Anda di halaman 1dari 9

Artikel Penelitian

Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 10, Oktober 2009


Pola dan Determinan Sosiodemografi
Cedera Akibat Kecelakaan Lalu Lintas
di Indonesia
Woro Riyadina, Suhardi, Meda Permana
Pusat Penelitian Pengembangan Biomedis dan Farmasi,
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI
Abstrak: Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab terbanyak terjadinya cedera di seluruh
dunia. Cedera akibat kecelakaan lalu lintas adalah penyebab utama kematian dan disabilitas
(ketidakmampuan) secara umum terutama di negara berkembang. Artikel ini bertujuan
menggambarkan pola dan determinan sosiodemografi cedera akibat kecelakaan lalu lintas
pada masyarakat Indonesia. Analisis menggunakan data kesehatan masyarakat hasil
wawancara pada Riskesdas tahun 2007 dari 33 provinsi di Indonesia sebanyak 928.317
responden. Variabel dependen adalah cedera akibat kecelakaan lalu lintas. Variabel independen
adalah karakteristik sosiodemografi (umur, jenis kelamin, hubungan dengan kepala keluarga,
pendidikan dan pekerjaan, status ekonomi) dan variabel wilayah (provinsi dan perkotaan dan
perdesaan). Analisis dilakukan dengan complex samples serta dilakukan pembobotan. Data
dianalisis dengan uji Chi square dan atau regresi logistik untuk menguji hubungan serta
menghitung angka risiko (crude OR dan adjusted OR). Hasil menunjukkan bahwa proporsi
cedera akibat kecelakaan lalu lintas sebesar 27% dari semua cedera. Pola bagian tubuh yang
terkena cedera yaitu kaki (63,8%), tangan (47,8%), kepala (19,6%) dan badan (10,2%) dengan
luka lecet (65,9%), memar (49%), luka terbuka (26,7%), terkilir/teregang (21%) serta patah
tulang/anggota tubuh terputus sekitar 9,1%. Determinan cedera akibat kecelakaan lalu lintas
meliputi umur 15-59 tahun (OR 3,31; 95% CI 2,97-3,69), laki-laki (OR 1,55; 95% CI 1,45-1,66),
tingkat pendidikan sedang (SMU) dengan OR 1,50 (95% CI 1,41-1,60), pegawai (OR 1,54;
95% CI 1,36-1,74), tinggal di perkotaan (OR 1,12; 95% CI 1,05-1,19) dan tingkat pengeluaran
per kapita tinggi (OR 1,50; 95% CI 1,36-1,65). Disimpulkan bahwa proporsi cedera akibat lalu
lintas di Indonesia cukup tinggi dengan tingkat keparahan yang tinggi pula. Oleh karena itu,
masalah cedera akibat kecelakaan lalu lintas sudah saatnya diangkat menjadi isu nasional
yang pengendaliannya perlu mendapat prioritas.
Kata Kunci: determinan, sosiodemografi, cedera, kecelakaan lalu lintas
464
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 10, Oktober 2009
The Pattern and Sociodemographic
Determinant of Traffic Injury in Indonesia
Woro Riyadina, Suhardi, Meda Permana
Biomedic and Pharmaceutical Research Development,
Research Development Center, Indonesian Ministry of Health
Abstract: Traffic accident is the cause of most injuries occurred in the world. Traffic injury is a
major cause of death and disability, especially in developing countries. This article aimed to
describe the pattern and sociodemographic determinant of traffic injury in Indonesia. A public
health data from 2007 basic health survey (Riskesdas) with 928 317 respondents from 33
provinces in Indonesia was analyzed. The dependent variable was traffic accident injury. Indepen-
dent variables included sosiodemographic characteristics (age, sex, relationships with family
household, education, employment, economic status) and regions (provinces, urban or rural).
Data was analyzed using complex samples and weighted. Crude odd ratio (OR) and adjusted OR
were calculated. Results showed that the proportion of traffic accident injury was 27% of all
injuries. The pattern of the body affected by injury are feet (63.8%), hands (47.8%), head (19.6%)
and trunk (10.2%); with superficial injuries (65.9%), hematome (49.0%), wound (26.7%), sprained
(21.0%) and fracture or amputation (approximately 9.1%). Determinants of the traffic injury
included age 15-59 years (OR 3.31, 95% CI 2.97-3.69), male gender (OR 1.55, 95% CI 1.45-
1.66), middle education level (OR 1.50, 95% CI 1.41-1.60), employment (OR 1.54, 95% CI 1.36-
1.74), urban area (OR 1.12, 95% CI 1.05 -1.19) and high economic status (OR 1.50, 95% CI
1.36-1.65). In conclusion, the proportion and severity of traffic accident injury in Indonesia is
rather high and therefore, it has to be considered as a national issue and the government should
prioritize its control measures.
Keywords: determinant, sociodemographic, traffic injury
Pendahuluan
Cedera sudah menjadi masalah utama kesehatan
masyarakat di seluruh negara dan lebih dari dua per tiga
dialami oleh negara berkembang.
1,2
Kematian akibat cedera
diproyeksikan meningkat dari 5,1 juta menjadi 8,4 juta (9,2%
dari kematian secara keseluruhan) dan diestimasikan
menempati peringkat ketiga disability adjusted life years
(DALYs) pada tahun 2020.
3,4
Masalah cedera memberikan
kontribusi pada kematian sebesar 15%, beban penyakit 25%
dan kerugian ekonomi 5% growth development product
(GDP).
5
Di Indonesia, kerugian ekonomi akibat cedera
khususnya untuk lalu lintas diperkirakan sebesar 2,9%
pendapatan domestik bruto (PDB).
6
Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab terbanyak
terjadinya cedera di seluruh dunia. Kecelakaan lalu lintas
menempati urutan ke-9 pada DALY dan diperkirakan akan
menempati peringkat ke-3 di tahun 2020
7
sedangkan di negara
berkembang urutan ke-2.
8
Cedera akibat kecelakaan lalu-lintas
adalah penyebab utama kematian dan disabilitas (ketidak-
mampuan) secara umum terutama di negara berkembang.
