Anda di halaman 1dari 3

Pembangunan Kesehatan Berbasis Budaya; Belajar dari

Kabupaten Takalar
Sistem kesehatan Indonesia, apabila dibandingkan dengan sistem kesehatan negara lain di Asia
Tenggara termasuk sistem kesehatan yang memiliki tingkat akselerasi paling lambat. Jangankan
dibandingkan dengan Singapura atau Malaysia yang tingkat sosial-ekonominya lebih maju
dibandingkan dengan Indonesia, bahkan apabila dibandingkan dengan Vietnam atau Kamboja
yang tingkat sosial-ekonominya hampir sama dengan Indonesia saja, akselerasi sistem kesehatan
kita masih tertinggal. Menilik hal tersebut, sudah selayaknya Indonesia berbenah dan berupaya
untuk mengakselerasi perkembangan sistem kesehatan nasionalnya.
Akselerasi sistem kesehatan nasional merupakan tugas dan kewajiban semua lini negara
Indonesia, mulai dari pemerintah, tenaga kesehatan, sampai masyarakat Indonesia. Sampai saat
ini upaya yang dilakukan oleh pemerintah sangatlah beragam untuk mempercepat akselerasi
sistem kesehatan nasional ke taraf yang lebih baik. Mulai dari pembangunan sarana kesehatan,
pemerataan tenaga kerja, sampai regulasi anggaran kesehatan. Upaya dan kebijakan ini tidak
dapat dipungkiri telah mendorong akselerasi sistem kesehatan negara ke arah yang lebih baik,
tapi apabila dilihat secara seksama akselerasi yang terjadi berjalan dengan lambat.
Mari kita lihat salah satu contoh dari akselerasi sistem kesehatan nasional yang terjadi saat ini.
Kita ambil contoh saja masalah kesehatan ibu dan anak (KIA). Semenjak dicanangkan MDGs,
yang juga merupakan salah satu tolak ukur sistem kesehatan suatu negara, , Indonesia telah
memberlakukan banyak program yang bertujuan untuk mengurangi jumlah kematian ibu dan
anak serta faktor-faktor yang menyebabkan tingginya jumlah kematian ibu anak, Hal ini
dimaksudkan untuk menjamin tercapainya target MDGs poin 4 dan 5 tentang kesehatan ibu dan
anak. Program-program tersebut memang terbukti untuk mengakselerasi sistem kesehatan
nasional yang berhubungan dengan ibu dan anak. Apabila dilihat dari data yang masuk, program-
program tersebut berhasil menurunkan angka kematian bayi bahkan lebih dari 50% dari 97
kematian per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1991 menjadi 44 kematian per 1000 kelahiran
hidup. Demikian juga angka kematian ibu yang menurun dari 390 kematian per 100.000
kelahiran hidup pada 1991 menjadi 228 kematian per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007.
Selain itu, jumlah kelahiran yang dibantu oleh tenaga kesehatan pun meningkat dari 40,70%
pada tahun 1992 menjadi 81,25% pada tahun 2011. Namun, meskipun mengalami akselerasi ke
arah yang lebih baik, akselerasi tersebut tidak cukup kuat dan cepat untuk mencapai target yang
MDGs yang ada, bahkan masih jauh kalau boleh dibilang.
Kondisi tersebut mencerminkan bahwa tidak cukup hanya pendekatan teknis yanag dilakukan
untuk mempercepat akselerasi sistem kesehatan nasional, tapi dibutuhkan pendekatan lain yang
bisa secara efektif memberikan dampak pada proses akselerasi tersebut. Untuk hal ini, Indonesia
secara umum mungkin bisa bercermin dan menarik pelajaran terhadap apa yang dilakukan oleh
salah satu kabupaten di Sulawesi yang bernama Kabupaten Takalar. Kabupaten Takalar tak
hanya menggunakan pendekatan teknis saja untuk mengakselerasi sistem kesehatannya, tapi juga
menggunakan pendekatan budaya untuk mengatasi hambatan yang ada dalam proses akselerasi.
Hal ini penting mengingat budaya bangsa yang beragam kerap menjadi suatu penghalang
masyarakat memperoleh layanan kesehatan yang adekuat dan kemudian berdampak pada proses
akselerasi sistem kesehatan nasional.
Kabupaten Takalar mempunyai permasalahan yang sama dengan daerah lain di luar pulau jawa
yakni angka kematian ibu dan anak yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan karena budaya
penduduk Takalar yang masih mempercayai dukun sebagai pembantu kelahiran mereka
dibandingkan dengan tenaga medis. Selain itu banyaknya jumlah dukun dibandingkan tenaga
kesehatan juga menjadi salah satu faktor untuk penduduk lebih memilih melahirkan didampingi
dukun disbanding tenaga kesehatan. Menurut laporan dinas terkait, jumlah dukun di kabupaten
Takalar mencapai 188 orang, sedangkan jumlah bidan hanya 130 orang. Masyarakat takalar
percaya bahwa dukun merupakan pemberi kekuatan spiritual bagi ibu yang melahirkan dan anak
yang baru lahir. Meskipun begitu, dukun tidak mempunyai kemampuan medis untuk menangani
kasus yang dapat mengancam nyawa ibu dan bayi. Sebagian besar persalinan dilakukan di rumah
dengan bantuan dukun, sehingga menyebabkan banyak kejadian komplikasi dan infeksi yang
tidak tertolong.
Untuk mengatasi hal tersebut, awalnya pemerintah melakukan intervensi dengan meningkatkan
fasilitas kesehatan serta memberikan edukasi kepada ibu-ibu hamil untuk melahirkan di sarana
kesehatan. Namun, tingginya kepercayaan terhadap dukun, keberadaannya yang dekat dengan
rumah, dan biaya yang murah membuat tingkat kelahiran yang terjadi pada sarana kesehatan
tetap rendah dan angka kematian ibu dan bayi semakin tinggi. Setelah evaluasi dilakukan,
pemerintah Kabupaten Takalar memutuskan untuk mencoba pendekatan yang berbeda kepada
masyarakat. Pendekatan ini dilakukan dengan mengintegrasikan antara sistem kesehatan dengan
budaya masyarakat. Dukun beranak ini diajak untuk berkolaborasi dengan bidan untuk
melakukan pelatihan pertolongan persalinan serta pengamatan kondisi komplikasi. Dukun juga
diajak untuk melakukan penyuluhan bersama untuk ibu hamil. Selain itu, dukun juga diberikan
intensif apabila merujuk ibu hamil ke pusat pelayanan kesehatan. Hasilnya sangat mengejutkan,
sejak sistem kolaborasi ini diterapkan, angka kematian ibu dan anak menurun hingga nol persen
di tahun 2011, dan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan meningkat drastis mencapai
96,4% pada tahun 2011.
Dari sini Indonesia bisa mengambil pelajaran bahwa untuk menimbulkan akselerasi yang lebih
baik dan lebih cepat, pemerintah tidak hanya melakukan pendekatan secara teknis saja, yang
lebih penting justru adanya pendekatan secara budaya untuk mengajak masyarakat berperan serta
dalam proses akselerasi sistem kesehatan itu sendiri.
Oleh: Muhammad Wildan Rabbani (FKUI 2010)
Referensi:
1. Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia. Report on The
Achievement of Millennium Development Goals In Indonesia 2011. Jakarta: Bappenas; 2012.
2. Dinas Kesehatan Kabupaten Takalar. Data Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi 2006-
2007. 2007.
3. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan. Laporan Pertanggungjawaban Bidang
Kesehatan Masyarakat (Program KIA 2006-2012). 2012.

Anda mungkin juga menyukai