Anda di halaman 1dari 17

TINJAUAN PUSTAKA

Debit
Data debit atau aliran sungai merupakan informasi yang paling penting
bagi pengelola sumberdaya air. Debit puncak (banjir) diperlukan untuk merancang
bangunan pengendali banjir. Sementara data debit aliran kecil diperlukan untuk
perencanaan alokasi (pemanfaatan) air untuk berbagai macam keperluan, terutama
pada musim kemarau panjang. Debit aliran rata-rata tahunan dapat memberikan
gambaran potensi sumberdaya air yang dapat dimanfaatkan dari suatu daerah
aliran sungai.
Debit adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang melewati suatu
penampang melintang sungai per satuan waktu. Dalam sistem satuan SI besarnya
debit dinyatakan dalam satuan meter kubik per detik (m
3
/dt). Dalam laporan-
laporan teknis, debit aliran biasanya ditunjukkan dalam bentuk hidrograf aliran.
Hidrograf aliran adalah suatu perilaku debit sebagai respon adanya perubahan
karakteristik biogeofisik yang berlangsung dalam suatu DAS (oleh adanya
kegiatan pengelolaan DAS) dan atau adanya perubahan (fluktuasi musiman atau
tahunan) iklim lokal (Asdak, 1995).
Pengoperasian PLTA Lae Renun juga terancam oleh penurunan debit air
sungai Lae Renun. Ancaman turunnya debit air sungai dapat terjadi sewaktu-
waktu mengingat perambahan hutan lindung Lae Pondom sebagai daerah
tangkapan air sungai ini. Kalau tahun 1982 debit air Sungai Lae Renun mencapai
20 meter kubik per detik, sekarang tinggal 13 meter kubik perdetik. Untuk
Universitas Sumatera Utara
mengoperasikan dua turbin di PLTA Lae Renun, butuh 10 meter kubik perdetik
(http://www.geocities.com).
Sejak awal Agustus debit air Sungai Tuntang hanya berkisar 5,83 meter
kubik per detik sehingga PLTA Jelok hanya mengoperasikan dua mesin
pembangkit dan menghasilkan daya listrik 7,5 MW Pada pertengahan Agustus
debit air terus menyusut hingga 3,34 meter per detik sehingga PLTA Jelok hanya
mengoperasikan satu mesin pembangkit yang menghasilkan daya listrik 4 MW.
Sebenarnya satu mesin pembangkit ini bisa maksimal menghasilkan daya listrik
hingga 5 MW jika debit airnya mencapai empat meter kubik per detik. Dengan
kondisi (menurunnya debit air) ini, kami harus benar-benar berhemat karena
pengguna air Sungai Tuntang juga banyak, antara lain PDAM, petani, dan
nelayan. Hingga kini, kami baru bisa mempertahankan elevasi Rawapening
setinggi 461,20 meter di atas permukaan laut (mdpl). Padahal, Balai Pengelolaan
Sumber Daya Air (BPSDA) Jawa Tengah (Jateng) yang berkompeten mengatur
penggunaan air Sungai Turitang sudah meminta agar elevasi dipertahankan
setinggi 461,67 mdpl, tutur Sriyoto, Supervisor Senior PLTA Jelok
(http://www2.kompas.com).
Tiga mesin pembangkit yang ada di PLTA Timo bisa menghasilkan daya
maksimal 12 MW. Untuk menghasilkan daya maksimal tersebut dibutuhkan aliran
air dengan debit 15,3 meter kubik per detik. Penurunan debit air sungai pada
musim kemarau ini membuat PLTA Timo hanya bisa mengoperasikan satu mesin
pembangkit listrik. Setelah kolam tandon harian dikuras awal Agustus lalu, PLTA
Timo sempat mengoperasikan dua mesin pembangkit dan hanya menghasilkan
daya listrik maksimal 7 MW. Sejak pertengahan Agustus, debit air hanya berkisar
Universitas Sumatera Utara
3,5 meter-4 meter kubik per detik sehingga PLTA Timo hanya mengoperasikan
satu mesin pembangkit dan hanya menghasilkan daya listrik maksimal 3 MW
(http://www.geocities.com).
Debit air dari saluran primer Kali Progo-Manggis, berasal dari Bendung
Badran, Kabupaten Temanggung. Air yang mengalir dari saluran primer
sepanjang 19,7 kilometer ini diteruskan ke 13 saluran sekunder sepanjang 57,5
kilometer. Secara keseluruhan, aliran air irigasi dari Kali Progo-Manggis ini
mengaliri 3.392 hektar sawah, mulai dari Desa Badran, Kabupaten Temanggung,
