Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Osteoporosis adalah penyakit metabolik tulang yang mempunyai sifat-sifat khas berupa
massa tulang yang rendah, disertai mikro arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan
tulang yang akhirnya dapat menimbulkan kerapuhan tulang dan menyebabkan fraktur.
Osteoporosis disebut sebagai silentdisease karena proses kepadatan tulang berkurang secara
perlahan dan berlangsung secara progresif selama bertahun-tahun tanpa disadari dan tanpa
disertai adanya gejala. Bahkan pasien osteoporosis yang dapat diidentifikasi setelah terjadi
fraktur hanya kurang dari 25% (Gomez,2006). Osteoporosis adalah suatu keadaan dimana
masa tulang atau kepadatan tulang per unit volume tulang berkurang (decrease bone density
and mass), mikro arsitektur jaringan tulang menjadi jelek dan mengakibatkan peningkatan
fragilitas tulang dengan akibat risiko untuk terjadinya patah tulang.
Pada studi epidemiologi, kejadian osteoporosis terbanyak terjadi pada tulang belakang
diikuti tulang paha kemudian tulang pergelangan, tulang dada, tulang humerus dan tulang
panggul. Khusus wanita pada usia klimakterium kadar estrogen mulai menurun sehingga
terjadi gangguan keseimbangan antara osteoklas (penghancur tulang) dan osteoblas
(pembentukan tulang). Gejala adanya defisiensi estrogen adalah hot flushes, rasa tidak
menyenangkan pada vagina dan gejala gangguan miksi akibat vagina yang kering. Terjadinya
peningkatan insiden osteoporosis dan penyakit jantung akan meningkat pada dekade ke 6 dan
7 kehidupan. Dahulu dikatakan efek estrogen yang menyebabkan gangguan resorpsi jaringan
tulang terjadi secara tidak langsung karena terbukti tidak ditemukannya reseptor estrogen di
tulang. Tetapi pada penelitian akhir-akhir ini terbukti bahwa adanya reseptor estrogen di sel
tulang. Hal ini membuktikan adanya efek langsung estrogen di tulang terutama pada proses
osteoblas. Penelitian klinis pada wanita klimakterium menunjukkan bahwa defisiensi
estrogen merupakan faktor utama tetapi bukan merupakan faktor dasar dalam berkembangnya
osteoporosis. Penggunaan estrogen tidak seluruhnya menurunkan risiko terjadinya patah
tulang tetapi secara bermakna dapat menurunkan kejadian osteoporosis. Selain hormon
estrogen, peranan paratiroid hormon (PTH), vitamin D dan kalsitonin sangat mempengaruhi
masa depan wanita yang nantinya akan mencapai usia di atas 80 tahun. Ini berarti bahwa
wanita Indonesia akan menjalani kurang lebih sepertiga masa hidupnya dalam keadaan
kekurangan estrogen yang disertai hilangnya massa tulang sampai 50%. Pada wanita yang
mengalami menopause dini risiko osteoporosis menjadi lebih besar.
Menurut kanis, seorang tokoh WHO dibidang osteoporosis, jumlah patah tulang
osteoporosis meningkat dengan cepat diseluruh dunia pada tahun 1990 terjadi 1,7 kasus patah
tulang panggul, angka ini diperkirakan mencapai 6,3 juta pada tahun 2050 seiring dengan
semakin tingginya usia harapan hidup. (Hilmi,2003). Di amerika 26 juta orang usia diatas 50
tahun menderita osteoporosis, 40 % diantaranya mengalami patah tulang karena osteoporosis.
20 juta diantaranya adalah wanita tanda ini akan membuat beban biaya untuk pengobatan
kira-kira 10 juta dolar pertahun. Menurut penelitian di Australia setiap tahunnya 20.000
wanita mengalami keretakan tulang panggul dan dalam 1 tahun satu diantaranya meninggal
karena komplikasi. Garvan mengatakan bahwa 25 % wanita di negri kanguru itu akan terkena
osteoporosis. Sekitar 80% persen penderita penyakit osteoporosis adalah wanita, termasuk
wanita muda yang mengalami penghentian siklus menstruasi (amenorrhea). Hilangnya
hormon estrogen setelah menopause meningkatkan risiko terkena osteoporosis. Penyakit
osteoporosis yang kerap disebut penyakit keropos tulang ini ternyata menyerang wanita sejak
masih muda. Tidak dapat dipungkiri penyakit osteoporosis pada wanita ini dipengaruhi oleh
hormon estrogen. Namun, karena gejala baru muncul setelah usia 50 tahun, penyakit
osteoporosis tidak mudah dideteksi secara dini.Meskipun penyakit osteoporosis lebih banyak
menyerang wanita, pria tetap memiliki risiko terkena penyakit osteoporosis. Sama seperti
pada wanita, penyakit osteoporosis pada pria juga dipengaruhi estrogen. Bedanya, laki-laki
tidak mengalami menopause, sehingga osteoporosis datang lebih lambat. Jumlah usia lanjut
di Indonesia diperkirakan akan naik 414 persen dalam kurun waktu 1990-2025, sedangkan
perempuan menopause yang tahun 2000 diperhitungkan 15,5 juta akan naik menjadi 24 juta
pada tahun 2015. Dapat dibayangkan betapa besar jumlah penduduk yang dapat terancam
penyakit osteoporosis. Beberapa fakta seputar penyakit osteoporosis yang dapat
meningkatkan kesadaran akan ancaman osteoporosis berdasar Studi di Indonesia:
1. Prevalensi osteoporosis untuk umur kurang dari 70 tahun untuk wanita sebanyak 18-36%,
sedangkan pria 20-27%, untuk umur di atas 70 tahun untuk wanita 53,6%, pria 38%.
2. Lebih dari 50% keretakan osteoporosis pinggang di seluruh dunia kemungkinan terjadi di
Asia pada 2050. (Yayasan Osteoporosis Internasional)Mereka yang terserang rata-rata
berusia di atas 50 tahun. (Yayasan Osteoporosis Internasional).
3. Satu dari tiga perempuan dan satu dari lima pria di Indonesia terserang osteoporosis atau
keretakan tulang. (Yayasan Osteoporosis Internasional) .
4. Dua dari lima orang Indonesia memiliki risiko terkena penyakit osteoporosis. (depkes,
2006).
Berdasarkan menu makanan lansia yang dinilai dengan lembar food recall 24 Jam
dalam dua hari, maka dapat diperkirakan rata-rata jumlah asupan kalsium Perhari adalah
sekitar 500mg/hari. Angka ini tentu berada dibawah anjuran Kebutuhan kalsium bagi lansia
di Indonesia yaitu 800mg/hari. Sedangkan asupan Vitamin D perhari sebesar 40 IU, jauh dari
yang seharusnya yaitu 400 IU(10g) Selain itu, dua orang lansia jarang terpapar sinar
matahari pada pagi ataupun Sore hari. Mereka tidak ada yang mengkonsumsi suplemen
kalsium dan vitamin D. Sebelum berada dipanti, 8 orang lansia jarang melakukan olahraga
dan saat ini 2 orang lansia masih melakukan olahraga kurang dari 3kali seminggu. Riwayat
Merokok dimiliki oleh 4 orang lansia dengan jumlah rokok yang dihisap sebanyak >20
batang/hari. Saat ini, kebiasaan merokok masih dilakukan oleh tiga orang lansia dengan
menghisap rokok 5-20batang/hari. Lima orang lansia memiliki riwayat mengkonsumsi kopi
>3 gelas perhari. Saat ini tiga lansia masih mengkonsumsi kopi 3 gelas/hari. Dua orang
memiliki riwayat mengkonsumsi alkohol sebanyak 3 gelas kecil/hari. Beberapa hal yang
masih menjadi permasalahan sehingga osteoporosis penting untuk diteliti yaitu paradigma
masyarakat khususnya lansia tentang osteoporosis yang masih dianggap sebagai penyakit
karena proses penuaan yang tidak dapat dihindari (Junaidi,2007). Perhatian pada ancaman
osteoporosis hingga kini masih diabaikan jika dibandingkan perhatian pada penyakit lain.
Program pencegahan untuk mengurangi jumlah penderita osteoporosis dan patah tulang juga
minim. Pengukuran densitas tulangpun jarang dilakukan, sehingga data prevalensi
osteoporosis terbatas. Kesadaran masyarakat pada umumnya dan lansia khususnya mengenai
osteoporosis sebagai silentdesease juga masih sangat rendah (Suheimi,2008). Kesadaran dan
menghindari faktor-faktor risiko, disertai diet cukup dan olahraga sangat penting. Jauh lebih
mudah mencegah daripada mengobati osteoporosis, oleh karena itu lebih baik memulai
pengobatan sedini mungkin pada wanita yang mempunyai risiko untuk menghindari agar
tidak terjadi osteoporosis. Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk pencegahan terjadinya
osteoporosis diantaranya dengan meningkatkan peak bone mass (umur 0 35 tahun),
masukan kalsium yang adekuat seperti minum susu secara rutin, olahraga yang cukup,
Hindari merokok dan alkohol, serta pengobatan defisiensi estrogen sesegera mungkin. Jika
pada wanita yang sudah menopause dapat dilakukan dengan cara terapi sulih hormon
estrogen (gold standar) dan mengkonsumsi kalsium yang adekuat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah percepatan menopause pada wanita ?
2. Bagaimanakah peningkatan osteoporosis ?
3. Bagaimanakah hubungan antara percepatan menopause pada wanita dan peningkatan
osteoporosis ?
1.3 Tujuan Penelitian
a. Tujuan umum
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi tentang hubungan antara
percepatan menopause pada wanita dengan peningkatan resiko osteoporosis.
b. Tujuan khusus
1. Mendapatkan informasi tentang percepatan menopause pada wanita.
2. Mendapatkan informasi tentang peningkatan osteoporosis.
3. Mendapatkan informasi tentang hubungan antara percepatan menopause pada
wanita dengan peningkatan resiko osteoporosis.
1.4 Manfaat penelitian
1. Bagi institusi keperawatan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan dan landasan untuk menetapkan
serta menerapkan asuhan keperawatan berupa masalah-masalah yang dihadapi oleh
wanita yang mengalami menopause dini.
2. Bagi mahasiswa keperawatan
Mahasiswa keperawatan mempunyai wawasan tambahan mengenai hubungan antara
percepatan menopause pada wanita dengan peningkatan resiko osteoporosis.

3. Bagi peneliti
Mendapatkan pengalaman dalam melaksanakan penelitian lebih jauh tentang
hubungan antara percepatan menopause pada wanita dengan peningkatan resiko
osteoporosis.
4. Bagi masyarakat
Penelitian ini dapat dijadikan media informasi tentang hubungan antara percepatan
menopause pada wanita dengan peningkatan resiko osteoporosis, serta memberikan
pengetahuan kepada masyarakat tentang hal-hal yang harus diperhatikan didalam
merawat dan memelihara status kesehatan dalam bentuk pencegahan dan pola hidup
sehat agar terhindar dari berbagai macam penyakit pada masa menopause.

Anda mungkin juga menyukai