Anda di halaman 1dari 13

BAB II

PROSES MOROLOGIS DAN VERBA BAHASA JEPANG



2.1. Morfologis Verba Bahasa Jepang
2.1.1. Pengertian Proses Morfologis
Proses morfologis adalah apabila dua buah morfem disatukan, mengakibatkan
terjadinya penyesuaian diantara kedua morfem tersebut. Proses tersebut terjadi dengan
cara fukaatau penambahan, kejoatau penghapusan,
jufukuatau penambahan dan zero setsujiatau imbuhan kosong
(Situmorang 2007 :11).
Sedangkan morfem adalah potongan terkecil dari kata yang memiliki arti.
Potongan kata atau morfem tersebut ada yang dapat berdiri sendiri dan ada yang tidak
atau berbentuk terikat pada morfem lain(Koizumi dalam Situmorang 2007:11)
Koizumi dalam Situmorang (2007:11-12) membagi morfem menjadi empat,
yaitu
a. Morfem Dasar ()
Morfem dasar adalah bagian kata yang menjadi kata dasar dari perpaduan dua
buah morfem atau lebih dalam proses morfologis.

b.Morfem Terikat ()
Morfem terikat adalah morfem yang ditambah untuk merubah arti atau makna
kata dasar. Morfem ini tidak memiliki arti apabila berdiri sendiri.

Universitas Sumatera Utara


c. Morfem Berubah ()
Morfem berubah adalah morfem yang bunyinya berubah apabila digabungkan
dengan morfem lain dalam pembentukan kata, baik morfem dasar maupun morfem
terikat berubah bunyinya apabila diikatkan satu sama lain.

d.Morfem Bebas
Morfem bebas adalah morfem yang tidak berubah bunyi walaupun ada proses
morfologis.
Situmorang (2007:12) mengatakan dalam proses morfologis verba bahasa
J epang terdapat rumusan sebagai berikut:
1. Keduanya morfem bebas, yaitu baik morfem dasarnya maupun morfem
terikatnya adalah bebas.
Contoh
+ /tabe-/ +/-nai/
2. Kata dasarnya morfem bebas kemudian diikuti oleh morfem terikat.
Contoh
+/ik-/ +/-eba/
3. Kata dasarnya morfem terikat dan diikuti oleh morfem bebas.
Contoh
+ /k-/ + /-onai/
Universitas Sumatera Utara
/yom-/ +/-anai/
4. Kedua-duanya terdiri dari morfem terikat.
Contoh
+/se-/ + /- yo/
Scane dalam hasibuan (2003: 5) mengatakan ketika morfem- morfem bergabung
untuk membentuk kata, segmen- segmen dari morfem morfem yang berdekatan,
berjejeran dan kadang- kandang mengalami perubahan disebut dengan fonologi
generatif.
Contoh pada verba /kimasu/, bila dilihat proses morfologisnya:
/k-/+/-imasu/ = /kimasu/
Dalam morfologi verba bahasa J epang ada yang disebut dengan morfem turunan.
Morfem turunan adalah morfem yang menghasilkan kata-kata baru atau merubah
fungsi sebuah kata, ini dicapai dengan menggunakan awalan, akhiran ataupun sisispan
(http://andhikaunysastraindonesia.blogspot.com/2010/10/morfologi_07.html).
Contoh:
/s/ +/-imasu/ =/shimasu/
/shimasu/ merupakan morfem turunan.
Dalam morfologi verba bahasa J epang, terdapat gokan dan gobi. Koizumi
(1993: 95) mengatakan gokan adalah morfem yang maknanya terpisah dengan jelas.
Sutedi (2003:43) menambahkan bahwa gokan adalah morfem yang menunjukan
makna aslinya. Sedangkan gobi menurut Sutedi (2003 :43) adalah morfem yang
menunjukan makna gramatikalnya. Murarki dalam Hasibuan (2003: 10) mengatakan
penanda akhir atau gobi disambung dibelakang kata dasar, adalah bentuk yang
Universitas Sumatera Utara
sangat kuat bergabung dengan kata dasar, gobi merupakan penanda waktu kala
penegasan dan negasi.
morfem terikat dalam bahasa J epang disebut dengan jodoshiarti
kanjinya dalam bahasa Indonesia adalah kata Bantu verba. Karena tidak memenuhi
ciri sebuah kata yaitu berdiri sendiri dan mempunyai arti sendiri, maka lebih cocok
disebut dengan morfem pembentuk verba. Morfem ini berfungsi untuk memberi
makna atau arti pada dasar verba.
Sutedi (2003: 42) mencontohkan verba /kaku/ terdiri dari dua bagian, yaitu /kak-/
yang tidak engalami perubahan disebut dengan gokan atau akar kata, dan bagian
belakang /-u/ yang mengalami perubahan disebut dengan goki.