hingga Desa Blondo, Kabupaten Magelang.
Debit air irigasi di Kali Progo dan Kali Manggis ini biasanya akan
menyusut drastis pada bulan Agustus dan September. Pada September lalu, debit
irigasi bahkan sempat mencapai angka terendah, 1.700 liter per detik.
Di Kabupaten Purworejo dan Kedungputri, debit air maksimal juga telah
dicapai di daerah irigasi Kedungputri dan Boro. Minggu ini, debit air di dua
daerah irigasi tersebut bahkan telah mencapai 5.000 liter per detik, ujar Kepala
Dinas Pengairan Kabupaten Purworejo Sudarmono.
Pada awal musim kemarau, daerah irigasi Kedungputri hanya memiliki
debit air 2.000 liter per detik. Pada September lalu, debit air bahkan menyusut
hingga 700-800 liter detik. Daerah irigasi ini mengaliri areal sawah seluas 4.341
hektar. Daerah irigasi Boro mengaliri 5.127 hektar sawah. Pada September lalu,
debir air di daerah irigasi ini bahkan hanya berkisar 100 liter per detik.
Tiga daerah irigasi lainnya, menurut Sudarmono, saat ini baru mencapai
sekitar 50 persen dari debit air maksimal Daerah irigasi Guntur yang mengaliri
Universitas Sumatera Utara
363 hektar sawah, saat ini memiliki debit air 625 liter per detik, dan daerah irigasi
Penungkulan memiliki debit air 750 liter per detik (kompas. Com 2008).
Laju aliran permukaan adalah jumlah atau volume air yang mengalir pada
suatu titik per detik atau per jam, dinyatakan dalam m
3
per detik atau m
3
per jam.
Laju aliran permukaan dikenal juga dengan istilah debit. Besarnya debit
ditentukan oleh luas penampang air dan kecepatan alirannya, yang dapat
dinyatakan dengan persamaan :
Q =A V
dimana : Q =debit air (m
3
/detik atau m
3
/jam)
A =luas penampang air (m
2
)
V =kecapatan air melalui penampang tersebut (m/detik)
(Arsyad, 1989).
Aliran sungai berasal dari hujan yang masuk ke dalam alur sungai berupa
aliran permukaan, aliran air di bawah permukaan, aliran air bawah tanah dan
butir-butir hujan yang langsung jatuh kedalam alur sungai. Debit aliran sungai
akan naik setelah terjadi hujan yang cukup, kemudian akan turun kembali setelah
hujan selesai. Gambar tentang naik turunnya debit sungai menurut waktu disebut
hidrograf. Bentuk hidrograf suatu sungai tegantung dari sifat hujan dan sifat-sifat
daerah aliran sungai yang bersangkutan (Arsyad,2006).
Sebagian besar debit aliran pada sungai kecil yang masih alamiah adalah
debit aliran yang berasal dari air tanah atau mata air dan debit aliran air
permukaan (air hujan). Dengan demikian aliran air pada sungai kecil pada
umumnya lebih menggambarkan kondisi hujan daerah yang bersangkutan.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan sungai besar, sebagian besar debit alirannya berasal dari sungai-sungai
kecil dan sungai sedang diatasnya. Sehingga aliran air sungai besar tidak mesti
menggambarkan kondisi hujan dilokasi yang bersangkutan. Aliran dasar pada
sungai kecil terbentuk dari aliran mata air dan air tanah, sedang aliran dasar pada
sungai besar dibentuk dari aliran dasar sungai-sungai kecil dan sedang diatasnya
(Maryono, 2005).
Sedimentasi dan Erosi
Sedimentasi adalah hasil proses erosi, baik hasil erosi permukaan, erosi
parit, atau jenis erosi tanah lainnya. Sedimen umumnya mengendap di bagian
bawah kaki bukit, di daerah genangan banjir, di saluran air, sungai dan waduk.
Hasil sedimen (sediment yield) adalah besarnya sedimen yang berasal dari erosi
yang terjadi di daerah tangkapan air yang diukur pada periode waktu dan tempat
tertentu. Hasil sedimen biasanya diperoleh dari pengukuran sedimen terlarut
dalam sungai (suspended sediment) atau dengan pengukuran langsung di dalam
waduk (Asdak, 1995).
Tanah dan bagian-bagian tanah yang terangkut oleh air dari suatu tempat
yang mengalami erosi pada suatu daerah aliran sungai (DAS) dan masuk ke dalam
