Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 10, Oktober 2009
Pola dan Determinan Sosiodemografi Cedera Akibat Kecelakaan Lalu Lintas di Indonesia Woro Riyadina, Suhardi, Meda Permana Pusat Penelitian Pengembangan Biomedis dan Farmasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI Abstrak: Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab terbanyak terjadinya cedera di seluruh dunia. Cedera akibat kecelakaan lalu lintas adalah penyebab utama kematian dan disabilitas (ketidakmampuan) secara umum terutama di negara berkembang. Artikel ini bertujuan menggambarkan pola dan determinan sosiodemografi cedera akibat kecelakaan lalu lintas pada masyarakat Indonesia. Analisis menggunakan data kesehatan masyarakat hasil wawancara pada Riskesdas tahun 2007 dari 33 provinsi di Indonesia sebanyak 928.317 responden. Variabel dependen adalah cedera akibat kecelakaan lalu lintas. Variabel independen adalah karakteristik sosiodemografi (umur, jenis kelamin, hubungan dengan kepala keluarga, pendidikan dan pekerjaan, status ekonomi) dan variabel wilayah (provinsi dan perkotaan dan perdesaan). Analisis dilakukan dengan complex samples serta dilakukan pembobotan. Data dianalisis dengan uji Chi square dan atau regresi logistik untuk menguji hubungan serta menghitung angka risiko (crude OR dan adjusted OR). Hasil menunjukkan bahwa proporsi cedera akibat kecelakaan lalu lintas sebesar 27% dari semua cedera. Pola bagian tubuh yang terkena cedera yaitu kaki (63,8%), tangan (47,8%), kepala (19,6%) dan badan (10,2%) dengan luka lecet (65,9%), memar (49%), luka terbuka (26,7%), terkilir/teregang (21%) serta patah tulang/anggota tubuh terputus sekitar 9,1%. Determinan cedera akibat kecelakaan lalu lintas meliputi umur 15-59 tahun (OR 3,31; 95% CI 2,97-3,69), laki-laki (OR 1,55; 95% CI 1,45-1,66), tingkat pendidikan sedang (SMU) dengan OR 1,50 (95% CI 1,41-1,60), pegawai (OR 1,54; 95% CI 1,36-1,74), tinggal di perkotaan (OR 1,12; 95% CI 1,05-1,19) dan tingkat pengeluaran per kapita tinggi (OR 1,50; 95% CI 1,36-1,65). Disimpulkan bahwa proporsi cedera akibat lalu lintas di Indonesia cukup tinggi dengan tingkat keparahan yang tinggi pula. Oleh karena itu, masalah cedera akibat kecelakaan lalu lintas sudah saatnya diangkat menjadi isu nasional yang pengendaliannya perlu mendapat prioritas. Kata Kunci: determinan, sosiodemografi, cedera, kecelakaan lalu lintas 464 Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 10, Oktober 2009 The Pattern and Sociodemographic Determinant of Traffic Injury in Indonesia Woro Riyadina, Suhardi, Meda Permana Biomedic and Pharmaceutical Research Development, Research Development Center, Indonesian Ministry of Health Abstract: Traffic accident is the cause of most injuries occurred in the world. Traffic injury is a major cause of death and disability, especially in developing countries. This article aimed to describe the pattern and sociodemographic determinant of traffic injury in Indonesia. A public health data from 2007 basic health survey (Riskesdas) with 928 317 respondents from 33 provinces in Indonesia was analyzed. The dependent variable was traffic accident injury. Indepen- dent variables included sosiodemographic characteristics (age, sex, relationships with family household, education, employment, economic status) and regions (provinces, urban or rural). Data was analyzed using complex samples and weighted. Crude odd ratio (OR) and adjusted OR were calculated. Results showed that the proportion of traffic accident injury was 27% of all injuries. The pattern of the body affected by injury are feet (63.8%), hands (47.8%), head (19.6%) and trunk (10.2%); with superficial injuries (65.9%), hematome (49.0%), wound (26.7%), sprained (21.0%) and fracture or amputation (approximately 9.1%). Determinants of the traffic injury included age 15-59 years (OR 3.31, 95% CI 2.97-3.69), male gender (OR 1.55, 95% CI 1.45- 1.66), middle education level (OR 1.50, 95% CI 1.41-1.60), employment (OR 1.54, 95% CI 1.36- 1.74), urban area (OR 1.12, 95% CI 1.05 -1.19) and high economic status (OR 1.50, 95% CI 1.36-1.65). In conclusion, the proportion and severity of traffic accident injury in Indonesia is rather high and therefore, it has to be considered as a national issue and the government should prioritize its control measures. Keywords: determinant, sociodemographic, traffic injury Pendahuluan Cedera sudah menjadi masalah utama kesehatan masyarakat di seluruh negara dan lebih dari dua per tiga dialami oleh negara berkembang. 1,2 Kematian akibat cedera diproyeksikan meningkat dari 5,1 juta menjadi 8,4 juta (9,2% dari kematian secara keseluruhan) dan diestimasikan menempati peringkat ketiga disability adjusted life years (DALYs) pada tahun 2020. 3,4 Masalah cedera memberikan kontribusi pada kematian sebesar 15%, beban penyakit 25% dan kerugian ekonomi 5% growth development product (GDP). 5 Di Indonesia, kerugian ekonomi akibat cedera khususnya untuk lalu lintas diperkirakan sebesar 2,9% pendapatan domestik bruto (PDB). 6 Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab terbanyak terjadinya cedera di seluruh dunia. Kecelakaan lalu lintas menempati urutan ke-9 pada DALY dan diperkirakan akan menempati peringkat ke-3 di tahun 2020 7 sedangkan di negara berkembang urutan ke-2. 8 Cedera akibat kecelakaan lalu-lintas adalah penyebab utama kematian dan disabilitas (ketidak- mampuan) secara umum terutama di negara berkembang. 8 Di Indonesia, kecelakaan lalu lintas merupakan salah satu prioritas penanggulangan penyakit tidak menular ber- dasarkan Kepmenkes 116/Menkes/SK/VIII/2003. Kematian akibat kecelakaan lalu lintas di Indonesia menunjukkan kecenderungan yang meningkat, yaitu dari 1,0% 9 pada tahun 1986, menjadi 1,5% 10 pada tahun 1992, 1,9% pada tahun 1995 11 , 3,5% 12 pada tahun 1998 dan menjadi 5,7% 13 di tahun 2001. Di Indonesia sebagian besar (70,0%) korban kecelakaan lalu lintas adalah pengendara sepeda motor yang berusia produktif (15-55 tahun) dan berpenghasilan rendah. Cedera kepala (33,2%) menempati peringkat pertama pada urutan cedera yang dialami oleh korban kecelakaan lalu lintas. 14 Cedera akibat kecelakaan lalu lintas merupakan faktor eksternal penyebab cedera yang tidak disengaja (uninten- tional injury). 5 Menurut teori Haddix, cedera dipengaruhi oleh faktor manusia (host), penyebab (agent) dan lingkungan (environment). 15 Salah satu cara pendekatan epidemiologi berbasis kesehatan masyarakat untuk pencegahan cedera yaitu menggambarkan besaran masalah, ruang lingkup dan karakteristik, serta mengidentifikasi faktor yang meningkatkan risiko cedera dan disabilitas maupun faktor yang dapat dimodifikasi. 5 Data cedera akibat kecelakaan lalu lintas baik darat, laut dan udara di Indonesia masih terbatas. Data cedera akibat Pola dan Determinan Sosiodemografi Cedera Akibat Kecelakaan Lalu Lintas 465 Pola dan Determinan Sosiodemografi Cedera Akibat Kecelakaan Lalu Lintas Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 10, Oktober 2009 kecelakaan lalu lintas masih bersifat lokal dan berbasis rumah sakit (IGD), laporan kasus di TKP (tempat kejadian perkara), dari Kepolisian Lalu Lintas dan Dinas Perhubungan. Belum ada data cedera yang berbasis populasi masyarakat dan untuk tingkat nasional. Atas dasar itu, diperlukan evidence based baseline data sehingga dapat dimanfaatkan untuk program pencegahan. Untuk mendapatkan gambaran atau pola besaran masalah cedera akibat kecelakaan lalu lintas pada tingkat nasional serta determinan sosiodemografinya yang berbasis masyarakat, maka perlu dilakukan analisis lanjut data cedera hasil survei Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) oleh Badan Pengembangan dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Depkes RI bekerjasama dengan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) oleh BPS pada tahun 2007. Tujuan artikel ini adalah untuk menggambarkan pola dan determinan sosiodemografi cedera akibat kecelakaan lalu lintas pada masyarakat Indonesia. Artikel hasil analisis lanjut data Riskesdas tahun 2007 ini diharapkan bisa dimanfaakan sebagai bahan pertimbangan kepada pemegang program dan pemerintah untuk bisa memberikan prioritas untuk masalah cedera akibat kecelakaan lalu lintas menjadi isu nasional yang membutuhkan upaya pengendalian secara terintegrasi dan sinergis. Metode Artikel ini merupakan analisis lanjut data kesehatan masyarakat dengan desain analisis deskriptif (estimasi prevalensi dan proporsi) dan analitik/komparatif (hubungan variabel dan besaran risiko/OR). Besar sampel sebanyak 928 317 data kesehatan masyarakat (Kesmas) dari 33 propinsi hasil survei Riskesdas tahun 2007. Cara pengambilan sampel adalah cluster sampling dengan menggunakan BS dari BPS. Kriteria inklusi responden Kesmas adalah semua kelompok umur dan kriteria eksklusinya meliputi data tidak lengkap (missing ada pertanyaan b29 - b32), pengenalan tempat tidak jelas (kode propinsi dan klasifikasi kota desa salah atau meragukan) dan nilai ekstrim (outlayer). Variabel dependen (terikat) adalah cedera akibat kece- lakaan lalu lintas yang dilaporkan selama waktu 12 bulan terakhir. Sedangkan variabel independen (bebas) meliputi karakteristik sosiodemografi (umur, jenis kelamin, hubungan dengan kepala keluarga/KK, pendidikan, pekerjaan), status ekonomi (tingkat pengeluaran per kapita) dan lokasi (wilayah provinsi dan tipe daerah perkotaan atau perdesaan). Instrumen pengumpulan data primer Riskesdas adalah kuesioner individu (RKD07.IND). Variabel cedera diperoleh dari variabel b29, b30, b31 dan b32. Untuk responden yang mengalami cedera lebih dari satu kali maka informasi data yang dipakai adalah data cedera yang paling akhir. Variabel umur, jenis kelamin, hubungan dengan KK, pendidikan dan pekerjaan diperoleh dari variabel RT Blok4 (b4k5, b4k4, b4k3, b4k7 dan b4k8). Variabel status ekonomi diperoleh dari data kuintil dari Susenas BPS yang sudah digabung dalam data individu. Data yang dianalisis merupakan gabungan (merg- ing) dari data rumah tangga (RKD07.RT), data anggota rumah tangga atau individu (RKD07.IND) dan data Susenas. Analisis data dilakukan dengan complex samples karena mempertimbangkan desain samping pada pengambilan sampel Riskesdas yaitu melalui stratifikasi dan blok sensus (BS) sebagai primary samples unit (PSU) serta pembobotan. Dilakukan analisis deskriptif untuk estimasi prevalensi dan proporsi serta uji Chi-square dan atau regresi logistik untuk menguji hubungan serta menghitung rasio odds (OR). Hasil analisis bivariat ditunjukkan dengan angka crude OR sedangkan hasil analisis multivariat (hubungan variabel terikat dengan beberapa variabel bebas) ditunjukkan dengan adjusted OR. Untuk nilai crude OR pada umumnya mengalami penurunan angka untuk menjadi nilai adjusted OR. Adjusted OR merupakan nilai risiko yang sebenarnya karena sudah merupakan nilai risiko dengan mengendalikan determinan (variabel) yang lain. Kriteria seleksi untuk variabel dari analisis bivariat yang bisa masuk dalam analisis multivariat yaitu variabel yang mempunyai nilai signifikansi (nilai p) maksimum 0,25 atau p<0,25. Hasil Cedera akibat kecelakaan lalu lintas merupakan gabu- ngan (komposit) dari 3 variabel yaitu cedera akibat kecelakaan lalu lintas darat, laut dan udara. Jumlah data cedera yang setelah lengkap (sesuai kriteria inklusi dan eksklusi) yang dilakukan analisis lanjut yang meliputi 33 provinsi di Indone- sia sebanyak 928 317 orang. Jumlah responden yang menjawab pernah mengalami cedera selama kurun waktu 12 bulan terakhir sebanyak 77 248 orang sehingga prevalensi cedera adalah 7,9%. Dari jumlah responden yang mengalami cedera (77 248) ada 20 829 (27%) orang mengalami cedera akibat kecelakaan lalu lintas, sisanya disebabkan oleh cedera yang lain (63%). Cedera Akibat Kecelakaan Lalu Lintas Hasil analisis lanjut data Riskesdas tahun 2007 menunjukkan bahwa proporsi cedera akibat lalu lintas secara nasional sebesar 27,0% (95% CI 26,4 27,5). Pola proporsi cedera akibat kecelakaan lalu lintas menurut provinsi ditampilkan pada tabel grafik 1. Menurut wilayah provinsi terlihat bahwa proporsi cedera tertinggi terdapat di Provinsi DI Yogyakarta (44,7%) dan terendah ditemukan di Provinsi Nusa Tenggara Timur (15,1%). Ada 17 provinsi yang mempunyai angka proporsi cederanya melebihi angka nasional. Adapun pola cedera menurut karakteristik responden disajikan pada tabel 1. Menurut kelompok umur, cedera akibat kecelakaan lalu lintas mayoritas dialami oleh kelompok umur dewasa (15-59 tahun) yaitu sebesar 38,8% (95% CI 38,0 39,5) dan berbeda bermakna (p<0,001) untuk masing-masing untuk kelompok umur. Selanjutnya diikuti oleh proporsi cedera akibat kecelakaan lalu lintas pada lanjut usia (lansia) yaitu 13,3% 466 Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 10, Oktober 2009 Pola dan Determinan Sosiodemografi Cedera Akibat Kecelakaan Lalu Lintas 36.7 32.5 26.6 31.7 32.0 30.8 45.0 36.5 34.8 33.1 28.3 27.8 25.3 44.7 24.7 31.1 30.6 26.2 15.1 25.4 23.9 18.4 31.3 31.4 22.2 22.9 24.2 31.7 17.7 20.4 20.7 22.9 16.3 27.0 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0 40.0 45.0 50.0 Ser i es1 Grafik 1. Proporsi Cedera Akibat Kecelakaan Lalu Lintas Menurut Provinsi, Riskesdas 2007 (95% CI 12,2-14,6%) dan anak-anak sekitar 11,3 % (95% CI 10,711,9%). Cedera akibat kecelakaan lalu lintas lebih tinggi pada laki-laki yaitu 31,9% (95% CI 31,2-32,6%) dibandingkan dengan perempuan yaitu sekitar 19,8% (95% CI 19,220,5%). Perbedaan proporsi cedera akibat kecelakaan lalu lintas menurut jenis kelamin tersebut berbeda bermakna (p<0,001). Adapun menurut tingkat pendidikan responden, cedera akibat kecelakaan lalu lintas menunjukkan kecenderungan hubungan positif, yaitu semakin tinggi tingkat pendidikan responden proporsi cedera makin besar. Berdasarkan pada status pekerjaan, proporsi cedera karena kecelakaan lalu lintas paling banyak ditemukan pada responden yang bekerja sebagai pegawai yaitu 55,0% (95% CI 52,957,1%), wira- swasta sekitar 46,9% (95% CI 45,248,6%) dan pekerja lainnya sekitar 42,7% (95% CI 39,346,1%). Menurut tipe daerah, proporsi kejadian cedera akibat kecelakaan transportasi lebih tinggi pada responden yang bertempat tinggal di perkotaan yaitu sebesar 30,4% (95% CI 29,431,3%) dibandingkan dengan di perdesaan yaitu sekitar 24,2% (95% CI 23,624,9%) dengan perbedaan yang bermakna (p<0,001). Menurut status ekonomi berdasarkan tingkat penge- luaran per kapita menunjukkan kecenderungan hubungan positif yaitu dengan semakin tinggi status ekonomi maka semakin tinggi pula proporsi cedera akibat kecelakaan lalu lintas. Untuk status ekonomi dengan kuintil 1 menunjukkan proporsi cedera paling rendah yaitu sekitar 21% (95% CI 20,122,0%) dan kuintil 5 