2.1.2. Afiksasi
Kridalaksana dalam Hasibuan (2003: 30) mengatakan ciri morfologi verba
adalah ciri yang terdepat pada verba yang muncul akibat proses morfologis. Ciri itu
berbentuk morfem terikat yang disebut afiksasi.
Afiks menurut Muraki dalam Hasibuan (2003: 10) adalah unsur membentuk
kata jadian dengan bergabung pada dasar kata. Afiks terdiri dari prefiks (settoji),
sufiks (setsuiji) dan infiks (setsuchuuji).
Selain prefiks, sufiks dan infiks, Murarki dalam Hasibuan (2003: 10)
mengatakan partikel afiks juga merupakan bentuk penambahan terhadap kata dasar.
Murarki dalam Hasibuan (2003: 12) juga menambahkan, dalam proses afiksasi,
terdapat kombinasi afiks sangat dominan dalam bahsa J epang.
Sehinga dari teori di atas, penulis menyimpulkan bahwa proses afiksasi dapat
dibagi menjadi lima, yaitu prefiks, sufiks, infiks, kombinasi afiks dan partikel afiks.

Universitas Sumatera Utara
2.1.2.1. Prefiks
Prefiks dalam bahasa jepang disebut dengan settouji. Koizumi (1993 : 95)
mengatakan settouji atau prefiks yaitu imbuhan yang ditambahkan di depan kata dasar
atau gokan. Bahasa J epang memiliki ragam hormat yang disebut dengan keigo. Keigo
adalah kata-kata yang sesuai digunakan pada suatu pembicaraan untuk menunjukan
rasa hormat kepada lawan bicara ( Kikuchi dalam Hasibuan; 2003:2) pernyataan
bentuk hormat ditentukan oleh pilihan kosa kata dan sangat terbatas oleh
pembentukan kata dngan proses prefiksasi, seperti prefiks /o-/ dan /go-/ ( Hiroshi
dalam Hasibuan; 2003: 3)

2.1.2.2. Sufiks
Sufiks dalambahasa J epang disebut dengan setsubiji. Koizumi (1993:95)
mengatakan setsubiji atau akhiran yaitu imbuhan yang ditambahkan dibelakang kata
dasar. Sebagian imbuhan dalam bahasa J epang adalah berbentuk sufiks.
Menurut Koizumi (1993:104-109) terdapat proses interen dalam verba. Proses
interen ini terbagi atas empat bagian, yaitu:
7. Penambahan
Koizumi (1993: 105) memberikan contoh penambahan salam verba bahasa
J epang pada perubahan beberapa verba dari verba intransitif( jidoushi)
dan verba transitif ( tadoushi).

8. Pengurangan
Universitas Sumatera Utara
Koizumi (1993:105-106) mengatakan ada juga verba dalam bahasa jepang
yang apabila berubah dari intransitif ke transitif, justru akan kehilangan vokal
pada kata dasar.

9. Penggantian
Terdapat juga perubahan bentuk kata dalam verba bahasa J epang antara verba
intransitif dengan verba transitifnya yaitu penggantian ujung dari kata dasar
verba tersebut.
Koizumi (1993: 106-107) membagi pergantian tersebut kedalam tujuh bagian:
a. akhiran ujung gokan /ar/ diganti dengan /e/
b. Akhiran ujung gokan yang ber huruf konsonan diganti dengan /as/
c. Akhiran ujung dasar /i/ diganti dengan /as/
d. Akhiran ujung dasar /e/ diganti dengan /as/
e. Akhiran dasar kata /r/ diganti dengan /s/
f. Akhiran dasar kata /e/ diganti dengan /s/
g. Akhiran dasar kata /e/ diganti dengan /yas/

10. Morfem Zero
Dari tiga perubahan bentuk verba dari intransitif ke transitif, Koizumi (1993:
107) menambahkan satu lagi variasi morfemis dalam hubungannya dengan
verba transitif dan intrasitif, yaitu morfem zero, perubahannya dapat dilihat
sebagai berikut:



Universitas Sumatera Utara
2.1.2.3.Infiks
Dalam bahasa J epang infiks disebut dengan setsuchuji. Koizumi (1993 : 95)
mengatakan setsuchuji adalah imbuhan yang disisipkan ke dalam atau ke tengah akar
kata atau gokan.

2.1.2.4. Kombinasi Afik
Kombinasi afiks adalah kombinasi dari dua afiks atau lebih yang dilekatkan
pada dasar kata, oleh karena verba bahasa J epang adalah polimorfemik, maka proses
afiksasi dengan kombinasi afiks pada proses kedua akan melekat pada morfem jadian.
Muraki dalam Hasibuan (2003:12) mengatakan kombinasi afiks sangat dominan
dalam bahasaJ epang.
Kridalaksana dalam Hasibuan (2003: 12)menambahkan bahwa beberapa afiks yang
dapat dilekatkan pada sebuah bentuk dasar secara berurutan disebut kombinasi afiks.

2.1.2.5. Partikel Afiks
Muraki dalam Hasibuan (2003 :13)mengatakan Partikel afiks ialah satuan
terkecil yang diletakan pada penanda akhir dan dasar kata. Partikel berfungsi
menegaskan kata yang ada di mukanya ( Keraf dalam Hasibuan 2003 :11)

2.1.3. Komposisi
Menurut Koizumi (1993:109) komposisi adalah merupakan penggabungan
beberapa morfem yang terbagi atas berbagai variasi.
Verhar dalam Hasibuan (2003: 7) menyatakan bahwa komposisi merupakan
proses morfemis yang menggabungkan dua buah morfem dasar menjadi satu kata.
Universitas Sumatera Utara
Dengan kata lain, verba majemuk adalah verba yang tebentuk melalui penggabungan
satu kata atau lebih.
2.1.4. Reduplikasi
Ramlan dalam Hasibuan (2003:16) mengemukakan bahwa proses perulangan
atau reduplikasi ialah pengulangan satuan gramatik, baik seluruhnya maupun
sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak.
Dalam bahasa J epang, onomatope juga merupakan unsur yang mengalami
proses ulangan (Tsujimura dalam Hasibuan; 2003: 16).
Onomatope atau disebut juga dalam bahasa J epang giseigo merupakan kelas
kata tambahan atau fukushi. Situmorang(2007:42) membagi onomatope menjadi tiga,
yaitu:
1. Onomatope yang merupakan peniruan bunyi binatang
2. Onomatope yang merupakan ungkapan perasaan ketika melihat suatu
benda
3. Onomatope peniruan bunyi yang ditimbulkan suara alam


2.2. Verba Bahasa Jepang
2.2.1. Pengertian Verba Bahasa Jepang
Situmorang (2007:8) mengatakan bahwa verba doushiadalah salah
satu kelas kata dalam bahasa J epang, sama dengan adjektiva i dan adjektiva na
menjadi salah satu jenis yoogen. Yoogen yaitu kelas kata yang dapat mengalami
perubahan dan dapat menjadi prediket ( Sudjianto, 2004 : 148 ). Verba
doushi. Bila di jabarkan menurut kanjinya memiliki
Universitas Sumatera Utara
arti bergerak, sedangkan memiliki arti kata, sehingga
doushi berarti kata yang bermakna gerakan (Situmorang 2007:8).

