Sejak awal 2013, Indonesia diberi pelajaran sangat berharga oleh beberapa bahan pangan seperti kedelai, daging sapi dan Bawang Merah. Sebenarnya termasuk pula beberapa bahan pangan pokok seperti beras, gula dan garam, namun issunya tidak terlalu besar. Pelajaran pertama tentang kedelai, yang harganya meningkat dari sekitar Rp6.000,- menjadi sekitar Rp8.000,-/kg. Penyebabnya tentu karena pasokan dari jenis kedelai yang disenangi konsumen berkurang. Kedelai yang disenangi para produsen tahu tempe adalah kedelai import yang bijinya besar atau kedelai biji besar yang sekarang masih tergantung import. Komoditi kedelai ini disebut strategis karena dibutuhkan oleh masyarakat banyak. Pelajaran kedua, tentang dua komoditi sekaligus yaitu bawang putih dan bawang merah. Agaknya membicarakan Bawang merah sebagai komoditi, mungkin merupakan kejadian pertama kali terjadi sejak ratusan tahun terakhir, bahkan sejak bawang merah menjadi makanan manusia di Indonesia, terutama tentang perubahan harganya yang sangat drastis. Harga bawang merah pada September tahun lalu dipetani anjlog hingga Rp2.000,-/kg, lalu naik menjadi Rp32.000,-/kg pada awal Maret 2013, atau naiknya mencapai 1.525%. Kalau dibandingkan dengan harga eceran dikonsumen yang sekarang mencapai lebih dari Rp50.000,-/kg, kenaikan itu menjadi lebih besar lagi. Untuk Bawang merah, ada beberapa penyebab, antara lain karena sebagian petani malas menanam karena habis kejatuhan harga tahun lalu ; musim penghujan resiko menanam bawang merah dimusim hujan besar ; petani lebih senang menanam padi dimusim hujan. Akibatnya pasokan kepasar kurang dan harga naik fantastis. Sedangkan kenaikan harga Bawang putih yang menggila disebabkan oleh pasokan ke pasar kurang. Penyebabnya bawang import terlambat masuk pasar disebabkan oleh berbagai hal. Padahal container yang penuh bawang putih itu sudah menumpuk di pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Bawang putih itu tidak dapat dibongkar lalu masuk pasar kabarnya karena para pengimport kurang dalam melengkapi syarat administrasi. Negara yang luas ini, memiliki banyak spesifikasi agronomis yang mampu menghasilkan berbagai komoditi yang ada didunia ini, termasuk Bawang Merah dan Bawang Putih. Secara umum, Bawang merah dapat ditanam dengan baik di dataran rendah. Akan lebih baik lagi mutu hasil produksinya bila ditanam pada tanah dengan tekstur lempung berpasir dengan kandungan kalsium yang cukup. Tanah seperti itu tersebar hamper di semua pulau Sumatra, Jawa, Sulawesi, Bali, NTB, NTT hingga Irian Jaya. Mutu produk bawang putih akan bagus kalau tanahnya subur dan gembur plus kondisi kimia dan biologi yang sesuai dengan syarat tumbuhnya. Di Jawa, Lereng gunung yang terhampar di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur merupakan tanah terbaik untuk budidya Bawang Putih. Kalau semua kawasan yang potensial untuk budidaya Bawang putih di Sumatra, Sulawesi, Jawa masih kurang, bisa dikembangkan disekitar Bali. Irian Jaya yang luas dan bergunung, tentu masih menyimpan potensi sebagai penghasil Bawang Putih. Tetapi agaknya para peneliti pertanian kita lebih suka sibuk disekitar Jakarta yang serba nyaman itu. Sabtu, 16 Maret 2013 - www.paskomnas.com
TANGGAPAN
Pertama, penataan di kementerian bidang pertanian, yaitu Dirjen PPHP, karena tugas-tugas yang ada didalamnya sama dengan tugas yang ada di Kementerian Perindustrian dan Perdagangan. Kementerian pertanian sebaiknya fokus di kegiatan budidaya hingga produknya siap. Setelah itu, kalau produknya akan dijual kepasar dalam bentuk segar biar ditangani oleh Kementerian Perdagangan. Kalau produknya akan diolah, biar menjadi tugas Kementerian Perindustrian, yang pemasarannya juga diserahkan pada Kementerian perdagangan. Kementerian pertanian sebaiknya fokus pada penelitian untuk menghasilkan benih/bibit unggul, penelitian teknologi terapan dan mengembangkannya dalam budidaya. Kasus bawang putih dan kedelai import yang akhirnya dicintai konsumen sebaiknya di stop dan tidak terjadi di bawang merah. Kedua, adalah penataan sentra produksi, penataan pola tanam dan pola panen. Istilah panen raya harus diganti dengan panen teratur sesuai dengan kebutuhan pasar. Kalau sentra produksi & pola tanam/panen sudah dibuat, kelembagaan petaninya harus kuat berbentuk korporasi formal disetiap sentra produksi. Kebebasan petani dalam memilih komoditi dan waktu tanam harus diarahkan sesuai dengan program. Bersamaan dengan itu, kalau korporasi petani sudah layak ekonomi, harus ada skema investasi di usahatani dengan memanfaatkan modal masyarakat melalui bank. Ketiga, adalah penataan distribusi. Kota-kota tempat konsentrasi penduduk harus dikenali kebutuhan komoditinya per hari. Data ini digunakan sebagai basis distribusi komoditi iu sehingga pasokan kepasar tidak melampaui kebutuhan. Bersamaan dengan itu perlu penataan pelaku distribusi produk itu dalam sebuah system logistik nasional. Hal ini untuk menghilangkan distribusi tak terarah yang selama ini dilakukan oleh para pelaku dengan dasar kira-kira. Dengan sistem ini, diharapkan kebutuhan masyarakat konsumen terpenuhi dan harga tidak berfluktuasi sehingga produsen tidak mengalami harga jatuh.
TUGAS ILMU EKONOMI UMUM
PERMASALAHAN EKONOMI PERTANIAN INDONESIA
Disusun Oleh: Astari Maghfira 23040113190012 Program Studi Agribisnis Kelas A
FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO