Anda di halaman 1dari 3

Bagaimana Saya Tidak Iri?

Publikasi: 28/10/2003 08:48 WIB


eramuslim - Tetangga tepat di depan rumah kami tergolong keluarga mampu. Sang ay
ah pegawai negeri, bekerja di sebuah dinas kesehatan kota, anak-anaknya jadi semua
, mapan. Mereka punya pekarangan luas, berbagai macam tanaman ada didalamnya. Se
tiap musim buah tiba, entah itu rambutan, mangga, durian, nangka, klengkeng, dan
beberapa jenis lagi yang saya tidak ingat, sempat membuat saya berpikir Kenapa A
llah tidak menjadikan saya sebagai salah satu dari keluarga mereka? Rumah dan hal
aman yang luas juga memungkinkan kami, anak-anak bisa leluasa bermain disana. Ta
pi saya sering dilarang oleh orang tersebut Sssstttt....! katanya, Jangan main disin
i! .
Keberadaan keluarga mereka membuat saya iri. Bagaimana saya tidak iri, jika seca
ra materi mereka mapan, kelihatannya tenteram tidak kekurangan suatu apapun? Bah
kan Pak Lurah waktu itu adalah kerabat dekat mereka, suatu posisi dimana mereka
akan bisa mendapatkan kemudahan dalam hal misalnya kepentingan mendapatkan surat
-surat.
Tidak jauh dari rumah kami, sebelah timur, juga ada sebuah keluarga yang enam an
ak-anaknya semua pniter. Subhanallah! Ada yang jadi dokter, 5 orang yang saya ta
hu sarjana semua, lulusan perguruan tinggi negeri. Secara finansial mereka tidak
kekurangan. Mereka nampak bahagia sekali. Saya lihat si ayah sesudah masa pensi
unnya, aktif di masjid. Sayangnya saya tidak kenal dekat dengan beliau sehingga
hampir tidak pernah berbicara. Beliau kelihatannya juga kurang begitu senang jik
a kita banyak bicara. Saya sempat iri melihat mereka, kenapa Allah tidak jadikan
saya sebagai orang yang seperti keluarga mereka: mampu, pinter, dan terpandang
di kampung?
Di belakang rumah, sekitar 25 meter jaraknya juga demikian. Ada pula sebuah kelu
arga mampu yang anaknya hanya tiga orang. Mereka sepertinya tidak pernah mengala
mi kesulitan keuangan untuk memilih sekolah mana saja yang diinginkan. Yang tert
ua sudah bekerja sebagai pegawai negeri. Yang kedua dan ketiga sedang kuliah. Ru
mah mereka bagus, punya toko di depan rumah, perabotan rumah yang indah. Pokokny
a bisa membuat semua orang iri, temasuk saya. Bagaimana saya tidak iri melihat k
ebahagiaan mereka? Seorang rekan saya sempat menjadi guru private anak-anaknya k
etika di SD dan SMP.
Di bangku sekolah, saya sempat iri melihat tiga orang teman saya, semuanya dari
desa, namun pinter membaca Al Quran, bahkan mendominasi acara-acara keagamaan. K
alau sudah tiba acara yang berbau agama, ketiga orang tersebut muncul, padahal d
alam hal pengetahuan sekolah mereka biasa-biasa saja. Namun kenapa saya iri?
Pada saat kerja, ada seorang rekan yang sebaya yang dimata saya, lengkap kehidup
annya. Pengetahuan boleh, pekerjaan mapan, harta ada, agama pun tidak ketinggala
n. Bagaimana saya tidak iri jika melihat orang-orang yang ada disekitar saya, te
man-teman saya, memperoleh kehidupan yang layak, sementara saya? Astaghfirullah!
Rumput tetangga nampak lebih hijau. Begitu kata pepatah populer yang melukiskan
bahwa kebahagiaan atau nasib baik seseorang akan nampak atau kelihatan lebih jel
as di mata orang lain. Iri, kalau saya boleh sebut demikian agar lebih lunak ketim
bang cemburu , adalah hal yang wajar menimpa kehidupan manusia. Hanya orang yang ku
rang waras yang tidak memiliki rasa iri ini. Orang bisa iri karena berbagai sebab
seperti pada contoh-contoh kehidupan nyata diatas. Orang iri bisa disebabkan kar
ena adanya ketimpangan harta, kedudukan, rumah, pakaian, ketampanan, kecantikan,
kecerdasan, pendidikan, pengalaman, hingga persoalan agama. Melihat macam-macam
penyebab iri ini, jika dirangkum pada dasarnya hanya ada dua: iri dalam artian
positif dan iri negatif.
Kenapa kita bisa iri? Manusia tidak lepas dari kebutuhan, apakah itu fisik, psik
is, sosial serta spiritual. Keempat kebutuhan manusia ini menuntut adanya keseim