menunjukkan proporsi paling tinggi yaitu 35,2% (95% CI 33,736,6%). Bagian Tubuh yang Cedera Bagian tubuh yang mengalami cedera dikatagorikan menjadi 4 bagian yaitu kepala, badan, tangan dan kaki. Proporsi bagian tubuh yang mengalami cedera akibat kecelakaan lalu lintas diperlihatkan pada tabel 2. Responden yang pernah mengalami kecelakaan lalu lintas kebanyakan mengalami cedera di bagian kaki yaitu (63,8%) dan bagian tangan (47,8%). Pola ini menunjukkan bahwa bagian Tabel 1. Proporsi Cedera Akibat Kecelakaan Lalu Lintas Menurut Karakteristik Responden di Indonesia, Riskesdas 2007 Variabel Kecelakaan lalu lintas Total Ya Tidak n n (%) n (%) Kelompok umur Lanjut usia (Lansia) 834 (13,3) 5 418 (86,7) 6 252 Dewasa 16 887 (38,8) 26 654 (61,2) 43 541 Anak-anak 3 108 (11,3) 24 348 (88,7) 27 455 Jenis kelamin Laki-laki 14 571 (31,9) 31 136 (68,1) 45 707 Perempuan 6 257 (19,8) 25 284 (80,2) 31 541 Hubungan dengan KK Kepala rumah tangga 6 842 (34,1) 13 199 (65,9) 20 041 Istri/suami 2 097 (20,2) 8 270 (79,8) 10 367 Menantu 512 (41,1) 732 (58,9) 1 244 Cucu 537 (13,7 3 384 (86,3) 3 921 Orang tua/mertua 117 (8,1) 1 321 (91,9) 1 438 Famili lain 514 (29,5) 1 231 (70,5) 1 745 Pembantu RT 22 (15,9) 116 (84,1) 138 Lainnya 94 (34,6) 178 (65,4) 272 Anak 10 094 (26,5) 27 988 (73,5) 38 082 Pendidikan Tinggi 991 (50,8) 959 (49,2) 1 950 Sedang 9 818 (47,5) 10 855 (52,5) 20 673 Rendah 8 626 (23,3) 28 453 (76,7) 37 078 Pekerjaan Sekolah 3 955 (29,0) 9 666 (71,0) 13 621 Ibu rumah tangga 1 306 (19,6) 5 365 (80,4) 6.671 Pegawai 2 634 (55,0) 2 157 (45,0) 4.791 Wiraswasta 3 489 (46,9) 3 950 (53,1) 7.439 Petani/nelayan/buruh 4 846 (27,4) 12 826 (72,6) 17 672 Lainnya 651 (42,7) 875 (57,3) 1 526 Tidak Kerja 2 571 (31,9) 5 481 (68,1) 8 052 Tipe daerah Perkotaan 100 426 (30,4) 23 903 (69,6) 34 339 Perdesaan 10 402 (24,2) 32 516 (75,8) 42 918 Tingkat pengeluaran per kapita Kuintil 5 4 048 (35,2) 7 461 (64,8) 11 509 Kuintil 4 4 260 (30,6) 9 680 (69,4) 13 940 Kuintil 3 4 322 (27,8) 11 231 (72,2) 15 553 Kuintil 2 4 224 (24,5) 12 999 (75,5) 17 223 Kuintil 1 3 957 (21,0) 14 843 (79,0) 18 800 Total 20 829 (27,0) 56 419 (73,0) 77 248 467 Pola dan Determinan Sosiodemografi Cedera Akibat Kecelakaan Lalu Lintas Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 10, Oktober 2009 ekstremitas atau anggota gerak (kaki dan tangan) masih mendominasi cedera sebagai akibat dari kecelakaan lalu lintas. Cedera di bagian ekstremitas/anggota gerak bawah (kaki) juga masih menduduki peringkat yang paling atas untuk cedera akibat kecelakaan lalu lintas. Tabel 2. Proporsi Bagian Tubuh yang Cedera Akibat Kece- lakaan Lalu Lintas di Indonesia, Riskesdas 2007 Bagian tubuh yang f % Kepala 4 089 19,6 0, 4 18,9 20,4 Badan 2 130 10,2 0, 3 9,7 10,8 Tangan 9 947 47,8 0, 5 46,8 48,7 Kaki 13 281 63,8 0, 5 62,8 64,7 Jenis Cedera Akibat Kecelakaan Lalu Lintas Jenis cedera atau jenis luka yang dialami responden sebagai akibat kecelakaan lalu lintas diperlihatkan dalam tabel 3. Tabel 3. Proporsi Jenis Cedera Akibat Kecelakaan Lalu Lintas di Indonesia, Riskesdas 2007 Jenis cederan=20 829 f % SE 95% CI Benturan/memar 10 202 49,0 0, 5 47,9 50,0 Luka lecet 13 716 65,9 0, 5 64,9 66,8 Luka terbuka 5 567 26,7 0, 5 25,7 27,7 Luka baker 389 1,9 0, 1 1,6 2, 2 Terkilir/teregang 4 378 21,0 0, 4 20,2 21,9 Patah tulang 1 770 8,5 0, 3 8,0 9, 0 Anggota gerak terputus 212 1,0 0, 1 0,9 1, 2 Keracunan 303 1,5 0, 1 1,2 1, 7 Lainnya 355 1,7 0, 1 1,5 2, 0 Tampak bahwa terdapat 4 proporsi terbanyak yaitu luka lecet sebesar 65,9%, benturan (luka memar) 49,0%, luka terbuka 26,7% dan terkilir/teregang 21,0%. Proporsi Cedera Patah Tulang dan atau Anggota Gerak Terputus Keparahan cedera diklasifikasikan berdasarkan jenis luka yang dialami responden yaitu parah apabila mengalami 13.6 9.5 12.3 13.2 9.8 16.3 4.8 10.3 12.0 7.3 5.5 8.7 9.4 12.2 10.1 7.6 10.3 8.1 8.1 7.1 8.1 5.2 5.3 6.8 9.5 7.6 6.7 4.3 6.3 8.8 9.7 7.6 10.8 9.1 0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0 12.0 14.0 16.0 18.0 Series1 patah tulang dan atau anggota gerak terputus (anggota gerak terputus) sedangkan jenis luka lainnya termasuk dalam kategori tidak parah. Proporsi cedera patah tulang dan atau anggota gerak terputus akibat kecelakaan lalu lintas menurut provinsi disajikan pada grafik 2 Berdasarkan provinsi, cedera patah tulang dan atau anggota gerak terputus akibat kecelakaan lalu lintas tertinggi terdapat di Provinsi Sumatera Selatan (16,3%) dan terendah di Provinsi Gorontalo (4,3%). Dari grafik 2 terlihat bahwa ada 15 provinsi yang mempunyai angka proporsi cedera patah tulang dan atau anggota gerak terputus yang melebihi angka proporsi nasional (9,1%). Proporsi cedera patah tulang dan atau anggota gerak terputus akibat kecelakaan lalu lintas menurut pembagian jenis kelamin dan tipe daerah disajikan pada tabel 4. Tabel 4. Proporsi Cedera Patah Tulang dan atau Anggota Gerak Terputus Akibat Kecelakaan Lalu Lintas Menurut Jenis Kelamin dan Tipe Daerah di Indonesia, Riskes- das 2007 Karakteristik res- Patah tulang dan atau anggota gerak ponden terputus f % SE 95% CI p Jenis kelamin 0,017 Laki-laki 1 382 9, 5 0, 3 8,8-10,2 Perempuan 507 8, 1 0, 5 7,2- 9,1 Tipe daerah 0,945 Perkotaan 944 9, 1 0, 4 8,3- 9,9 Perdesaan 946 9, 1 0, 4 8,4- 9,8 Total 1 889 9, 1 0, 3 8,5- 9,6 Data Riskesdas menunjukkan bahwa secara nasional cedera akibat kecelakaan lalu lintas yang termasuk dalam katagori parah (patah tulang/anggota gerak terputus sekitar 9,1% (95% CI 8,5-9,6). Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki lebih banyak yang mengalami cedera patah tulang/anggota gerak terputus dibandingkan dengan perempuan. Perbedaan ini bermakna secara statistik (p=0,017). Grafik 2. Proporsi Cedera Patah Tulang dan atau Anggota Gerak Terputus Akibat Kecelakaan Lalu Lintas Menurut Provinsi di Indonesia, Riskesdas 2007 468 Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 10, Oktober 2009 Pola dan Determinan Sosiodemografi Cedera Akibat Kecelakaan Lalu Lintas Adapun berdasarkan tipe daerah menggambarkan bahwa untuk responden yang bertempat tinggal baik di perkotaan maupun di perdesaan mempunyai proporsi cedera patah tulang dan atau anggota gerak terputus akibat kecelakaan lalu lintas yang sama besarnya yaitu sekitar 9,1% atau tidak ada perbedaan proporsi menurut tipe daerah (p=0,945). Analisis Bivariat dan Multivariat Determinan Cedera akibat Kecelakaan Lalu Lintas Analisis bivariat memperlihatkan gambaran bahwa semua determinan berhubungan bermakna (p<0,05) dengan cedera akibat kecelakaan lalu lintas (tabel 5). Dengan de- mikian seluruh determinan dimasukkan ke dalam analisis multivariat. Tabel 5. Hubungan Bivariat Cedera Akibat Kecelakaan Lalu Lintas di Indonesia, Riskesdas 2007 Determi nan OR 95% CI Nilai p Kelompok umur <0,001 Lanjut usia (Lansia) 1,21 1,07-1,36 Dewasa 4,96 4,65-5,30 Anak-anak 1,00 Referens Jenis kelamin Laki-laki 1,89 1,80-1,98 <0,001 Perempuan 1,00 Referens Hubungan dengan KK <0,001 Kepala rumah tangga 1,44 1,36-1,52 Suami/istri 0,70 0,65-0,76 Menantu 1,94 1,65-2,27 Cucu 0,44 0,38-0,50 Orang tua/mertua 0,24 0,18-0,33 Famili lain 1,16 1,00-1,34 Pembantu RT 0,52 0,27-1,00 Lainnya 1,47 1,00-2,14 Anak 1,00 Referens Pendidikan <0,001 Tinggi 3,41 3,01-3,86 Sedang 2,98 2,83-3,14 Rendah 1,00 Referens Pekerjaan <0,001 Sekolah 0,87 0,80-0,95 Ibu rumah tangga 0,52 0,46-0,58 Pegawai 2,60 2,34-2,89 Wiraswasta 1,88 1,71-2,07 Petani/nelayan/buruh 0,81 0,74-0,87 Lainnya 1,59 1,36-1,85 Tidak Kerja 1,00 Referens Tipe daerah <0,001 Perkotaan 1,36 1,29-1,44 Perdesaan 1,00 Referens Tingkat pengeluaran <0,001 per kapita Kuintil 5 2,03 1,87-2,10 Kuintil 4 1,65 1,52-1,79 Kuintil 3 1,44 1,34-1,56 Kuintil 2 1,22 1,13-1,31 Kuintil 1 1,00 Referens Hasil analisis multivariat disajikan di tabel 6 . Risiko mengalami cedera akibat kecelakaan lalu lintas untuk umur dewasa sebesar 3,31 kali (95% CI 2,97-3,69) dibandingkan dengan anak-anak. Adapun untuk lanjut usia (lansia) berisiko cedera akibat kecelakaan lalu lintas sebesar 1,37 kali (95% CI 1,18-1,60) dibandingkan anak-anak. Laki-laki lebih berisiko 1,55 kali (95% CI 1,45-1,66) dibandingkan perempuan. Sedangkan untuk status hubungan dengan kepala keluarga ternyata menunjukkan hubungan yang protektif yaitu nilai OR berada di bawah angka 1. Cedera akibat kecelakaan lalu lintas lebih berisiko pada responden yang mempunyai tingkat pendidikan lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pendidikan rendah. Responden dengan pendidikan sedang berisiko 1,50 kali (95% CI 1,41- 1,60) dan pendidikan tinggi berisiko 1,42 kali (95% CI 1,23- 1,65). Berdasarkan status pekerjaan, status pegawai dan wiraswasta yang lebih berisiko dibandingkan dengan status tidak kerja. Responden yang bertempat tinggal di perkotaan mempunyai risiko 1,12 kali (95% CI 1,05-1,19) mengalami 469 Tabel 6. Hubungan Multivariat Cedera akibat Kecelakaan Lalu Lintas di Indonesia, Riskesdas 2007 Determi nan OR 95% CI Nilai p Kelompok umur <0,001 Lanjut usia (Lansia) 1,37 1,18-1,60 Dewasa 3,31 2,97-3,69 Anak-anak 1,00 Referens Jenis kelamin <0,001 Laki-laki 1,55 1,45-1,66 Perempuan 1,00 Referens Hubungan dengan KK <0,001 Kepala rumah tangga 0,59 0,55-0,63 Istri/suami 0,46 0,41-0,51 Menantu 0,71 0,60-0,84 Cucu 0,81 0,67-0,98 Orang tua/mertua 0,28 0,21-0,38 Famili lain 0,66 0,56-0,77 Pembantu RT 0,19 0,09-0,38 Lainnya 0,60 0,40-0,90 Anak 1,00 Referens Pendidikan <0,001 Tinggi 1,42 1-23-1,65 Sedang 1,50 1,41-1,60 Rendah 1,00 Referens Pekerjaan <0,001 Sekolah 0,96 0,86-1,06 Ibu rumah tangga 0,77 0,67-0,88 Pegawai 1,54 1,36-1,74 Wiraswasta 1,46 1,31-1,63 Petani/nelayan/buruh 0,78 0,71-0,86 Lainnya 1,33 1,13-1,58 Tidak Kerja 1,00 Referens Tipe daerah 0,001 Perkotaan 1,12 1,05-1,19 Perdesaan 1,00 Referens Tingkat pengeluaran <0,001 per kapita Kuintil 5 1,50 1,36-1,65 Kuintil 4 1,38 1,26-1,51 Kuintil 3 1,29 1,18-1,40 Kuintil 2 1,13 