Anda di halaman 1dari 2

Mendidik Wanita Berarti Mendidik Ummat

Tgl. publikasi: 10/5/2001 16:51 WIB


Jika anda mendidik seorang pria, maka anda hanya mendidik seorang
person. Jika anda mendidik seorang wanita, maka anda telah mendidik
seluruh manusia. (Presiden Tanzania, 1980-an)
eramuslim - Pria cenderung lebih rasional jika dibandingkan dengan
kebanyakan wanita yang lebih dominan menggunakan perasaan. Atas fakta
tersebut, pria lebih berpeluang untuk `lebih pintar' ketimbang lawan
jenisnya. Hanya saja, kesimpulan itu sangatlah menggunakan
perhitungan yang kasar.
Jika hal itu hanya dilihat dari komposisi pejabat-pejabat tinggi yang
ada dalam sebuah negara atau sekedar melihat prosentase dominasi pria
dalam suatu perusahaan tertentu, jelas bisa dibilang kesimpulan
diatas benar adanya.
Dalam catatan sejarah peradaban Islam, tentu kita mengenal nama-nama
Ibnu Sina, Khawarizmi, Ibnu Taimiyah, Ibnu Qoyyim, Qurthubi, Ar Razi,
Ibnu Katsir. Juga sederet nama lain seperti Hasan Al Banna,
Jamaluddin Al Afghani dan Muhammad Abduh serta masih seabreg-abreg
nama besar yang tercatat dalam khazanah keilmuan Islam.
Namun, jangan sekali-kali melupakan nama Nusaibah binti Ka'b, Ummu
Athiyyah Al Anshoriyyah, Ummu Syarik Al Asadiyah, Al Khansaa' dan
Khulah binti Al Azuur serta banyak pemimpin dan pejuang agung wanita
lainnya.
Wanita adalah ibu (calon ibu) dari anak-anak. Kemudian anak-anak
itupun akan melahirkan anak-anak mereka dan seterusnya hingga
terbentuklah sebuah komunitas masyarakat. Sungguh sangat memprihatin
jika saat ini, dengan berbagai kondisi, wanita lebih tidak punya
kesempatan untuk menjadi pintar.
Adalah sejarah yang memulainya. Pada ayat 58 Al Qur'an surat An Nahl,
Allah berfirman, Bila seorang dari mereka dikabari (mendapat anak)
perempuan, maka berubah gelap karena menahan dendam. Ia menghindari
orang banyak, karena buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Akan
dipertahankannyakah (dengan akibat menanggung aib), atau akan
dikuburkan ke dalam tanah? Sungguh buruk pilihan yang mereka
putuskan!.
Pada masanya, Umar bin Khattab pernah mengubur hidup-hidup anak
perempuannya karena tidak ingin menanggung malu. Syahdan, pada masa
Nabi SAW sekelompok pendeta berkumpul disuatu tempat di Eropa
sebuah daerah dekat Autriche sekarang, dan mereka mengeluarkan
statement bahwa wanita adalah kotoran hasil buatan syaitan, wanita
diciptakan untuk melayani kaum lelaki, dan diharamkan bagi wanita
untuk masuk surga.
Tentu kita masih ingat perjuangan RA Kartini, wanita muslim yang
dengan kesadaran agamannya begitu peduli atas nasib kaum wanita
pribumi yang tidak berhak mendapatkan pendidikan selayaknya kaum
lelaki pada masa kolonialis Belanda. Era setelah Kartini, orang-orang
tua kita juga sering memposisikan wanita pada sudut marginal, dengan
lebih mengizinkan anak-anak gadisnya `memainkan' cobek dan
penggorengan dari pada berkutat dengan buku dan pensil.
Wanita di zaman kiwari seperti sekarang inipun masih diposisikan
sebagai suplemen dari laki-laki atau sesuatu yang dikerjakan laki-

laki. Lihat saja, betapa wanita ternyata masih menjadi komoditi untuk
menaikkan harga jual suatu produk.
Dewa 19, kelompok musik yang sangat digandrungi kalangan muda
(termasuk wanita-wanita ABG) itu juga jelas-jelas melecehkan derajat
kaum wanita. Lirik lagu mereka menstempeli wanita sekedar
menjadi `perhiasan sangkar madu' laki-laki. Dalam lagu yang sama,
Dewa menyebut kehadiran wanita didunia sebatas menemani laki-laki,
tidak lebih.
Wanita, meski dengan berbagai keterbatasan gendernya, semestinya
harus tetap bisa bersikap asertif. Peran wanita harus ditunjukkan
bahwa mereka tidak sekedar pelengkap, melainkan penentu maju
mundurnya sebuah peradaban. Islam menjamin persamaan hak dan derajat
manusia. Dimata Allah, tingkatan manusia tidak ditentukan oleh
perbedaaan gender, ukurannya adalah taqwa.
Islam telah mendudukan wanita pada posisinya yang benar agar dapat
menunaikan tugasnya dalam kehidupan insani, menciptkan peradaban, dan
membuat sejarah dengan sempurna sebagaimana yang dilakukan oleh
suadaranya yang lelaki. Segala sesuatu punya spesialisasi, kewajiban
dan peranannya masing-masing.
Oleh karena itu, meski disibukkan dengan pekerjaan rumah, menyusui
dan menjaga anak serta melayani suami, wanita tetap harus
berpendidikan dan senantiasa meng up-grade pengetahuan dan
kualitasnya. Akhirnya, akan tumbuh manusia-manusia cerdas yang keluar
dari rahim-rahim wanita berpendidikan. Dan kesemuanya itu akan
bermuara pada pembentukan komunitas masyarakat yang beradab. (bay)
Allahu Akbar!!
Wassalam

Anda mungkin juga menyukai