8
Di
Indonesia, kecelakaan lalu lintas merupakan salah satu
prioritas penanggulangan penyakit tidak menular ber-
dasarkan Kepmenkes 116/Menkes/SK/VIII/2003. Kematian
akibat kecelakaan lalu lintas di Indonesia menunjukkan
kecenderungan yang meningkat, yaitu dari 1,0%
9
pada tahun
1986, menjadi 1,5%
10
pada tahun 1992, 1,9% pada tahun 1995
11
,
3,5%
12
pada tahun 1998 dan menjadi 5,7%
13
di tahun 2001. Di
Indonesia sebagian besar (70,0%) korban kecelakaan lalu
lintas adalah pengendara sepeda motor yang berusia produktif
(15-55 tahun) dan berpenghasilan rendah. Cedera kepala
(33,2%) menempati peringkat pertama pada urutan cedera
yang dialami oleh korban kecelakaan lalu lintas.
14
Cedera akibat kecelakaan lalu lintas merupakan faktor
eksternal penyebab cedera yang tidak disengaja (uninten-
tional injury).
5
Menurut teori Haddix, cedera dipengaruhi
oleh faktor manusia (host), penyebab (agent) dan lingkungan
(environment).
15
Salah satu cara pendekatan epidemiologi
berbasis kesehatan masyarakat untuk pencegahan cedera
yaitu menggambarkan besaran masalah, ruang lingkup dan
karakteristik, serta mengidentifikasi faktor yang meningkatkan
risiko cedera dan disabilitas maupun faktor yang dapat
dimodifikasi.
5
Data cedera akibat kecelakaan lalu lintas baik darat, laut
dan udara di Indonesia masih terbatas. Data cedera akibat
Pola dan Determinan Sosiodemografi Cedera Akibat Kecelakaan Lalu Lintas
465
Pola dan Determinan Sosiodemografi Cedera Akibat Kecelakaan Lalu Lintas
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 10, Oktober 2009
kecelakaan lalu lintas masih bersifat lokal dan berbasis rumah
sakit (IGD), laporan kasus di TKP (tempat kejadian perkara),
dari Kepolisian Lalu Lintas dan Dinas Perhubungan. Belum
ada data cedera yang berbasis populasi masyarakat dan
untuk tingkat nasional. Atas dasar itu, diperlukan evidence
based baseline data sehingga dapat dimanfaatkan untuk
program pencegahan. Untuk mendapatkan gambaran atau
pola besaran masalah cedera akibat kecelakaan lalu lintas
pada tingkat nasional serta determinan sosiodemografinya
yang berbasis masyarakat, maka perlu dilakukan analisis
lanjut data cedera hasil survei Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) oleh Badan Pengembangan dan Pengembangan
Kesehatan (Balitbangkes) Depkes RI bekerjasama dengan
Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) oleh BPS pada
tahun 2007.
Tujuan artikel ini adalah untuk menggambarkan pola
dan determinan sosiodemografi cedera akibat kecelakaan lalu
lintas pada masyarakat Indonesia. Artikel hasil analisis lanjut
data Riskesdas tahun 2007 ini diharapkan bisa dimanfaakan
sebagai bahan pertimbangan kepada pemegang program dan
pemerintah untuk bisa memberikan prioritas untuk masalah
cedera akibat kecelakaan lalu lintas menjadi isu nasional yang
membutuhkan upaya pengendalian secara terintegrasi dan
sinergis.
Metode
Artikel ini merupakan analisis lanjut data kesehatan
masyarakat dengan desain analisis deskriptif (estimasi
prevalensi dan proporsi) dan analitik/komparatif (hubungan
variabel dan besaran risiko/OR). Besar sampel sebanyak
928 317 data kesehatan masyarakat (Kesmas) dari 33 propinsi
hasil survei Riskesdas tahun 2007. Cara pengambilan sampel
adalah cluster sampling dengan menggunakan BS dari BPS.
Kriteria inklusi responden Kesmas adalah semua kelompok
umur dan kriteria eksklusinya meliputi data tidak lengkap
(missing ada pertanyaan b29 - b32), pengenalan tempat tidak
jelas (kode propinsi dan klasifikasi kota desa salah atau
meragukan) dan nilai ekstrim (outlayer).
Variabel dependen (terikat) adalah cedera akibat kece-
lakaan lalu lintas yang dilaporkan selama waktu 12 bulan
terakhir. Sedangkan variabel independen (bebas) meliputi
karakteristik sosiodemografi (umur, jenis kelamin, hubungan
dengan kepala keluarga/KK, pendidikan, pekerjaan), status
ekonomi (tingkat pengeluaran per kapita) dan lokasi (wilayah
provinsi dan tipe daerah perkotaan atau perdesaan).
Instrumen pengumpulan data primer Riskesdas adalah
kuesioner individu (RKD07.IND). Variabel cedera diperoleh
dari variabel b29, b30, b31 dan b32. Untuk responden yang
mengalami cedera lebih dari satu kali maka informasi data
yang dipakai adalah data cedera yang paling akhir. Variabel
umur, jenis kelamin, hubungan dengan KK, pendidikan dan
pekerjaan diperoleh dari variabel RT Blok4 (b4k5, b4k4, b4k3,
b4k7 dan b4k8). Variabel status ekonomi diperoleh dari data
kuintil dari Susenas BPS yang sudah digabung dalam data
individu. Data yang dianalisis merupakan gabungan (merg-
ing) dari data rumah tangga (RKD07.RT), data anggota rumah
tangga atau individu (RKD07.IND) dan data Susenas.
Analisis data dilakukan dengan complex samples karena
mempertimbangkan desain samping pada pengambilan
sampel Riskesdas yaitu melalui stratifikasi dan blok sensus
(BS) sebagai primary samples unit (PSU) serta pembobotan.
Dilakukan analisis deskriptif untuk estimasi prevalensi dan
proporsi serta uji Chi-square dan atau regresi logistik untuk
menguji hubungan serta menghitung rasio odds (OR). Hasil
analisis bivariat ditunjukkan dengan angka crude OR
sedangkan hasil analisis multivariat (hubungan variabel
terikat dengan beberapa variabel bebas) ditunjukkan dengan
adjusted OR. Untuk nilai crude OR pada umumnya mengalami
penurunan angka untuk menjadi nilai adjusted OR. Adjusted
OR merupakan nilai risiko yang sebenarnya karena sudah
merupakan nilai risiko dengan mengendalikan determinan
(variabel) yang lain. Kriteria seleksi untuk variabel dari analisis
bivariat yang bisa masuk dalam analisis multivariat yaitu
variabel yang mempunyai nilai signifikansi (nilai p) maksimum
0,25 atau p<0,25.
