PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Respirasi adalah pertukaran gas antara makhluk hidup dengan lingkungannya,
sedangkan peran dan fungsi respirasi adalah menyediakan oksigen (O 2) serta
mengeluarkan gas karbondioksida (CO2) dari tubuh. Fungsi respirasi merupakan
fungsi yang vital bagi kehidupan, dimana O 2 merupakan sumber tenaga bagi tubuh
yang harus dipasok secara terus-menerus, sedangkan CO 2 merupakan bahan toksik
yang harus dikeluarkan dari tubuh.
Ketidakmampuan sistem pernapasan untuk mempertahankan suatu keadaan
pertukaran udara antara atmosfer dengan sel-sel tubuh yang sesuai dengan
kebutuhan normal akan menyebabkan terjadinya gagal napas. Dimana sistem
pulmoner tidak dapat mencukupi kebutuhan metabolisme, yaitu eliminasi CO 2 dan
oksigenasi darah. Gagal napas terjadi bila tekanan parsial oksigen arterial (PaO 2) <
60 mmHg atau tekanan parsial karbondioksida arterial (PCO2) > 45 mmHg.
Gagal napas diklasifikasikan menjadi gagal napas hipoksemia, dan gagal napas
hiperkapnia. Gagal napas hipoksemia ditandai dengan PaO2 < 60 mmHg dengan
PaCO2 normal atau rendah. Gagal napas hiperkapnia, ditandai dengan PaCO2 > 45
mmHg. Sedangkan menurut waktunya dapat dibagi menjadi gagal napas akut dan
gagal napas kronik.
Penyebab gagal napas dapat diakibatkan oleh kelainan pada otak, susunan
neuromuscular, dinding thoraks dan diafragma, paru, serta sistem kardiovaskuler.
Gagal napas akut merupakan salah satu kegawatdaruratan, sehingga membutuhkan
penangan yang cepat dan tepat. Tujuan penatalaksanaan pasien dengan gagal nafas
akut adalah: membuat oksigenasi arteri adekuat, sehingga meningkatkan perfusi
jaringan, serta menghilangkan underlying disease, yaitu penyakit yang mendasari
gagal nafas tersebut
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI GAGAL NAPAS
Gagal napas merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat ketidakmampuan
sistem pulmoner untuk mencukupi kebutuhan metabolisme (eliminasi CO 2 dan
oksigenasi darah). Sistem pernapasan gagal untuk mempertahankan suatu keadaan
pertukaran udara antara atmosfer dengan sel-sel tubuh yang sesuai dengan
kebutuhan normal.
Gagal napas terjadi bila: 1). PO2 arterial (PaO2) < 60 mmHg, atau 2). PCO2
arterial (PaCO2) > 45 mmHg (ada yang mengatakan PaCO 2 > 50 mmHg), kecuali
jika peningkatan PCO2 merupakan kompensasi dari alkalosis metabolic.
PaO2 < 60 mmHg, yang berarti ada gagal napas hipoksemia, berlaku bila
bernapas pada udara ruangan biasa (fraksi O2 inspirasi [F1O2] = 0,21), maupun saat
mendapat bantuan oksigen.
PCO2 > 45 mmHg yang berarti gagal napas hiperkapnia, kecuali ada keadaan
asidosis metabolic. Tubuh pasien yang asidosis metabolic secara fisiologis akan
menurunkan PaCO2 sebagai kompensasi terhadap PH darah yang rendah. Tetapi jika
ditemukan PaCO2 meningkat secara tidak normal, meskipun masih dibawah 45
mmHg pada keadaan asidosis metabolic, hal ini dianggap sebagai gagal napas tipe
hiperkapnia.
B. KLASIFIKASI GAGAL NAPAS
Gagal napas dapat diklasifikasikan menjadi gagal napas hiperkapnia dan gagal
napas hipoksemia. Berdasarkan waktunya dapat dibagi menjadi gagal napas akut
dan gagal napas kronik. Gagal napas akut berkembang dalam waktu menit sampai
jam, PH darah kurang dari 7,3. Gagal napas kronik berkembang dalam beberapa
hari atau lebih lama, terdapat waktu untuk ginjal mengkompensasi dan
meningkatkan konsentrasi bikarbonat, oleh karena itu biasanya PH hanya menurun
sedikit.
vena sistemik. PO2 darah vena sistemik (PVO2) menentukan batas bawah
PaO2. Bila semua darah vena yang bersaturasi rendah melalui sirkulasi paru
dan mencapai keseimbangan dengan gas di rongga alveolar, maka PO2 =
PAO2. Maka PO2 alveolar (PAO2) menentukan batas atas PO2 arteri. Semua
nilai PO2 berada diantara PVO2 dan PAO2.
Hipoksemia arteri selalu merupakan akibat penurunan PO2 alveolar, atau
peningkatan jumlah darah vena bersaturasi rendah yang bercampur dengan
darah kapiler pulmonal (campuran vena).
Penurunan PO2Alveolar
Tekanan total di ruang alveolar ialah jumlah dari PO2, PCO2, PH2O, dan
PN2. Bila PH2O dan PN2 tidak berubah bermakna, setiap peningkatan pada
PACO2 akan menyebabkan penurunan PaO2. Hipoventilasi alveolar
menyebabkan penurunan PAO2, yang menimbulkan penurunan PaO2 bila
darah arteri dalam keseimbangan dengan gas di ruang alveolus. Persamaan
gas alveolar, bila disederhanakan menunjukkan hubungan antara PO 2 dan
PCO2 alveolar:
PAO2 = FiO2 x PB - PACO2
R
FiO2 adalah fraksi oksigen dari udara inspirasi. PB ialah tekanan
barometric, dan R ialah rasio pertukaran udara pernapasan, menunjukkan
rasio steady-state CO2 memasuki dan O2 meninggalkan ruang alveolar.
Dalam praktek, PCO2 arteri digunakan sebagai nilai perkiraan PCO2 alveolar
(PaCO2). PAO2 berkurang bila PACO2 meningkat. Jadi, hipoventilasi alveolar
menyebabkan hipoksemia (berkurangnya PaO2).
Persamaan gas alveolar juga mengindikasikan bahwa hipoksemia akan
terjadi jika tekanan barometric total berkurang, seperti pada ketinggian, atau
bila FiO2 rendah (seperti saat seseorang menghisap campuran gas dimana
sebagian oksigen digantikan gas lain). Hal ini juga akibat penurunan PO 2.
Pada hipoksemia, yang terjadi hanya karena penurunan PaO 2. Perbedaan PO2
alveolar - arteri adalah normal pada hipoksemia karena hipoventilasi.
Pencampuran Vena (Venous Admixture)
Darah yang melalui kapiler paru di area yang hipoventilasi relatif, akan
kurang mendapat oksigen dibandingkan keadaan normal. Hal tersebut
menimbulkan hipoksemia darah arteri. Efek ketidaksesuaian V/Q terhadap
pertukaran gas antara kapiler-alveolus seringkali kompleks. Contoh dari
penyakit paru yang merubah distribusi ventilasi atau aliran darah sehingga
terjadi ketidaksesuaian V/Q adalah: Asma dan penyakit paru obstruktif
kronik lain, dimana variasi pada resistensi jalan napas cenderung
mendistribusikan ventilasi secara tidak rata. Penyakit vascular paru seperti
tromboemboli paru, dimana distribusi perfusi berubah. Petunjuk akan
adanya ketidaksesuaian V/Q adalah PaO2 dapat dinaikkan ke nilai yang dapat
ditoleransi secara mudah dengan pemberian oksigen tambahan.
Keterbatasan Difusi (diffusion limitation)
Keterbatasan difusi O2 merupakan penyebab hipoksemia yang jarang.
Dasar mekanisme ini sering tidak dimengerti. Dalam keadaan normal,
terdapat waktu yang lebih dari cukup bagi darah vena yang melintasi kedua
paru untuk mendapatkan keseimbangan gas dengan alveolus. Walaupun
jarang, dapat terjadi darah kapiler paru mengalir terlalu cepat sehingga tidak
cukup waktu bagi PO2 kapiler paru untuk mengalami kesetimbangan dengan
PO2 alveolus. Keterbatasan difusi akan menyebabkan hipoksemia bila PAO 2
sangat rendah sehingga difusi oksigen melalui membrane alveolar-kapiler
melambat atau jika waktu transit darah kapiler paru sangat pendek. Beberapa
keadaan dimana keterbatasan difusi untuk transfer oksigen dianggap sebagai
penyebab utama hipoksemia ialah: penyakit vaskuler paru; pulmonary
alveolar
proteinosis, keadaan
dimana
ruang alveolar
diisi cairan
VE = VA + VD VA = VE - VD
VCO2 (L/men) = PaCO2 (mmHg) x VE (L/men) x (1-VD/VT)
863
VD/VT menunjukkan derajad insufisiensi ventilasi kedua paru. Pada
orang normal yang sedang istirahat sekitar 30% dari ventilasi semenit tidak
ikut berpartisipasi dalam pertukaran udara. Pada kebanyakan penyakit paru
proporsi VE yang tidak ikut pertukaran udara meningkat, maka VD/VT
meningkat juga.
Hiperkapnia (hipoventilasi Alveolar) terjadi saat:
1. nilai VE dibawah normal.
2. nilai VE normal atau tinggi, tetapi rasio VD/VT meningkat.
3. nilai VE di bawah normal, dan rasio VD/VT meningkat.
Trakea dan saluran pernapasan menjadi penghantar pergerakan udara
dari dan ke dalam paru selama siklus pernapasan, tetapi tidak ikut
berpartisipasi pada pertukaran udara dengan darah kapiler paru (difusi).
Komponen ini merupakan ruang rugi anatomis. Jalan napas buatan dan
bagian dari sirkuit ventilator mekanik yang dilalui udara inspirasi dan
ekspirasi juga merupakan ruang rugi anatomis. Pada pasien dengan penyakit
paru, sebagian besar peningkatan ruang rugi total terdiri dari ruang rugi
fisiologis. Ruang rugi fisiologis terjadi karena ventilasi regional melebihi
jumlah aliran darah regional (ventilation-perfusion [V/Q] mismatching).
Walaupun V/Q mismatching umumnya dianggap sebagai mekanisme
hipoksemia dan bukan hiperkapnia, secara teori V/Q mismatching juga akan
menyebabkan peningkatan PaCO2. Kenyataannnya dalam hampir semua
kasus, kecuali dengan V/Q mismatching yang berat, hiperkapnia merangsang
peningkatan ventilasi, mengembalikan PaCO2 ke tingkat normal. Jadi V/Q
mismatching umumnya tidak menyebabkan hiperkapnia, tetapi normokapnia
dengan peningkatan VE.
Gambaran Klinis
Hiperkapnia akut terutama berpengaruh pada sistem saraf pusat.
Peningkatan PaCO2 merupakan penekanan sistem saraf pusat, mekanismenya
terutama melalui turunnya PH cairan cerebrospinal yang terjadi karena
peningkatan akut PaCO2. Karena CO2 berdifusi secara bebas dan cepat ke
dalam cairan serebrospinal, PH turun secara cepat dan hebat karena
hiperkapnia akut.
Peningkatan PaCO2 pada penyakit kronik berlangsung lama sehingga
bikarbonat serum dan cairan serebrospinal meningkat sebagai kompensasi
terhadap asidosis respiratorik kronik. Kadar PH yang rendah lebih
berkorelasi dengan perubahan status mental dan perubahan klinis lain
daripada nilai PaCO2 mutlak.
Gejala hiperkapnia dapat tumpang tindih dengan gejala hipoksemia.
Hiperkapnia menstimulasi ventilasi pada orang normal, pasien dengan
hiperkapnia mungkin memiliki ventilasi semenit yang meningkat atau
menurun, tergantung pada penyakit dasar yang menyebabkan gagal napas.
Jadi, dispnea, takipnea, hiperpnea, bradipnea, dan hipopnea dapat
berhubungan dengan gagal napas hiperkapnea.
Pasien dengan gagal napas hiperkapnea akut harus diperiksa untuk
menentukan mekanisme. Diagnosis banding utama ialah gagal napas
hiperkapnea karena penyakit paru versus penyakit nonparu. Pasien dengan
penyakit paru seringkali menunjukkan hipoksemia yang tidak sesuai dengan
derajad hiperkapnia. Hal ini dapat dinilai menggunakan perbedaan PO 2
alveolar-arterial. Tetapi pasien dengan masalah nonparu dapat pula
mempunyai hipoksemia sekunder sebagai efek kelemahan neuromuscular
(sebagai contoh) yang mengakibatkan atelektasis atau pneumonia aspirasi.
Kelainan pada paru berhubungan dengan peningkatan VD/VT dan karenanya
sering menunjukkan peningkatan VE dan frekuensi pernapasan. Tetapi pasien
yang mengalami kelumpuhan otot pernapasan sering ditemui takipneu. Efek
dari hiperkapnea dan hipoksemia dapat menyamarkan gangguan neurologis,
pengobatan berlebih dengan sedative, mixedema, atau trauma kepala.
C. PENYEBAB GAGAL NAPAS
Gagal napas dapat diakibatkan oleh kelainan pada otak, susunan neuromuscular,
dinding thoraks dan diafragma, paru, serta system kardiovaskuler.
1. Otak
Neoplasma
10
- Epilepsi
- Hematoma Subdural
- Keracunan Morfin
- CVA
2. Susunan Neuro-muskular
- Miastenia Gravis
- Polyneuritis, demyelinisasi
- Analgesia spinal tinggi
- Pelumpuh otot
3. Dinding Thoraks dan Diafragma
- Luka tusuk Thoraks
- Ruptur diafragma
4. Paru
- Asma
- Infeksi paru
- Benda asing
- Pneumothoraks, hemathoraks
- Edema Paru
- ARDS
- Aspiras
5. Kardiovaskuler
- Renjatan, Gagal jantung
- Emboli paru
6. Pasca Bedah Thoraks
11
berat dan mengancam nyawa karena sudah terjadi kompensasi berupa peningkatan
kadar bikarbonat serum.
Hipoksemia sering ditemukan pada gagal napas hiperkapnia, terutama yang
didasari oleh penyakit paru, dan pemberian oksigen tambahan seringkali dibutuhkan.
Tetapi pada beberapa pasien dengan hiperkapnia, oksigen tambahan dapat berbahaya
bila tidak dimonitor dan disesuaikan secara hati-hati.
Pasien dengan gagal napas hiperkapnik karena overdosis obat sedatif atau
botulisme, dan kebanyakan pasien dengan trauma dada akan membaik seiring dengan
berjalannya waktu, dan penatalaksanaan bersifat suportif. Penyakit primer yang
membutuhkan terapi khusus ialah miastenia gravis, kelainan elektrolit, penyakit paru
obstruktif, obstructive sleep apnea, dan miksedema.
Gagal Napas Hipoksemia
Suplementasi oksigen ialah terapi terpenting untuk gagal napas hipoksemik. Pada
penyakit berat seperti ARDS, mungkin diperlukan ventilasi mekanik, positive endexpiratory pressure (PEEP) dan terapi respirasi tipe lain. Walaupun umumnya tidak
didapatkan hiperkapnea, tetapi dapat terjadi karena beban kerja pernapasan
menyebabkan kelelahan otot pernapasan. Transportasi oksigen penting untuk
diperhatikan, jika ada anemia berat harus dikoreksi serta curah jantung yang adekuat
harus dipertahankan. Penyakit dasar yang menyebabkan gagal napas hipoksemik
harus diatasi.
Pada beberapa pasien dengan penyakit paru yang tidak merata pada semua
bagian paru (tidak mengenai kedua paru), memiringkan pasien pada posisi dimana
area paru yang tidak terlibat atau yang kurang terlibat berada lebih bawah dapat
meningkatkan oksigenasi, hal ini karena adanya gaya gravitasi. Pasien dengan
hemoptisis berat atau sekretnya banyak tidak boleh diposisikan seperti ini karena
dapat terjadi aspirasi darah atau sekret ke area yang belum terlibat. Pada pasien
ARDS dengan edema paru nonkardiogenik difus, dianjurkan dalam posisi pronasi
(tengkurap), paru akan jarang mengalami kolaps pada bagian yang tergantung. Selain
itu lebih sedikit area paru yang mendapat penekanan oleh jantung atau isi abdomen.
Dasar pengobatan gagal napas dibagi menjadi pengobatan nonspesifik dan yang
spesifik. Umumnya diperlukan kombinasi keduanya. Pengobatan nonspesifik adalah
tindakan secara langsung ditujukan untuk memperbaiki pertukaran gas paru,
sedangkan pengobatan spesifik ditujukan untuk mengatasi penyebabnya.
Pengobatan nonspesifik
Pengobatan ini dapat dan harus dilakukan segera untuk mengatasi gejala-gejala
yang timbul, agar pasien tidak jatuh ke dalam keadaan yang lebih buruk. Sambil
menunggu dilakukan pengobatan spesifik sesuai dengan etiologi penyakitnya.
Pengobatan nonspesifik pada gagal napas akut:
1. Atasi hipoksemia: terapi oksigen
2. Atasi hiperkapnia: perbaiki ventilasi
a. Perbaiki jalan napas
b. Ventilasi bantuan: memompa dengan sungkup muka berkantung (bag and
mask), IPPB
3. Ventilasi kendali
4. Fisioterapi dada
Terapi Oksigen
Pada keadaan O2 turun secara akut, perlu tindakan secepatnya untuk menaikkan
PaO2 sampai normal. Berlainan sekali dengan gagal napas dari penyakit kronik yang
menjadi akut kembali dan pasien sudah terbiasa dengan keadaan hiperkapnia sehingga
pusat pernapasan tidak terangsang oleh hipercarbic drive melainkan terhadap
hypoxemic drive. Akibat kenaikan PaO2 pasien dapat apnea.
Terapinya dengan menaikkan konsentrasi oksigen fraksi inspirasi (FiO 2),
menurunkan konsumsi oksigen dengan hipotermi sampai 34C atau pemberian obat
pelumpuh otot. Ventilasi dilakukan secara bantuan atau terkendali. Cara pemberian
oksigen dapat dilakukan dengan kateter nasal, atau sungkup muka. Sungkup muka
tipe venture dapat mengatur kadar O2 inspirasi secara lebih tepat, bila ventilasi
kembali dengan ventilator maka konsentrasi O2 dapat diatur dari 21-100%.
Tabel.2 Cara Pemberian O2, hubungan antara besarnya aliran udara dengan
konsentrasi O2 Inspirasi.
Alat
Aliran O2 (L/men)
Konsentrasi O2 (%)
Kateter nasal
Sungkup muka
Sungkup muka tipe venturi
Ventilator
Inkubator
2-6
4-12
4-8
Bervariasi
3-8
30-50
35-65
24, 28, 35, 40
21-100
30-40
Terutama pada obstruksi jalan napas bagian atas, dengan hipereksistensi kepala
mencegah lidah jatuh ke posterior menutupi jalan napas, apabila masih belum
menolong maka mulut dibuka dan mandibula didorong ke depan (triple airway
maneuver), biasanya berhasil untuk mengatasi obstruksi jalan nafas bagian atas.
Sambil
menunggu
dan
mempersiapkan
pengobatan
spesifik,
maka
diidentifikasi apakah ada obstruksi oleh benda asing, edema laring atau spasme
bronkus, dan lain-lain. Mungkin juga diperlukan alat pembantu seperti pipa
orofaring, pipa nasofaring atau pipa trakea.
b. Ventilasi Bantu
Pada keadaan darurat dan tidak ada fasilitas lengkap, bantuan napas dapat
dilakukan mulut ke mulut (mouth to mouth) atau mulut ke hidung (mouth to
nose). Apabila kesadaran pasien masih cukup baik, dapat dilakukan bantuan
ventilasi menggunakan ventilator, seperti ventilator bird, dengan ventilasi IPPB
(Intermittent Positive Pressure Breathing), yaitu pasien bernapas spontan
melalui mouth piece atau sungkup muka yang dihubungkan dengan ventilator.
Setiap kali pasien melakukan inspirasi maka tekanan negative yang
ditimbulkan akan menggerakkan ventilator dan memberikan bantuan napas
sebanyak sesuai yang diatur.
c. Ventilasi Kendali
Etiologi
7. Otak
- Neoplasma
- Epilepsi
- Hematoma Subdural
- Keracunan Morfin
- CVA
Pengobatan Spesifik
8. Susunan Neuro-muskular
- Miastenia Gravis
- Polyneuritis,
demyelinisasi
-
Rawat Operasi
Antikonvulsi
Operasi
Nalokson
Rawat Intensif
Prostigmin, Piridostigmin
Rawat dan bantuan napas
ventilasi terkendali
Operasi
Operasi
- Pelumpuh otot
9. Dinding
Thoraks
Diafragma
- Luka tusuk Thoraks
dan
- Ruptur diafragma
10. Paru
- Asma
- Infeksi paru
- Benda asing
- Pneumothoraks,
hemathoraks
- Edema Paru
- ARDS
- Aspirasi
Steroid, Bronkodilator
Antibiotik
Bronkhoskopi
Drainase paru
11. Kardiovaskuler
- Renjatan, Gagal jantung
- Emboli paru
Obat-obatan
Terapi cairan
Bantuan napas
BAB III
LAPORAN KASUS
Nama
: Tn. H
Jenis Kelamin
: Laki-laki
MR
: 84.90.34
Usia
: 14 tahun
Hari Rawatan ke : 8
Anamnesis
Keluhan Utama :
Seorang pasien laki-laki usia 14 tahun datang ke IGD RSUP Dr.M.Djamil Padang pada
tanggal 13 November 2013 dengan keluhan utama penurunan kesadaran sejak 1 hari sebelum
masuk RS
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien sudah dirawat di rumah sakit swasta sejak 5 hari smrs, dengan keluhan mual
dan muntah. Muntah frekuensi 10 kali, banyaknya - gelas, berisi apa yang
dimakan, muntah darah tidak ada.
Demam sejak 1 hari smrs, demam tinggi, terus-menerus, demam tidak menggigil dan
tidak berkeringat banyak.
: koma
: 108/50 mmHg
Nadi
: 124 x/menit
Nafas
: 27x/menit
Suhu
Mata
: 37 C
: konjungtiva tidak anemis
Sklera tidak ikterik
Pupil isokor
Paru
Jantung
: terpasang kateter
Plan
Cek Labor (darah rutin, AGD)
Diagnosa
Penurunan kesadaran ec gagal nafas tipe II
Follow up ICU
S/ Penurunan Kesadaran (-)
CNS :
- GCS
:8
- Pupil
: 3/3
- Refleks
: +/+
CVS :
- TD
: 108/50
- HR
: 124x/i
Hb: 11,4
Ht : 35%
Leukosit: 16.100
Trombosit: 453.000
pH : 7,51
pCO2 : 31
PO2 : 119
Na+ : 130
K+ : 3
Ca2+ : 0,65
HCO3: 24,7
Intake
Enteral :
MC 6x100 cc
Parenteral:
Ivelin : Clinimic = 1:1 / 45cc/jam
Neurobion 5000/hari
KCl 25mg
Ca glukonas 1 gr
Obat
Enteral:
Sukralfat 3 x 10 cc
Parenteral:
Sulbactam cefoperazone 3x1 gr
Levofloxacin 1x500 gr
Bisolvon 3x1 amp
Asam traneksamat 3x500 gram
Vit C 3x2 amp
Vit K 3x1
Tamoliv 3x1
OMZ 1x40 gr
Mofon 0,5 cc/jam
Lain-lain:
Inhalasi combivent 4xsehari
Cendoliter eye drop
Pulmicort 2x sehari
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB V
PENUTUP