suatu badan air secara umum disebut sedimen. Sedimen yang terbawa masuk ke
dalam sungai hanya sebagian saja dari tanah yang tererosi dari tempatnya.
Sebagian lagi dari tanah yang terbawa erosi akan mengendap pada suatu tempat di
lahan bagian bawah tempat erosi pada DAS tersebut (Arsyad, 2006).
Sedimen yang dihasilkan oleh proses erosi dan terbawa oleh aliran air akan
diendapkan pada suatu tempat yang kecepatan airnya melambat atau terhenti.
Universitas Sumatera Utara
Peristiwa pengendapan ini dikenal dengan peristiwa atau peroses sedimentasi.
Sedimentasi adalah proses yang bertanggung jawab atas terbentuknuya dataran-
dataran alluvial yang luas yang banyak terdapat di dunia, oleh karena memberikan
keuntungan karena memberikan lahan untuk perluasan pertanian atau pemukiman.
Akan tetapi, bagaimanapun juga sedimen yang dihasilkan oleh erosi yang cepat
pada tanah-tanah yang salah kelola lebih banyak menimbulkan kerugian atau
malapetaka bagi kehidupan manusia. Sedimen menyebabkan pendangkalan badan
air tersebut, yang dapat menimbulkan kerugian karena mengurangi fungsi badan
air yang mengalami pendangkalan tersebut (Arsyad, 2006).
Tanah yang terangkut oleh erosi umumnya mengandung unsur-unsur atau
senyawa kimia dan pestisida dalam jumlah banyak. Bahan-bahan kimia tersebut
akan melarut dalam air sungai, air danau, air waduk dan air laut di tepi pantai.
Disamping itu sedimen yang melarut ini mengakibatkan kekeruhan yang tinggi,
menurunnnya oksigen terlarut sehingga berakibat buruk bagi kehidupan ikan,
menyuburkan pertumbuhan gulma air: disamping beberapa unsur yang terlarut
bersifat meracun (nitrit dan bahan aktif pestisida) (Hakim dkk, 1986).
Aliran merupakan hal yang prinsip untuk pengangkutan sedimen pada
tanah. Endapan-endapannya dapat dilihat hampir disemua tempat disebut
alluvium, nama umum untuk pengendapan diluar laut. Sedimen berbeda dari
tempat ke tempat lain tergantung pada tipe alirannya, energi yang tersedia untuk
kerja dan sifat dari bahan sedimen (Munir, 1996).
Lahan kritis di Indonesia telah mencapai 28 juta hektar yang terdapat di
kawasan hutan dan non-hutan. Namun, pendekatan berdasarkan daerah aliran
sungai mempunyai potensi baik untuk dijadikan basis pengelolaan lahan kritis itu.
Universitas Sumatera Utara
Hal ini beranjak dari kenyataan bahwa terjadinya erosi bisa diketahui dengan
perubahan pola aliran sungai. Hingga sekarang ini, dengan pendekatan DAS
(daerah aliran sungai), diketahui bahwa hampir semua sungai besar di tanah air
dapat digolongkan kedalam DAS-DAS kritis. Bukti dari hal ini adalah terjadinya
banjir kiriman yang melanda banyak daerah aliran sungai di seluruh tanah air
yang merusak tidak hanya daerah pemukiman penduduk tetapi areal pertanian.
Sebagai misal, banjir yang melanda beberapa kecamatan Indragiri Hilir, Jambi,
dan Palembang sekitar bulan desember 1991 dan 1992 (Rahim,2003).
Kebanyakan lembah sungai berpenduduk padat dan tanah digunakan
secara intensif. Potensi untuk penggunaan pertanian sangat bergantung pada
keadaan hidrologi, keserasiannya untuk dialiri, bahaya kegaraman dan kesuburan
tanah. Oleh karena itu di bagian hulu oleh kebanyakan daerah tadahan
pembabatan hutan meningkat maka lepas sungai meningkat pula dan acapkali
menyulitkan pengendalian banjir. Penghutanan kembali dan perlindungan hutan di
daerah tadahan mutlak penting pada banyak negeri (Buringh, 1993).
pH
pH adalah derajat keasaaman digunakan untuk menyatakan tingkat
keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Yang dimaksudkan
"keasaman" di sini adalah konsentrasi ion hidrogen (H
+
) dalam pelarut air.
Nama pH berasal dari potential of hydrogen. Secara matematis, pH
didefinisikan dengan
pH = log
10
[H
+
]
Universitas Sumatera Utara