Hasil
Cedera akibat kecelakaan lalu lintas merupakan gabu-
ngan (komposit) dari 3 variabel yaitu cedera akibat kecelakaan
lalu lintas darat, laut dan udara. Jumlah data cedera yang
setelah lengkap (sesuai kriteria inklusi dan eksklusi) yang
dilakukan analisis lanjut yang meliputi 33 provinsi di Indone-
sia sebanyak 928 317 orang. Jumlah responden yang
menjawab pernah mengalami cedera selama kurun waktu 12
bulan terakhir sebanyak 77 248 orang sehingga prevalensi
cedera adalah 7,9%. Dari jumlah responden yang mengalami
cedera (77 248) ada 20 829 (27%) orang mengalami cedera
akibat kecelakaan lalu lintas, sisanya disebabkan oleh cedera
yang lain (63%).
Cedera Akibat Kecelakaan Lalu Lintas
Hasil analisis lanjut data Riskesdas tahun 2007
menunjukkan bahwa proporsi cedera akibat lalu lintas secara
nasional sebesar 27,0% (95% CI 26,4 27,5). Pola proporsi
cedera akibat kecelakaan lalu lintas menurut provinsi
ditampilkan pada tabel grafik 1.
Menurut wilayah provinsi terlihat bahwa proporsi cedera
tertinggi terdapat di Provinsi DI Yogyakarta (44,7%) dan
terendah ditemukan di Provinsi Nusa Tenggara Timur (15,1%).
Ada 17 provinsi yang mempunyai angka proporsi cederanya
melebihi angka nasional. Adapun pola cedera menurut
karakteristik responden disajikan pada tabel 1.
Menurut kelompok umur, cedera akibat kecelakaan lalu
lintas mayoritas dialami oleh kelompok umur dewasa (15-59
tahun) yaitu sebesar 38,8% (95% CI 38,0 39,5) dan berbeda
bermakna (p<0,001) untuk masing-masing untuk kelompok
umur. Selanjutnya diikuti oleh proporsi cedera akibat
kecelakaan lalu lintas pada lanjut usia (lansia) yaitu 13,3%
466
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 10, Oktober 2009
Pola dan Determinan Sosiodemografi Cedera Akibat Kecelakaan Lalu Lintas
36.7
32.5
26.6
31.7 32.0
30.8
45.0
36.5
34.8
33.1
28.3 27.8
25.3
44.7
24.7
31.1 30.6
26.2
15.1
25.4
23.9
18.4
31.3 31.4
22.2
22.9
24.2
31.7
17.7
20.4 20.7
22.9
16.3
27.0
0.0
5.0
10.0
15.0
20.0
25.0
30.0
35.0
40.0
45.0
50.0
Ser i es1
Grafik 1. Proporsi Cedera Akibat Kecelakaan Lalu Lintas Menurut Provinsi, Riskesdas 2007
(95% CI 12,2-14,6%) dan anak-anak sekitar 11,3 % (95% CI
10,711,9%).
Cedera akibat kecelakaan lalu lintas lebih tinggi pada
laki-laki yaitu 31,9% (95% CI 31,2-32,6%) dibandingkan
dengan perempuan yaitu sekitar 19,8% (95% CI 19,220,5%).
Perbedaan proporsi cedera akibat kecelakaan lalu lintas
menurut jenis kelamin tersebut berbeda bermakna (p<0,001).
Adapun menurut tingkat pendidikan responden, cedera
akibat kecelakaan lalu lintas menunjukkan kecenderungan
hubungan positif, yaitu semakin tinggi tingkat pendidikan
responden proporsi cedera makin besar. Berdasarkan pada
status pekerjaan, proporsi cedera karena kecelakaan lalu
lintas paling banyak ditemukan pada responden yang bekerja
sebagai pegawai yaitu 55,0% (95% CI 52,957,1%), wira-
swasta sekitar 46,9% (95% CI 45,248,6%) dan pekerja lainnya
sekitar 42,7% (95% CI 39,346,1%).
Menurut tipe daerah, proporsi kejadian cedera akibat
kecelakaan transportasi lebih tinggi pada responden yang
bertempat tinggal di perkotaan yaitu sebesar 30,4% (95% CI
29,431,3%) dibandingkan dengan di perdesaan yaitu sekitar
24,2% (95% CI 23,624,9%) dengan perbedaan yang
bermakna (p<0,001).
Menurut status ekonomi berdasarkan tingkat penge-
luaran per kapita menunjukkan kecenderungan hubungan
positif yaitu dengan semakin tinggi status ekonomi maka
semakin tinggi pula proporsi cedera akibat kecelakaan lalu
lintas. Untuk status ekonomi dengan kuintil 1 menunjukkan
proporsi cedera paling rendah yaitu sekitar 21% (95% CI
20,122,0%) dan kuintil 5 menunjukkan proporsi paling tinggi
yaitu 35,2% (95% CI 33,736,6%).
Bagian Tubuh yang Cedera
Bagian tubuh yang mengalami cedera dikatagorikan
menjadi 4 bagian yaitu kepala, badan, tangan dan kaki.
Proporsi bagian tubuh yang mengalami cedera akibat
kecelakaan lalu lintas diperlihatkan pada tabel 2. Responden
yang pernah mengalami kecelakaan lalu lintas kebanyakan
mengalami cedera di bagian kaki yaitu (63,8%) dan bagian
tangan (47,8%). Pola ini menunjukkan bahwa bagian
Tabel 1. Proporsi Cedera Akibat Kecelakaan Lalu Lintas
Menurut Karakteristik Responden di Indonesia,
Riskesdas 2007
Variabel Kecelakaan lalu lintas Total
Ya Tidak n
n (%) n (%)
Kelompok umur
Lanjut usia (Lansia) 834 (13,3) 5 418 (86,7) 6 252
Dewasa 16 887 (38,8) 26 654 (61,2) 43 541
Anak-anak 3 108 (11,3) 24 348 (88,7) 27 455
Jenis kelamin
Laki-laki 14 571 (31,9) 31 136 (68,1) 45 707
Perempuan 6 257 (19,8) 25 284 (80,2) 31 541
Hubungan dengan KK
Kepala rumah tangga 6 842 (34,1) 13 199 (65,9) 20 041
Istri/suami 2 097 (20,2) 8 270 (79,8) 10 367
Menantu 512 (41,1) 732 (58,9) 1 244
Cucu 537 (13,7 3 384 (86,3) 3 921
Orang tua/mertua 117 (8,1) 1 321 (91,9) 1 438
Famili lain 514 (29,5) 1 231 (70,5) 1 745
Pembantu RT 22 (15,9) 116 (84,1) 138
Lainnya 94 (34,6) 178 (65,4) 272
Anak 10 094 (26,5) 27 988 (73,5) 38 082
Pendidikan
Tinggi 991 (50,8) 959 (49,2) 1 950
Sedang 9 818 (47,5) 10 855 (52,5) 20 673
Rendah 8 626 (23,3) 28 453 (76,7) 37 078
Pekerjaan
Sekolah 3 955 (29,0) 9 666 (71,0) 13 621
Ibu rumah tangga 1 306 (19,6) 5 365 (80,4) 6.671
Pegawai 2 634 (55,0) 2 157 (45,0) 4.791
Wiraswasta 3 489 (46,9) 3 950 (53,1) 7.439
Petani/nelayan/buruh 4 846 (27,4) 12 826 (72,6) 17 672
Lainnya 651 (42,7) 875 (57,3) 1 526
Tidak Kerja 2 571 (31,9) 5 481 (68,1) 8 052
Tipe daerah
Perkotaan 100 426 (30,4) 23 903 (69,6) 34 339
Perdesaan 10 402 (24,2) 32 516 (75,8) 42 918
Tingkat pengeluaran
per kapita
Kuintil 5 4 048 (35,2) 7 461 (64,8) 11 509
Kuintil 4 4 260 (30,6) 9 680 (69,4) 13 940
Kuintil 3 4 322 (27,8) 11 231 (72,2) 15 553
Kuintil 2 4 224 (24,5) 12 999 (75,5) 17 223
Kuintil 1 3 957 (21,0) 14 843 (79,0) 18 800
Total 20 829 (27,0) 56 419 (73,0) 77 248
467
Pola dan Determinan Sosiodemografi Cedera Akibat Kecelakaan Lalu Lintas
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 10, Oktober 2009
ekstremitas atau anggota gerak (kaki dan tangan) masih
mendominasi cedera sebagai akibat dari kecelakaan lalu
lintas. Cedera di bagian ekstremitas/anggota gerak bawah
(kaki) juga masih menduduki peringkat yang paling atas untuk
cedera akibat kecelakaan lalu lintas.
Tabel 2. Proporsi Bagian Tubuh yang Cedera Akibat Kece-
lakaan Lalu Lintas di Indonesia, Riskesdas 2007
Bagian tubuh yang f %
Kepala 4 089 19,6 0, 4 18,9 20,4
Badan 2 130 10,2 0, 3 9,7 10,8
Tangan 9 947 47,8 0, 5 46,8 48,7
Kaki 13 281 63,8 0, 5 62,8 64,7
Jenis Cedera Akibat Kecelakaan Lalu Lintas
Jenis cedera atau jenis luka yang dialami responden
sebagai akibat kecelakaan lalu lintas diperlihatkan dalam tabel
3.
Tabel 3. Proporsi Jenis Cedera Akibat Kecelakaan Lalu Lintas
di Indonesia, Riskesdas 2007
Jenis cederan=20 829 f % SE 95% CI
Benturan/memar 10 202 49,0 0, 5 47,9 50,0
Luka lecet 13 716 65,9 0, 5 64,9 66,8
Luka terbuka 5 567 26,7 0, 5 25,7 27,7
Luka baker 389 1,9 0, 1 1,6 2, 2
Terkilir/teregang 4 378 21,0 0, 4 20,2 21,9
Patah tulang 1 770 8,5 0, 3 8,0 9, 0
Anggota gerak terputus 212 1,0 0, 1 0,9 1, 2
Keracunan 303 1,5 0, 1 1,2 1, 7
Lainnya 355 1,7 0, 1 1,5 2, 0
Tampak bahwa terdapat 4 proporsi terbanyak yaitu luka
lecet sebesar 65,9%, benturan (luka memar) 49,0%, luka
terbuka 26,7% dan terkilir/teregang 21,0%.
Proporsi Cedera Patah Tulang dan atau Anggota Gerak
Terputus
Keparahan cedera diklasifikasikan berdasarkan jenis
luka yang dialami responden yaitu parah apabila mengalami
13.6
9.5
12.3
13.2
9.8
16.3
4.8
10.3
12.0
7.3
5.5
8.7
9.4
12.2
10.1
7.6
10.3
8.1 8.1
7.1
8.1
5.2 5.3
6.8
9.5
7.6
6.7
4.3
6.3
8.8
9.7
7.6
10.8
9.1
0.0
2.0
4.0
6.0
8.0
10.0
12.0
14.0
16.0
18.0
Series1
patah tulang dan atau anggota gerak terputus (anggota gerak
terputus) sedangkan jenis luka lainnya termasuk dalam
kategori tidak parah.
Proporsi cedera patah tulang dan atau anggota gerak
terputus akibat kecelakaan lalu lintas menurut provinsi
disajikan pada grafik 2
Berdasarkan provinsi, cedera patah tulang dan atau
anggota gerak terputus akibat kecelakaan lalu lintas tertinggi
terdapat di Provinsi Sumatera Selatan (16,3%) dan terendah
di Provinsi Gorontalo (4,3%). Dari grafik 2 terlihat bahwa ada
15 provinsi yang mempunyai angka proporsi cedera patah
tulang dan atau anggota gerak terputus yang melebihi angka
proporsi nasional (9,1%). Proporsi cedera patah tulang dan
atau anggota gerak terputus akibat kecelakaan lalu lintas
menurut pembagian jenis kelamin dan tipe daerah disajikan
pada tabel 4.
Tabel 4. Proporsi Cedera Patah Tulang dan atau Anggota Gerak
Terputus Akibat Kecelakaan Lalu Lintas Menurut
Jenis Kelamin dan Tipe Daerah di Indonesia, Riskes-
das 2007
Karakteristik res- Patah tulang dan atau anggota gerak
ponden terputus
f % SE 95% CI p
Jenis kelamin 0,017
Laki-laki 1 382 9, 5 0, 3 8,8-10,2
Perempuan 507 8, 1 0, 5 7,2- 9,1
Tipe daerah 0,945
Perkotaan 944 9, 1 0, 4 8,3- 9,9
Perdesaan 946 9, 1 0, 4 8,4- 9,8
Total 1 889 9, 1 0, 3 8,5- 9,6
Data Riskesdas menunjukkan bahwa secara nasional
cedera akibat kecelakaan lalu lintas yang termasuk dalam
katagori parah (patah tulang/anggota gerak terputus sekitar
9,1% (95% CI 8,5-9,6). Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki
lebih banyak yang mengalami cedera patah tulang/anggota
gerak terputus dibandingkan dengan perempuan. Perbedaan
ini bermakna secara statistik (p=0,017).
Grafik 2. Proporsi Cedera Patah Tulang dan atau Anggota Gerak Terputus Akibat Kecelakaan Lalu Lintas
Menurut Provinsi di Indonesia, Riskesdas 2007
468
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 10, Oktober 2009
Pola dan Determinan Sosiodemografi Cedera Akibat Kecelakaan Lalu Lintas
Adapun berdasarkan tipe daerah menggambarkan
bahwa untuk responden yang bertempat tinggal baik di
perkotaan maupun di perdesaan mempunyai proporsi cedera
patah tulang dan atau anggota gerak terputus akibat
kecelakaan lalu lintas yang sama besarnya yaitu sekitar 9,1%
atau tidak ada perbedaan proporsi menurut tipe daerah
(p=0,945).
Analisis Bivariat dan Multivariat Determinan Cedera
akibat Kecelakaan Lalu Lintas
Analisis bivariat memperlihatkan gambaran bahwa
semua determinan berhubungan bermakna (p<0,05) dengan
cedera akibat kecelakaan lalu lintas (tabel 5). Dengan de-
mikian seluruh determinan dimasukkan ke dalam analisis
multivariat.
Tabel 5. Hubungan Bivariat Cedera Akibat Kecelakaan Lalu
Lintas di Indonesia, Riskesdas 2007
Determi nan OR 95% CI Nilai p
Kelompok umur <0,001
Lanjut usia (Lansia) 1,21 1,07-1,36
Dewasa 4,96 4,65-5,30
Anak-anak 1,00 Referens
Jenis kelamin
Laki-laki 1,89 1,80-1,98 <0,001
Perempuan 1,00 Referens
Hubungan dengan KK <0,001
Kepala rumah tangga 1,44 1,36-1,52
Suami/istri 0,70 0,65-0,76
Menantu 1,94 1,65-2,27
Cucu 0,44 0,38-0,50
Orang tua/mertua 0,24 0,18-0,33
Famili lain 1,16 1,00-1,34
Pembantu RT 0,52 0,27-1,00
Lainnya 1,47 1,00-2,14
Anak 1,00 Referens
Pendidikan <0,001
Tinggi 3,41 3,01-3,86
Sedang 2,98 2,83-3,14
Rendah 1,00 Referens
Pekerjaan <0,001
Sekolah 0,87 0,80-0,95
Ibu rumah tangga 0,52 0,46-0,58
Pegawai 2,60 2,34-2,89
Wiraswasta 1,88 1,71-2,07
Petani/nelayan/buruh 0,81 0,74-0,87
Lainnya 1,59 1,36-1,85
Tidak Kerja 1,00 Referens
Tipe daerah <0,001
Perkotaan 1,36 1,29-1,44
Perdesaan 1,00 Referens
Tingkat pengeluaran <0,001
per kapita
Kuintil 5 2,03 1,87-2,10
Kuintil 4 1,65 1,52-1,79
Kuintil 3 1,44 1,34-1,56
Kuintil 2 1,22 1,13-1,31
Kuintil 1 1,00 Referens
Hasil analisis multivariat disajikan di tabel 6 . Risiko
mengalami cedera akibat kecelakaan lalu lintas untuk umur
dewasa sebesar 3,31 kali (95% CI 2,97-3,69) dibandingkan
dengan anak-anak. Adapun untuk lanjut usia (lansia) berisiko
cedera akibat kecelakaan lalu lintas sebesar 1,37 kali (95% CI
1,18-1,60) dibandingkan anak-anak. Laki-laki lebih berisiko
1,55 kali (95% CI 1,45-1,66) dibandingkan perempuan.
Sedangkan untuk status hubungan dengan kepala keluarga
ternyata menunjukkan hubungan yang protektif yaitu nilai
OR berada di bawah angka 1.