bangan pemenuhannya. Jika salah satu tidak terpenuhi, maka akan terjadi gangguan
keseimbangan. Namun demikian, kebutuhan orang perorang itu relatif, artinya, se
orang petani meskipun kerja sehari-harinya di sawah bukan berarti dia tidak memb
utuhkan pendidikan. Dia tetap butuh, sekalipun pelaksanaannya tidak harus di ban
gku sekolah. Sang petani bisa saja menanyakan perihal pertanian kepada teman-tem
an sesama petani, atau anggota keluarga yang secara tradisi menekuni bidang tani
, atau kepada penyuluh pertanian. Kegagalan memperoleh pendidikan dasar pertania
n ini akan mengakibatkan misalnya gagalnya panen, rusaknya tanaman karena pengel
olaan yang kurang profesional, dan lain-lain. Demikian pula di bidang perdangang
an, untuk pandai berdagang misalnya, seseorang tidak harus kuliah ekonomi. Relat
if!
Di bidang sosial petani juga membutuhkan teman, karena di desa-desa kita, sudah
menjadi tradisi umum kalau lahan pertanian itu dikerjakan secara berkelompok. Ak
an aneh bila petani memiliki sifat individu yang tinggi yang akibatnya akan sang
at merugikan diri sendiri. Pula halnya pemenuhan kebutuhan psikologis lainnya ju
ga amat penting, misalnya dukungan moral dari keluarga, kerabat, terhadap sebaga
i contoh jenis tanaman yang akan dibenih kelak. Sebagai orang yang beragama, tin
ggal di tengah-tengah masyarakat, seorang petani juga perlu pemenuhan akan hal y
ang satu ini, mulai dari sholat wajib yang dilaksanakan di mushollah atau masjid
, hingga acara-acara dimana unsur agama akan terlibat didalamnya; pernikahan, ke
lahiran, kematian, hingga acara rutin pengajian.
Kegagalan memenuhi salah satu kebutuhan tersebut dalam tahap dini akan menjadika
n bibit-bibit tumbuhnya perasaan iri pada diri kita. Kalau perasaan ini semakin
bertumpuk akan menjadi kronis dan berdampak negatif terhadap berbagai segi kehid
upan, mulai fisik hingga spiritual. Orang yang merasa iri karena tetangganya sel
alu berpakaian mahal, akan terangsang untuk bersaing, berupaya sekuat tenaga bag
aimana agar bisa membeli pakaian yang jika mungkin lebih mahal dari yang dikenak
an tetangganya. Hati dan perasaannya akan terasa panas jika keinginannya tidak t
erpenuhi, stres jadi meningkat, nafsu makan berkurang dan ....sakit!
Meski rasa iri ini bertendensi negatif, bisa pula iri ini digunakan sebagai tool
untuk merangsang diri kita supaya lebih maju dari pada orang lain. Tengok saja
panggilan adzan Hayya alal falaah.. berlomba-lombalah menuju kebaikan. Ini berarti
kita diijinkan menggunakan rasa iri sebagai suatu yang bertujuan positif. Hal y
ang demikian itu tidak mudah, membutuhkan latihan serta kesabaran. Training! Per
lu berbagai upaya yang keras agar bisa tercapai. Beberapa resep dibawah ini bisa
membantu agar rasa iri yang negatif bisa berubah menjadi positif:
1. Pemahaman diri. Memahami diri sendiri berarti mengetahui: siapa saya, dimana
saya berada, kemana tujuan saya, apa yang saya kerjakan, mengapa saya melakukann
ya dan bagaimana kondisi saya. Kalau kita lihat contoh petani diatas, jika seora
ng petani menyadari bahwa dia adalah seorang petani sederhana yang tinggal di de
sa dekat persawahan, sehari-hari kegiatannya bergelut dengan alat-alat pertanian
, tidak mengenakan sepatu jika berangkat kerja, dan latar belakang kenapa jadi p
etani ya...mungkin saja karena tradisi keluarga, maka tidak ada gunanya jika pet
ani tersebut merasa iri terhadap tetangganya yang bekerja di rumah sakit yang se
tiap hari harus tampak rapi, berpakaian putih, dan harus selalu terkesan bersih.
Seringakli kita terjebak akan kelemahan memahami diri sendiri ini. Kegagalan me
nempatkan diri sendiri pada proporsi yang sebenarnya akan berakibat tumbuhnya ke
cemburuan yang kurang sehat.
2. Pemanfaatan potensi. Ada kalanya orang iri karena dia tidak cantik atau tampa
n. Padahal kecantikan dan ketampanan adalah persoalan yang amat relatif seperti
halnya quality. Kita bisa merubah diri kita menjadi cantik atau tampan apabila k
ita mampu memanfaatkan potensi yang ada didalam diri ini secara maksimal. Karena
setiap pribadi dibekali oleh Allah SWT bakat-bakat yang akan tumbuh jika dilati
h dengan baik. Seorang yang berbakat menulis tidak akan bisa menjadi penulis yan
g baik tanpa latihan. Orang yang tidak memiliki bakat menulis pun asalkan mau me

latih diri menulis dengan tekun, akan bisa menjadi seorang penulis yang handal.
Hasil tulisannya bisa saja mempengaruhi banyak orang. Buahnya? Secara otomatis o
rang akan memberikan penghargaan bagi kita. Jika kita sudah dalam posisi yang de
mikian, kecantikan dan ketampanan akan muncul dengan sendirinya tanpa perlu memo
les jasmani.
3. Yang terakhir dan yang paling penting adalah syukur. Selalu mensyukuri nikmat
Allah SWT atas segala kebaikan yang dilimpahkan kepada kita karena Allah Mahaad
il itu utama. Lihat saja Pulau Madura yang kering ternyata bisa menghasilkan Bat
ik Madura yang terkenal, jagung, garam, hingga aneka makanan laut yang bisa dini
kmati oleh manusia di pulau-pulau lain. Pasuruan yang katanya panas, namun rasa
mangganya tidak ada yang menandingi, sehingga Malang pun yang konon kaya akan bu
ah dan sayur, harus memborong dari sana. Jika sudah tinggal di Pasuruan, kenapa
harus iri untuk bisa memiliki villa di Malang? Banyuwangi kaya akan pisangnya, M
adiun terkenal akan durian dan brem nya, dan lain-lain. Seorang PRT kelihatannya
tidak bisa apa-apa, namun apa jadinya rumah yang biasanya bergantung kepada PRT
jika dia harus cuti atau sedang sakit? Mobil yang mewah tidak berarti apa apa ta
npa keterlibatan buruh pabrik karet. Karena itulah kita wajib bersyukur terhadap
nikmat yang besar ini.
Menanggulangi perasaan yang satu ini tidak semudah membalik tangan. Iri bisa ber
bahaya sekali apabila tidak diantisipasi. Orang bisa terjerumus ke dalam jurang
yang lebih curam hanya karena persoalan yang sepele. Oleh sebab itu kita harus h
ati-hati menghadapi penyakit ini. Pemahaman terhadap diri sendiri, pemanfaatan p
otensi, serta senantiasa bersyukur kepada Allah barangkali sejumlah langkah yang
bisa dimanfaatkan untuk penanggulangannya. Yang lebih penting lagi adalah adany
a kesadaran bahwa hidup ini harus diperjuangkan. Dengan begitu InsyaAllah kita b
isa kebal dan tidak mudah terkotori oleh virus kronis yang sudah menginfeksi sem
ua sendi kehidupan ini. Wallahu a lam!
Syaifoel Hardy
shardy@emirates.net.ae

Anda mungkin juga menyukai