Anda di halaman 1dari 3

Infeksi Cytomegalovirus (CMV) adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan infeksi oleh

cytomegalovirus, suatu virus yang tergolong keluarga virus herpes yang dapat menyebar dengan mudah
melalui cairan tubuh, seperti darah, air liur, urin, mani, dan air susu ibu. Hampir semua orang akan
terinfeksi oleh virus ini tetapi kondisi ini jarang menimbulkan gejala karena sistem kekebalan tubuh
mampu melawan virus ini. Namun, pada orang-orang yang sistem kekebalan tubuh yang melemah,
seperti orang yang telah melakukan transplantasi organ atau sedang dalam pengobatan kemoterapi,
mereka dapat mengalami gejala, seperti demam, diare, gangguan penglihatan dan bahkan kejang. Tidak
ada pengobatan untuk kondisi ini. Sekali terinfeksi, virus tetap hidup dalam tubuh orang tersebut, tetapi
biasanya dalam stadium dorman (inaktif), seumur hidup. Ada tiga tipe CMV: CMV Primer (ketika
seseorang terinfeksi oleh CMV untuk pertama kalinya), CMV Rekuren (reaktifasi dari infeksi CMV
sebelumnya yang dorman) dan CMV Kongenital (infeksi CMV yang berasal dari ibu yang terinfeksi CMV).
CMV primer pada wanita hamil dapat menyebabkan CMV kongenital pada bayi baru lahir karena virus
dapat ditularkan kepada sang bayi. Bayi-bayi yang menderita CMV kongenital lahir dengan penyakit
ikterus, pembesaran limpa, ruam, dan berat badan lahir yang rendah. Mereka juga memiliki resiko tinggi
untuk mengalami ketulian dan masalah perkembangan di kemudian hari. Meskipun CMV tidak
menyebabkan komplikasi apapun pada orang yang normal, sehat, hal ini harus diperhatikan apabila
mengenai orang dengan sistem kekebalan tubuh yang melemah, wanita hamil, dan bayi yang terinfeksi.
Orang-orang yang termasuk dalam kelompok resiko tinggi ini biasanya diobati dengan antivirus untuk
mencegah komplikasi.

Virus sitomegalia (cytomegalovirus/CMV) adalah virus yang dapat mengakibatkan infeksi
oportunistik (IO lihat Lembaran Informasi (LI) 500). Virus ini sangat umum. Sampai 85%
masyarakat di AS terinfeksi CMV pada saat mereka berusia 40 tahun. Statistik untuk Indonesia
belum diketahui. Sistem kekebalan tubuh yang sehat mengendalikan virus ini, sehingga tidak
mengakibatkan penyakit.
Waktu pertahanan kekebalan menjadi lemah, CMV dapat menyerang beberapa bagian tubuh.
Kelemahan tersebut dapat disebabkan oleh berbagai penyakit termasuk HIV. Terapi
antiretroviral (ART) sudah mengurangi angka penyakit CMV pada Odha secara bermakna.
Namun, kurang lebih 5% Odha masih mengalami penyakit CMV.
Penyakit yang paling lazim disebabkan CMV adalah retinitis. Penyakit ini adalah kematian sel
pada retina, bagian belakang mata. Kematian sel ini dapat menyebabkan kebutaan secara cepat
jika tidak diobati. CMV dapat menyebar ke seluruh tubuh dan menginfeksi beberapa organ
sekaligus. Risiko penyakit CMV tertinggi waktu jumlah CD4 di bawah 50. Penyakit CMV jarang
terjadi dengan jumlah CD4 di atas 100.
Tanda pertama retinitis CMV adalah masalah penglihatan seperti titik hitam yang bergerak. Ini
disebut floater (katung-katung) dan mungkin menunjukkan adanya radang pada retina. Kita
juga mungkin memperhatikan cahaya kilat, penglihatan yang kurang atau bengkok-bengkok, atau
titik buta. Beberapa dokter mengusulkan pemeriksaan mata untuk mengetahui adanya retinitis
CMV. Pemeriksaan ini dilaksanakan oleh ahli mata. Jika jumlah CD4 kita di bawah 200 dan
kita mengalami masalah penglihatan apa saja, sebaiknya kita langsung menghubungi
dokter. Untuk informasi lebih lanjut mengenai masalah penglihatan, lihat LI 621.
Beberapa Odha yang baru saja mulai memakai ART dapat mengalami radang dalam mata, yang
menyebabkan kehilangan penglihatan. Masalah ini disebabkan oleh sindrom pemulihan
kekebalan (lihat LI 483).
Sebuah penelitian baru memberi kesan bahwa orang dengan infeksi CMV aktif lebih mudah
menularkan HIV-nya pada orang lain.
Infeksi CMV dapat menyebabkan peradangan (lihat LI 484) walau tidak ada gejala penyakit
CMV. CMV dapat diaktifkan kembali pada banyak orang sebagai bagian dari penuaan yang
normal. Untuk mengurangi peradangan, CMV sebaiknya diobati, walau tidak ada gejala.
Bagaimana CMV Diobati?
Pada awal, pengobatan untuk CMV meliputi infus setiap hari. Karena harus diinfus setiap hari,
sebagian besar orang memasang keran atau buluh obat yang dipasang secara tetap pada dada
atau lengan. Dulu orang dengan penyakit CMV diperkirakan harus tetap memakai obat anti-
CMV seumur hidup.
Setelah mulai penggunaan ART, pasien dapat berhenti memakai pengobatan CMV jika jumlah
CD4-nya di atas 150 dan tetap begitu selama sedikitnya tiga bulan. Namun ada dua keadaan yang
khusus:
1. Sindrom pemulihan kekebalan dapat menyebabkan radang yang berat pada mata Odha
walaupun sebelumnya tidak pernah sakit CMV. Dalam hal ini, biasanya pasien diberikan
obat anti-CMV bersama dengan ART-nya.
2. Bila jumlah CD4 turun di bawah 50, risiko penyakit CMV meningkat.
Apakah CMV Dapat Dicegah?
Gansiklovir disetujui untuk mencegah (profilaksis) CMV, tetapi banyak dokter enggan
meresepkannya. Mereka tidak ingin menambahkan hingga 12 kapsul sehari pada pasien. Lagi
pula, belum jelas apakah profilaksis ini bermanfaat. Dua penelitian besar menghasilkan
kesimpulan berbeda. Akhirnya, ART dapat menahan jumlah CD4 pada tingkat yang cukup tinggi
sehingga yang memakainya tidak akan sakit CMV.
Bagaimana Kita Dapat Memilih Pengobatan CMV?
Ada beberapa masalah yang sebaiknya dipertimbangkan jika memilih pengobatan penyakit CMV
aktif:
Apakah ada risiko pada penglihatan? Kita harus segera bertindak agar kita tidak menjadi buta.
Seberapa efektif pengobatan? Gansiklovir suntikan adalah pengobatan CMV yang paling
efektif secara keseluruhan. Bentuk susuk sangat baik untuk menghentikan retinitis. Namun susuk
hanya bekerja pada mata yang disusuk.
Bagaimana obat diberikan? Pil paling mudah dipakai. Pengobatan yang dimasukkan langsung
ke dalam pembuluh darah membutuhkan suntikan atau pembuluh obat, dan hal ini dapat
menimbulkan infeksi. Suntikan pada mata berarti menyuntik jarum langsung pada mata. Bentuk
susuk, yang bertahan enam sampai delapan bulan, membutuhkan sekitar satu jam rawat jalan.
Apakah terapinya lokal atau sistemik? Terapi lokal hanya berpengaruh pada mata. Retinitis
CMV dapat cepat menyebar dan mengakibatkan kebutaan. Karena itu, penyakit ini diobati
dengan manjur waktu pertama ditemukan. Obat baru dalam bentuk suntikan dan susuk
menempatkan obat langsung dalam mata, dan menimbulkan dampak terbesar pada retinitis.
Penyakit CMV juga dapat ditemukan pada bagian tubuh lain. Untuk menanggulangi di bagian
tubuh lain, kita membutuhkan terapi sistemik (seluruh tubuh). Pengobatan suntikan atau infus,
atau pil valgansiklovir, dapat dipakai.
Apa efek sampingnya? Beberapa obat CMV dapat merusak sumsum tulang atau ginjal. Ini
mungkin membutuhkan obat tambahan. Obat lain meliputi infus selama waktu yang lama. Bahas
efek samping pengobatan CMV dengan dokter.
Apa saran pedoman? Baru-baru ini ada beberapa pedoman profesional yang menyarankan
penggunaan valgansiklovir sebagai pengobatan pilihan untuk pasien yang tidak berisiko segera
kehilangan penglihatannya.
Garis Dasar
Penggunaan ART adalah cara terbaik untuk mencegah CMV. Jika jumlah CD4 kita rendah, dan
kita mengalami gangguan penglihatan APA PUN, kita harus langsung periksa ke dokter!
Pengobatan langsung pada mata memungkinkan pengendalian retinitis CMV. Dengan obat CMV
baru, kita dapat menghindari buluh obat yang dipasang pada tubuh kita dan infus harian.
Sebagian besar orang dapat menghentikan penggunaan obat CMV jika jumlah CD4-nya naik dan
tetap di atas 150 waktu memakai ART.
Ditinjau 7 Februari 2014 berdasarkan FS 504 The AIDS InfoNet 4 Februari 2014

Anda mungkin juga menyukai