Cedera akibat kecelakaan lalu lintas lebih berisiko pada
responden yang mempunyai tingkat pendidikan lebih tinggi
dibandingkan dengan tingkat pendidikan rendah. Responden
dengan pendidikan sedang berisiko 1,50 kali (95% CI 1,41-
1,60) dan pendidikan tinggi berisiko 1,42 kali (95% CI 1,23-
1,65). Berdasarkan status pekerjaan, status pegawai dan
wiraswasta yang lebih berisiko dibandingkan dengan status
tidak kerja. Responden yang bertempat tinggal di perkotaan
mempunyai risiko 1,12 kali (95% CI 1,05-1,19) mengalami
469
Tabel 6. Hubungan Multivariat Cedera akibat Kecelakaan
Lalu Lintas di Indonesia, Riskesdas 2007
Determi nan OR 95% CI Nilai p
Kelompok umur <0,001
Lanjut usia (Lansia) 1,37 1,18-1,60
Dewasa 3,31 2,97-3,69
Anak-anak 1,00 Referens
Jenis kelamin <0,001
Laki-laki 1,55 1,45-1,66
Perempuan 1,00 Referens
Hubungan dengan KK <0,001
Kepala rumah tangga 0,59 0,55-0,63
Istri/suami 0,46 0,41-0,51
Menantu 0,71 0,60-0,84
Cucu 0,81 0,67-0,98
Orang tua/mertua 0,28 0,21-0,38
Famili lain 0,66 0,56-0,77
Pembantu RT 0,19 0,09-0,38
Lainnya 0,60 0,40-0,90
Anak 1,00 Referens
Pendidikan <0,001
Tinggi 1,42 1-23-1,65
Sedang 1,50 1,41-1,60
Rendah 1,00 Referens
Pekerjaan <0,001
Sekolah 0,96 0,86-1,06
Ibu rumah tangga 0,77 0,67-0,88
Pegawai 1,54 1,36-1,74
Wiraswasta 1,46 1,31-1,63
Petani/nelayan/buruh 0,78 0,71-0,86
Lainnya 1,33 1,13-1,58
Tidak Kerja 1,00 Referens
Tipe daerah 0,001
Perkotaan 1,12 1,05-1,19
Perdesaan 1,00 Referens
Tingkat pengeluaran <0,001
per kapita
Kuintil 5 1,50 1,36-1,65
Kuintil 4 1,38 1,26-1,51
Kuintil 3 1,29 1,18-1,40
Kuintil 2 1,13 1,04-1,23
Kuintil 1 1,00 Referens
Pola dan Determinan Sosiodemografi Cedera Akibat Kecelakaan Lalu Lintas
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 10, Oktober 2009
cedera akibat kecelakaan lalu lintas dibandingkan dengan
responden yang bertempat tinggal di pedesaan. Hasil analisis
menggambarkan adanya kecenderungan status ekonomi
menunjukkan hubungan yang positif yaitu semakin tinggi
status ekonomi diikuti dengan kenaikan risiko. Kuintil 5
(pengeluaran paling banyak) mempunyai risiko paling besar
yaitu 1,50 kali (95% CI 1,36-1,65) dibandingkan dengan kuintil
1 (pengeluaran paling sedikit).
Apabila dilihat seluruh determinan, maka determinan
yang mempunyai hubungan yang paling kuat (nilai OR pal-
ing besar) adalah determinan umur, khususnya untuk
kelompok umur dewasa (15-59 tahun) dengan risiko 3,31 kali
(95% CI 2,97-3,69) mengalami cedera akibat kecelakaan lalu
lintas. Jadi dapat dikatakan bahwa cedera akibat kecelakaan
lalu lintas berhubungan bermakna (p<0,05) kelompok umur,
jenis kelamin, tingkat pendidikan, status pekerjaan, tipe daerah
dan tingkat pengeluaran perkapita (status ekonomi).
Diskusi
Data cedera diperoleh dengan teknik wawancara kepada
responden tentang pengalaman pernah (recall) mengalami
cedera akibat kecelakaan lalu lintas dalam kurun waktu 12
bulan terakhir. Responden di bawah umur (<15 tahun)
ditanyakan kepada pendamping atau orang tuanya. Recall
bias bisa terjadi dalam proses pengumpulan data cedera
karena adanya bias ingatan dan tidak tepatnya jawaban
tentang cedera (penyebab, bagian tubuh, sifat) yang dialami.
Kecelakaan lalu lintas merupakan gabungan (komposit)
dari 3 jenis kecelakaan, yaitu kecelakaan lalu lintas darat, laut
dan udara. Dari ketiga penyebab kecelakaan tersebut proporsi
yang paling dominan adalah kecelakaan lalu lintas darat.
Proporsi cedera akibat kecelakaan lalu lintas di Indonesia
sebesar 27,0% dari semua cedera pada semua kelompok umur.
Adapun menurut hasil survei SKRT (Survei Kesehatan
Rumah Tangga) prevalensi cedera akibat kecelakaan lalu
lintas didapatkan sebesar 3% dari seluruh populasi Jawa
Bali.
16
Proporsi hasil Riskesdas 2007 sedikit lebih rendah
apabila dibandingkan dengan Nikaragua (29%)
17
dan India
(31%).
18
Angka proporsi kecelakaan lalu lintas tersebut lebih
tinggi jika dibandingkan proporsi secara global di dunia yaitu
sekitar 22,8%.
19.
Tingginya angka proporsi cedera akibat kecelakaan lalu
lintas di Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor antara
lain seperti meningkatnya jumlah kendaraan bermotor dari
tahun ke tahun, perilaku pengemudi dan rendahnya
pemakaian APD (alat pelindung diri), dan lain sebagainya.
Data dari Kepolisian menyebutkan bahwa pertambahan
kendaraan bermotor di Indonesia sekitar 5-10% per tahun
dan angka kejadian kecelakaan sekitar 32,4% dari semua
kendaraan pada tahun 2004.

Dalam perkembangan sistem lalu
lintas kendaraan bermotor mengindikasikan peningkatan
kejadian kecelakaan lalu lintas. Pada tahun 2004, pertambahan
volume kendaraan meningkat secara cepat terutama sepeda
motor dengan populasi sebesar 69,3% dari seluruh kendaraan
bermotor yang ada. Kontribusi sepeda motor terhadap
kecelakaan secara nasional sebesar 80,3% dan di Jakarta
sebesar 59,2%.
20
Menurut karakteristik responden, cedera akibat
kecelakaan lalu lintas memperlihatkan pola sebagai berikut,
mayoritas terjadi pada kelompok dewasa (1559 tahun), lebih
banyak pada laki-laki dan kebanyakan status sebagai
menantu dan sebagai kepala keluarga (KK) dengan tingkat
pendidikan tinggi dan pada umumnya bekerja sebagai
pegawai. Data dari Jasa Marga juga menyatakan bahwa risiko
kecelakaan lalu lintas dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin.
Hampir 50% kematian global terjadi pada golongan dewasa
dengan kisaran umur 15-44 tahun dan menimpa laki-laki
hampir 3 kali lebih besar dibandingkan perempuan.
19
Umur
dewasa merupakan kelompok usia produktif yang mana
mempunyai mobilitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan
kelompok umur lain. Laki-laki mayoritas banyak beraktivitas
di luar rumah untuk bekerja sehingga mempunyai risiko lebih
tinggi mengalami cedera. Melihat kondisi tersebut, maka perlu
dipertimbangkan bentuk program pencegahan cedera akibat
kecelakaan lalu lintas dengan pendekatan yang sesuai
dengan karakteristik responden.
Cedera akibat kecelakaan lalu lintas banyak dialami oleh
responden baik yang bertempat tinggal di perkotaan
dibandingkan di pedesaan dengan perbedaan proporsi yang
bermakna (p<0,001). Kondisi ini konsisten dan sesuai dengan
hasil penelitian di negara berkembang yang lainnya, misalnya
Tanzania, bahwa kasus cedera akibat kecelakaan lalu lintas
lebih banyak terjadi di perkotaan.
21
Hubungan antara tingkat pengeluaran per kapita dengan
cedera akibat kecelakaan lalu lintas menunjukkan pola
kecenderungan yang positif, yaitu semakin tinggi tingkat
pengeluaran per kapita (kaya) semakin tinggi proporsi cedera.
Hal ini juga dapat dikatakan bahwa responden dengan sta-
tus ekonomi paling mampu (Kuintil 5) cenderung mengalami
cedera akibat kecelakaan lalu lintas dibandingkan dengan
status ekonomi yang lebih rendah.
Pola bagian tubuh yang cedera akibat kecelakaan lalu
lintas sama dengan pola cedera sebelumnya yakni sebagian
besar cedera terdapat di bagian kaki diikuti bagian tangan,
kepala dan badan sedangkan jenis luka terbanyak adalah
luka lecet diikuti memar, luka terbuka dan terkilir/teregang.
Pola ini hampir sama yang terjadi di India: terbanyak bagian
ekstremitas (62,2%) dan luka lecet (47,4%).
18
Hasil penelitian
di rumah sakit 5 provinsi di Indonesia menunjukkan bahwa
bagian tubuh yang cedera paling banyak di kepala, kaki dan
tangan.
14
Melihat jenis lukanya maka cedera akibat kecelakaan
lalu lintas menunjukkan cedera yang lebih serius
dibandingkan dengan cedera akibat yang lain (proporsi luka
terbuka 26,7%, patah tulang 8,5% dan anggota gerak terputus/
anggota gerak terputus 1%). Hal tersebut menggambarkan
bahwa cedera akibat kecelakaan lalu lintas lebih membutuhkan
tindakan pengobatan yang lebih intensif atau rawat inap di
unit pelayanan kesehatan serta waktu pemulihan (sembuh)
470
Pola dan Determinan Sosiodemografi Cedera Akibat Kecelakaan Lalu Lintas
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 10, Oktober 2009
yang lebih lama serta kemungkinan menimbulkan kecacatan.
Proporsi cedera patah tulang dan atau anggota gerak
terputus akibat kecelakaan lalu lintas sekitar 9,1%. Angka ini
jauh lebih tinggi apabila dibandingkan baik dengan angka
nasional (4,9%). Adapun menurut provinsi ternyata ada 15
provinsi yang mempunyai angka proporsi yang lebih tinggi
dari angka cedera patah tulang dan atau anggota gerak
terputus akibat kecelakaan lalu lintas nasional. Hal ini perlu
mendapat perhatian yang lebih serius karena dampak dari
keparahan cedera akibat kecelakaan lalu lintas ini akan bisa
menimbulkan kecacatan dan ketidakmampuan (disabilitas).
Tingginya angka keparahan cedera akibat kecelakaan lalu
lintas juga dinyatakan oleh WHO bahwa kecelakaan lalu lintas
mempunyai tingkat fatalitas yang tinggi dan dampaknya
pada disabilitas.
19
Hasil penelitian pada korban kecelakaan
sepeda motor di 5 rumah sakit di DKI Jakarta menunjukkan
bahwa 41,9% korban mengalami cedera parah khususnya di
bagian kepala (53,4%) dan kematian sebesar 7,0%.
22
Pola cedera patah tulang dan atau anggota gerak
terputus akibat kecelakaan lalu lintas lebih tinggi dialami oleh
laki-laki (sesuai dengan jumlah kasus) akan tetapi proporsinya
tidak berbeda antara perkotaan dengan perdesaan (p=0,945).
Cedera patah tulang dan atau anggota gerak terputus lebih
tinggi pada laki-laki dikarenakan laki-laki mempunyai
kecenderungan mengalami kecelakaan (prone) karena pada
umumnya mempunyai perilaku mengemudi dengan kecepatan
yang tinggi sehingga menyebabkan kecelakaan yang lebih
fatal dibandingkan dengan perempuan. Meskipun untuk
jumlah kasus cedera akibat kecelakaan lalu lintas lebih besar
di perkotaan, tetapi untuk keparahan cederanya menunjukkan
proporsi yang sama baik di perkotaan maupun di perdesaan.
Untuk itu perencanaan program penanganan cedera patah
tulang dan atau anggota gerak terputus akibat kecelakaan
lalu lintas bisa diterapkan baik di wilayah perkotaan (urban)
dan perdesaan (rural).
Cedera akibat kecelakaan lalu lintas berhubungan
bermakna (p<0,05) dengan determinan umur, jenis kelamin,
tingkat pendidikan, pekerjaan, tipe daerah dan tingkat
pengeluaran per kapita (status ekonomi). Faktor yang paling
kuat berhubungan dengan cedera akibat kecelakaan lalu lintas
adalah determinan umur (dewasa) dengan nilai OR 3,31 (95%
CI 2,97-3,69), selanjutnya untuk determinan jenis kelamin laki-
laki, tingkat pendidikan sedang (SMU), pekerjaan sebagai
pegawai dan status ekonomi paling mampu (kaya) masing-
masing memiliki risiko 1,5 kali.
Interpretasi dari hasil analisis lanjut ini adalah untuk
umur dewasa (15-59 tahun) mempunyai risiko yang paling
tinggi mengalami cedera akibat kecelakaan lalu lintas sebesar
3,31 kali jika determinan yang lain sudah dipertimbangkan
dan dikendalikan. Risiko tertinggi pada kelompok umur
dewasa tersebut sesuai dengan hasil survei dari Jasa Marga
dan WHO khususnya untuk usia produktif, yang mana
merupakan masa responden mempunyai tingkat mobilitas
yang lebih tinggi dan lebih banyak beraktivitas di luar rumah
dibandingkan dengan kelompok umur yang lain, sehingga
mempunyai risiko mendapatkan kecelakaan lalu lintas lebih
besar.
23
Kesimpulan
Hasil analisis lanjut data Riskesdas tahun 2007 dapat
disimpulkan bahwa proporsi cedera akibat kecelakaan lalu
lintas di Indonesia sebesar 27,0% dari semua cedera. Pola
bagian tubuh terkena cedera yaitu kaki, tangan, kepala dan
badan dengan jenis luka lecet, memar, luka terbuka dan terkilir/
teregang serta patah tulang/anggota gerak terputus.
Determinan cedera akibat kecelakaan lalu lintas meliputi umur
dewasa, laki-laki, pendidikan menengah, status pegawai, di
perkotaan dan status ekonomi tinggi/Kuintil 5. Proporsi dan
keparahan cedera akibat lalu lintas di Indonesia termasuk
dalam kategori yang cukup tinggi, untuk itu sudah saatnya
masalah tersebut diprioritaskan diangkat menjadi isu nasional
sehingga penanganannya bisa dilakukan secara serentak dan
terintegrasi.
Ucapan Terima Kasih
Penulisan artikel hasil analisis lanjut Riskesdas 2007 ini
melibatkan banyak pihak, untuk itu pada kesempatan ini
penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bp. Dr.
Trihono, selaku Kapuslit yang telah banyak memberikan
arahan, bimbingan dan masukan tentang proses analisis
lanjut; Bp. Besral dan Bp. Sutanto dari FKM UI selaku
narasumber untuk uji statistik; Bp. Dr. Soewarta Kosen dan
Bp. Tris Eryando selaku tim reviewer protokol yang telah
memberikan masukan demi perbaikan dan kelengkapan
analisis lanjut ini; rekan satu tim dan beberapa pihak lain
yang telah ikut berkontribusi, membantu dan berpartisipasi
dalam penulisan artikel ini.
Daftar Pustaka
1. Smith GS, Barss P. Unintentional injuries in developing coun-
tries: Epidemiology of neglected problem. Epidemiol Rev.
1991;13:228-66.
2. Forjuoh SN, Gyebi-Ofosu E. Injury surveillance: Should it be a
concern to developing countries? J Public Health Pol.
1993;14:355-9.
3. World Health Organization: Geneva: WHO. Health statistic and
health information systems-projections of mortality and burden
of diseases to 2030. [cited 2006 July 12] Diunduh dari [http://
www,who,int/healthinfo/statistics/bodprojections2030/en/
index,html]
4. Murray CJ, Lopez AD. Alternative projections of mortality and
disability by cause 1990-2020: global burden of diseases study.
Lancet. 1997;349:1498-504.
5. Etienne G, Krug, Gyanendra K, Sharma, Lozano R. The global
burden of injuries. Am J Public Health. 2000;90:523-526.
6. Sutomo H. Rencana umum keselamatan lalu lintas darat. Makalah
disampaikan dalam Semiloka Rencana Umum Keselamatan Lalu
lintas Darat dan Dewan Keselamatan Lalu lintas Jalan (DKTJ),
Jakarta, 22 Desember 2006.
7. Coats TJ, Davies G. Prehospital care for road traffic casualties.
Br Med J. 2002; 324:1135-1138.
8. World Health Organization. Statistics of road traffic accident.
471
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 10, Oktober 2009
Pola dan Determinan Sosiodemografi Cedera Akibat Kecelakaan Lalu Lintas
Geneva: UN Publications, 2000.
9. Survei kesehatan rumah tangga. Jakarta: Badan Litbang Kesehatan,
Departemen Kesehatan RI; 1986
10. Survei kesehatan rumah tangga. Jakarta: Badan Litbang Kesehatan,
Departemen Kesehatan RI; 1992
11. Survei kesehatan rumah tangga. Jakarta: Badan Litbang Kesehatan,
Departemen Kesehatan RI; 1995
12. Survei kesehatan rumah tangga. Jakarta: Badan Litbang Kesehatan,
Departemen Kesehatan RI; 1998
13. Survei Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta: Badan Litbang
Kesehatan, Departemen Kesehatan RI; 2001
14. Suwandono A. Road traffic collision in urban Indonesia, epidemi-
ology and policy opportunities. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI; 2002
15. Holder Y, Peden M, Krug E, Lund J, Gururaj G, Kobusingye O.
Injury surveillance guidelines. Geneva: World Health Organiza-
tion; 2001.
16. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2004. Sudut pandang
masyarakat mengenai status, cakupan, ketanggapan dan sistem
pelayanan kesehatan. Jakarta: Badan Litbang Kesehatan,
Departemen Kesehatan RI. 2005;3:15 17.
17. Yoffe T, Shohat I, Shoshani Y, Taicher S, Wounds. Gunshot:
Epidemiology. Harefuah. 2008 Mar; 147 (3):192-196.
18. Verma KP, Tewari KN. Epidemiology of road traffic injuries in
Delhi: Result of a survey, regional health forum. Regional Health
Forum WHO South-East Asia Region. 2004;8(1):6-14.
19. Peden M, Scurfield R, Sleet D, Mohan D, Hyder AA, Jarawan E,
et al. World report on road traffic injury prevention. Geneva:
WHO; 2004.
20. Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Republik Indonesia (Ditlantas
POLRI). Prevensi dan reduksi kecelakaan sepeda motor di jalan
raya. Makalah Diskusi Penyusunan Sistem Surveilans Cedera Akibat
Kecelakaan Lalu Lintas pada Pengendara Sepeda Motor, Cisarua,
15 Agustus 2005.
21. Moshiro C, Heuch I, Astrom AN, Setel P, Hemed Y, Kvale G.
Injury morbidity in urban and rural area in Tanzania: An epide-
miological survey. BMC Public Health 2007,5:1.
22. Riyadina W. Pengembangan surveilans cedera akibat kecelakaan
lalu lintas pada pengendara sepeda motor [Laporan penelitian].
Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan
Penyakit, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Depkes; 2005.
23. Subdit Gangguan Akibat Kecelakaan dan Cedera. Pedoman
pengendalian faktor risiko gangguan akibat kecelakaan dan cedera
(kecelakaan lalu lintas jalan) Jakarta: Direktorat Pengendalian
Penyakit Tidak Menular, Direktorat Jenderal Pemberantasan
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Depkes, 2007.
EV
472

Anda mungkin juga menyukai