1,04-1,23 Kuintil 1 1,00 Referens Pola dan Determinan Sosiodemografi Cedera Akibat Kecelakaan Lalu Lintas Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 10, Oktober 2009 cedera akibat kecelakaan lalu lintas dibandingkan dengan responden yang bertempat tinggal di pedesaan. Hasil analisis menggambarkan adanya kecenderungan status ekonomi menunjukkan hubungan yang positif yaitu semakin tinggi status ekonomi diikuti dengan kenaikan risiko. Kuintil 5 (pengeluaran paling banyak) mempunyai risiko paling besar yaitu 1,50 kali (95% CI 1,36-1,65) dibandingkan dengan kuintil 1 (pengeluaran paling sedikit). Apabila dilihat seluruh determinan, maka determinan yang mempunyai hubungan yang paling kuat (nilai OR pal- ing besar) adalah determinan umur, khususnya untuk kelompok umur dewasa (15-59 tahun) dengan risiko 3,31 kali (95% CI 2,97-3,69) mengalami cedera akibat kecelakaan lalu lintas. Jadi dapat dikatakan bahwa cedera akibat kecelakaan lalu lintas berhubungan bermakna (p<0,05) kelompok umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status pekerjaan, tipe daerah dan tingkat pengeluaran perkapita (status ekonomi). Diskusi Data cedera diperoleh dengan teknik wawancara kepada responden tentang pengalaman pernah (recall) mengalami cedera akibat kecelakaan lalu lintas dalam kurun waktu 12 bulan terakhir. Responden di bawah umur (<15 tahun) ditanyakan kepada pendamping atau orang tuanya. Recall bias bisa terjadi dalam proses pengumpulan data cedera karena adanya bias ingatan dan tidak tepatnya jawaban tentang cedera (penyebab, bagian tubuh, sifat) yang dialami. Kecelakaan lalu lintas merupakan gabungan (komposit) dari 3 jenis kecelakaan, yaitu kecelakaan lalu lintas darat, laut dan udara. Dari ketiga penyebab kecelakaan tersebut proporsi yang paling dominan adalah kecelakaan lalu lintas darat. Proporsi cedera akibat kecelakaan lalu lintas di Indonesia sebesar 27,0% dari semua cedera pada semua kelompok umur. Adapun menurut hasil survei SKRT (Survei Kesehatan Rumah Tangga) prevalensi cedera akibat kecelakaan lalu lintas didapatkan sebesar 3% dari seluruh populasi Jawa Bali. 16 Proporsi hasil Riskesdas 2007 sedikit lebih rendah apabila dibandingkan dengan Nikaragua (29%) 17 dan India (31%). 18 Angka proporsi kecelakaan lalu lintas tersebut lebih tinggi jika dibandingkan proporsi secara global di dunia yaitu sekitar 22,8%. 19. Tingginya angka proporsi cedera akibat kecelakaan lalu lintas di Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor antara lain seperti meningkatnya jumlah kendaraan bermotor dari tahun ke tahun, perilaku pengemudi dan rendahnya pemakaian APD (alat pelindung diri), dan lain sebagainya. Data dari Kepolisian menyebutkan bahwa pertambahan kendaraan bermotor di Indonesia sekitar 5-10% per tahun dan angka kejadian kecelakaan sekitar 32,4% dari semua kendaraan pada tahun 2004.
Dalam perkembangan sistem lalu lintas kendaraan bermotor mengindikasikan peningkatan kejadian kecelakaan lalu lintas. Pada tahun 2004, pertambahan volume kendaraan meningkat secara cepat terutama sepeda motor dengan populasi sebesar 69,3% dari seluruh kendaraan bermotor yang ada. Kontribusi sepeda motor terhadap kecelakaan secara nasional sebesar 80,3% dan di Jakarta sebesar 59,2%. 20 Menurut karakteristik responden, cedera akibat kecelakaan lalu lintas memperlihatkan pola sebagai berikut, mayoritas terjadi pada kelompok dewasa (1559 tahun), lebih banyak pada laki-laki dan kebanyakan status sebagai menantu dan sebagai kepala keluarga (KK) dengan tingkat pendidikan tinggi dan pada umumnya bekerja sebagai pegawai. Data dari Jasa Marga juga menyatakan bahwa risiko kecelakaan lalu lintas dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin. Hampir 50% kematian global terjadi pada golongan dewasa dengan kisaran umur 15-44 tahun dan menimpa laki-laki hampir 3 kali lebih besar dibandingkan perempuan. 19 Umur dewasa merupakan kelompok usia produktif yang mana mempunyai mobilitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok umur lain. Laki-laki mayoritas banyak beraktivitas di luar rumah untuk bekerja sehingga mempunyai risiko lebih tinggi mengalami cedera. Melihat kondisi tersebut, maka perlu dipertimbangkan bentuk program pencegahan cedera akibat kecelakaan lalu lintas dengan pendekatan yang sesuai dengan karakteristik responden. Cedera akibat kecelakaan lalu lintas banyak dialami oleh responden baik yang bertempat tinggal di perkotaan dibandingkan di pedesaan dengan perbedaan proporsi yang bermakna (p<0,001). Kondisi ini konsisten dan sesuai dengan hasil penelitian di negara berkembang yang lainnya, misalnya Tanzania, bahwa kasus cedera akibat kecelakaan lalu lintas lebih banyak terjadi di perkotaan. 21 Hubungan antara tingkat pengeluaran per kapita dengan cedera akibat kecelakaan lalu lintas menunjukkan pola kecenderungan yang positif, yaitu semakin tinggi tingkat pengeluaran per kapita (kaya) semakin tinggi proporsi cedera. Hal ini juga dapat dikatakan bahwa responden dengan sta- tus ekonomi paling mampu (Kuintil 5) cenderung mengalami cedera akibat kecelakaan lalu lintas dibandingkan dengan status ekonomi yang lebih rendah. Pola bagian tubuh yang cedera akibat kecelakaan lalu lintas sama dengan pola cedera sebelumnya yakni sebagian besar cedera terdapat di bagian kaki diikuti bagian tangan, kepala dan badan sedangkan jenis luka terbanyak adalah luka lecet diikuti memar, luka terbuka dan terkilir/teregang. Pola ini hampir sama yang terjadi di India: terbanyak bagian ekstremitas (62,2%) dan luka lecet (47,4%). 18 Hasil penelitian di rumah sakit 5 provinsi di Indonesia menunjukkan bahwa bagian tubuh yang cedera paling banyak di kepala, kaki dan tangan. 14 Melihat jenis lukanya maka cedera akibat kecelakaan lalu lintas menunjukkan cedera yang lebih serius dibandingkan dengan cedera akibat yang lain (proporsi luka terbuka 26,7%, patah tulang 8,5% dan anggota gerak terputus/ anggota gerak terputus 1%). Hal tersebut menggambarkan bahwa cedera akibat kecelakaan lalu lintas lebih membutuhkan tindakan pengobatan yang lebih intensif atau rawat inap di unit pelayanan kesehatan serta waktu pemulihan (sembuh) 470 Pola dan Determinan Sosiodemografi Cedera Akibat Kecelakaan Lalu Lintas Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 10, Oktober 2009 yang lebih lama serta kemungkinan menimbulkan kecacatan. Proporsi cedera patah tulang dan atau anggota gerak terputus akibat kecelakaan lalu lintas sekitar 9,1%. Angka ini jauh lebih tinggi apabila dibandingkan baik dengan angka nasional (4,9%). Adapun menurut provinsi ternyata ada 15 provinsi yang mempunyai angka proporsi yang lebih tinggi dari angka cedera patah tulang dan atau anggota gerak terputus akibat kecelakaan lalu lintas nasional. Hal ini perlu mendapat perhatian yang lebih serius karena dampak dari keparahan cedera akibat kecelakaan lalu lintas ini akan bisa menimbulkan kecacatan dan ketidakmampuan (disabilitas). Tingginya angka keparahan cedera akibat kecelakaan lalu lintas juga dinyatakan oleh WHO bahwa kecelakaan lalu lintas mempunyai tingkat fatalitas yang tinggi dan dampaknya pada disabilitas. 19 Hasil penelitian pada korban kecelakaan sepeda motor di 5 rumah sakit di DKI Jakarta menunjukkan bahwa 41,9% korban mengalami cedera parah khususnya di bagian kepala (53,4%) dan kematian sebesar 7,0%. 22 Pola cedera patah tulang dan atau anggota gerak terputus akibat kecelakaan lalu lintas lebih tinggi dialami oleh laki-laki (sesuai dengan jumlah kasus) akan tetapi proporsinya tidak berbeda antara perkotaan dengan perdesaan (p=0,945). Cedera patah tulang dan atau anggota gerak terputus lebih tinggi pada laki-laki dikarenakan laki-laki mempunyai kecenderungan mengalami kecelakaan (prone) karena pada umumnya mempunyai perilaku mengemudi dengan kecepatan yang tinggi sehingga menyebabkan kecelakaan yang lebih fatal dibandingkan dengan perempuan. Meskipun untuk jumlah kasus cedera akibat kecelakaan lalu lintas lebih besar di perkotaan, tetapi untuk keparahan cederanya menunjukkan proporsi yang sama baik di perkotaan maupun di perdesaan. Untuk itu perencanaan program penanganan cedera patah tulang dan atau anggota gerak terputus akibat kecelakaan lalu lintas bisa diterapkan baik di wilayah perkotaan (urban) dan perdesaan (rural). Cedera akibat kecelakaan lalu lintas berhubungan bermakna (p<0,05) dengan determinan umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, tipe daerah dan tingkat pengeluaran per kapita (status ekonomi). Faktor yang paling kuat berhubungan dengan cedera akibat kecelakaan lalu lintas adalah determinan umur (dewasa) dengan nilai OR 3,31 (95% CI 2,97-3,69), selanjutnya untuk determinan jenis kelamin laki- laki, tingkat pendidikan sedang (SMU), pekerjaan sebagai pegawai dan status ekonomi paling mampu (kaya) masing- masing memiliki risiko 1,5 kali. Interpretasi dari hasil analisis lanjut ini adalah untuk umur dewasa (15-59 tahun) mempunyai risiko yang paling tinggi mengalami cedera akibat kecelakaan lalu lintas sebesar 3,31 kali jika determinan yang lain sudah dipertimbangkan dan dikendalikan. Risiko tertinggi pada kelompok umur dewasa tersebut sesuai dengan hasil survei dari Jasa Marga dan WHO khususnya untuk usia produktif, yang mana merupakan masa responden mempunyai tingkat mobilitas yang lebih tinggi dan lebih banyak beraktivitas di luar rumah dibandingkan dengan kelompok umur yang lain, sehingga mempunyai risiko mendapatkan kecelakaan lalu lintas lebih besar. 23 Kesimpulan Hasil analisis lanjut data Riskesdas tahun 2007 dapat disimpulkan bahwa proporsi cedera akibat kecelakaan lalu lintas di Indonesia sebesar 27,0% dari semua cedera. Pola bagian tubuh terkena cedera yaitu kaki, tangan, kepala dan badan dengan jenis luka lecet, memar, luka terbuka dan terkilir/ teregang serta patah tulang/anggota gerak terputus. Determinan cedera akibat kecelakaan lalu lintas meliputi umur dewasa, laki-laki, pendidikan menengah, status pegawai, di perkotaan dan status ekonomi tinggi/Kuintil 5. Proporsi dan keparahan cedera akibat lalu lintas di Indonesia termasuk dalam kategori yang cukup tinggi, untuk itu sudah saatnya masalah tersebut diprioritaskan diangkat menjadi isu nasional sehingga penanganannya bisa dilakukan secara serentak dan terintegrasi. Ucapan Terima Kasih Penulisan artikel hasil analisis lanjut Riskesdas 2007 ini melibatkan banyak pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bp. Dr. Trihono, selaku Kapuslit yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan dan masukan tentang proses analisis lanjut; Bp. Besral dan Bp. Sutanto dari FKM UI selaku narasumber untuk uji statistik; Bp. Dr. Soewarta Kosen dan Bp. Tris Eryando selaku tim reviewer protokol yang telah memberikan masukan demi perbaikan dan kelengkapan analisis lanjut ini; rekan satu tim dan beberapa pihak lain yang telah ikut berkontribusi, membantu dan berpartisipasi dalam penulisan artikel ini. Daftar Pustaka 1. Smith GS, Barss P. Unintentional injuries in developing coun- tries: Epidemiology of neglected problem. Epidemiol Rev. 1991;13:228-66. 2. Forjuoh SN, Gyebi-Ofosu E. Injury surveillance: Should it be a concern to developing countries? J Public Health Pol. 1993;14:355-9. 3. World Health Organization: Geneva: WHO. Health statistic and health information systems-projections of mortality and burden of diseases to 2030. [cited 2006 July 12] Diunduh dari [http:// www,who,int/healthinfo/statistics/bodprojections2030/en/ index,html] 4. Murray CJ, Lopez AD. Alternative projections of mortality and disability by cause 1990-2020: global burden of diseases study. Lancet. 1997;349:1498-504. 5. Etienne G, Krug, Gyanendra K, Sharma, Lozano R. The global burden of injuries. Am J Public Health. 2000;90:523-526. 6. Sutomo H. Rencana umum keselamatan lalu lintas darat. Makalah disampaikan dalam Semiloka Rencana Umum Keselamatan Lalu lintas Darat dan Dewan Keselamatan Lalu lintas Jalan (DKTJ), Jakarta, 22 Desember 2006. 7. Coats TJ, Davies G. Prehospital care for road traffic casualties. Br Med J. 2002; 324:1135-1138. 8. World Health Organization. Statistics of road traffic accident. 471 Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 10, Oktober 2009 Pola dan Determinan Sosiodemografi Cedera Akibat Kecelakaan Lalu Lintas Geneva: UN Publications, 2000. 9. Survei kesehatan rumah tangga. Jakarta: Badan Litbang Kesehatan, Departemen Kesehatan RI; 1986 10. Survei kesehatan rumah tangga. Jakarta: Badan Litbang Kesehatan, Departemen Kesehatan RI; 1992 11. Survei kesehatan rumah tangga. Jakarta: Badan Litbang Kesehatan, Departemen Kesehatan RI; 1995 12. Survei kesehatan rumah tangga. Jakarta: Badan Litbang Kesehatan, Departemen Kesehatan RI; 1998 13. Survei Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta: Badan Litbang Kesehatan, Departemen Kesehatan RI; 2001 14. Suwandono A. Road traffic collision in urban Indonesia, epidemi- ology and policy opportunities. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI; 2002 15. Holder Y, Peden M, Krug E, Lund J, Gururaj G, Kobusingye O. Injury surveillance guidelines. Geneva: World Health Organiza- tion; 2001. 16. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2004. Sudut pandang masyarakat mengenai status, cakupan, ketanggapan dan sistem pelayanan kesehatan. Jakarta: Badan Litbang Kesehatan, Departemen Kesehatan RI. 2005;3:15 17. 17. Yoffe T, Shohat I, Shoshani Y, Taicher S, Wounds. Gunshot: Epidemiology. Harefuah. 2008 Mar; 147 (3):192-196. 18. Verma KP, Tewari KN. Epidemiology of road traffic injuries in Delhi: Result of a survey, regional health forum. Regional Health Forum WHO South-East Asia Region. 2004;8(1):6-14. 19. Peden M, Scurfield R, Sleet D, Mohan D, Hyder AA, Jarawan E, et al. World report on road traffic injury prevention. Geneva: WHO; 2004. 20. Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Republik Indonesia (Ditlantas POLRI). Prevensi dan reduksi kecelakaan sepeda motor di jalan raya. Makalah Diskusi Penyusunan Sistem Surveilans Cedera Akibat Kecelakaan Lalu Lintas pada Pengendara Sepeda Motor, Cisarua, 15 Agustus 2005. 21. Moshiro C, Heuch I, Astrom AN, Setel P, Hemed Y, Kvale G. Injury morbidity in urban and rural area in Tanzania: An epide- miological survey. BMC Public Health 2007,5:1. 22. Riyadina W. Pengembangan surveilans cedera akibat kecelakaan lalu lintas pada pengendara sepeda motor [Laporan penelitian]. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan Penyakit, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Depkes; 2005. 23. Subdit Gangguan Akibat Kecelakaan dan Cedera. Pedoman pengendalian faktor risiko gangguan akibat kecelakaan dan cedera (kecelakaan lalu lintas jalan) Jakarta: Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Depkes, 2007. EV 472