Hipertensi.



2.6. Komplikasi
1. Hiperglikemia
- Insulin menurun
- Glukagon meningkat
- Pemakaian glukosa perifer terhambat
- Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis,
penebalan membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan
memudahkan terjadinya gangren.
- Faktor faktor yang berpengaruh atas terjadinya gangren kaki diabetik
dibagi menjadi endogen dan faktor eksogen.
- Faktor endogen :
a. Genetik, metabolik
b. Angiopati diabetik
c. Neuropati diabetik
- Faktor eksogen :
a. Trauma
b. Infeksi
c. Obat
- Wagner ( 1983 ) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam
tingkatan , yaitu :
Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan
kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti claw,callus .
Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau
tanpa selulitis.
Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
2. Hipoglikemia
- KGD < 60 mg%
- Akibat terapi insulin
3. Ketoasidosis Diabetik : insulin menurun, lipolisis, ketonbodi, koma
4. Neuropati Diabetik : kesemutan, lemas, baal, mual, muntah, kembung
5. Nefropati Diabetik : proteinuria
6. Retinopati Diabetik : penglihatan kabur
7. Kelainan Vaskuler
- Mikrovaskuler
- Makrovaskuler
Komplikasi jangka panjang dari diabetes
Organ/jaringan
yg terkena
Yg terjadi Komplikasi
Pembuluh darah Plak aterosklerotik terbentuk &
menyumbat arteri berukuran
besar atau sedang di jantung,
otak, tungkai & penis.
Dinding pembuluh darah kecil
mengalami kerusakan sehingga
pembuluh tidak dapat
mentransfer oksigen secara
normal & mengalami kebocoran
Sirkulasi yg jelek menyebabkan
penyembuhan luka yg jelek &
bisa menyebabkan penyakit
jantung, stroke, gangren kaki &
tangan, impoten & infeksi
Mata Terjadi kerusakan pada
pembuluh darah kecil retina
Gangguan penglihatan & pada
akhirnya bisa terjadi kebutaan
Ginjal Penebalan pembuluh darah
ginjal
Protein bocor ke dalam air
kemih
Darah tidak disaring secara
normal
Fungsi ginjal yg buruk
Gagal ginjal
Saraf Kerusakan saraf karena glukosa
tidak dimetabolisir secara
normal & karena aliran darah
berkurang
Kelemahan tungkai yg terjadi
secara tiba-tiba atau secara
perlahan
Berkurangnya rasa,
kesemutan & nyeri di tangan
& kaki
Kerusakan saraf menahun
Sistem saraf
otonom
Kerusakan pada saraf yg
mengendalikan tekanan darah &
saluran pencernaan
Tekanan darah yg naik-turun
Kesulitan menelan &
perubahan fungsi
pencernaan disertai
serangan diare
Kulit Berkurangnya aliran darah ke
kulit & hilangnya rasa yg
menyebabkan cedera berulang
Luka, infeksi dalam (ulkus
diabetikum)
Penyembuhan luka yg jelek
Darah Gangguan fungsi sel darah putih Mudah terkena infeksi, terutama
infeksi saluran kemih & kulit
Jaringan ikat Gluka tidak dimetabolisir secara
normal sehingga jaringan
menebal atau berkontraksi
Sindroma terowongan karpal
Kontraktur Dupuytren

2.7. Pemeriksaan Penunjang
1. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa

Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl)
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah sewaktu
- Plasma vena
- Darah kapiler

Kadar glukosa darah puasa
- Plasma vena
- Darah kapiler

< 100
<80


<110
<90

100-200
80-200


110-120
90-110

>200
>200


>126
>110

4. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui
perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan
merah bata ( ++++ ).

2.8. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan
aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi
komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes
adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Komponen dalam penatalaksanaan diabetes
1. Penatalaksanaan makan
a. Jumlah kalori tepat
Pasien kurus diet 2100-2500 kalori
Pasien sedang diet 1700-1900 kalori
Pasien gemuk diet 1100-1500 kalori
b. Makanan yang mengandung serat tinggi, misalnya : sayur-sayuran dan
buah, 25 g/1000 kkal, memperlancar penyerapan gula
c. Komposisi makanan : Protein 15-20 % (mempertahankan keseimbangan
nitrogen dan mendorong pertumbuhan), lemak 20-25 % (pemasukan
kolesterol < 300 mg/hari, lemak jenuh diganti dengan lemak yang tidak
jenuh), karbohidrat 60-70 % (penting untuk pemasukan kalori yang
cukup).
d. Gula dan produk lain dari gula tidak dianjurkan.
2. Latihan Jasmani
- Memperbaiki sel-sel tubuh dan pemakaian glukosa oleh sel tubuh menjadi
baik
- Latihan jasmani yang disenangi dapat meningkatkan kebugaran tubuh
dan otot-otot besar
- Dilakukan sesudah makan 3-5 kali seminggu
- Jenis olahraga : Jalan, jogging, berenang dan bersepeda.
3. Obat-obatan
- Diberikan bila perencanaan makan dan latihan jasmani tidak menurunkan
kadar gula darah
- Jenis obat hiperglikemi oral dan insulin
4. Penyuluhan
Sangat perlu untuk motivasi pasien dalam pelaksanaan Diabetes
Millitus dan tidak terjadi komplikasi.
Pengetahuan yang perlu diberikan antara lain :
- Pengertian DM dan komplikasi
- Penatalaksanaan DM
- Perencanaan makan
- Latihan jasmani/olahraga
- Monitoring kadar gula darah
- Perawatan kaki
5. Terapi Sekunder : Obat Hypoglikemi ( OAD dan Insulin )
Cangkok pankreas.

2.9. Pathways/WOC

Defisiensi Insulin

glukagon penurunan pemakaian
glukosa oleh sel

glukoneogenesis hiperglikemia

lemak protein glycosuria

ketogenesis BUN Osmotic Diuresis

ketonemia Nitrogen urine Dehidrasi

pH Hemokonsentrasi

Asidosis Trombosis

Aterosklerosis









BAB III
TEORI ASUHAN KEPERAWATAN
Mual muntah
Resti Ggn Nutrisi
Kurang dari
kebutuhan
Koma
Kematian
Makrovaskuler Mikrovaskuler
Retina Ginjal
Jantung Serebral Ekstremitas
Miokard Infark Stroke Gangren
Retinopati
diabetik
Ggn. Penglihatan
Gagal
Ginjal
Resiko Injury
Nefropati
Ggn Integritas Kulit
Kekurangan
volume cairan

3.1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses
keperawatan, yaitu :
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu
dalam menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita ,
mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapt
diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik, pemerikasaan
laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
1. Anamnese
a. Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor
register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba
yang menurun, adanya luka yang tidak sembuh sembuh dan
berbau, adanya nyeri pada luka.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka
serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk
mengatasinya.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit penyakit lain
yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit
pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun
arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun
obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota
keluarga yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang
dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal
hipertensi, jantung.
f. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang
dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta
tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.

2. Pemeriksaan fisik
Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi
badan, berat badan dan tanda tanda vital.
a. Sistem pernafasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa
sputum purulen (tergantung adanya infeksi/tidak)
Tanda : Lapar udara, batuk, dengan/tanpa sputum Adakah sesak
nafas, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi infeksi.
Nafas berbau aseton.
b. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia,
kardiomegalis.
c. Sistem neurologis
Gejala : Pusing/pening, sakit kepala, kesemutan (parasthesia),
bebas kelemahan pada otot(reflek lambat), gangguan penglihatan
Tanda : Disorientasi, kacau mental, terjadi penurunan sensoris,
mengantuk, letargi, stupor/koma (tahap lanjut). Gangguan
memori (baru, masa lalu); kacau mental, refleks tendon dalam
(RTD) menurun (koma), aktivitas kejang (tahap lanjut dari DKA)
d. Sistem urinary
Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia. Rasa
nyeri/terbakar, panas atau sakit saat berkemih. kesulitan
berkemih (infeksi), ISK baru/berulang, retensio urine,
inkontinensia urine.
Tanda : Urin encer, pucat, kuning, poliuri (dapat berkembang
menjadi oliguria/anuria jika terjadi hipovolemia berat). Urin
berkabut, bau busuk (infeksi), Bau halotis/manis.
e. Sistem gastrointestinal
Gejala : Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare,
konstipasi, dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan
lingkar abdomen, obesitas.
Tanda : Nyeri tekan abdomen, kekakuan/distensi abdomen
(abdomen keras), adanya asites, bising usus lemah dan menurun:
hiperaktif (diare).
f. Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas
luka, Kulit panas, kering, dan kemerahan ,kelembaban dan suhu
kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit
sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
g. Sistem Endokrin dan Eksokrin
Terdapat riwayat nutrisi dan eleminasi (3P : Poliuria, polifagia,
polidipsia), adanya disfungsi gonad (kemampuan ereksi,
dispareunia, pruritus), pandangan kabur, telinga kadang-kadang
berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa
tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah
bengkak dan berdarah. Pembesaran tiroid (peningkatan
kebutuhan metabolik dengan peningkatan gula darah).
h. Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi
badan, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di
ekstrimitas.
i. Sistem Reproduksi
Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi). Masalah impoten
pada pria; kesulitan orgasme pada wanita. Angiopati dapat
terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi
sehingga menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan
kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses
ejakulasi serta orgasme.
j. Sistem persepsi sensori
Apakah terjadi penurunan sensoris, penurunan penglihatan.
k. Pola konsep diri
1. Citra tubuh
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan
menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran
diri
2. Peran diri
Mengakibatkan gangguan peran pada keluarga ( self esteem ).
l. Pola nilai dan kepercayaan / spiritual
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh
serta luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam
melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah
penderita.
m. Pola mekanisme koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik,
perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan
reaksi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan,
mudah tersinggung dan lain lain, dapat menyebabkan penderita
tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif
/ adaptif.
n. Pola istirahat tidur
Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka dan situasi rumah sakit
yang ramai akan mempengaruhi waktu tidur dan istirahat
penderita, sehingga pola tidur dan waktu tidur penderita
mengalami perubahan.
o. Pola psikososial
Dampak pada keluarga, Dengan adanya salah satu anggota
keluarga yang sakit dan dirawat di rumah sakit akan muncul
bermacam macam reaksi psikologis dari kelurga, karena
masalah kesehatan yang dialami oleh seorang anggota keluarga
akan mempengaruhi seluruh anggota keluarga. Waktu perawatan
yang lama dan biaya yang banyak akan mempengaruhi keadaan
ekonomi keluarga dan perubahan peran pada keluarga karena
salah satu anggota keluarga tidak dapat menjalankan perannya.
3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
a. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah
puasa >120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
b. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil
dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ),
kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
c. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik
yang sesuai dengan jenis kuman.

Anda mungkin juga menyukai