2.2.2. Ciri-ciri Verba Bahasa Jepang dan Jenis Verba
Situmorang (2007 : 8), mengatakan bahwa doushi memiliki ciri-ciri :
1.Dapat berdiri sendiri.
2.Berkonjugasi dan mengalami perubahan bentuk.
3.Bermakna suatu kegiatan, keberadaan, atau perubahan keadaan.
4.Dapat menjadi prediket dalam kalimat.
Situmorang (2007:9-10) juga mengatakan verba bahasa J epang dari bentuk
konjugasinya dapat di bagi tiga jenis, yaitu:
1. godandoushi
godandoushiadalah doushi golongan pertama. J enis verba ini
mengenal lima macam perubahan dalam konjugasinya. Contohnya
/asob-/ +/-u/ +/-toki/
/asob-/+/-a /+/-nai/
/asob-/+/-e /+/-masu/
/asob-/+/-i /+/-masu/
godandoushi memiliki proses onbinkatsuyou
atau perubahan lafal. Perubahan lafal dalam konjugasi tergantung pada akhiran
gobiyang dimiliki kta tersebut, misalnya berakhiran /u/, /-tsu/, /-ru/, /-ku/, /-
gu/, /-mu/, /-nu/, /-bu/, /-su/.
Universitas Sumatera Utara
Kozumi dalam situmorang (2007: 9) mengatakan bahwa
godandoushi adalah verba konsonan. Maksudnya bahwa kata dasar verba
golongan pertama selalu di akhiri oleh bunyi konsonan. J adi yang mengalami
perubahan atau konjugasi menurut koizumi adalah gobi atau akhiran yang menyikuti
kata dasar tersebut saja. Contohnya:
/Kak-/ = /kaita/, /kaite/
/Tor-/ = /totta/, /totte/
/Oyog-/ = /oyoida/, /oyoide/
/Tatt-/ = /tatta/, /tatte/
/Shin-/ =/shinda/, /shinde/
Bagian yang tidak berubah tersebut disebut dengan gokandan bagian
yang berubah disebut dengan gobi. Penambahan bunyi i, n, t, disebut
onbinkatsuyouatau perubahan bunyi.
2.ichidandoushi
ichidandoushiatau golongan ke dua adalah verba yang hanya
mengenal satu jenis konjugasi. Koizumi dalam Situmorang (2007: 10) mengatakan
bahwa ichidandoushi adalah verba vokal, karena kata dasarnya
diakhiri oleh bunyi vokal. J enis verba ini adalah ber gobi /-iru/dan /-eru/. Contoh
/Oki+ru/ =/okita/, /oki te/
/Tabe+ru/ =/tabeta/, /tabete/
Dalam perubahannya, kata dasarnya tidak mengenal perubahan bentuk
Universitas Sumatera Utara
3.kahendoushidansahendoushi
kahendoushidansahendoushidi sebut verba
khusus. Disebut verba khusus karena perubahannya tidak beraturan. Verba ini hanya
ada dua, yaitu kuru dan suru. Contohnya
/Ku-ru/ = /kita/, /kite/, /konai/
/Su-ru/ = /shita/, /shite/, /shinai/

2.2.3. Konjugasi Verba Bahasa Jepang
Perubahan bentuk kata verba, adjektiva dan kopula disebut konjugasi (),
Secara garis besar konjugasi verba bahasa J epang dibagi menjadi enam (Sutedi
2003:47-48):
a. Mizenkei ( ), yaitu perubahan bentuk verba yang di
dalamnya mencakup bentuk menyangkal (bentuk NAI), bentuk maksud
(bentuk OU/YOU), bentuk pasif (RERU) dan bentuk menyuruh (bentuk
SERU).
b. Renyoukei ( ), yai tu perubahan bentuk verba yang
mencakup bentuk sopan (bentuk MASU), bentuk sambung (bentuk
TE), dan bentuk lampau (bentuk TA).
c. `Shuushikei ()yaitu verba bentuk kamus atau yang digunakan di
akhir kalimat.
d. Rentaikei ( )yaitu verba (bentuk kamus) yang digunakan
sebagai modifikator.
e. Kateikei( )yaitu perubahan verba kedalam bentuk
Universitas Sumatera Utara
pengandaian(bentuk BA).
f. Meireikei () yaitu perubahan verba kedalam bentuk perintah.
Dari bentuk konjugasi di atas, Situmorang (2007:13-25) membagi lagi ke dalam
beberapa bagian
1. Shieki bentuk menyuruh
2. Ukemi bentuk pasif
3. Kanou verba menyatakan dapat
4. Sonkei bentuk hormat
5. Uchikeshi verba bentuk menyangkal atau menidakkan
6. teineimakna sopan dalam verba
7. Suiryou menyatakan bentuk niat
8. Kako menyatakan bentuk lampau
9. Kibou menyatakan bentuk harapan atau keinginan
J ika analisis morfem mengacu kepada penggunaan huruf J epang (hiragana dan
kanji) yang merupakan suatu silabis atau suku kata, akan lain hasilnya di banding
dengan mengacu pada huruf alphabet.
Machida dan Momiyama dalam Sutedi (2003: 50) berpendapat bahwa analisis
morfem jika mengacu pada huruf alphabet akan semakin jelas. Huruf alphabet yang
dimaksud yaitu menggunakan system J epang (nihon-shiki) atau system kunrei, bukan
mengacu kepada system Hepburn.
Dari jenis-jenis perubahan di atas , shuushikei dan rentaikei kedua-duanya
merupakan verba bentuk kamus, yaitu bentuk yang tercantum dalam kamus.
Perbedaannya shuushikei digunakan diakhir kalimat atau sebagai predikat, sedangkan
rentaikei berfungsi untuk menerangkan nomina yang mengikutinya (sutedi 2003: 48-
Universitas Sumatera Utara
49).
Perubahan verba ke dal am bentuk TE dan TA yang mengal ami
proses ` onbi n' <euphony>, onbin adalah perubahan fonem atau bunyi karena
pengaruh bunyi yang mengapitnya. Untuk verba kelompok I bisa diklasifikasikan
seperti berikut.(Sutedi 2003:53-54)
a. Sokuonbin ( ) yaku terjadi pada ren-youkei (bentuk MASU)
dari verba yang morfem keduanya berupa suku kata {i, ri, ti} serta {ki}.
Atau ji ka bermul a dari verba bentuk kamus, setiap verba yang berakhiran
suara/huruf U, TSU, RU () serta KU () pada verba iku <pergi>akan
berubah menjadi TTE ().
b. I-onbi n( ) yaj tu terj adi pada ren-youkei (bentuk MASU)
dari verba yang morfem ke duanya berupa suku kata {ki, gi} menjadi {ite, ide}.
Atau jika bermula dari verba bentuk kamus, setiap verba yang berakhiran
bunyi/huruf KU, GU (, ) berubah menjadi ITE, IDE ().
c. Hat suonbi n terj adi pada ren- youkei (bentuk MASU) dari verba
yang morfem ke duanya berupa suku kata { mi, ni, bi} menjadi {nde}. Atau
jika bermula dari verba bentuk kamus, setiap verba yang berakhiran
bunyi/huruf MU, NU, BU ( ) berubah menjadi NDE ().







Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai