Landasan Teori
Terjemahan:
1) Gangguan atau hambatan dalam penggunaan dua bahasa, atau gangguan bahasa
ibu ke dalam bahasa yang dipelajari
2) Dalam kasus penggunaan dua bahasa, sistem bahasa yang satu saling bertumpang
tindih dengan sistem bahasa yang lain
Pada definisi tersebut terlihat bahwa ada dua pengertian berbeda mengenai
interferensi bahasa. Definisi pertama menjelaskan bahwa interferensi merupakan
gangguan bahasa ibu ke dalam bahasa sasaran tanpa merinci gangguan seperti apakah
yang dimaksud. Pada definisi kedua, dijelaskan bahwa interferensi merupakan tumpang
tindih atau pencampuran antara sistem bahasa yang satu dengan sistem bahasa yang lain
dalam suatu penggunaan dua bahasa.
Menurut Weinreich dalam Irwan (2006:17-18), dari sudut pandang fonemik, terdapat
empat jenis gejala interferensi, yaitu:
1) Pembedaan fonem yang berkekurangan
Interferensi yang terjadi jika dua buah bunyi yang berpasangan dibedakan dalam
sistem bunyi bahasa kedua/ bahasa sasaran, namun tidak bunyi tersebut tidak
dibedakan dalam sistem bunyi bahasa pertama/ bahasa ibu.
Misalnya: fonem /r/ dan /l/ tidak dibedakan dalam bahasa Jepang tetapi dalam bahasa
Indonesia keduanya dibedakan.
2) Pembedaan fonem yang berkelebihan
Interferensi yang terjadi jika sistem fonemik bahasa pertama/ bahasa ibu
diterapkan kepada bunyi pada bahasa kedua/ bahasa sasaran yang tidak
memerlukannya.
10
11
2) Geseran (fricative)
Artikulasi yang dilakukan dengan cara menghambat aliran udara sebagian (tidak
total). Udara tetap dapat mengalir melalui celah sempit yang dibentuk oleh artikulator
aktif dan artikulator pasif. Bunyi geseran yang dihasilkan antara lain [], [], [s], [z], [],
dan [].
3) Paduan (affricate)
Artikulasi yang merupakan paduan antara artikulasi letupan dan geseran. Aliran udara
yang dihambat secara total diletupkan melalui celah sempit yang dibentuk oleh
artikulator aktif dan artikulator pasif. Bunyi paduan yang dihasilkan antara lain [c] dan
[j].
4) Sengau (nasal)
Artikulasi yang dilakukan dengan cara menghambat secara total aliran udara melalui
rongga mulut oleh artikulator dan membuka jalur aliran udara menuju rongga hidung.
Bunyi nasal yang dihasilkan antara lain [m], [n], [], dan [].
5) Getaran (trill)
Artikulasi yang dilakukan dengan cara menyentuhkan artikulator aktif ke artikulator
pasif secara beruntun sehingga membentuk seperti getaran. Dalam bahasa Indonesia,
bunyi getaran yang dihasilkan adalah bunyi [r].
6) Sampingan (lateral)
Artikulasi yang dilakukan dengan cara menghambat aliran udara di bagian tengah dan
memberikan jalan aliran udara melalui samping-samping lidah. Dalam bahasa Indonesia,
bunyi sampingan yang dihasilkan adalah bunyi [l].
12
7) Hampiran (approximant)
Artikulasi yang dilakukan dengan cara mempersempit aliran udara di rongga mulut
tanpa menghasilkan geseran. Artikulator aktif bergerak ke arah artikulator pasif dan
kemudian bergerak menjauh kembali di saat udara mengalir keluar. Bunyi hampiran
yang dihasilkan antara lain [w] dan [j].
Dari setiap jenis konsonan tersebut, dapat dibagi lagi jenisnya menurut artikulator dan
titik artikulasi yang bekerja dalam pembentukan suatu konsonan. Tjandra (2004:21)
membagi jenis atau sebutan untuk konsonan yang dihasilkan menjadi:
Tabel 2.1
Artikulator dan Titik Artikulasi
Artikulator
Titik Artikulasi
Konsonan
Bibir bawah
Bibir atas
Bilabial
Bibir bawah
Gigi atas
Labio-dental
Ujung lidah
Gigi atas
Dental
Alveolum
Alveolar
Lidah tengah
Palatum
Palatal
Lidah belakang
Velum
Velar
Lidah belakang
Uvulum
Uvular
Pita suara
Pita suara
Glotal
14
Keterangan:
1) Lidah bagian atas (chuuzetsumen)
5) Bibir (kooshin)
6) Gigi (ha)
15
Bunyi yang dikeluarkan dengan menggunakan alat ucap antara gigi atas dan gusi
(alveolum) dengan ujung lidah. Yang termasuk kelompok konsonan ini adalah [s], [dz],
[], [n], [t], [ts], dan [d].
2.3.1.1.3. Shikei Kookoogaion (Alveolar-Palatal)
Bunyi yang dikeluarkan dengan menggunakan alat ucap antara gusi (alveolum) dan
langit-langit keras (palatum) dengan lidah bagian depan. Yang termasuk kelompok
konsonan ini adalah [], [d], dan [t].
2.3.1.1.4. Kookoogaion (Palatal)
Bunyi yang dikeluarkan dengan menggunakan langit-langit keras (palatum) dengan
lidah bagian tengah. Yang termasuk kelompok konsonan ini adalah [] dan [].
2.3.1.1.5. Nankoogaion (Velar)
Bunyi yang dikeluarkan dengan menggunakan langit-langit lunak (velum) dengan
lidah bagian belakang. Yang termasuk kelompok konsonan ini adalah [k], [], [], serta
konsonan [] yang dibunyikan dengan cara lidah bagian belakang lebih mendekati anak
tekak (uvulum).
2.3.1.1.6. Seimonon (Glotal)
Bunyi yang keluar dari celah yang sempit di antara kedua pita suara (bunyi yang
keluar dari celah suara atau glotis yang menyempit). Yang tersmasuk kelompok
konsonan ini adalah [h].
Adapun agar daerah artikulasi tersebut di atas dapat lebih jelas letaknya, penulis
mengambil gambar daerah artikulasi dari Kushartanti (2005:34).
16
Gambar 2.2
Daerah Artikulasi
Keterangan nomor:
1)
2)
3)
4)
5)
Bilabial
Labiodental
Dental dan interdental
Alveolar
Post-alveolar:
a) Retrofleks
b) Palatoalveolar
6) Palatal
7) Velar
8) Uvular
9) Faringal
10) Glotal
17
18
2.3.2.
Tabel Konsonan
Setiap bahasa tidak menghasilkan konsonan yang sama. Lain bahasa, lain pula
konsonan yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena setiap bahasa memiliki proses
artikulasi yang unik dan berbeda-beda yang menghasilkan kekhasan bunyi bahasa
tersebut. Sama halnya antara bahasa Indonesia dan bahasa Jepang memiliki bunyi
konsonan yang berbeda. Oleh karena itu, bunyi bahasa Indonesia dan bahasa Jepang
memiliki perbedaan yang mendasar. Hal ini disebabkan karena ada beberapa konsonan
bahasa Indonesia yang tidak terdapat dalam khazanah konsonan bahasa Jepang, begitu
pula sebaliknya.
Berikut ini ditampilkan tabel konsonan bahasa Indonesia:
19
Tabel 2.2
Konsonan Bahasa Indonesia
Alveolar-
Bilabial
Palatal
alveolar
pb
td
Nasal
sz
Afrikat
ts dz
t d
Jentikan
Aproksiman
Glotal
palatal
Letupan
Frikatif
Velar
j
Sumber: Sudjianto (2004 : 37) [Modifikasi]
20
Melalui tabel di atas, dapat dilihat bahwa banyak terdapat perbedaan jenis konsonan
pada bahasa Indonesia dan bahasa Jepang. Oleh sebab itu, dalam mengucapkan suatu
konsonan dari masing-masing bahasa, sangatlah penting untuk memperhatikan titik
artikulasi yang benar agar konsonan yang diucapkan dapat dilafalkan dengan benar.
Melalui tabel-tabel tersebut, dapat pula diketahui bunyi konsonan bahasa Jepang apa
saja yang tidak ada dalam konsonan bahasa Indonesia. Konsonan-konsonan tersebut
antara lain pada bahasa Indonesia tidak terdapat bunyi [], [], [], [], [ts], [dz], [t], [d],
dan []. Sebaliknya, bahasa Jepang tidak memiliki bunyi [l]. Maka jelaslah bahwa dilihat
dari jumlah perbedaan konsonannya, orang Indonesia akan sangat sulit untuk melafalkan
beberapa kata bahasa Jepang yang disebabkan oleh sedikitnya jumlah variasi konsonan.
21