Nilai pH berkisar dari 0 hingga 14. Suatu larutan dikatakan netral apabila
memiliki nilai pH=7. Nilai pH>7 menunjukkan larutan memiliki sifat basa,
sedangkan nilai pH<7 menunjukan keasaman (http://id.wikipedia.org/wiki/PH).
pada aliran air (sungai) alamiah, pembentukan pH dalam aliran air tersebut
sangat ditentukan oleh reaksi karbondioksida. Besarnya angka pH dalam suatu
perairan dapat dijadikan indikator adanya keseimbangan unsur-unsur kimia dan
dapat mempengaruhi ketersediaan unsur-unsur kimia dan unsur-unsur hara yang
amat bermanfaat bagi kehidupan vegetasi akuatik. pH air juga mempunyai
peranan penting bagi kehidupan ikan dan fauna lain yang hidup di perairan
tersebut. Umumnya, perairan dengan tingkat pH yang lebih kecil daripada 4,8 dan
lebih besar daripada 9,2 sudah dapat dianggap tercemar (Asdak, 1995).
Tingkat keasaman air atau sering juga dikatakan sebagai kekuatan asam
(pH) termasuk parameter kualitas air. Air yang belum terpolusi biasanya berada
pada skala Ph 6,0-8,0. Sebagai contoh, air hujan mempunyai pH sekitar 5,6, air
laut pH 8,1, dan pH air di bawah pH 5,0 dinyatakan sebagai air tepolusi. Besar pH
air dapat diukur dengen menggunakan pH meter (Situmorang, 2007).
Nilai pH 7 dikatakan netral karena pada air murni ion H
+
terlarut dan ion
OH
-
terlarut (sebagai tanda kebasaan) berada pada jumlah yang sama, yaitu 10
-7

pada kesetimbangan :
H
2
O =H
+
+OH
-

Penambahan senyawa ion H
+
terlarut dari suatu asam akan mendesak
kesetimbangan ke kiri (ion OH
-
akan diikat oleh H
+
membentuk air). Akibatnya
terjadi kelebihan ion hidrogen dan meningkatkan konsentrasinya.
Universitas Sumatera Utara
Umumnya indikator sederhana yang digunakan adalah kertas lakmus yang
berubah menjadi merah bila keasamannya tinggi dan biru bila keasamannya
rendah Selain mengunakan kertas lakmus, indikator asam basa dapat diukur
dengan pH meter yang bekerja berdasarkan prinsip elektrolit / konduktifitas suatu
larutan (http://id.wikipedia.org/wiki/PH).
BOD
Kebutuhan oksigen biologi (BOD) didefinisikan sebagai banyaknya
oksigen yang diperlukan oleh organisme pada saat pemecahan bahan organik,
pada kondisi aerobik. Pemecahan bahan organik diartikan bahwa bahan organik
ini digunakan oleh organisme sebagai bahan makanan dan energinya diperoleh
dari proses oksidasi.
Penentuan BOD sangat penting untuk menelusuri aliran pencemaran dari
tingkat hulu ke muara. Sesungguhnya penentuan BOD merupakan suatu prosedur
bioassay yang menyangkut pengukuran banyaknya oksigen yang digunakan oleh
organisme selama organisme tersebut menguraikan bahan organik yang ada dalam
suatu perairan, pada kondisi yang harnpir sama dengan kondisi yang ada di alam
(http://www.oseanografi.lipi.go.id/download/ose_xxx3_oksig.pdf).
BOD (Biochemical Oxygen Demand) artinya kebutuhan oksigen biokimia
yang menunjukkan jumlah oksigen yang digunakan dalam reaksi oksidasi oleh
bakteri. Sehingga makin banyak bahan organik dalam air, makin besar B.O.D nya
sedangkan D.O (oksigen terlarut) akan makin rendah. Air yang bersih adalah yang
B.O.D nya kurang dari 1 mg/l atau 1ppm, jika B.O.D nya di atas 4ppm, air
dikatakan tercemar (Pustekkom2005).
Universitas Sumatera Utara
BOD (Biochemical Oxygen Demand) menunjukkan jumlah oksigen
terlarut yang dibutuhkan organisme hidup untuk memecah atau mengoksidasi
bahan-bahan buangan di dalam air. Jadi nilai BOD tidak menunjukkan jumlah
bahan organik yang sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah
oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan buangan tersebut. Jika
konsumsi oksigen tinggi yang ditunjukkan dengan semakin kecilnya sisa oksigen
terlarut, maka berarti kandungan bahan-bahan buangan yang membutuhkan
oksigen tinggi (Fardiaz, 1992).
Konsumsi oksigen dapat diketahui dengan mengoksidasi air pada suhu
20
0
C selama 5 hari, dan nilai BOD yang menunjukkan jumlah oksigen yang
dikonsumsi dapat diketahui dengan menghitung selisih konsentrasi oksigen
terlarut sebelum dan setelah inkubasi. Pengukuran selama 5 hari pada suhu 20
0
C
ini hanya menghitung sebanyak 68 % bahan organik yang teroksidasi, tetapi suhu
dan waktu yang digunakan tersebut merupakan standar uji karena untuk
mengoksidasi bahan organik seluruhnya secara sempurna diperlukan waktu yang
lebih lama, yaitu mungkin sampai 20 hari, sehingga dianggap tidak efisien.
Uji BOD mempunyai beberapa kelemahan, diantaranya adalah :
1. Dalam uji BOD ikut terhitung oksigen yang dikonsumsi oleh bahan-
bahan organik atau bahan-bahan tereduksi lainnya yang disebut juga
intermediate oxygen demand.
2. Uji BOD memerlukan waktu yang cukup lama yaitu minimal 5 hari.
3. Uji BOD yang dilakukan selama 5 hari masih belum dapat
menunjukkan nilai total BOD melainkan hanya kira kira 68 % dari
total BOD.
Universitas Sumatera Utara
4. Uji BOD tergantung dari adanya senyawa penghambat di dalam air,
sehingga hasil uji BOD menjadi kurang teliti.
Air yang hampir murni memiliki nilai BOD kira-kira 1 ppm, dan air yang
mempunyai nilai BOD 3 ppm masih dianggap cukup murni, tetapi kemurnian air
ini diragukan jika nilai BODnya mencapai 5 ppm atau lebih (Fardiaz, 1992).
COD
Untuk mengetahui jumlah bahan organik didalam air dapat dilakukan
suatu uji yang lebih cepat daripada uji BOD, yaitu berdasarkan reaksi kimia dari
suatu bahan oksidan. Uji tersebut disebut uji COD (chemical oxygen demand),
yaitu suatu uji yang menentukan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bahan
oksidan, misalnya kalium dikhromat, untuk mengoksidasi bahan-bahan organik
yang terdapat didalam air.
Uji COD biasanya menghasilkan nilai kebutuhan oksigen yang lebih tinggi
daripada uji BOD karena bahan-bahan yang stabil terhadap reaksi biologi dan
mikroorganisme dapat ikut teroksidasi dalam uji COD. Sebagai contoh, selulosa
sering tidak terukur melalui uji BOD karena sukar dioksidasi melalui reaksi
biokimia, tetapi dapat terukur melalui uji COD. 96 % hasil uji COD yang
dilakukan selama 10 menit kira-kira akan setara dengan hasil uji BOD selama 5
hari. Adanya senyawa khlor selain mengganggu uji BOD juga dapat mengganggu
COD karena khlor dapat bereaksi dengan kalium dikhromat. Cara pencegahannya
adalah dengan menambahkan merkuri sulfat yang akan membentuk senyawa
kompleks dengan khlor, jumlah merkuri yang ditambahkan harus kira-kira
sapuluh kali jumlah khlor di dalam contoh (Fardiaz, 1992).
Universitas Sumatera Utara
Pengujian COD dilakukan untuk mengetahui jumlah senyawa organik
yang dapat dioksidasi di dalam air tetapi dengan menggunakan senyawa kimia
sebagai sumber oksigen. Senyawa kimia yang digunakan sebagai oksidator adalah
pengoksida kuat kalium bikromat (K
2
Cr
2
O
7
), karena senyawa ini akan dapat
mengoksidasi senyawa organik menjadi senyawa CO
2
dan H
2
O dengan persamaan
reaksi
C
x
H
y
O
z
+Cr
2
O
7
2-
+H
+
CO
2
+H
2
O +Cr
3+
Penentuan COD di laboratorium dilakukan secar titrasi, dimana banyaknya
bikromat yang diperlukan dalam reaksi adalah setara dengan banyaknya oksigen
yang dibutuhkan untuk mengoksidasi senyawa organik. Dalam reaksi ini senyawa
bikromat adalah sebagai sumber oksigen untuk mengoksidasi senyawa organik.
Kelebihan penentuan COD adalah sangat cepat, yaitu hanya dibutuhkan waktu 1
2 jam untuk analisis (Situmorang, 2007).
Suhu Air
Air sering digunakan sebagai medium pendingin dalam berbagai proses
industri. Air pendingin tersebut setelah digunakan akan mendapatkan panas dari
bahan yang didinginkan, kemudian dikembalikan ke tempat asalnya yaitu sungai
atau sumber air lainnya. Air buangan tersebut mungkin mempunyai suhu lebih
tinggi dari suhu asalnya. Kenaikan suhu air akan menimbulkan beberapa akibat
sebagai berikut :
1. Jumlah oksigen terlarut di dalam air menurun.
2. Kecepatan reaksi kimia meningkat.
Universitas Sumatera Utara
3. Kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu.
4. J ika batas suhu yang mematikan terlampaui, ikan dan hewan air
lainnya akan mati.
(Fardiaz, 1992)
Aktivitas manusia di dalam industri seperti pada pengoprasian peralatan
industri membutuhkan air sebagai bahan pendingin mesin-mesin, sehingga suhu
air buangan yang berasal dari industri menjadi lebih panas bila dibandingkan
dengan suhu air yang terdapat di lingkungan asalnya. Mengalirkan air yang
berasal dari buangan industri dalam keadaan panas ke dalam air buangan akan
meningkatkan suhu air. Apabila suhu air meningkat maka kelarutan oksigen di
dalam air juga akan semakin menurun. Perubahan panas yang sangat besar pada
air yang disebabkan oleh industri sangat berbahaya terhadap kehidupan organisme
di dalam air karena sangat sedikit kehidupan air yang tahan terhadap air panas.
Akan tetapi, apabila perubahan panas ini hanya disebabkan oleh perubahan
musim, misalnya musim panas dan musim dingin, maka prubahan panas ini masih
bisa ditoleransi oleh beberapa jenis makhluk hidup di dalam air. Kenaikan suhu
air dapat meningkatkan daya mematikan (daya racun) senyawa kimia di dalam air
(Situmorang, 2007).
Secara umum, kenaikan suhu perairan akan mengakibatkan kenaikan
aktivitas biologi, dan pada gilirannya, memerlukan lebih banyak oksigen di dalam
perairan tersebut. Hubungan antara suhu air dan oksigen biasanya berkorelasi
negativ, yaitu kenaikan suhu di dalam air akan menurunkan tingkat solubilitas
oksigen dan dengan demikian menurunkan kemampuan organisme akuatis dalam
Universitas Sumatera Utara
memanfaatkan oksigen yang tersedia untuk berlangsungnya proses-proses biologi
di dalam air.
Kenaikan suhu air suatu perairan alamiah umumnya disebabkan oleh
aktivitas penebangan vegetasi di sepanjang tebing aliran air tersebut. Dengan
adanya penebangan atau pembukaan vegetasi di sepanjang tebing aliran tersebut
mengakibatkan lebih banyak cahaya matahari yang dapat menembus ke
permukaan aliran air tersebut dan, pada gilirannya akan meningkatkan suhu
didalam air (Asdak, 1995).
Kualita air / Baku Mutu Air
Berdasarkan PP no 82 tahun 2001 pasal 8 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup, klasifikasi dan kriteria mutu air ditetapkan menjadi 4 kelas yaitu:
Kelas 1 : yaitu air yang dapat digunakan untuk bahan baku air minum atau
peruntukan lainnya mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut
Kelas 2 : air yang dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, budidaya
ikan air tawar, peternakan, mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
Kelas 3 : air yang dapat digunakan untuk budidaya ikan air tawar, peternakan,
pertanian, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut.
Kelas 4 : air yang dapat digunakan untuk mengairi pertanaman/pertanian, dan
atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut. (Situmorang, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Standar kualitas air minum yang pertama kali dibuat oleh manusia adalah
bebas dari kekeruhan, rasa dan bau. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan,
kini manusia telah membuat standar kualitas air minum yang layak untuk
diminum serta tidak berdampak negativ bagi kesehatan. Di Indonesia standar
kualitas air ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor : 20 Tahun 1990
yang menetapkan kualitas air melalui 4 golongan yaitu:
1. Kualitas air golongan A sebagai baku mutu air untuk air minum tanpa
pengolahan terlebih dahulu.
2. Kualitas air golongan B sebagai baku mutu air untuk air baku.
3. Kualitas air golongan C sebagai baku mutu air untuk perikanan dan
peternakan.
4. Kualitas air golongan D sebagai baku mutu air untuk keperluan pertanian dan
dapat dimanfaatkan untuk usaha di perkotaan, industri, Pembangkit Listrik
Tenaga Air.
(http://www.pontianakpost.com/berita/index.asp?Berita=Opini&id=16610).
Agar air layak untuk dikonsumsi sebagai air minum maka air yang berasal
dari berbagai jenis sumber air harus terlebih dahulu diolah. Secara umum,
pengolahan air dapat digolongkan menjadi 3 bagian, yaitu (1) pengolahan untuk
keperluan domestik misalnya air konsumsi rumah tangga, (2) pengolahan untuk
keperluan khusus industri, dan (3) pengolahan air untuk layak dibuang ke
lingkungan. Tingkat kesulitan pengolahan air untuk konsumsi manusia tergantung
pada jenis sumber air. Misalnya, air untuk keperluan domestik harus di
desinfektasi untuk menghilangkan mikroorganisme penyebab penyakit dan
kesadahan air yang disebabkan oleh kehadiran ion kalsium dan magnesium masih
Universitas Sumatera Utara
bisa ditoleransi. Akan tetapi, berbeda dengan air yang akan digunakan untuk
industri, misalnya untuk pendingin mesin-mesin industri, kesadahan air harus
dihilangkan serendah mungkin agar tidak terjadinya pengendapan di dalam mesin
dan kehadiran bakteri dan mikroorganisme di dalam air tidak menjadi masalah.
Demikian dengan air limbah yang akan dikembalikan kedalam air sungai maka
pengolahannya juga harus lebih ketat agar semua senyawa pencemar yang
membahayakan lingkungan dapat dihilangkan dan tidak mencemari lingkungan
(Situmorang, 2007).
Sungai dan danau yang dijumpai hampir di semua tempat pada mulanya,
sebelum mendapat gangguan manusia, mempunyai kualitas air yang bersifat
alamia. Debu, mineral-mineral atmosfer dan berbagai macam gas banyak yang
terlarut di dalam air hujan yang pada gilirannya akan menentukan status kualitas
air alamiah badan air atau sungai tersebut. Mineral dan gas yang umum ditemukan
terlarut dala air hujan adalah karbon, sulfur, sodium, kalsium, nitrogen, oksigen
dan silikon. Selama barlangsungnya proses intersepsi air hujan, air lolos dan air
aliran batang akan membawa serta lebih banyak bahan mineral dan unsur-unsur
organik dari tubuh vegetasi (daun dan batang/cabang).
Seiring dengan perjalanan air yang telah bercampur dengan mineral
tersebut ke permukaan tanah maka kemudian akan terjadi pencampuran dan
pertukaran mineral dan unsur-unsur hara yang bersal dari komponen-komponen
fauna dan flora di dalam tanah. Ketika pada akhirnya air tersebut muncul sebagai
aliran air sungai, maka unsure-unsur organik dan non-organik yang terlarut dalam
aliran sungai tersebut merupakan perwakilan dari unsur-unsur mineral yang ada
dalam DAS atau sub-DAS yang menjadi kajian. Komponen-komponen
Universitas Sumatera Utara
pembentuk status kualitas air akan mengalami perubahan lebih lanjut karena air
tersebut akan berinteraksi dengan berbagai jenis vegetasi yang tumbuh di pingir-
pinggir sungai (riparian vegetation) (Asdak, 1995).
Tabel 1 : Pembagian kelas dengan parameter fisika dan kimia anorganik
berdasarkan PP no 82 tahun 2001.
Parameter satuan kelas keterangan
I II III IV
FISIKA

Tempratur

o
C

deviasi 3

deviasi 3

deviasi 3

deviasi
5
Deviasi temperatur
dari keadaan
almiahnya
Residu terlarut mg/ L 1000 1000 1000 5000


Residu
tersuspensi


mg/ L


50


50


400


400
Bagi pengolahan
air minum secara
konvesional, residu
tersuspensi 5000
mg/ L
KIMIA ANORGANIK



pH
6-9 6-9 6-9 5-9
Apabila secara
alamiah di luar
rentang tersebut,
maka ditentukan
berdasarkan
kondisi alamiah
BOD mg/L 2 3 6 12
COD mg/L 10 25 50 100
DO
mg/L 6 4 3 0
Angka batas
minimum
Total Fosfat sbg
P
mg/L 0,2 0,2
1 5
NO 3 sebagai N mg/L 10 10 20 10




NH3-N
mg/L 0,5 (-) (-) (-)
Bagi perikanan,
kandungan amonia
bebas untuk ikan
yang peka 0,02
mg/L sebagai NH3
Arsen mg/L 0,05 1 1 1
Kobalt mg/L 0,2 0,2 0,2 0,2
Barium mg/L 1 (-) (-) (-)
Boron mg/L 1 1 1 1
Selenium mg/L 0,01 0,05 0,05 0,05
Kadmium mg/L 0,01 0,01 0,01 0,01
Khrom (VI) mg/L 0,05 0,05 0,05 0,01


Tembaga
mg/L 0,02 0,02 0,02 0,2
Bagi pengolahan
air minum secara
konvensional, Cu
1 mg/L
Sumber : Lampiran PP no 82 tahun 2001

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai